• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia. Dengan demikian metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.22 Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang mengkaji studi dokumen, dalam hal ini menganalisis norma-norma hukum. Kemudian dalam penelitian ini akan dikolerasikan dengan metode penelitian hukum empiris, yaitu untuk melihat pelaksanaan norma hukum tersebut yang terkait dengan pelaksanaan dengan pelaksanaan jual beli tanah bersertifikat dibawah tangan di Desa Tandem Hilir Satu, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang.

Pendekatan penelitian yang dipergunakan terdiri dari pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk menganalisis aspek-aspek hukum dalam jual beli dan perjanjian dengan menggunakan

22 Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, (Yogyakarta: ANDI, 2000), hal.4

KUHPerdata dan UUPA dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan landasan analisis, sedangkan pendekatan konseptual digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang benar dan mendalarn tentang perjanjian yang terkait jual beli sertifikat tanah.

Adapun Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, metode deskriptif analitis adalah suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti secara lengkap, akurat, menyeluruh dan sistematis. Dengan kata lain penelitian deskriptif analitis mengambil masalah atau memusatkan perhatian kepada masalah-masalah sebagaimana adanya saat penelitian dilaksanakan, hasil penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya.23

2. Sumber Data

Data penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, sekunder maupun tertier yang dikumpulkan melalui studi dokumen, yaitu:

a. Data Pimer

Dalam penelitian ini data primer yang akan digunakan adalah terkait dengan pelaksanaan jual beli tanah bersertifikat dibawah tangan di Desa Tandem Hilir Satu Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.

Dalam hal ini akan dilakukan dengan metode wawancara pada pihak yang berwenang dengan metode wawancaranya adalah langsung melakukan

23 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, (Bandung: Alfabeta,2009), hal. 45

wawancara (interview) kepada subjek yang dituju dengan memberikan pertanyaan mengenai hal-hal substansi dalam penelitian ini.

b. Data Sekunder, terdiri dari : 1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah salah satu sumber hukum yang penting bagi sebuah penelitian ilmiah hukum yang bersifat yuridis normatif. Bahan hukum primer meliputi bahan hukum yang rnernpunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian.Bahan hukum yang difokuskan dalam penelitian ini adalah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum di bidang keperdataan khususnya hukum perjanjian.Bahan hukum yang digunakan adalah UUPA, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan dan memperkuat bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil karya pakar hukum, buku teks, buku bacaan hukum, jumal-jurnal, serta bahan dokumen hukum lain yang terkait dengan penelitian ini.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum penunjang yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukumsekunder, seperti

kamus hukum, ensiklopedia, kamus bahasa, artikel, sumber data elektronik, internet dan lain-lain yang relevan dengan penelitian ini.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dalam tahapan – tahapan sebagai berikut:

a. Penelitian kepustakaan (Library Research)

Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan kajian Legal Research dalam bentuk penelitian kepustakaan (Library Resarch), yaitu dengan mengumpulkan dan mempelajari serta menganalisa

ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum agraria.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian Lapangan dalam penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data pendukung yang terkait dengan penelitian ini, yaitu dengan mewawancarai beberapa informan terkait dengan Jual beli Tanah bersertifikat dibawah tangan di desa Tandem Hilir Satu Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian hukum ini sebagai berikut:

a. Studi dokumen

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen, bahan-bahan kepustakaan dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang dikemukakan, hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap terhadap setiap data.

b. Pedoman wawancara

Alat selanjutnya yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dengan menggunakan pedoman wawancara yang memuat daftar pertanyaan baik terstruktur maupun tidak terstruktur yang akan diajukan secaralisan dan tulisan kepada masyarakat di desa Tandem Hilir Satu Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deli Serdang dan Ketua Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia Kabupaten Deli Serdang .

4. Analisis Data

Analisis data merupakan bagian penting dari sebuah penelitian, yang wajib dilakukan oleh semua peneliti. Penelitian tanpa analisis data hanya akan melahirkan data mentah tanpa arti. Dalam penelitian ini, akan digunakan analisis data secara kualitatif. Analisis data secara kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mengsintesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.24

Dalam penelitian ini akan menggunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif. Cara Deduktif lebih dikenal dengan metode penarikan kesimpulan dari umum ke khusus.

Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi, yaitu dimulai dari hal-hal yang umum kepada hal-hal-hal-hal yang lebih khusus. Proses pembentukan kesimpulan deduktif dapat dimulai dari suatu dalil atau hukum menuju kepada hal - hal yang akhirnya konkrit.

24 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Remaja Rosdakarya, Bandung:

2009,) hal..248

25

BAB II

KEPASTIAN HUKUM JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN TANPA AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT)

A. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli Tanah 1. Jual Beli tanah Menurut Hukum Nasional

Berdasarkan perkembangan hukum kebendaan yang terjadi di Indonesia maka dapat dibedakan mengenai jual beli dan pengalihan haknya. Adapun berkaitan dengan pengelompokan kebendaan yang dikenal dengan benda tetap (immovable goods) dan benda bergerak (movable goods) memiliki lingkup pengaturan yang berbeda dalam halnya terjadinya peralihan hak dan mengeni jual beli itu sendiri.25

Sejak diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), UUPA menciptakan unifikasi di bidang hukum tanah yang didasarkan hukum adat.26 Oleh karena itu meskipun UUPA tidak mengatur secara khusus mengenai jual beli, dapat dipahami pengertian jual beli tanah dalam hukum tanah nasional adalah jual beli tanah dalam pengertian hukum adat mengingat hukum agraria yang berlaku adalah sebagaimana hal demikian termuat dalam Pasal 5 UUPA yang berbunyi :27

25 Arie S Hutagalung dan Suparjo Sujadi, Pembeli Beritikad Baik Dalam Konteks Jual Beli Menurut Ketentuan Hukum Indonesia”, Jurnal Hukum Dan Pembangunan I, 2005, hal.31

26 Sahat HMT Sinaga, Jual Beli Tanah Dan Pencatatan Peralihan Hak, (Bandung : pustaka Sutra, 2007), hal. 17

27 Penjelasan umum angka III butir (I) alinea 2 UUPA berbunyi : Dengan sendirinya hukum agraria baru itu harus sesuai dengan kesadaran hukum dari pada rakyat banyak. Oleh karena rakyat Indonesia sebagian besar tunduk pada hukum adat, maka hukum agraria yang baru tersebut akan didasarkan pula pada ketentuan- ketentuan hukum adat itu. Sebagai hukum yang asli, yang disempurnakan dan disesuaikan dengan kepentingan masyarakat dalam negara modrendan dalam hubungannya dengan dunia internasional .

“Hukum Agraria yang berlaku atas bumi air dan ruang angkasa ialah hukum adat sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa dengan sosialisme Indonesia serta peraturan- peraturan yang tercantum dalam undang- undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.”

Pengertian jual beli tanah menurut hukum adat yaitu perbuatan hukum menyerahkan tanah untuk selamanya dengan penjual menerima pembayaran sejumlah uang yaitu harga pembelian (yang sepenuhnya dibayar tunai). Dalam masyarakat hukum adat jual beli tanah dilaksanakan secara terang dan tunai.

Terang berarti perbuatan hukum jual beli tersebut benar benar dilaksanakan dihadapan kepala adat atau kepala desa atau kini dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang. Tunai berarti adanya dua perbuatan yang dilaksanakan secara bersamaan, yaitu pemindahan atas tanah yang menjadi obyek jual beli dari penjual kepada pembeli dan pembayaran harga dari pembeli kepada penjual terjadi secara serentak dan bersamaan. Sebagai bukti telah terjadinya jual beli dan selesai pemindahan hak atas tanah yang menjadi obyek jual beli dimaksud dibuatlah surat jual beli tanah yang ditandatangani oleh Kepala Desa, yang berfungsi sebagai menjamin kebenaran tentang status tanahnya, pemengang haknya, keabsahan bahwa telah dilaksanakan dengan hukum yang berlaku(terang), mewakili warga desa (unsur publisitas).28

Dengan demikian menurut hukum adat yang merupakan dasar dari hukum tanah nasional yang berlaku pada saat ini sebagaimana temuat dalam UUPA, peralihan hak atas yang menjadi obyek jual beli telah terjadi sejak ditandatanganinya akta jual beli dihadapan PPAT yang berwenang dan dibayarnya

28 Sahat HMT Sinaga, Op Cit., hal. 18

harga oleh pembeli kepada penjual serta dibayar pajak dan juga ketentuan undang undang yang berlaku . Pemindahan hak atas tanah yang menjadi obyek jual beli berarti pemindahan secara yuridis dan secara fisik sekaligus.29

Hukum tanah adat harus mengindahkan unsur – unsur yang bersandar pada pengertian hukum adat, disini mempunyai arti tersendiri yang oleh simposium UUPA dan kedudukan tanah tanah adat dewasa bukan lagi sebagai hukum adat yang selama ini diperkenalkan oleh Van Vollenhofen atau Ter Haar, sekalipun masih adanya kelainan penafsiran tentang pengertian tersebut. Hukum adat menurut pengertian UUPA hukum adat yang sudah di saneer, 30 atau hukum adat yang disempurnakan atau hukum adat yang bertumbuh dan berubah. Dalam konteks hukum adat berbicara tentang jual beli tanah berarti kita membicarakan tentang transaksi tanah yang merupakan bagian dari ruang lingkup sistem hukum adat.

2. Jual Beli Tanah Menurut Hukum Perdata

Dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1457 yang berbunyi jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harganya yang telah dijanjikan.

Dengan memperhatikan rumusan dalam Pasal 1457 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata tersebut dapat dipahami bahwa jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban atau perikatan untuk memberikan

29Ada kalanya pemindahan hak tersebut baru secara yuridis saja karena secara fisik tanah masih dibawah penguasaan orang lain, misalnya karena hubungan sewa yang belum berakhir waktunya.

30 Harun Al–Rashid, Sekilas Tentang Jual–Beli Tanah, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), hal. 51.

sesuatu. Dalam hal ini penyerahan keadaan yang dijual oleh penjual dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual.31

Pasal 1458 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata berbunyi Jual beli itu di anggap telah terjadi diantara kedua belah pihak, seketika setelah orang – orang ini mencapai kata sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, manapun harganya belum di bayar.

Dengan ketentuan demikian jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak pada saat mereka mencapai kata sepakat mengenai benda yang diperjual belikan demikian juga harganya sekalipun benda yang menjadi objek jual beli belum di serahkan dan harganya belum di bayar. Pada saat terjadinya kata sepakat atas jual beli hak pemilikan atas benda yang menjadi objek jual beli belumlah beralih kepada pembelinya, sekalipun misalnya harganya sudah di bayar dan apabila jual beli dimaksud berkaitan dengan tanah, tanahnya sudah diserahkan kedalam kekuasaan yang membeli. Hak milik atas tanah yang menjadi objek jual beli tersebut baru beralih kepada pembelinya sebagai pemilik yang baru jika telah dilakukan apa yang disebut penyerahan yuridis (juridische levering ) yang wajib diselenggarakan dengan pembuatan akte dimuka dan oleh kepala pendaftaran tanah selaku Overschrijving Ambtenaar menurut Overschrijvingsordonantie ( S.1834 no.27).32

Berdasarkan pasal 1459 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata hak milik atas barang yang dijual belum berpindah kepada si pembeli, selama

31 Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Jual- Beli, (Jakarta : PT Raja Grafindo Prasada, 2003), hal. 7.

32 Boedi Harsono, Undang – Undang Pokok Agraria Sejarah Penyusunan, Isi Dan Pelaksanaannya, (Jakarta : Djambatan 1971), hal.131.

penyerahannya belum dilakukan. Penyerahan atas barang yang menjadi objek jual beli menetukan telah terjadinya peralihan hak milik atas barang yang menjadi objek jual beli. Dengan demikian jual beli dan penyerahan hak atas barang yang menjadi objek jual beli dari penjual kepada pembeli merupakan 2 (dua) perbuatan yang harus dilaksanakan. Oleh karena itu dikenal tahapan penyerahan dan pengalihan, yaitu : 33

a. Tahap Obligatoir adalah tahap perjanjian yang menimbulkan suatu perikatan (verbintenis) seperti yang dimaksud dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Akibat yang ditimbulkannya ialah : 1. Para pihak baru mengikatkan diri akan mengalihkankan hak Eigendom

misalnya melalui perjanjian jual beli, tukar menukar dan lain-lain.

2. Hanya melahirkan hak dan kewajiban diantara para pihak yaitu penjual berkewajiban menyerahkan barangnya dan berhak memperoleh pembayaran, sebaliknya pembeli berkewajiban membayar harganya dan berhak memperoleh barangnya.

b. Tahap Zakelijk yaitu tahap terjadi perjanjian yang bersifat Zakelijk (Kebendaan) melalui cara – cara sebagai berikut :

1. Para pihak mengadakan perjanjian yang berisikan hak eigendom.

2. Para pihak melakukan perbuatan juridis dalam bentuk transferring of ownership artinya hak eigendom beralih dari penjual kepada pembeli setelah adanya penyerahan. Pengalihan secara yuridis sangat penting

33 Op.Cit., hal. 14-15

bagi pihak ketiga dalam hal terjadinya jual beli atas benda tidak bergerak.34

3. Syarat-Syarat Terjadinya Jual Beli Tanah

Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, jual beli dilakukan oleh para pihak dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang bertugas membuat aktanya. Dengan dilakukan jual beli di hadapan PPAT, dipenuhi syarat tentang (bukan perbuatan hukum yang gelap, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi). Akta jual beli yang ditandatangani para pihak membuktikan telah terjadi pemindahan hak dari penjual kepada pembelinya dengan disertai pembayaran harganya, telah memenuhi syarat tunai dan menunjukkan bahwa secara nyata perbuatan hukum jual beli yang bersangkutan telah dilaksanakan. Akta tersebut membuktikan bahwa telah dilakukan perbuatan hukum pemindahan hak untuk selama-lamanya . karena perbuatan hukum yang dilakukan merupakan perbuatan hukum pemindahan hak, maka akta tersebut membuktikan bahwa penerima hak (pembeli) sudah menjadi pemegang haknya yang baru.35

Syarat jual beli tanah ada dua, yaitu syarat materiil dan syarat formil sebagai berikut:36

a. Syarat Materiil

1. Pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan.

34Frieda Husni Habullah, Kebendaan Perdata, Hak – Hak Yang Memberi Kenikmatan, ( Jakarta : Ind – Hill.Co, 2002) hal.118

35Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) Hal .77

36Ibid., hal. 79

Maksudnya adalah pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi syarat untuk memiliki tanah yang akan dibelinya. Untuk menentukan berhak atau tidaknya si pembeli memperoleh hak atas tanah yang dibelinya tergantung pada hak apa yang ada pada tanah tersebut, apakah hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai. Menurut UUPA, yang dapat mempunyai hak milik atas tanah hanya warga negara Indonesia tunggal dan badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah (Pasal 21 UUPA). Jika pembeli mempunyai kewarganegaraan asing disamping kewarganegaraan Indonesianya atau kepada suatu badan hukum yang tidak dikecualikan oleh pemerintah, maka jual beli tersebut batal karena hukum dan tanah jatuh pada negara (Pasal 26 ayat (2) UUPA.

2. Penjual berhak menujal tanah yang bersangkutan

Yang berhak menjual suatu bidang tanah tentu saja si pemegang yang sah dari hak atas tanah tersebut yang disebut pemilik. Kalau pemilik sebidang tanah hanya satu orang, maka ia berhak untuk menjual sendiri tanah itu. Akan tetapi, bila pemilik tanah adalah dua orang maka yang berhak menjual tanah itu ialah kedua orang itu bersama-sama. Tidak boleh seorang saja yang bertindak sebagai penjual.37

3. Tanah hak yang bersangkutan boleh diperjual belikan dan tidak sedang dalam sengketa.

Mengenai tanah-tanah hak apa yang boleh diperjualbelikan telah ditenntukan dalam UUPA yaitu hak milik (pasal 20), hak guna usaha (pasal 28), hak guna bangunan (pasal 35), hak pakai (pasal 31). Jika salah satu syarat materiil

37 Effendi Perangin-angin, Praktek Jual Beli Tanah, (Jakarta : PT.Raja Indo Persada, 1994) hal.22

ini tidak dipenuhi, dalam arti penjual bukan merupakam orang berhak atas tanah yang dijualnya atau pembeli tidak memenuhi syarat untuk menjadi pemilik hak atas tanah yang diperjualbelikan sedang dalam sengketa atau merupakan tanah yang tidak sah. Jual beli tanah yang dilakukan oleh yang tidak berhak batal demi hukum artinya, sejak semula hukum menganggap tidak pernah terjadi jual beli.

b. Syarat Formiil

Setelah semua persyaratan materiil dipenuhi maka Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) akan membuat akta jual beli. Akta jual beli menurut Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 harus dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Jual beli yang dilakukan tanpa dihapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tetap sah karena Undang-Udang Pokok Agraria (UUPA) berlandaskan pada hukum adat (Pasal 5 UUPA), sedangkan dalam hukum adat sistem yang dipakai adalah sistem yang konkret/kontan/nyata/riil. Kendatipun demikian, untuk mewujudkan adanya suatu kepastian hukum dalam setiap peralihan hak atas tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun1997 sebagai peraturan pelakasana dari Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) telah menentukan bahwa setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).38

Sebelum akta jual beli dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), maka disyaratkan bagi para pihak untuk menyerahkan surat- surat yang diperlukan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), yaitu :

38Bachtiar Effendi, Kumpulan tentang Hukum Tanah, (Bandung: Alumni, 1993), hal.36

1. Jika tanahnya sudah bersertifikat,sertifikat asli diperlihatkan kepada PPAT untuk dibawa dan diperiksa di Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat,membayar Pajak Penghasilan (PPH) untuk si Penjual, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk si Pembeli dan tanda bukti pembayaran biaya pendaftarannya.

2. Jika tanahnya belum bersertifikat, Surat Keterangan Tanah (SKT) bahwa tanah tersebut belum bersertifikat, surat- surat tanah yang ada yang memerlukan penguatan oleh Kepala Desa dan Camat, dilengkapi dengan surat- surat yang membuktikan identitas penjual dan pembelinya yang diperlukan untuk persertifikatan tanahnya setelah selesai dilakukan jual beli. Setelah akta dibuat, selambat lambatnya 7 hari kerja akta tersebut ditandatangani Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menyerahkan akta tersebut Kepada Kepala Kantor Pendaftaran Tanah untuk pendaftaran pemindahan hakny (Pasal 40 Peratura Pemeritah Nomor 24 Tahun 1997).39 Dalam hal Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor123/K/Sip/1971, pendaftaran Tanah hanyalah perbuatan adminstrasi belaka, artinya bahwa pendaftaran bukan syarat bagi sahnya jual beli yang dilakukan terutama dalam hubungan dengan pihak ketiga yang beritikad baik. Adminstrasi pendaftaran bersifat terbuka sehingga setiap orang dianggap mengetahuinya.

4. Pelaksanaan Terhadap Jual Beli Tanah

Sebelum membeli sebidang tanah maka perlu kiranya dilakukan secara hati-hati dikarenakan banyaknya terjadi hal-hal yang bersifat kurang menguntungkan di kemudian harinya bagi pembeli sebidang tanah, misalnya

39Adrian Sutedi, Op Cit., hal 78-79

tanah dalam keadaan sengketa ataupun tanah dalam lokasi daerah yang terkena penertiban dan sebagainya. Oleh karena itu dalam rangka usaha untuk melakukan pembelian tanah tersebut perlu dilalui tiga tahapan yaitu berupa : pertama meminta surat keterangan pendaftaran tanah (SKPT) bila tanah yang telah bersertifikat dan bila tanah yang belum bersertifikat maka perlu diperiksa suratnya secara lebih teliti, kedua pelaksanaan pemindahan hak atas tanah dengan akte jual beli tanah dan ketiga yaitu dengan melakukan pendaftaran hak untuk memperoleh sertifikat tanah dari pejabat yang berwenang. terhadap tanah yang telah bersertifikat maka sebaiknya terlebih dahulu meminta surat keterangan pendaftaran tanah (SKPT) yang menentukan status dari tanah yang akan diperjualbelikan tersebut pada Kantor Badan Pertanahan.40

Terhadap tanah yang tidak/belum bersertifikat maka dapat ditempat dengan cara terlebih dahulu calon pembeli berhubungan dengan calon penjual.

Yang perlu diperhatikan ialah memeriksa dan meneliti surat-surat, kalau tanah tersebut adalah tanah yang diatur oleh hukum adat atau tanah desa yang belum bersertifikat maka hendaknya kita lihat apakah tanh tersebut mempunyai girik yang biasanya juga disebut juga dengan kohir atau petok. Yang harus dilihat dalam petok atau girik tersebut ialah nama yang tercantum dalam petok atau girik itu. Kalau surat-surat telah diperiksa dengan secara teliti bahwa penjual adalah benar-benar pemilik tanah tersebut barulah dilakukan tawar menawar mencari kecocokan tentang harga tanah yang akan diperjualbelikan.41

Tahap kedua pelaksanaan jual belinya. Jual beli disini adalah sesuai

Tahap kedua pelaksanaan jual belinya. Jual beli disini adalah sesuai

Dokumen terkait