SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)
Oleh Siti Aini Zubaidah NIM: 203018201650
Dibawah Bimbingan
Drs. Mu’arif Sam, M.Pd NIP. 1965071719940311005
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
iv
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR TABEL ... v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 5
D. Perumusan Masalah ... 5
E. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Kinerja Guru ... 10
B. Macam-macam Kinerja Guru ... 12
a. Kompetensi Pribadi ... 13
b. Kompetensi Sosial ... 14
c. Kompetensi Profesional ... 15
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru ... 16
D. Upaya-upaya dalam Meningkatkan Kinerja Guru ... 18
E. Langkah-langkah Peningkatan Kinerja Guru ... 19
F. Pengerian Supervisi Klinis ... 20
G. Ciri-ciri Supervisi Klinis ... 23
H. Pendekatan Supervisi Klinis... 23
I. Prosedur Pelaksanaan Supervisi Klinis ... 27
J. Teknik Pelaksanaan Supervisi Klinis ... 34
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 46
C. Populasi dan Sampel ... 47
D. Metode Penelitian ... 47
E. Teknik Pengumpulan Data ... 47
F. Teknik Analisis Data ... 51
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya SMP Negeri 3 Tang-Sel ... 53
B. Deskriptif Analisis Data ... 55
C. Penyajian Hasil Penelitian... 55
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 44
B. Saran-Saran ... 45
penelitian berjudul “Peningkatan Kinerja Guru Melalui Pelaksanaan Supervisi klinis yang dilakukan oleh Kepala Sekolah SMP negeri 3 Ciputat tangerang Selatan”. Skripsi, urusan Kependidikan Islam, ProgrM Studi Manajemen Pendidikan. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan universitas Islam Negeri (UIN) syarif Hidayatullah Jakarta, 27 Oktober 2010
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan supervisi klinis di SMP Negeri 3 Ciputat Tangerang Selatan. Dalam skripsi ini pelaksanaan supervise klinis difokuskan pada aspek tahap pertemuan awal, tahap observasi mengajar, tahap pertemuan balik. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 3 Ciputat Tangerang Selatan pada bulan Desember 2009 sampai bulan mei 2010
metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif berupa metode survey yaitu metode penelitian yang berusaha untuk menyajikan fakta-fakta atau kenyataan yang sesungguhnya . sumber data penelitian ini adalah guru SMP Negeri 3 ciputat tangerang Selatan dengan jumlah guru 56 orang. Untuk penngumpulan data menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan angket.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa
peningkatan kinerja guru melalui pelaksanaan supervise klinis di SMP Negeri 3
Ciputat Tangerang Selatan sudah berjalan cukup baik. Hal ini dapat diketahui melalui
penyebaran angket kepada guru-guru dan wawancara kepada kepala sekolah yaitu
pelaksanaan supervise klinis yangn dilakukan oleh kepala sekolah guna meningkatkan
kinerja guru di SMP Negeri 3 Tangerang Selatan guru lebih mendapat solusi,
pengarahan, motivasi dan masukan berupa kritik dan saran dari kepala sekolah
ataupun dari tiap-tiap guru yang melakukan observasi dan yang diobservasi, selain itu
guru-guru termotivasi untuk melakukan pengajaran yang lebih baik untuk di berikan
kepada siswa, guru berusaha dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan didalam
sekolah maupun di luar sekolah yang bersifat mengembangkan ilmu dalam
v
2. Kisi-Kisi Angket Guru ... 49
3. Kesepakatan berdasarkan hal-hal yang akan diobservasi ... 56
4. Keakraban dalam berkomunikasi ... 56
5. Jaminan kerahasiaan guru ... 57
6. Penghargaan terhadap guru ... 58
7. Penetapan durasi observasi ... 58
8. Penetapan lamanya observasi ... 59
9. Penetapan tempat observasi... 59
10.Rekaman peristiwa penting ketika observasi ... 60
11.Dokumentasi interaksi siswa dan guru dalam pembelajaran ... 61
12.Deskripsi guru dan siswa ketika pembelajaran ... 61
13.Pengamatan secara cermat terhhadap kegiatan pembelajaran ... 62
14.Penetapan kejadian kelas ... 62
15.Analisis terhadap hasil pembelajaran ... 63
16.Umpan balik setelah proses pembelajaran ... 64
17.Refleksi setelah pelaksanaan pembelajaran ... 64
18.Penguatan terhadap pembelajaran ... 65
19.Pencapaian tujuan pembelajaran ... 65
20.Identifikasi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran ... 66
21.Pembahasan terhadap hasil rekaman observasi ... 66
22.Penyampaian hasil analisis pembelajaran ... 67
23.Penyertaan latihan-latihan ketahap berikutnya ... 68
24.Penyampaian hasil analisis pembelajaran ... 68
25.Respon guru terhadap kehadiran kepala sekolah dalam observasi ... 69
9
A. Latar Belakang
Pada masa bangsa ini Indonesia menyadari akan pentingnya pendidikan,
pendidikan telah menjadi kebutuhan untuk memajukan peradaban dan
meningkatkan taraf hidup bangsa. Untuk mewujudkan pendidikan yang
bermutu dibutuhkan tenaga pengajar yang berkompetensi dan berkualitas,
agar para pengurus bangsa menjadi generasi yang cerdas dan berkualitas.
Salah satu cara mewujudkannya adalah dibuatnya sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal yang dituntut mampu memenuhi kebutuhan bangsa
Indonesia.
Dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan sangat berperan terhadap
pembaharuan pendidikan dan pengajaran.kemajuan tersebut menuntut adanya
pendidikan yang baik secara system dan bermutu, agar tujuan pendidikan dan
pengajaran dapat tercapai dengan baik, kepala sekolah sebagai pemimpin di
sekolah mempunyai peran yang sanngat besar dalam meningkatkan mutu
pendidikan dan pengajaran di sekolah karena kepala sekolah lebih dekat dan
berhubungan dengan pelaksanaan program pendidikan disetiap sekolah.
Memang pendidikan sangatlah penting bagi suatu masyarakat, banngsa dan
umat, kalau pendidikan buruk maka ketentraman dan kehormatan bangsa ini
akan hilang, untuk memelihara kelangsungan hidup yang terhormat, maka
perlu sekali memperhatikan pendidikan bagi generasi yang akan datang.
Arus informasi dan komunikasi telah membuat globalnya nilai-nilai budaya v
membawa positif juga membawa akibat negative dari banyaknya penyakit
social. Seperti kenakalan remaja, masalah narkotika, korupsi, kecemburuan
Dengan demikian prilaku pendidikan seyogyanya senan tiasa mencerminkan
peningkatan harkat dan martabat kemanusiaan demi peningkatan kinerja
peradaban masyarakat bangsa dan Negara yang didalamnya diperlukan
kesungguhan kinerja manusia sebagai prilaku utamanya.
Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sebagaimana terdapat dalam buku
Standar Nasional Pendidikan PPRI no. 19 tahun 2005 Tentang Standar
nasional pendidikan pasal 28 ayat 1 syarat menjadi seorang pendidik yaitu
kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi
seorang yang dibuktikan dengan ijazah dan sertifikat keahlian yang relevan
sesuai ketentuan perundanng-undangan yang berlaku.
Pengawasan pada pendidikan formal dilakukan oleh pengawas satuan
pendidikan. Setiap satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan inklusif
harus memiliki tenaga pendidikan yang memmpunyai kompetensi
menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan
khusus. Criteria penyelenggaraan pembelajaran sebagaimana dimaksudkan
pada Standar nasional Pendidikan pasal 59 dan 41 ayat (1) dikembangkan
oleh BNSP dan ditetapkan dengan peratutan menteri.
Dalam situasi apapun jabatn guru tetap dinilai oleh warga masyarakat sebagai
pemberi inspirasi, penggerak dan pelatih dalam penguasaan percakapan
tertentu bagi sesama, khususnya bagi para siswa agar mereka siap
membangun hidup beserta lingkungan sosialnya. Dalam hal teknis didaktis
guru yang bermutu mampu berperan sebagai fasilitator pengajaran, mampu
menggorganisasi pengajaran secara efektif dan efisien, mampu membangun
sebagai penilik hasil belajar siswa demi bimbingan belajar yang bersangkutan
lebih lanjut.
Secara garis besar dapat disimpul;kan tentang gambaran guru yang bermutu
tersebut, yaitu: Pribadi dewasa yang mempersiapkan diri secara khusus
melalui lembaga pendidikan(LPTK) agar dengan keahliannya mampu
mengajar sekaligus mendidik siswanya untuk menjadi yang lebih baik,
berilmu, produktif, social, sehat dan mampu berperan aktif dalam
peningkatan Sumber Daya Manusia atau investasi kemanusiaan.
Pengembangan kinerja guru mutlak diperlukan khususnya untuk dapat
menjawab tantangan dan memanfaatkan kesempatan yang ada, karena peran
guru akan menjadi factor penentu bagi tegak atau runtuhnya suatu Negara.
Pendidikan yang dilaksanakan harus dipertimbangkan “keberadaan manusia”
sebagai pendidikan selama ini menunjukan bahwa aspek kinerja guru
terutama watak dan moral kurang mendapat penekanan yang memadai.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal sesuai dengan misinya,
yaitu melaksanakan kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan. Kegiatan belajar mengajar ini akan berjalan lancar jika
komponen-komponen dalam lembaga ini terpenuhi dan berfungsi sebagai
mestinya.
Komponen-komponen tersebut antara lain: sarana dan prasarana yang
memadai, terpenuhinya tenaga kependidikan yang berkompetensi
dibidangnya, adanya struktur organisasi yang teratur daan tak kalah
pentingnya adalah peranan kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah.
Dengan demikian apabila setiap komponen dalam lembaga pendidikan
tersebut berfungsi dengan baik maka pelaksanaan belajar mengajar akan
berjalan lancar sesuai dengan tujuan yang diharapkan baik secara kualitatif
maupun kuantitatif.
Agar setiap komponen lembaga pendidikan berfungsi dengan baik
diharapkan, maka disilah supervise pendidikan dibutuhkan untuk membantu
kepala sekolah. Fungsi seorang supervisor adalah meningkatkan kinerja guru.
Sebagai pemimpin dibidang pendidikan seorang kepala sekolah harus mampu
membangkitkan dan menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, aman
dan penuh semangat, ia juga harus mampu mengembangkan potensi yang ada
pada para staf dalam kepemimpinannya.
Usaha meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran sebagian besar
terletak pada peningkatan kegiatan guru dalam mendoorong murid-murid
kearah tercapainya tujuan. Agar tugas memdidik dan mengajar dapat
ditingkatkan guru perlu mendapat pembinaan yang berupa pengertian tentang
pentingnya fungsi supervise pendidikan. Usaha yang demikian tidak dapat
dipisahkan dari peran “kepala sekolah yang harus mampu membina guru agar
peka dan peduli pada terhadap perubahan serta bersaha untuk bersikap
inovatif dan selalu mengembangkan kualitas sumber daya dalam mengajar
dan mendidik”.
B. Identifikasi Masalah
dari latar belakang inilah, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi
adalah sebagai berikut:
1. Apakah supervise yang dilakukan kepala sekolah mampu meningkatkan
kinerja guru?
2. Apakah pelaksanaan supervise oleh kepala sekolah mampu menciptakan
iklim kerja yang kondusif?
3. Apakah disiplin guru dapat ditingkatkan melalui pelaksanaan supervise
oleh kepala sekolah?
5. Bagaimana kepala sekolah menciptakan komunikasi dan pengarahan
terhadap guru?
6. Bagaimana kepala sekolah mengevaluasi kinerja guru?
7. Upaya apa saja yang dilakukan kepala sekolah untuk meningkatkan
disiplin guru dan pegawai?
C.Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi diatas, maka penulis membatasi permasalahan
yang diteliti sebagai berikut:
1. Supervisi klinis yang dimaksud disini adalah pelaksanaan supervise yang
dilakukan oleh kepala sekolah yang ada pada suatu lembaga pendidikan,
khususnya di SMPN 3 Ciputat.
2. Supervisi klinis, meliputi pada bidang-bidang supervise yaitu, Kualitas Proses
Pembelajaran, Profesionalisme guru, Tanggung jawab Pengawas Sekolah dan
Peningkatan Mutu Pendidikan.
D.Perumusan Masalah
Berdasarkan pembbatasan masalah, maka penulis merumuskan
masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan supervise klinis oleh kepala sekolah di SMPN 3
ciputat!
2. Bagaimana Efektifitas supervise klinis oleh kepala sekolah dalam rangka
meningkatkan kinerja guru di SMPN 3 ciputat!
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
sejauh mana peningkatan kinerja guru melalui pelaksanaan supervise klinis.
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis, diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan penulis
mengenai pelaksanaan supervise.
2. Bagi sekolah, diharapkan akan menjadi bahan masukan nuntuk pelaksanaan
supervise yang akan datang di sekolah.
3. Bagi ilmu pengetahuan, sebagai sumbangan data ilmiah mengenai
pelaksanaan supervise klinis.
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Pengertian Kinerja Guru
Banyak batasan yang diberikan oleh para ahli mengenai istilah kinerja,
walaupun berbeda dalam perumusannya namun secara prinsip tampak sejalan
mengenai proses pencapaian hasil. Istilah kinerja berasal dari kata job
performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi
sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang)”.1 Dengan kata lain kinerja adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Kinerja atau performance menurut Mulyasa dapat diartikan sebagai
“prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil kerja atau unjuk
kerja”.2 Berbagai batasan dari beberapa pakar tersebut menekankan kinerja
sebagai proses untuk mencapai hasil tertentu. Dengan demikian tinggi
rendahnya kinerja seseorang dalam bekerja dievaluasi dari perilaku yang
1 A. A. Anwar Prabu Manngkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan,
(Bandung: PT Remaja Rosda Karya), h. 67
diperlihatkan, serta kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan sesuai
dengan tujuan yang telah ditentukan.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka seorang guru dituntut agar dapat
memiliki kinerja yang baik dan kinerja guru menurut Piet Sahertian dan Ida
Aleida mengacu pada:
1) Kemampuan menguasai bahan pelajaran yang disajikan 2) Kemampuan mengelola program belajar mengajar 3) Kemampuan mengelola kelas
4) Kemampuan menggunakan media/sumber belajar
5) Kemampuan menguasai landasan-landasan kependidikan 6) Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar
7) Kemampuan menilai prestasi siswa untuk kependidikan dan pengajaran
8) Kemampuan mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan
9) Kemampuan mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
10)Kemampuan memahami prinsip-prinsip guna keperluan pengajaran.3
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah
kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam melakukan suatu pekerjaan
sehingga terlihat prestasi pekerjaannya dalam mencapai tujuan
organisasi/lembaga. Kinerja guru berarti prestasi atau kontribusi yang
diberikan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar, baik secara kualitatif
maupun kuantitatif yang terukur dalam rangka pembinaan peserta didik dalam
membantu tercapainya tujuan pendidikan.
Seorang guru sebagai tenaga pendidik utama dalam kegiatan pembelajaran
atau yang secara langsung berinteraksi dengan siswa di kelas diharapkan
memiliki kemampuan yang optimal dan profesional sebagai usaha pencapaian
tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Dengan demikian guru yang
mempunyai kinerja tinggi akan dengan mudah mengarahkan dan membimbing
siswanya mencapai tujuan.
3
1.
Macam-Macam Kinerja Guru
Keberhasilan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru tidak
terlepas dari tingkat kemampuan guru dalam melaksanakan tugas yang
diembannya. Kemampuan tersebut mencakup tiga macam yaitu:
a) Kemampuan Pribadi
Kemampuan pribadi adalah kemampuan pribadi guru dalam
melaksanakan proses belajar mengajar
Cece Wijaya dan Tabroni Rusyan merinci kemampuan pribadi guru
meliputi:
1) Kemantapan dan integrasi pribadi
2) Peka terhadap perubahan dan pembaharuan 3) Berfikir alternatif
4) Adil, jujur, dan obyektif
5) Disiplin dalam melaksanakan tugas 6) Ulet dan tekun belajar
7) Berusaha memperoleh hasil kinerja yang sebaik-baiknya
8) Simpatik dan menarik, luwes, bijaksana dan sederhana dalam bertindak
9) Berwibawa.4
Sedangkan Moh Uzer Usman menerangkan bahwa kemampuan pribadi
guru meliputi hal-hal berikut:
1) Mengembangkan kepribadian 2) Berinteraksi dan berkomunikasi
3) Melaksanakan bimbingan dan penyuluhan 4) Melaksanakan administrasi pendidikan
5) Melaksanakan penelitian sederhana untuk keperluan mengajar.5
Kemampuan pribadi menjadikan guru dapat mengelola dan
berinteraksi secara baik serta mengelola proses belajar mengajar, guru juga
4Cece Wijaya dan Tabroni Rusyan, Kemampuan Dasar dalam Proses Belajar Mengajar
(Bandung: PT Remaja Rosda Karya,1991), h. 14-21
5
harus mempunyai kepribadian yang utuh karena bagaimanapun guru
merupakan suri tauladan bagi anak didik.
b) Kemampuan Profesional
Berbicara tentang profesionalisme, maka akan lebih jelas diketahui
terlebih dahulu maksud dari kata profesi itu sendiri. “secara umum profesi
diartikan suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut didalam since
dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk
diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat”.6
Dalam buku perkembangan pendidikan Muchtar Buchori, disebutkan
bahwa: “kata profesi dalam kosakata bahasa Indonesia melalui bahasa Inggris
(profession) atau bahasa Belanda (profesio) dalam bahasa Latin profesio berarti
pengakuan atau pernyataan”.7
Menurut Luthfi, sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam “seorang disebut memiliki profesionalisme bila ia memenuhi kriteria profesi yang harus mengandung keahlian, profesi memiliki teori-teori yang baku secara universal, profesi adalah untuk masyarakat bukan untuk diri sendiri, profesi harus dilengkapi dengan kecepatan diagnosistik dan kompetensi aplikatif. Pemegang profesi memiliki otonomi dalam melakukan tugas profesinya, profesi mempunyai kode etik dan profesi harus mempunyai klien yang jelas”.8
Dalam Good Dictionary of education sebagaimana dikutip Oteng
Sutisna, dijelaskan bahwa profesi sebagai “suatu pekerjaan yang meminta
persiapan spesialisasi relative diperguruan tinggi dan dikuasai oleh suatu kode
etik yang khusus”.9
Selanjutnya Oemar Hamalik mengutip pendapat sikun pribadi yang
berpendapat bahwa “profesi itu pada dasarnya adalah suatu pernyataan atau
suatu janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu
6Sardiman A. M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1987,) Cet Ke-2, h. 131
7
Muchtar Buchori, Pendidikan dalam Pembangunan(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994) Cet. Ke-1, h. 36
8 Ahmad Tafsir Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994), Cet. Ke-1, h. 107
9
jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut merasa
terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu”.10
Berdasarkan penjelasan di atas baik secara bahasa maupun istilah serta
pendapat para ahli, penulis dapat di tarik kesimpulan bahwa profesionalisme
guru adalah sikap dan tingkah laku nyata dalam bidang pekerjaan profesi
keguruan memiliki dasar dalam keterampilan dan kemampuan khusus.
Sedangkan yang dimaksud dengan kemampuan professional guru
adalah kemampuan guru dalam penguasaan akademik (mata pelajaran) yang
diajarkan dan terpadu dengan kemampuan mengajarnya sekaligus, sehingga
guru tersebut memenuhi kewibaan akademik.
Kemampuan profesionalisme guru sangat penting dalam
perkembangannya dengan kegiatan belajar mengajar dan hasil belajar siswa,
karena proses belajar mengajar dan hasil belajar yang diperoleh siswa tidak
hanya ditentukan oleh kepala sekolah, pola dan struktur serta kurikulumnya,
akan tetapi juga ditentukan oleh kemampuan guru yang mengajar dan
membimbing siswanya.
c) Kemampuan Sosial
Kemampuan sosial adalah kemampuan yang berhubungan dengan
bentuk partisipasi sosial seorang guru dalam kehidupan sehari-hari
dimasyarakat tempat ia bekerja, baik secara formal amupun informal.
Kemampuan yang harus dimiliki seorang guru adalah sebagai berikut:
1. Berkomunikasi secara lisan, tulisan dan isyarat
2. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara
fungsional
3. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik,
tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan
4. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.11
Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta
didik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali, dan masyarakat didik dan
masyarakat sekitar.
Sedikitnya terdapat tujuh kompetensi sosial yang harus dimiliki guru
agar dapat berkomunikasi dan bergaul secara efektif, baik disekolah maupun
dimasyarakat. Ketujuh komponen tersebut dapat di identifikasikan sebagai
berikut:
1) Memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama.
2) Memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi 3) Memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi 4) Memiliki pengetahuan tentang estetika 5) Memiliki apresiasi dan kesadaran sosial
6) Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan 7) Setia terhadap harkat dan martabat manusia12
Adapun kompetensi yang ditetapkan sekarang ini terdapat empat
kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga pendidikan. Sebagaimana
dijelaskan pada peraturan pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang standar
nasional pendidikan pasal 28 ayat 3 bahwa "kompetensi sebagai agen
pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan
usia dini meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi professional dan kompetensi sosial".13
Bahwa guru sebagai makhluk yang dibekali potensi, kemampuan
tertentu dan untuk mengaplikasikan dan mengembangkan kemampuan tersebut
memerlukan suatu latihan dan pendidikan. Seorang guru agar ia dapat menjadi
guru yang mampu, berkompeten dan professional dalam bidangnya ia harus
memperbaiki kriteria kemampuan dasar sebagaimana yang dijelaskan di atas.
11. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya. 2007) h. 173
12 E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru…, h. 176
13
2.
Faktor yang Mempengaruhi Kinerja GuruMenurut Anwar Prabu Mangkunegara faktor yang mempengaruhi kinerja
guru adalah faktor kemampuan (ability), faktor motivasi (motivasion).14
Kinerja dapat ditimbulkan dari pelaksana tugas seseorang. Kinerja guru
merupakan penampilan, prestasi atau kontribusi guru yang diberikan dalam
kegiatan belajar mengajar. Membicarakan kinerja mengajar guru tidak dapat
dipisahkan dari faktor-faktor pendukung dan pemecah masalah yang
menyebabkan terlambatnya kegiatan belajar mengajar secara baik dan benar
dalam rangka pencapaian tujuan yang diharapkan guru dalam mengajar.
Adapun faktor yang mendukung kinerja guru dapat digolongkan kedalam
dua macam yaitu:
a) Faktor dari dalam diri (intern)
b) Faktor dari luar diri (ekstern)
diantaranya faktor dari dalam diri (intern) adalah:
1) Kecerdasan
2) Keterampilan
3) Bakat
4) Kemampuan dan minat motif
5) Kesahatan
6) Kepribadian
7) Cita-cita dan tujuan dalam bekerja
Sedangkan faktor dari luar diri (ekstern) adalah:
8) Lingkungan keluarga
9) Lingkungan kerja
10)Komunikasi dengan kepala sekolah
11)Sarana dan prasarana.
14
A. A Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan,
beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja guru dalam melaksanakan
tugas diantaranya:
1) Kesejahteraan
Kesejahteraan adalah bentuk pemberian penghasilan, baik dalam
bentuk materi maupun dalam bentuk non materi, yang diberikan
selama masa pengabdian maupun setelah berhenti sebab pensiun atau
sebab yang lainnya, dalam usaha pemenuhan kebutuhan dengan
maksud memberikan semangat/dorongan
2) Suasana/lingkungan kerja yang harmonis
Pengertian lingkungan kerja yang menyenangkan dapat berbeda-beda
tetapi umumnya meliputi tempat menarik, keberhasilan dan kerapian,
intensitas cahaya, udara dalam ruangan yang baik, perlengkapan up to
date dan cukup bimbingan dari atasan yang ditunjang dengan
komunikasi demokrasi yang serasi dan manusiawi antara kepala
sekolah dan guru.
3) Tujuan dan kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kinerja guru.
Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan tegas yang diberikan sesuai
dengan kemampuan guru. Kemampuan guru ini akan menghasilkan
prestasi atau masukan bagi guru dalam pelaksanaan tugasnya
4) Teladan pemimpin
Pada dasarnya setiap orang cenderung untuk mengikuti sikap dan
tingkah laku pimpinan. Keteladanan adalah hal-hal baik yang
ditampilkan oleh kepala sekolah melalui sikap, perbuatan dan perilaku
termasuk penampilan kerja dan penampilan fisik.
Demikian beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru, untuk
seorang guru akan menghasilkan suatu prestasi ataupun masukan bagi guru
untuk menciptakan suatu kinerja yang tinggi.
Keberhasilan seseorang bukan ditentukan oleh dirinya sendiri tetapi juga
oleh lingkungan dimana ia berada. Tidak ada sesuatu yang dapat berhasil
dengan baik tanpa usaha dengan sunggguh-sungguh. Pekerjaan akan lebih
berarti bila seseorang dapat melihat dan menemukan dirinya disana. Disamping
itu perasaan senang dan bahagia akan membantu untuk bekerja lebih bergairah
dan giat meningkatkan kinerjanya.
3.
Upaya-Upaya Dalam Meningkatkan Kinerja GuruAda beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja
guru, antara lain melalui pembinaan disiplin tenaga kependidikan, pemberian
motivasi, penghargaan (rewer) dan persepsi.
a) Pembinaan disiplin tenaga kependidikan
Kepala sekolah harus mampu menumbuhkan disiplin tenaga
kependidikan, terutama disiplin diri (self dicipline). Dalam kaitan ini kepala
sekolah harus mampu melakukan hal-hal sebagai berikut:
Membantu tenaga kependidikan mengembangkan pola perilakunya
Membantu tenaga kependidikan meningkatkan standar perilakunya
Menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat
b) Pemberian motivasi
Motivasi merupakan salah satu faktor yang turut menentukan kefektifan
kerja. Callahan dan Clark (1998) mengemukakan bahwa motivasi adalah
tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah
tujuan tertentu. Apabila para tenaga kependidikan memiliki motivasi yang
positif maka ia akan memperlihatkan minat, mempunyai perhatian dan ingin
ikut serta dalam suatu tugas atau kegiatan. Dengan kata lain seorang tenaga
kependidikan akan melakukan semua pekerjaannya dengan baik apabila ada
memiliki kemampuan membangkitkan motivasi para tenaga kependidikannya
sehingga mereka dapat meningkatkan kinerjanya.
c) Penghargaan
Penghargaan sangat penting untuk meningkatkan produktifitas kerja dan
untuk mengurangi kegiatan yang kurang produktif. Melalui penghargaan ini
tenaga kependidikan dirangsang untuk meningkatkan kinerja yang positif,
penghargaan ini akan bermakna apabila dikaitkan dengan prestasi tenaga
kependidikan, secara terbuka sehingga setiap tenaga kependidikan memiliki
peluang untuk meraihnya
d) Persepsi
Persepsi adalah proses seorang mengetahui beberapa hal melalui pasca
indera (Badudu, 1190;657), sedangkan Sarlito (1982:76) mengartikanpersepsi
sebagai daya mengenal obyek, mengelompokan, membedakan, memusatkan
perhatian, mengetahui dan mengartikan melalui persepsi yang baik akan
menumbuhkan iklim kerja yang kondusif serta sekaligus akan meningkatkan
produktivitas kerja. Kepala sekolah perlu menciptakan persepsi yang baik bagi
setiap tenaga kependidikan terhadap kepemimpinan dan lingkungan sekolah
agar dapat meningkatkan kinerjanya.15
4.
Langkah-langkah Peningkatan Kinerja
Dalam rangka peningkatan kinerja paling tidak telah mengemukakan
tujuh langkah yang dapat dilakukan sebagai berikut:
a) Mengetahui adanya kekurangan dalam kinerja
b) Mengenai kekurangan dan tingkat keseriusan
c) Mengidentifikasi hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan
baik yang berhubungan dengaan pegawai itu sendiri
d) Mengembangkan rencana tindakan tersebut
15
e) Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah teratasi atau belum
f) Mulai dari awal bila perlu.16
Dari peningkatan kinerja ini mempunyai hasil dalam peningkatan karena
semuanya mempunyai kekurangan dan kelebihan hal itu harus sangat berguna
bagi para karyawan.
Dari berbagai uraian teori tentang kinerja guru maka yang dimaksud
dengan kinerja guru dalam penelitian ini adalah kemampuan seseorang untuk
melaksanakan tugasnya yang menghasilkan hasil yang memuaskan guna
tercapainya tujuan organisasi kelompok dalam suatu unit kerja. Kinerja guru
dalam penelitian ini dapat diukur berdasarkan indikator merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dalam mengevaluasi pembelajaran,
serta disiplin dalam menjalankan tugas.
B.
Supervisi Klinis
1.
Pengertian Supervisi Klinis
Kinerja dapat ditimbulkan dari pelaksana tugas seseorang. Kinerja guru
merupakan penampilan, prestasi atau kontribusi guru yang diberikan dalam
kegiatan belajar mengajar. Membicarakan kinerja mengajar guru tidak dapat
dipisahkan dari faktor-faktor pendukung dan pemecah masalah yang
menyebabkan terlambatnya kegiatan belajar mengajar secara baik dan benar
dalam rangka pencapaian tujuan yang diharapkan guru dalam mengajar. Salah
satu faktor yang diharapkan mampu membantu guru dalam mengatasi problem
pembelajaran adalah kegiatan supervisi klinis.
Supervisi klinis termasuk bagian dari supervisi pengajaran. Dikatakan
supervisi klinis karena prosedur pelaksanaannya lebih ditekankan kepada
mencari sebab-sebab atau kelemahan yang terjadi didalam proses belajar
mengajar, dan kemudian secara langsung pula diusahakan bagaimana cara
memperbaiki kelemahan atau kekurangan tersebut. Ibarat seorang dokter yang
16
akan mengobati pasiennya, mula-mula dicari dahulu sebab-sebab dan jenis
penyakitnya dengan jalan menanyakan kepada pasien, apa yang dirasakannya,
dibagian mana dan bagaimana terasanya, dan sebagainya. Setelah diketahui
dengan jelas apa penyakitnya, kemudian sang dokter memberikan saran atau
pendapat bagaimana sebaiknya agar penyakit itu tidak semakin parah, dan pada
waktu itu juga dokter mencoba memberikan resep obatnya. Tentu saja prosedur
supervisi klinis tidak persis sama dengan prosedur pengobatan yang dilakukan
oleh dokter. Kemudian diterangkan dalam buku profesi keguruan mengenai
sasaran supervisi klinis adalah perbaikan pengajaran dan bukan perbaikan
kepribadian guru.
Di dalam supervisi klinis cara “memberikan obatnya” dilakukan setelah
supervisor mengadakan pengamatan secara langsung terhadap cara guru
mengajar, dengan mengadakan “diskusi balikan” antara supervisor dan guru
yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan “diskusi balikan” disini adalah
diskusi yang dilakukan segera setelah guru selesai mengajar, dan bertujuan
untuk memperoleh balikan tentang kebaikan maupun kelemahan yang terdapat
selama guru mengajar serta bagaimana usaha untuk memperbaikinya. Untuk
lebih jelasnya marilah kita bicarakan lebih dahulu apa yang dimaksud dengan
supervisi klinis itu.
Dari segi etimologi kata “supervisi” diambil dari kata ”super” yang
artinya memiliki kelebihaan tertentu, seperti kelebihan dalam pangkat, dan
kualitas, sedangkan “visi” artinya melihat atau menguasai, dan secara
terminologi pengertian supervisi adalah “suatu teknik pelayanan yang tujuan
utamanya mempelajari dan memperbaiki secara bersama-sama”.
Sedangkan kata “klinis” perbaikan atau pembinaan, menurut kamus
bahasa Indonesia “klinis” berarti pengamatan, pelayanan. Jadi bila dilihat dari
pengertian tersebut penulis menyimpulkan bahwa supervisi klinis ialah suatu
bentuk bahan bantuan professional yang diberikan secara sistematik kepada
guru yang bersangkutan dengan harapan dapat membina kemampuan yang ada
Richard Waller memberikan definisi tentang supervisi klinis sebagai
berikut:
“Supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada kebaikan pengajaran melalui siklus sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan, dan analisis intelektual yang insentif terhadap penampilan mengajar sebenarnya dengan tujuan untuk mengadakan modifikasi yang rasional”. (Clinical supervision may be defined as supervision fokused upor the improvement of instruction by means of sistematic cycles of planning, observation and intensive intellectual analiysis of actual teaching performance in the interest of rational modification)”.17
Keith Acheson dan Meredith D. Gall, mengemukakan bahwa :
Supervisi klinis adalah proses membantu guru memperkecil
ketidaksesuaian (kesenjangan) antara tingkah laku mengajar yang nyata dengan
tingkah laku yang ideal”.
Sebagaimana dikutip Ngalim Purwanto, menyatakan bahwa:“Supervisi
klinis adalah suatu proses bimbingan yang bertujuan untuk membantu
pengembangan profesional guru/calon guru, khususnya dalam penampilan
belajar, berdasarkan observasi dan analisis data secara teliti dan objectif
sebagai pegangan untuk perubahan tingkah laku mengajar tersebut”.18
Berdasarkan berbagai pendapat diatas maka penulis menyimpulkan
bahwa supervisi klinis adalah proses pembinaan dalam dunia pendidikan yang
bertujuan untuk memperbaiki dan menambahkan apa yang menjadi kelemahan
guru dalam menjalankan tugasnya mengajar melalui pengamatan yang
dilakukan, yang pada akhirnya berpengang pada data dan fakta yang ada
supervisor akan memberikan masukan kepada guru yang bersangkutan.
2.
Ciri-ciri Supervisi Klinis
Agar menjadi lebih jelas bagaimana pelaksanaan supervisi klinis itu,
supervisor perlu memahami benar-benar ciri-ciri supervisi klinis. LA Sullo
mengemukakan ciri-ciri supervisi klinis ditinjau dari segi pelaksanaannya
sebagai berikut:
17Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi..., h. 90
1) Bimbingan supervisor kepada guru/calon guru bersifat bantuan bukan perintah atau intruksi
2) Jenis keterampilan yang akan disupervisi diusulkan oleh guru atau calon guru yang akan disupervisi, dan disepakati melalui pengkajian bersama antara guru dan supervisor
3) Meskipun guru atau calon guru mempergunakan berbagai keterampilan mengajar secara integrasi, sasaran supervisi hanya pada beberapa keterampilan tertentu saja.
4) Instrumen supervisi dikembangkan dan disepakati bersama antara guru dan supervisor berdasarkan kontrak (lihat butir tiga diatas) 5) Balikan diberikan dengan segera dan secara objectif (sesuai dengan
data yang direkam oleh instrumen observasi)
6) Meskipun supervisor telah menganalisis dan mengintrerprestasikan data yang direkam oleh instrumen observasi, dalam diskusi atau pertemuan balikan guru/calon guru diminta terlebih dahulu menganalisis penampilannya.
7) Supervisor lebih banyak bertanya dan mendengarkan daripada meminta atau mengarahkan.
8) Supervisi berlangsung dalam suasana intim dan terbuka
9) Supervisi berlangsung dlam siklus yang meliputi perencanaan, observasi, dan diskusi/pertemuan balikan
10)Supervisi klinis dapat dipergunakan untuk pembentukan atau peningkatan dan perbaikan keterampilan mengajar, dipihak lain dipakai dalam konteks pendidikan prajabatan maupun dalam jabatan (preservise dan inservise education).19
3.
Pendekatan Supervisi Klinis
Keberhasilan dalam pelaksanaan supervisi klinis tergantung pada
beberapa faktor yang melekat pada diri supervisor (pengawas) yang melakukan
supervisi terhadap guru menjadi tanggung jawabnya, antara lain sikap yang
ditampilkan oleh supervisor yang bersangkutan. Sifat tersebut sangat
dipengaruhi oleh pemahaman supervisor terhadap tugasnya. Apakah ia
menganggap supervisi itu sebagai tugas untuk menginspeksi atau mencari
kesalahan orang yang disupervisi, yang menurut pendpatnya makin banyak dia
dapat menunjukan kesalahan orang yang disupervisi, semakin hebat
kenerjanya. Atau ia selalu membandingkan kinerja orang lain dengan kinerja
dirinya, yang berarti dirinya dipergunakan sebagai alat ukur, patokan atau
model.
Selain itu pula ada sebagian sikap supervisor sebagai seorang yang
“super” yang berpengetahuan luas, berpendidikan, berpengalaman,
berketerampilandan berkemampuan lebih dari orang lain, akan menampilkan
dirinya menjadi sombong. Adapula seorang supervisor, tapi yang sebenarnya
tidak memiliki kualifikasi sebagai supervisor, tapi karena suatu dan lain hal ia
diangkat menjadi supervisor (pengawas). Dalam hal ini ada kemungkinan ia
akan berlindung dibelakang otoritas formalnya, ia mempunyai surat keputusan
sebagi supervisor dan bertindak sok kuasa tidak ramah dan menggunakan
power/kekuasaan sebagai dalih. Supervisor semacam ini tidak mungkin dapat
membina bawahannya, karena ia tidak memiliki job knowledge dan
keterampilan melakukan supervisi. Dengan kata lain ia tidak mampu
melakukan supervisi klinis yang merupakan bagian penting dalam pengetahuan
staf.
Siswanto Masruri dkk mengemukakan bahwa ada 3 pendekatan
supervisi klinis yaitu:20
a) Pendekatan Preskriptif
Dalam pendekatan preskriptif ini nampaknya pengawas atau supervisor
lebih menonjolkan power atau otoritas formalnya dalam melakukan tugas
sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari ilustrasi berikut:
1) Supervisor (pengawas) bertindak sebagai petugas yang harus
menanamkan peraturan secara kaku.
2) Menganggap dirinya sebagai seorang “pakar” yang memiliki rasa
lebih hebat dari orang yang disepervisi
3) Proses kegiatan yang dilaksanakan diperbandingkan dengan model
atau Blue print (cetak biru) yang sudah ditetapkan terlebih dahulu
20
4) Diskusi yang diselenggarakan sesudah pengamatan dikendalikan
atau diarahkan oleh supervisor dan ia bertindak sebagai penguasa
dalam diskusi (otoriter)
5) Tujuan supervisi adalah untuk menjamin agar metode yang sudah
ditetapkan secara betul dan kaku, tanpa adanya kemungkinan
pengembangan.
b) Pendekatan kolaboratif
Untuk mencapai hasil yang memuaskan dalam pelaksanaan supervisi
klinis, diterapkan pendekatan kolaboratif yang memberi warna kemitraan
antara supervisor dan orang yang disupervisi. Pendekatan ini mempunyai
beberapa arti seperti misalnya:
1) Proses, pembuatan, cara mendekati
2) Usaha dalam rangka aktifitas penelitian untuk mengadakan
hubungan dengan orang yang diteliti, atau metode-metode untuk mencapai
pengertian tentang masalah penelitian dan seterusnya.
Pengertian pertama dapat diterapkan dalam supervisi klinis, terutama
jika dikaitkan dengan cara mendekati materi yang akan dibicarakan dalam
pertemuan sesudah supervisi dilaksanakan. Ha ini akan mewarnai bentuk relasi
antara supervisor dengan orang yang disupervisi. Disamping itu pengertian
kedua juga dapat diterapkan jika yang disupervisi sama-sama ingin memahami
permasalahan yang perlu dibahas bersama.
Berdasarkan penjelasan singkat di atas, maka ilustrasi pendekatan
kolaborasi dapat digambarkan sebagai berikut:
a) Supervisor bertindak sebagai mitra atau rekan kerja
b) Pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan inkuiri, yakni:
saya mencoba memahami apa yang dilakukan oleh orang yang
c) Diskusi sebagai langkah lanjut dari pengamatan bersifat terbuka
atau fleksibel dan tujuannya jelas
d) Tujuan supervisi ialah membantu guru berkembang menjadi tenaga
profesional melalui kegiatan-kegiatan reflektif
Dengan menggunakan pendekatan kolaboratif, supervisi klinis tidak
menimbulkan suasana tegang bahkan sebaliknya yaitu keakraban. Hal ini
dimungkinkan karena supervisor menerapkan pendekatan kemitraan, tidak
mencari-cari kesalahan orang yang disupervisi dan mengambil keputusan
secara sepihak.
Disamping itu pendekatan kolaboratif nampaknya lebih bersifat
terbuka, artinya orang yang disupervisi lebih mendapat kesempatan untuk
mengemukakan dan menyampaikan kesulitan-kesulitan atau masalah-masalah
yang dihadapi. Sebaliknya pengawas (supervisor) juga bermitra kepada orang
yang disupervisi berbagi kepakaran.
c) Pendekatan keagamaan
Sebagaimana diketahui bahwa agama adalah sumber motivasi dan
inspirasi tingkah laku seseorang baik dia sebagai individu maupun sebagai
warga masyarakat. Subjektifitas pandangan hidup seorang tidak lepas dari
keadaan sekelilingnya. Begitu pula keadaan objektif sosial merupakan ekspresi
umum dari situasi subjektif masyarakat itu sendiri.21
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Ashr ayat 1-3
æóÇáúÚóÕúÑö
.
Åöäøó
ÇáúÅöäúÓóÇäó
áóÝöí
ÎõÓúÑò
.
ÅöáøóÇ
ÇáøóÐöíäó
ÁóÇãóäõæÇ
æóÚóãöáõæÇ
ÇáÕøóÇáöÍóÇÊö
æóÊóæóÇÕóæúÇ
ÈöÇáúÍóÞøö
æóÊóæóÇÕóæúÇ
ÈöÇáÕøóÈúÑö
.
Artinya: “Demi masa sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam
kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh
dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati
supaya menetapi kesabaran”.22
Disini agama berfungsi sebagai hidayah dan sekaligus memberikan
pegangan agar seseorang tidak hanyut dan tenggelam dalam problema yang
dihadapinya. Dalam kehidupan seseorang ada dua aspek yang sangat
mempengaruhi yaitu: a) Aspek intern orang tersebut, dan b) Aspek lingkungan
Dari aspek intern (dirinya sendiri) melalui pendidikan; baik keluarga,
sekolah, maupun masyarakat, sedangkan aspek lingkungan, baik dalam
komunitas atau tempat ia melakukan kegiatan sehari-hari.
Kedua aspek tersebut saling terkait, yang kalau keduanya konsisten
atau mono standard akan membuat orang itu tenang. Namun jika tidak,
biasanya akan menimbulkan problem dilematis, yaitu resah secara moral dan
membuat frustasi.
Dalam hal ini agama mempuyai fungsi ganda, yaitu pertama sebagai
motivasi untuk menumbuhkan etos yang positif dan etikpuritan, sedangkan dari
segi lain, agama berfungsi psikologis untuk memberikan ketentraman tatkala
batin seseorang sedang aada goncangan, tatkala hati sedang bimbang, tatkala
hawa nafsu sedang bergejolak untuk mencari kepuasan walaupun melanggar
hak dirinya dan orang lain.
Berdasarkan uraian singkat diatas, kiranya dapat diambil suatu konklusi
bahwa bila pendekatan prespektif dan kolaboratif masih menemui jalan buntu
maka sebaiknya pengawas (supervisor) menggunakan pendekatan keagamaan.
Hal ini dimungkinkan karena aspek supervisi klinis menyangkut hal yang non
akademis, artinya berkaitan dengan masalah-maasalah non teknis yang
dihadapi oleh guru pendidikan agama islam dalam melaksanakan tugas
sehari-hari.23
22
Al-quranul Karim Surat Al-Ashr Ayat 1-3 h. 601
23
Jika semua pendekatan supervisi klinis yang telah disebutkan diatas
benar-benar dilaksanakan dengan menyeluruh dan baik oleh kepala sekolah
dan para anggotanya maka kelancaran belajar mengajar disekolah tentu akan
lebih terjamin.
4.
Prosedur Pelaksanaan Supervisi Klinis
Yusuf A. Hasan dkk dalam buku mereka “pedoman pengawasan”
merumuskan prosedur pelaksanaan supervisi klinis yaitu sebagai berikut:
a) Pertemuan pra pengamatan
Pertemuan pra pengamatan ialah pertemuan yang dilakukan oleh
supervisor dengan orang yang disupervisi sebagai kegiatan pendahuluan.
Dalam pertemuan pra pengamatan ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Supervisor bersama dengan orang yang disupervisi, misalkan guru,
mulai membicarakan rencana mengajar pada hari itu. Apa yang akan
disajikan, bagaimana cara ia menyajikan bahan, sejauh mana siswa
dilibatkan dalam kegiatan belajar-mengajar, bagaimana guru
mengetahui proses dan hasil belajar siswa dan seterusnya.
2) Ada kesepakatan antara supervisor dengan yang disupervisi untuk
memusatkan perhatian/pengamatan pada salah satu komponen
pengajaran misalnya keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar
3) Diadakan kesepakatan mengenai bagaimana sebaiknya supervisor
merekam atau mencatat hasil pengamatannya. Dewasa ini tidak ada
halangan bagi supervisor untuk membuat rekaman secara elektronik
dengan menggunakan kamera video atau audio yang menggunakan
kaset rekaman (tape recorder). Jika dipergunakan alat perekan
elektronik sebaiknya diberikan kepada guru dan juga kepada siswa.
Apalagi jika untuk rekaman kamera video digunakan juga lampu sorot.
Hal ini dimaksudkan agar perhatian siswa tidak terpecahkan. Jika
keadaan memungkinkan, hasil rekaman dengan video dapat
rasa curiga dan sebaliknya akan menumbuhkan rasa bangga.
Komponen pengamatan ini dibicarakan agar guru yang disupervisi
mengetahui dan merasa tidak dijebak oleh supervisor. Hal yang sama
hendaknya juga dilakukan pengawas terhadap seluruh guru.
4) Karena tujuan supervisi klinis ialah membantu seseorang yang
disupervisi, maka supervisi klinis tersebut bersifat terbuka. Artinya
orang yang akan disupervisi berhak melaksanakan tugas mengajar
dikelasnya.
b) Pelaksanaan pengamatan
Dalam kegiatan fokus klinis yang ditujukan kepada guru, ada tiga
kemungkinan pemusatan perhatian, yaitu guru, siswa atau interaksi guru dan
siswa. Kegiatan guru yang mendapat fokus pengamatan, antara lain ialah
bagaimana memulai tugasnya. Adakah kegaitan apersepsi, memancing
pengetahuan siswa yang akan dipergunakan untuk memahami bahan ajaran
baru? Bagaimana guru memberikan respon terhadap siswa? Adakah ia
mendukung terjadinya proses belajar siswa, atau bahkan menimbulkan kecil
hati siswa, membubuh inisiatif atau kreatifitas siswa, dan seterusnya.
Dalam proses belajar mengajar akan tampak apakah guru yang
mendominasi kelas atau siswa yang lebih aktif? Seberapa banyak teknik
bertanya yang mendorong siswa berfikir, mencari jalan untuk menyelesaikan
masalah.
Para pakar pendidikan cenderung berpendapat bahwa pertanyaan yang
jawabannya “ya” atau “tidak” tidak mendorong untuk belajar.
Jika pusat perhatian pengamatan ditunjukan terhadap siswa, maka
supervisor dapat mencatat berapa banyak siswa yang memberikan respon
terhadap pertanyaan atau pernyataan guru. Misalnya siswa bereaksi dengan
bertanya mengenai hal yang sedang diajarkan guru. Respon siswa ini dapat
berupa pertanyaan mengenai suatu hal yang belum dipahaminya atau
seorang siswa menanyakan apakah contoh yang akan disampaikan itu cocok
dengan penjelasan guru. Siswa tersebut ingin mengkaji kebenaran persepsinya
mengenai bahan pelajaran yang baru diterimanya. Dalam peristiwa ini akan
dijumpai seorang siswa yang kreatif. Menurut kepustakaan yang ada,
kreatifitas siswa tersebut ditandai dengan banyaknya pertanyaan yang diajukan
karena rasa ingin tahunya yang besar, atau siswa itu ingin menyampaikan
gagasannya sendiri mengenai bahan ajar baru.
Siswa semacam ini harus belajar dan sebaiknya mendapat perhatian
khusus dari guru, agar guru dapat memberikan porsi belajar yang memadai.
Porsi belajar tersebut antara lain berupa dorongan belajar, memberikan arah
yang positif terhadap kondisi siswa semacam itu, atau siswa tersebut diberikan
tugas tambahan untuk diselesaikan, dan hasilnya dilaporkan kepada guru atau
kepada seluruh kelas.
Memberikan pengakuan terhadap potensi siswa yang menonjol akan
merupakan sesuatu yang sangat tinggi nilainya bagi siswa yang bersangkutan
dan dampaknya akan membias kepada siswa-siswa lain dikelasnya.
Guru perlu memberikan perhatian kepada siswa yang banyak inisiatif, dan
mendorong siswa yang lemah untuk juga melakukan sesuatu yang positif
sesuai dengan kemampuannya, supaya tidak berkecil hati, iapun mendapat
kesempatan yang sama untuk belajar seperti haknya yang ia lihat dan terjadi
terhadap temannya yang lebih pandai.
Hal ini dapat diamati dari siswa ialah berapa banyak waktu yang
dipergunakan untuk melaksanakan tugas-tugas belajar, seperti membaca,
berdiskusi, mencatat, membuat soal dan sebagainya. Mungkin sekali dapat
diamati adanya seorang siswa di kelas yang lebih banyak tidak mengikuti
pelajaran, tetapi melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat, misalnya
bercakap-cakap (ngobrol, bercanda) dan sebagainya. Selama pelajaran berlangsung
dalam kaitan ini apakah guru memperhatikan atau asyik dengan siswa yang
Selanjutnya pengamatan yang juga sangat penting dilakukan adalah
pengamatan terhadap interaksi yang terjadi antara guru dan siswa, dan siswa
dengan siswa yang lainnya selama pelajaran berlangsung. Interaksi tersebut
ada yang tidak direncanakan dan ada yang direncanakan. Yang dimaksud
dengan interkasi yang tidak direncanakan ialah bentuk-bentuk reaksi siswa
terhadap penjelasan guru atau terhadap respon seorang siswa yang lain sebagai
tanggapan dari pernyataan guru. Lain halnya kalau siswa dibagi dalam
kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan suatu tugas atau
mendiskusikan suatu topik. Kerja kelompok semacam ini memberikan
kesempatan yang besar kepada siswa untuk berinteraksi, namun ada kalanya
dapat diamati bahwa satu-dua siswa tetap saja pasif dalam kelompok kerja
tersebut. Dalam hal ini perlu diamati bagaimana sikap guru terhadap siswa
yang demikian.
c) Pertemuan pasca pengamatan
Selesai pengamatan di ruang kelas, supervisor akan bertemu dengan guru
yang sudah diamati. Pertemuan ini sangat berguna bagi kedua belah pihak, baik
guru maupun supervisor itu sendiri.
Pada bagian awal disebutkan bahwa yang dicapai pada pertemuan
pendahuluan (pra pengamatan) akan dijadikan titik tolak pembahasan antara
supervisor dengan guru yang diamati tersebut. Pembicaraan akan berkisar pada
hasil pengamatan yang terpusat pada komponen-komponen yang sudah
disetujui sebelumnya.
Ada beberapa komponen yang setidak-tidaknya dapat dibahas dalam
pertemuan pasca pengamatan. Komponen-komponen tersebut berkaitan dengan
perencanaan dan persiapan mengajar, pendekatan yang diterapkan dalam
pelaksanaan pengajaran, mempertimbangkan berbagai faktor situasional kelas
pada waktu diamati, dan pengakuan terhadap kemampuan pribadi yang sempat
Perencanaan dan persiapan mengajar ditinjau bersama. Guru diminta
untuk memberikan pendapatnya mengenai hasil kerjanya dalam merencanakan
dan mempersiapkan diri untuk mengajar. Apakah guru memahami betul bahan
yang akan dikaji? Jika hal tersebut sulit dan perlu ada kesimpulan sebuah
konsep, apakah akan disajikan dengan pendekatan dedukatif atau indukatif?
Bagaimana kaitan antara bahan ajar yang terdahulu dengan bahan ajar yang
baru. Perlukah ada kegiatan demonstrasi ataukah percobaan harus dilakukan
untuk menjelaskan sebuah konsep? Alat pendidikan apa saja yang ada dan
dibuat sendiri, dapatkah siswa diminta untuk membawa bahan atau benda
sebenarnya sebagai alat peraga? Sudahkah dibuat pokok uji untuk mengukur
keberhasilan proses belajar mengajar? Apakah tujuan pembelajaran khusus
(TPK) yang disusun sudah sesuai dengan kegiatan akan dilaksanakan di kelas?
Pokok uji yang sudah dipersiapkan guru apakah cocok untuk mengukur
penyerapan bahan ajar baru? pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam pertemuan
awal atau pertemuan pra observasi.
Komponen lain yang dibahas bersama ialah berkaitan dengan pendekatan
pengajaran yang diterapkan. Misalnya apakah tujuan pengajaran itu sudah
dijabarkan secara operasional oleh guru sehingga siswa benar-benar
mengalami proses belajar mengajar dalam satu hari pertemuan tersebut.
Apakah gaya mengajar yang ditampilkan oleh guru dan dicatat oleh supervisor
sudah memadai? Demikian pula apakah prosedur mengajr sudah sesuai dengan
pendekatan, metode dan teknik yang dipilih oleh guru untuk menyajikan bahan
ajaran baru? Dalam pembahasan ini guru yang akan disupervisi diminta dan
diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya mengenai keberhasilan
mendorong siswa untuk mengembangkan keterampilan proses
Mempertimbangkan kondisi sekolah dan kelas pada waktu pelajaran
berlangsung akan memberikan gambaran yang lebih ralistik untuk memahami
mengapa pada waktu guru mengajar gagal menyelesaikan rencana
pengajarannya? Sudahkah diperhitungkan bahwa pada waktu itu ada bahan ajar
dan kebetulan pada hari itu suhunya tinggi? Mungkin sekali ruangan kelas
yang dipergunakan ventilasi udaranya kurang baik sehingga selalu terasa panas
kalau guru mengajar di kelas.
Pelaksanaan pengajaran pada waktu itu agak terganggu karena keluarga
guru tersebut ada yang sakit dan sejak malam sebelumnya terpaksa dirawat di
rumah sakit. Sebaliknya mungkin juga suasana dalam kelas tersebut serba
menyenangkan, ada yang sedang berulang tahun, dalam pertandingan antar
kelas ada yang juara, nilai rata-rata tertinggi dicapai oleh kelas tersebut dan
sebagainya. Faktor-faktor situasional semacam itu perlu dipertimbangkan
dalam hasil pengamatan kelas.
Adapun yang dibicarakan dalam pertemuan pasca pengamatan secara jujur
harus dibahas pula unsur-unsur kekuatan yang dimiliki guru. Nampaknya tidak
adil jika hanya kelemahan guru yang dicatat oleh supervisor sewaktu
pengamatan berlangsung. Guru diberi kesempatan untuk memberikan penilaian
terhadap dirinya sendiri terlebih dahulu. Pada kesempatan ini supervisor
berkewajiban membantu guru mengatasi kesulitan yang diungkapkan guru
sendiri atau yang dikemukakan oleh supervisor. Unsur sportif merupakan unsur
yang sangat menentukan bagi supervisor agar dapat membantu mengatasi
kesulitan pribadi guru.
Berdasarkan uraian singkat di atas peranan supervisor setelah
melaksanakan pengamatan kepada guru yang disupervisi sebaiknya adanya
keterbukaan antara supervisor dengan guru yang diamati apabila adanya
kekurangan dan kelebihan di diri guru tersebut agar dapat memberikan
perbaikan kepada guru pada pengajaran selanjutnya dalam melaksanakan
tugasnya dalam mengajar. Maka peranan supervisor dapat diperjelas sebagai
berikut: supervisor selaku pengamat dari kegiatan fokus klinis adalah
keterampilan membentuk kerangka yang komponen-komponennya ialah
membahas rencana pengajaran, bersepakat mengenai fokus perhatian,
menentukan sarana perekaman dan sebagainya sebagai suatu kegiatan awal
Sedangkan keterampilan memfokuskan perhatian kepada guru, siswa dan
interaksi merupakan kegiatan dalam pelaksanaan pengamatan yang
komponen-komponennya antara lain adalah pengidentifikasian kegiatan, pentabulasian
tanggapan, pencatatan waktu pelaksanaan tugas, pencatatan saling pengertian,
peranan pengamatan pada komunikasi antara siswa dan pemantauan strategi.
Adapun dalam pertemuan pasca pengamatan diperlukan keterampilan
mengkonsolidasikan analisis awal yang komponen-komponennya adalah
penilaian terhadap perencanan dan persiapan mempertimbangkan pendekatan,
metode dan teknik belajar mengajar, mempertimbangkan faktor-faktor
situasional dan pengakuan terhadap potensi pribadi.
Dengan demikian jelas bahwa prosedur pelaksanaan supervisi klinis ada
tahap-tahapnya, yaitu pertemuan sebelum pengamatan kemudian pada saat
pelaksanaan pengamatan dan pertemuan pasca pengamatan. Mengapa harus
tiga tahap pertemuan? Dikarenakan dalam mensupervisi bukan saja untuk
melihat atau mengetahui kekurangan dari kelemahan para guru dalam mengajar
saja, akan tetapi juga memperbaiki kemampuan mengajar guru dan
mengembangkan potensi (kualitas/mutu)yang dimiliki guru.
5.
Teknik Pelaksanaan Supervisi Klinis
Supervisi klinis merupakan salah satu kegiatan supervisi yang mono
akademik, maka setiap pengawas perlu memiliki keterampilan-keterampilan
tertentu dalam melaksanakan supervisi klinis ini.
Adapun keterampilan-keterampilan yang dimaksud antara lain ialah:
a) Keterampilan membentuk kerangka
Membentuk kerangka merupakan keterampilan petama yang harus
dikuasai oleh pengawas. Adapun yang dimaksud disini adalah kerangka acuan
yang mencakup kegaitan bersama untuk memusatkan perhatian pada aspek
pengajaran yang akan disupervisi. Dalam hal ini perlu diperhitungkan
tujuan-tujuan yang akan dicapai dan prospektif keduanya. Apabila ada perbedaan
Kerangka acuan tersebut merupakan sebuah kesepakatan tertulis atau
lisan, yang pada pertemuan akhir akan dibahas kembali. Tujuan pengajaran
yang ditetapkan oleh guru mungkin perlu disempurnakan bersama sehingga
menjadi lebih terukur. Komponen dari pembentukan kerangka acuan meliputi
pembicaaan mengenai rencana pengajaran, membentuk kesepakatan mengenai
fokus pengamatan yang akan dilaksanakan, dan memusatkan perhatian pada
sasaran perekam apa yang ingin dipergunakan. Disamping itu, keterampilan
selaku seorang konselor maupun seorang guru amat penting dikuasai oleh
supervisor.
Dalam kegiatan supervisi tersebut akan tertampilkan kemampuan
supervisi dalam menjalin kemitraan kerja, memberikan respon terhadap situasi
tertentu yang timbul, menyampaikan saran dan kemampuan menggunakan
berbagai teknik bertanya. Dengan kata lain keterampilan membentuk kerangka
adalah keterampilan menuangkan gagasan-gagasan baik tertulis maupun lisan
dalam bentuk yang sederhana helas dan fleksibel dalam rangka menjaring
berbagai masukan dan informasi yang bermanfaat bagi pelaksanaan
tugas-tugas guru dan kepala sekolah/madrasah.
b) Keterampilan memusatkan perhatian kepada guru
Keterampilan kedua yang perlu dimiliki oleh supervisor adalah
mengamati perilaku guru yang sebenarnya sudah ada acuan bukunya mengenai
kemampuan mengajar yang baik. Untuk keperluan pembahasan pada akhir
pengamatan seyogyanya dipergunakan berbagai sarana perekam. Kamera video
merupakan salah satu sarana perekam yang efektif. Guru dapat melihat kembali
penampilannya di depan kelas dan episode tertentu dapat diulang untuk diamati
bersama dan kemudiandibahas. Bahkan rekaman semacam ini dapat pula
dimanfaatkan dalam sebuah lokakarya. Komponen keterampilan ini mencakup
pengidentifikasian kegiatan pendahuluan, pencatat gerak tanggapan dari siswa
maupun guru, dan membuat kategori pertanyaan yang diajukan oleh guru.
guru. Adakah pertanyaan-pertanyaan yang memojokan siswa, yang terlalu sulit
dijawab dan seterusnya.
Dengan demikian keterampilan dalam memuatkan perhatian kepada guru
dimaksudkan agar supervisor betul-betul memahami berbagai hal yang
dilakukan guru dalam proses belajar mengajr dan mengetahui berbagai keluhan
yang dirasakan dan membantu mencari cara terbaik sebagai jalan keluar
c) Keterampilan memusatkan perhatian kepada siswa
Kemampuan mengamati perilaku siswa selama kegiatan belajar
mengajar di dalam kelas, merupakan kemampuan yang harus dimiliki seorang
supervisor (pengawas). Hal-hal ini yang diamati antara lain adalah
langkah-langkah guru dalam mendorong siswa untuk berpartisifasi aktif. Adapun
komponen-komponen pengamatan ini meliputi mencatat (mentabulasi)
beberapa kali terjadi partisipasi siswa, mencatat sisapa saja siswa yang
berinisiatif untuk melakukan sesuatu yang menunjukan aktivitas belajar
mereka, dan mencatat banyaknya waktu yang dapat dimanfaatkan siswa untuk
melakukan tugas-tugas. Hal ini sangat bergantung pada perencanaan dan siasat
pengajaran yang disusun dan diterapkan oleh guru.
Untuk mengamati siswa, tidak ada jalan lain bagi supervisor kecuali
masuk kelas (melakukan observasi kegiatan belajar mengajar di kelas) jika
menghendaki data yang akurat dan objektif. Bila hal tersebut tidak dilakukan
maka sudah dapat dipastikan supervisi klinis tidak akan berjalan dengan baik
dan mencapai tujuan yang ditentukan.
d) Keterampilan memusatkan perhatian kepada interaksi
Yaitu kemampuan untuk mengamati interaksi kelas yang terjadi selama
kegiatan belajar mengajar berlangsung. Perilaku guru atau siswa lebih mudah
diamati karena mengandung spesifikasi-spesifikasi terntentu. Sedangkan
interaksi lebih sulit dirumuskan. Mengamati gerak psikologis yang terwujud
interaksi antara guru dengan siswa, antara siswa dengan siswa antara siswa
interaksi berjalan. Untuk keperluan tersebut guru menggunakan bentuk-bentuk
interaksi variabel yang selanjutnya sebagai berikut:
1) Guru menciptakan konteks atau suasana yang mengajak siswa siap
memasuki pelajaran baru, sebelum guru memulai memperkenalkan
topik baru.
2) Pada kesempatan ini siswa dipersiapkan untuk memasuki suasana
belajar. Kegiatan ini seringkali disebut kegiatan appersepsi
3) Upaya seorang (guru atau siswa) untuk memancing respon verbal
atau non verbal dengan tujuan memperolehinformasi. Dengan
penugasan atau pertanyaan guru menjajagi apakah siswa sudah
menguasai bahan atau pengertian konsep tertentu yang menjadi
persyaratan memahami bahan pelajaran baru.
4) Memberikan respon atau tanggapan (responding) oleh guru maupun
siswa mengenai sesuatu yang diperbincangkan atau
didemonstrasikan. Biasanya guru mengajukan sebuah persoalan atau
pertanyaan yang menuntut siswa untuk berfikir dan merespon. Dapat
juga situasinya terbalik, justru siswa yang mengajukan persoalan
kepada guru. Dalam hal ini guru yang bijaksana akan melempar
kembali persoalan tersebut ke kelas, dan meminta siswa lain yang
mau mencoba, guru memancing dengan pertanyaan yang mengarah
kepada jawaban yang tidak langsung. Pada waktu tidak ada
seorangpun siswa yang mampu menjawab, guru meyampaikan
keterangan-keterangan untuk menjelaskan masalah yang dibahas.
5) Reaksi terhadap apa yang ditanyakan atau ditugaskan, dan mungkin
juga terhadap respon siswa yang diberikan siswa atau guru yang
perlu diamati atau observasi dengan seksama. Reaksi dapat juga
terjadi terhadap respon guru atau respon siswa. Reaksi juga terjadi
dengan cepat atau lambat tergantung permasalahan atau situasi
e) Mengkonsolidasikan analisis awal
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mendiskusikan informasi
yang telah direkam. Dalam pembahasan ini ada baiknya supervisor atau
pengamat meninjau ulang peristiwa belajar mengajar yang diamatinya.
Cuplikan kegiatan dari belajar mengajar diangkat sebagai topik pembahasan.
Unsur-unsur pengajaran dianalisis, dan diinterprestasikan dalam pembahasan
tersebut. Acuan yang dipergunakan ialah kesepakatan yang disetujui bersama
pada pertemuan awal (menjelang pengamatan). Data akurat mengenai hasil
pengamatan menjadi dasar pembahasan komponen. Komponen keterampilan
ini meliputi kegiatan menilai perencanaan dan persiapan guru untuk mengajar,
menimbang-nimbang pendekatan metode dan teknik pengajaan yang
diterapkan guru, memperhitungkan faktor-faktor situasional yang dapat
mempengaruhi pelaksanaan pendidikan di dalam kelas, dan memberikan
pengakuan atas unsur-unsur positif dan potensi yang dimiliki guru.
f) Keterampilan manajerial
Perlu diperhatikan oleh para supervisor (pengawas) bahwa supervisi
pada umumnya merupakan kegiatan bagian dari kegiatan manajemen. Jika
diterapkan manajemen yang memusatkan perhatian pada upaya mencapai
tujuan supervisi klinis dikaitkan dengan upaya pengembangan staf. Olehkarena
itu, setelah dilaksanakan supervisi harus ada follow up (tindak lanjut) yaitu
supervisor memberikan catatan kepada orang yang disupervisi apa-apa saja
potensi yang dimiliki dan mungkin dapat dikembangkan, kesanggupan orang
yang disupervisi untuk memperbaiki kekurangan dan memlihara unsur-unsur
positif yang dimilikinya.
Pada akhirnya pertemuan juga diberitahukan kepada orang yang
disupervisi bahwa pada waktu lain supervisor akan berkunjung kembali. Guru
yang disupervisi diminta untuk memperbaiki kekurangannya dalam
pelaksanaan tugas-tugas mengajar selanjutnya.24
6.
Peranan Supervisor Dalam Pelaksanaan Supervisi Klinis
Tugas kepala sekolah sebagai supervisor berarti k