• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : KAJIAN PUSTAKA TEORI METODE

B. Metode Pendidikan Akhlak

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 767), mengartikan metode sebagai cara yang telah teratur dan terpikir untuk mencapai suatu maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya). Menurut Joyce dan Weil dalam Rusman (2011:

132) metode adalah suatu rencana atau pola. Hasan Langgulung (1985: 79) mengatakan metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan.

Al-Rasyidin dalam bukunya Falasafah Pendidikan Islami (2008: 174-175) mengatakan bahwa “metode berasal dari dua perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta berarti “melalui” dan hodos berarti “jalan” atau “cara”. Dengan demikian metode dapat dimaknai sebagai jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.

Abuddin Nata (2006: 144) mengatakan bahwa dalam bahasa Arab, kata metode diungkapkan dalam berbagai kata.

Terkadang digunakan kata al-tariqah, manhaj, dan al-wasilah.

Al-tariqah berarti jalan, manhaj berarti sistem, dan wasilah berarti perantara atau mediator. Dengan demikian, kata Arab yang dekat dengan arti metode adalah al-tariqah.

Berdasarkan beberapa keterangan di atas maka dapat dipahami bahwa secara etimologi metode dapat diartikan sebagai “cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan”. Jika dikaitkan dengan pembelajaran dan pendidikan maka metode tidak cukup diartikan secara etimologi saja, namun harus menjelaskannya secara terminologi yang diungkapkan oleh para ahli pendidikan

2. Metode Pembelajaran dan Metode Pendidikan

Mulyono dan Wekke dalam bukunya Strategi Pembelajaran Di Abad Digital (2018: 61) menjelaskan bahwa metode pembelajaran adalah cara untuk mempermudah peserta didik mencapai kompetensi tertentu. Jadi metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.

J.R David dalam Teaching Strategies for College Class Room yang dikutip oleh Abdul Majid (2014: 132), mengatakan bahwa metode pembelajaran menjadi salah satu unsur dalam strategi belajar mengajar. Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk menciptakan lingkungan belajar dan mengkhususkan aktivitas guru dan siswa terlibat selama proses pembelajaran tersebut”.

Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany (1979: 553-555) mengartikan metode pendidikan dengan segala kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka menyampaikan materi pelajaran yang diajarkannya, dengan mempertimbangkan ciri-ciri perkembangan murid-murid dan suasana alam sekitarnya, dengan tujuan menolong murid-muridnya untuk mencapai keberhasilan dalam proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka. Selanjutnya menolong mereka memperoleh pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, sikap, minat dan nilai-nilai yang diinginkan. Dengan adanya metode, fikiran, pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan sikap akan berpindah dari pengajar kepada pelajar. Dialah penghubung antara guru dan murid. Keberhasilan guru dalam mengajar salah satunya dapat dinilai dari metode yang diterapkannya. Maka tak jarang kita lihat seorang guru yang ahli dan menguasai materi tetapi gagal dalam pengajaranya.

Tim Depag RI (2000: 157) menyampaikan bahwa perumusan pengertian metode biasanya disandingkan dengan teknik, yang mana keduanya saling berhubungan. Metode

pendidikan Islam adalah prosedur umum dalam penyampaian materi untuk mencapai tujuan pendidikan didasarkan atas hakikat Islam sebagai suprasistem. Sedangkan teknik adalah langkah-langkah konkret pada waktu seorang pendidik melaksanakan pengajaran di kelas.

Setelah menganalisa beberapa pendapat di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa: metode pembelajaran adalah usaha yang dilakukan oleh pendidik agar peserta didik dapat memahami dan mencapai suatu kompetensi tertentu dalam proses pembelajaran, Sedangkan metode pendidikan adalah usaha yang dilakukan oleh pendidik dengan berbagai mecam kegiatan yang terarah, yang mana usaha tersebut merupakan salah satu strategi agar peserta didik dapat dengan cepat dan tepat dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Oleh karenanya tidak semua disiplin ilmu memiliki metode yang sama dalam proses pembelajarannya, karena berbedanya materi pembelajaran dan tujuan yang ingin dicapai.

Dengan demikian, metode pembelajaran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan pendidikan, karena proses belajar mengajar merupakan bagian dari tercapainya tujuan pendidikan. Biasanya metode pembelajaran digunakan untuk mengembangkan aspek kognitif peserta didik seperti metode ceramah, tanya jawab, diskusi, dan yang lainnya, sedangkan metode pendidikan yang tujuannya mencakup perkembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor peserta didik lebih mengedepankan metode keteladanan dan pembiasaan, dengan tidak mengabaikan metode yang lainnya.

3. Metode Pendidikan Akhlak.

Pengertian dan fungsi metode pendidikan akhlak tidak terlepas dari pengertian dan fungsi metode pendidikan Islm, hal ini dikarenakan pendidikan akhlak merupakan inti atu ruh dari pendidikan Islam itu sendiri.

Ahmad Tafsir (2007: 9-10) mengungkapkan bahwa metode pengajaran agama islam adalah cara yang paling tepat dan cepat dalam mengajarkan agama Islam. Kata tepat dan cepat inilah yang sering diungapkan dalam istilah efektif dan efisien. Pengajaran yang efektif artinya proses pengajaran yang dilakukan itu dapat dipahami murid secara sempurna, dengan tanpa memerlukan waktu yang lama. Pengajaran yang tepat ialah pengajaran yang berfungsi pada murid, yaitu pelajaran itu membentuk dan memengaruhi pribadinya.

Abuddin Nata (1997: 92) menyebutkan bahwa metode tarbiyatul Islamiyah adalah sarana yang menyampaikan seseorang kepada tujuan penciptaanya sebagi khalifah di muka bumi dengan melaksanakan pendekatan di mana manusia ditempatkan sebagai makhluk yang memiliki potensi rohaniah dan jasmaniah yang keduanya dapat digunakan sebagai saluran penyampaian materi pelajaran.

Al Rasyidin (2008: 176) berpendapat bahwa metode pendidikan Islami adalah metode pendidikan yang mengakomodir kedirian manusia dan cara sampainya ilmu kedalam diri mereka. Fungsinya adalah untuk memudahkan peserta didik untuk dalam menalar al-Ilm yang akan ditarbiyah, dita’lim dan dita’dibkan kedalam diri mereka.

METODE PENDIDIKAN AKHLAK IMAM AL-GHAZALI

Al-Syaibani (1979: 586) berpendapat bahwa fungsi dari metode pendidikan Islam adalah: (1) Menolong pelajar untuk mengembangkan pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan sikapnya, terutama keterampilan berpikir ilmiah yang betul dan sikap dalam bentuk cinta ilmu, suka menuntutnya dan membuka rahasianya, dan merasa nikmat dalam mencarinya, (2) Membiasakan pelajar menghafal, memahami, berfikir sehat, memperhatikan dan mengamati dengan tepat, rajin, sabar dan teliti dalam menuntut ilmu, mempunyai pendapat yang berani, asli dan bebas, (3) Memudahkan proses belajar bagi pelajar dan membuatnya mencapai sebanyak mungkin tujuan yang diinginkan sekaligus menghemat tenaga dan waktu, (4) Menciptakan suasana yang sesuai dengan pengajaran yang berlaku, sifat saling mempercayai dan menghormati antara guru dan murid dan hubungan baik antara keduanya, dan juga meningkatkan semangat belajar dan memperbaiki diri.

Setelah menganalisa beberapa pendapat di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa:

a. Metode pendidikan Islam adalah usaha atau cara yang dilakukan pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran tentang hakikat Islam yang cara tersebut merupakan sarana untuk menyampaikan seseorang kepada tujuan penciptaannya, dengan pendekatan rohaniyah dan jasmaniyah. Metode ini juga dapat dikatakan sebagai metode pendidikan akhlak, karna tujuan penciptaan manusia adalah terbentuknya pribadi yang berakhlak mulia, baik saat berhubungan dengan Penciptanya maupun saat berhubungan sesama makhluk.

49

b. Fungsi dari metode pendidikan Islam adalah sebagai:

1)Alat atau sarana yang digunakan oleh pendidik untuk membantu peserta didik dalam memahami, menghafal, mengamalkan, dan membiasakan, apa yang hendak dicapai dalam tujuan pembelajaran,

2)Alat atau sarana untuk merekatkan hubungan antara pendidik dengan peserta didik, antara peserta didik dengan peserta didik lainnya, serta antara peserta didik dengan lingkungan sekitar, sehingga tercapai interaksi yang harmonis, saling memahami dan menghormati.

3)Pendorong semangat peserta didik untuk tekun belajar, menggali lebih dalam materi pelajaran, mengembangkan kecerdasan, sikap intelektual, sosial, dan spiritual.

4. Macam-Macam Metode Pendidikan Akhlak.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam Al-Fawaid (2008: 79) menjelaskan bahwa dalam metode pendidikan akhlak terdapat lima hal yang harus dilakukan pendidik kepada peserta didik, yaitu: (1) Takhliyah (mengosongkan sifat buruk) dan tahalliyah (menghiasi diri dengan sifat baik), (2) Mengaktifkan dan menyertakan anak dalam berbuat baik, (3) Pelatihan dan pembiasan, (4) Memberi gambaran buruk sebab akhlak tercela (5) Menunjukkan buah yang baik berkat akhlak yang baik.

Abdurrahman al-Nahlawi dalam Ushulut Tarbiyah Islamiyah wa Asalib hafial Baiti wa Al Madrasati wa al Mujtama (1970: 204) menjelaskan bahwa didalam al-Quran dan Hadits dapat ditemukan berbagai metode pendidikan akhlak yang sangat menyentuh perasaan, mendidik jiwa, dan

membangkitkan semangat, bahkan metode ini mampu menggugah puluhan ribu muslimin untuk membuka hati manusia menerima Tuhan, yaitu metode hiwar, metode qisah qur’ani dan nabawi, metode amtsal, metode perumpamaan, metodeke teladanan, metode pembiasaan, metode i’barah dan mau’izah, serta metode targhib dan tarhib.

Athiyah al-Abrasy dalam Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam (1970: 153) menjelaskan tiga metode yang menurutnya paling tepat untuk menanamkan akhlak kepada anak didik, yaitu: (1) Pendidikan secara langsung, dengan mempergunakan petunjuk, tuntunan, nasihat, menyebutkan manfaat dan bahayanya sesuatu, dimana kepada murid dijelaskan hal-hal yang bermanfaat dan tidak, menentukan kepada amal-amal baik mendorong mereka kepada budi pekerti yang tinggi dan menghindari hal-hal yang tercela, (2) Pendidikan akhlak secara tidak langsung, dengan jalan sugesti mendiktekan sajak-sajak yang mengandung hikmah kepada anak-anak, memberikan nasihat-nasihat dan berita-berita berharga, dan (3) Mengambil manfaat dari kecenderungan dan pembawaan anak-anak dalam rangka mendidik akhlak.

Asma Hasan Fahmi (1977: 79) berpendapat bahwa metode pendidikan akhlak itu dapat dilakukan dengan cara: (1) Memberikan petunjuk dan pendekatan, dengan cara menerangkan mana yang baik dan yang buruk, menghafal, cerita dan nasihat yang baik yang menganjurkan untuk melakukan akhlak mulia, (2) menggunakan insting untuk mendidik anak, dengan cara: anak dipuji untuk memenuhi

keinginan “insting berkuasa” dan ia takut celaan dan hinaan, menggunakan insting meniru, memperhatikan insting masyarakat, mementingkan pembentukan adat istiadat dan keinginan-keinginan sejak ia masih kecil.

Abuddin Nata dalam Filsafat Pendidikan Islam (1997:

103-105) menuturkan bahwa yang termasuk dari metode pendidikan akahlak adalah: keteladan, pembiasaan, dan selalu memberikan nasihat dan arahan yang baik dalam membimbing akhlak peserta didik, dan jika penggunaan metode ini tidak mampu, maka harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan di tempat yang benar. Tindakan tegas itu adalah berupa hukuman. Hukuman merupakan metode terburuk, tetapi dalam kondisi tertentu memang harus digunakan. Karena hukuman merupakan cara yang paling akhir.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat dianalisa bahwa dalam pendidikan akhlak terdapat dua macam metode yang masing-masing mempunyai peranannya sendiri namun tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya karena adanya keterkaitan yang tidak bisa dipisahkan, yaitu:

a. Metode pendidikan akhlak

Metode pendidikan akhlak yang bertujuan untuk memperbaiki sikap (afektif) dan perilaku (psikomotor) peserta didik. Metode ini meliputi:

1)Pengkosongan sifat-sifat buruk peserta didik (takhalli) dan pembentukan sifat-sifat baik (tahalli), yang dilakukan dengan cara keteladanan dan bimbingan berupa nasihat dan pelatihan-pelatihan.

2)Pembiasaan, yang dilakukan dengan cara melatih secara terus menuerus dalam pengawasan yang ekstra ketat sehingga pesrta didik tidak melakukan perilaku yang buruk dan mengulanginya, sehingga akhlak yang ditampilkan hanyalah akhlak yang mulia yang sudah menjadi kebiasannya sehari-hari.

b. Metode pembelajaran

Metode pembelajaran ini dilakukan saat proses belajar mengajar di kelas ataupun diluar kelas yang bertujuan untuk mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik (kognitif) sehingga ia mengetahui, memahami, dan menganalisa mana yang baik dan mana yang buruk sesuai dengan tuntunan al-qur,an dan hadits Nabi Saw. Metode pembelajaran ini merupakan alat atau sarana dari metode pendidikan akhlak.

Secara umum, dalam dunia pendidikan, metode pembelajaran ini banyak sekali macamnya, tergantung daripada pengetahuan pendidik tersebut terhadap metode pembelajaran, dan metode yang dipilih juga tergantung pada situasi pembelajaran dan materi yang akan diajarkan.

Yuberti (2014: 97-100) mengatakan bahwa paling tidak ada sebelas macam metode yang dapat digunakan dalam pendidikan, yaitu (1) metode proyek, yang bertitik tolak dari suatu masalah kemudian dibahas untuk mendapatkan pemecahan masalahnya, (2) metode eksperimen, yang mengedepankan aktivitas percobaan sehingga siswa mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari, (3) metode tugas/resitasi, (4) metode diskusi, pemberian

pertanyaan atau informasi berupa masalah yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan jalan keluarnya oleh siswa secara bersama-sama, (5) metode sosiodarma, siswa mendramatisasikan tingkah laku yang berhubungan dengan masalah sosial, (6) metode demonstrasi, peragaan atau pertunjukkan kepada siswa yang sering disertai dengan penjelasan lisan, (7) metode problem solving, berfikir untuk menyelesaikan masalah dan didukung dengan data-data yang ditemukan, (8) metode karya wisata, mengajak siswa keluar kelas dan meninjau objek yang sesuai dengan kepentingan pembelajaran, (9) metode tanya jawab, metode ini menggunakan sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab, (10) metode latihan, untuk menanamkan kebiasaan baik atau kebiasan tertentu, (11) metode ceramah.

Sedangkan dalam pendidikan akhlak, Nurul Zuhriyah dalam bukunya Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya Dalam Lembaga Pendidikan (2011: 44-65), mengatakan bahwa ada beberapa metode pembelajaran yang biasa digunakan dalam proses pembelajaran pendidikan akhlak, yaitu sebagai berikut:

1)Metode Ceramah

Penjelasan secara lisan yang dilakukan oleh guru terhadap peserta didik di dalam kelas untuk menyajikan informasi terkait dengan materi pelajaran.

2)Metode Nasihat.

Metode paling sering digunakan pendidik dalam proses pendidikan

3)Metode Kisah atau Cerita.

Suatu cara penyampaian materi pelajaran dengan menuturkan kronologis terjadinya sesuatu, baik sebenarnya ataupun hanya rekaan, dengan tujuan peserta didik dapat mengambil hikmah dari kisah tersebut.

4)Metode Pemberian Hadiah dan Hukuman

Metode pemberian hadiah atau reward bertujuan untuk memberikan apresiasi kepada peserta didik yang telah melakukan tugas dengan baik dan hadiah yang diberikan tidak harus berupa materi. Sedangkan hukuman untuk memberi efek jera kepada peserta didik agar tidak mengulangi kesalahannya. Dalam pemberian hukuman hendaknya pendidik memperhatikan beberapa hal berikut:

a) Jangan menghukum ketika marah, karena akan lebih bersifat emosional yang dipengaruhi nafsu syaithaniyah, b)Jangan sampai menyakiti perasaan dan harga diri anak, c) Jangan sampai merendahkan derajat dan martabat,

misalnya dengan menghina dan memaki didepan umum d)Jangan menyakiti secara fisik

e) Bertujuan membentuk perilaku yang terpuji.

Selain empat metode di atas, Abuddin Nata, (1997: 95) dan Ramayulis (2008: 194) menambahkan metode diskusi dalam pendidikan akhlak. Menurut Ramayulis, metode diskusi adalah cara memberikan pelajaran dimana pendidik memberi kesempatan peserta didik untuk membicarakan dan menganalia secara ilmiah guna membuat kesimpulan atau menyusun alternatif pemecahan masalah.

Selain metode di atas, terdapat metode pentahapan dan pengulangan. Ibnu Khaldun dalam Ali al-Jumbulati (1994:

199) menyebut metode ini dengan istilah tadarruj wa tikrar.

Menurutnya, mengajar anak hendaknya didasarkan pada prinsip pandangan bahwa tahap permulaan pengetahuan adalah bersifat total menyeluruh, kemudian bertahap, baru terperinci, sehingga anak mudah menerima dan memahami tiap bagian dari ilmu yang diajarkan. Menurutnya ada tiga tahapan yang harus dilalui dalam metode ini; Pertama, tahap permulaan, dimana ilmu diberikan secara sederhana dan belum terurai. Kedua, guru mengulang pelajaran dengan lebih memperluas uraian materi pelajaran. Ketiga, guru mengulang materi pelajaran dari awal sampai akhir. Metode pentahapan secara bertingkat ini menurut beliau sangat besar manfaatnya dalam upaya menjelaskan dan menetapkan ilmu dalam pikiran dan jiwa anak serta memperkuat kemampuan mental untuk lebih memahami ilmu.

Berdasarkan pemaparan para ahli di atas, maka metode pembelajaran yang digunakan dalam pendidikan akhlak mencakup metode; (1) Ceramah, (2) nasihat, (3) Kisah/cerita, (4) Pemberian hadiah dan hukuman, (5) Diskusi, (6) Pentahapan dan Pengulangan.

5. Faktor Yang Mempengaruhi Metode Pendidikan Akhlak Berdasarkan analisa penulis setelah membaca dan meneliti beberapa pendapat dari para ahli pendidikan, maka dijumpai beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan metode pendidikan secara umum, yaitu:

a. Tujuan Intruksional Khusus.

Zakiah Daradjat, dkk. (2001: 137) megungkapkan bahwa tujuan instruksional khusus merupakan unsur utama yang harus dikaji dalam rangka menetapkan metode, karena tujuan itulah yang menjadi tumpuan dan arah untuk memperhitungkan efektivitas suatu metode.

Menurut Winarno (2004: 91) faktor tujuan ini mencakup tiga aspek yaitu aspek kognitif (pembinaan akal pikiran, seperti kecerdasan, kepandaian, daya nalar), aspek afektif (pembinaan hati, seperti pengembangan rasa, kesadaran, kepekaan emosi dan kematangan spiritual) dan aspek psikomotorik (pembinaan jasmani, seperti badan sehat, mempunyai keterampilan).

Perumusan tujuan istruksional khusus akan mempengaruhi kemampuan yang bagaimana yang terjadi pada diri anak didik. Proses pengajaran pun dipengaruhinya.

Demikian juga penyeleksian metode yang harus digunakan pada proses pembelajaran. (Djamarah, 2018: 80).

b. Peserta Didik

Sebelum memilih metode yang harus digunakan dalam proses pendidikan, seorang pendidik harus terlebih dahulu mengetahui kondisi peserta didik, hal ini sangat penting dilakukan agar pilihan metode yang digunakan benar-benar tepat sasaran sehingga peserta didik memahami pelajaran yang disampaikan oleh pendidik. Pemilihan metode ini dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat kematangan, kesanggupan, dan kemampuan yang dimilikinya.

Basyiruddin Usman (2002: 32) mengatakan bahwa

“perbedaan karakteristik siswa dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan sosial ekonomi, budaya, tingkat kecerdasan, dan watak mereka yang berlainan antara satu dengan yang lainnya, menjadi pertimbangan guru dalam memilih metode apa yang baik digunakan”.

Zakiah Daradjat, dkk. (2001: 138) berpendapat bahwa peserta didik merupakan unsur yang harus diperhitungkan, karena metode-metode yang hendak ditetapkan itu merupakan alat untuk menggerakkan mereka agar dapat mencerna dan mempelajari bahan yang akan disajikan.

Ibnu Khladun berpendapat bahwa pemberdayaan metode yang digunakan untuk menyampaikan pengetahuan kepada anak bergantung pada sejauh mana persiapan pendidik dalam mempelajari hidup anak-anak didiknya, sehingga diketahui sejauh mana kematangan kesiapan mereka dan bakat-bakat ilmiahnya. (Al-Jumbulati, 1994: 196)

c. Materi atau bahan ajar.

Materi pelajaran merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan oleh seorang pendidik dalam memilih metode pembelajaran, karena masing-masing materi mempunyai sifat yang berbeda-beda seperti misalnya materi sejarah masih bisa dipahami oleh peserta didik hanya menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan kisah.cerita, namun materi tentang sholat, berwudu, dan haji tidak cukup jika hanya menggunakan ketiga metode tersebut, namun harus disertakan metode demonstrasi atau metode sosio-drama.

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2018: 76) berpendapat bahwa bahan ajar yang disampaikan tanpa memperhatikan metode justru akan mempersulit guru dalam mencapai tujuan pengajaran, dan salah satu penyebab kegagalan pendidikan adalah pemilihan metode yang kurang tepat tehadap materi yang diajarkan.

d. Situasi

Zakiah Daradjat, dkk. (2001: 140) menjelaskan bahwa yang dimaksud dari situasi disini adalah suasana belajar atau suasana kelas. Termasuk ke dalam pengertian ini ialah suasana yang bersangkut-paut dengan keadaan murid-murid, seperti: kelelahan dan semangat belajar, keadaan cuaca, keadaan guru, misalnya sudah tidak segar lagi (lelah) atau tiba-tiba mendapat “tekanan” (stres), keadaan kelas-kelas yang berdekatan yang mungkin mengganggu atau terganggu karena penggunaan sesuatu metode.

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2018: 80-81) berpendapat bahwa situasi belajar mengajar yang guru ciptakan untuk menyegarkan kembali gairah belajar siswa tidak selamanya sama dari hari ke hari. Pada suatu waktu boleh jadi guru ingin menciptakan situasi belajar mengajar di alam terbuka. Maka guru dalam hal ini memilih metode mengajar yang sesuai dengan situasi yang diciptakan itu. Di lain waktu, sesuai dengan sifat bahan ajar dan tujuan yang ingin di capai, maka guru menciptakan situasi belajar anak didik secara berkelompok sehingga dapat menggunakan metode diskusi dan metode problem solving.

e. Fasilitas

Fasilitas ialah segala sesuatu yang dapat mempermudah upaya mencapai suatu tujuan. Fasilitas dapat dibagi dua:

1) Fasilitas yang bersifat fisik, seperti: tempat dan perlengkapan belajar di kelas, alat-alat peraga pengajaran, buku pelajaran dan perpustakaan, tempat dan perlengkapan berbagai praktikum laboratorium atau keterampilan kesenian, keagamaan dan olah raga.

2) Fasilitas yang bersifat nonfisik, seperti: “ruang gerak”, waktu, kesempatan, biaya, tata tertib dan kebijaksanaan pimpinan sekolah. (Zakiah Daradjat, dkk., 2001: 141).

Fasilitas termasuk dari sesuatu yang sangat mempengaruhi dalam hal pemilihan dan penentuan metode pembelajaran. Tanpa fasilitas yang memadai maka sulit untuk menggunakan metode eksperiment dan metode demonstrasi. Ketiadaan fasilitas dapat berpengaruh pada tidak tercapainya tujuan pembelajaran terhadap peserta didik yang mempunyai daya tanggap yang lemah, hal ini karena pendidik tidak bisa menggunakan bantuan alat peraga yang sdibutuhkan dalam metode pembelajaran.

Inilah sebabnya Ibnu Khaldun dalam Al-Jumbulati (1994:

210) sangat menganjurkan untuk menggunakan alat-alat peraga, karena menurutnya, anak pada pada permulaan belajarnya lemah dalam memahami pelajaran dan kurang daya pengamatannya. Alat peraga itu membantu kemajuan ilmu yang diajarkan karena memang panca indra anak tersebut dalam proses penyusunan pengalamannya.

f. Guru atau pandidik

Setiap guru mempunyai kepribadian, latar belakang dan pengalaman mengajar yang berbeda. Guru yang suka bicara tentu berbeda dengan yang tidak suka berbicara. Begitu juga dengan guru yang bertitel sarjana pendidikan dan keguruan, berbeda dengan guru sarjana bukan kependidikan dan keguruan, keadaan ini dapat mempengerahi kepada pengusaan guru terhadap materi dan metode pembelajaran.

Guru yang berusaha untuk selalu menyempurnakan penguasaan terhadap berbagai kompetensi di bidang keguruan yang kian terus berkembang akan dapat memilih dan menggunakan metode secara tepat. Dalam hal ini

Guru yang berusaha untuk selalu menyempurnakan penguasaan terhadap berbagai kompetensi di bidang keguruan yang kian terus berkembang akan dapat memilih dan menggunakan metode secara tepat. Dalam hal ini

Dokumen terkait