• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH BERSERTIFIKAT DIBAWAH TANGAN (STUDI KASUS DI DESA TANDEM HILIR SATU, KECAMATAN HAMPARAN PERAK, KABUPATEN DELI SERDANG)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH BERSERTIFIKAT DIBAWAH TANGAN (STUDI KASUS DI DESA TANDEM HILIR SATU, KECAMATAN HAMPARAN PERAK, KABUPATEN DELI SERDANG)"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH BERSERTIFIKAT DIBAWAH TANGAN (STUDI KASUS DI DESA TANDEM HILIR

SATU, KECAMATAN HAMPARAN PERAK, KABUPATEN DELI SERDANG)

TESIS

Oleh

ALEX RUDIANTO SIMANJUNTAK 167011053 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH BERSERTIFIKAT DIBAWAH TANGAN (STUDI KASUS DI DESA TANDEM HILIR

SATU, KECAMATAN HAMPARAN PERAK, KABUPATEN DELI SERDANG)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ALEX RUDIANTO SIMANJUNTAK 167011053 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)
(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum

2. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum 3. Dr. Edy Ikhsan, SH, MA

4. Dr. Afnila, SH, MHum

(5)

ABSTRAK

Peralihan hak atas tanah karena jual beli yang dilakukan dihadapan PPAT mempunyai alat bukti yang kuat karena akta PPAT merupakan akta otentik. Jual beli tanah yang bersertifikat dibawah tangan terjadi di wilayah Desa Tandem Hilir I Kecamatan Hamparan Perak yang dilakukan antara pengurus desa dengan masyarakat tanpa adanya akta PPAT. Sehingga dalam proses balik nama sertipikat di Kantor Pertanahan tidak dapat diproses karena tidak dibuktikan dengan akta PPAT.

Penelitian ini menggunakan metode penelitianyuridis normatif.Teknik Pengumpulan datasekunder diperoleh dengan cara telaah pustaka (Library Research). Dalam penelitian ini juga digunakan data primer berdasarkan wawancara sebagai alat pendukung hasil penelitian.

Dalam hal peralihan hak atas tanah yang bersertipikat melalui jual beli yang dilakukan dibawah tangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan tetaplah sah,karena telah memenuhi unsur jual beli (perjanjian) yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata JoPasal 1457 KUH Perdata. Namun untuk proses pendaftaran balik nama sertipikat (administrasi) belum dikatakan sah karna ada beberapa persyaratan administrasi belum dipenuhi yaitu syarat formil,dimana Akta jual beli menurut Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 harus dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).Kemudian dalam Pasal 103 Permen Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 mengatur bahwa dalam peralihan hak atas tanah yang sudah bersertifikat atau hak milik atas satuan rumah susun wajib dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT sebagai syarat dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah di Badan Pertanahan Nasional. Adapun perlindungan kepada penjual dalam jual beli hak atas tanah ialah membuat syarat batal, apabila pembeli tidak memenuhi pembayaran sebagaimana yang disepakati maka perjanjian jual beli menjadi batal (karena telah terjadi wanprestasi) dan pihak penjual tidak berkewajiban untuk mengembalikan pembayaran kecuali pihak pembeli meminta pengecualian.

Perlindungan bagi pembeli adalah terlebih dahulu memeriksa keberadaan bukti kepemilikan hak atas tanah. Pihak pembeli dapat meminta jaminan bahwa objek perjanjian bebas dari gugatan maupun sitaan. Pihak pembeli juga dapat meminta kepada penjual adanya pemberian kuasa yang tidak dapat ditarik kembali apabila semua persyaratan telah terpenuhi. Dalam hal kepastian hukum bagi pembeli dalam jual beli bersertifikat dibawah tangan, dapat ditempuh penyelesaian melalui jalur litigasi maupun non litigasi. Jalur litigasi, pembeli dapat memintakan penetapan ke Pengadilan Negeri setempat yang menyatakan bahwa telah sah-nya jual beli dibawah tangan yang dilakukan. Atau mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap pihak penjual, salah satu bentuk dasar gugatan adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak penjual.Adapun jalur non litigasi, pembeli mengajak penjual untuk datang kehadapan PPAT dan membuat akta jual beli. Cara ini dapat dilakukan ketika penjual atau ahli waris dari penjual bersedia untuk melakukan jual beli ulang dihadapan PPAT.

Kata Kunci : Jual Beli, Tanah, Bersertipikat, Bawah Tangan

(6)

underhanded sale and purchase of certified land has taken place in Tandem Hilir I Village, Hamparan Perak Sub-district, between a village administrator and the society without any PPAT deed.

This is a normative juridical research. It uses secondary data obtained from library research. It also uses primary data collected from interviews.

The land sale and purchase which is done underhandedly is legal because it has fulfilled the elements of sale and purchase (a contract) as stipulated in Article 1320 of the Civil Code in conjunction with Article 1457 of the Civil Code.

The land title transfer cannot be pronounced to be valid because it has not met some administrative requirements i.e. the formal requirements, in which, a sale and purchase deed, in accordance with Article 37 of the Government Regulations no. 24/1997, has to be made by PPAT. The protection for the seller is that the buyer is requested to make full payment for the price of the contract object within a certain period accompanied with cancellation requirements. If the buyer fails to make the payment as requested and agreed, the contract of the land sale and purchase that has been made and approved becomes null and void (due to the default to the contract) and the seller is not obliged to return the payment made unless the buyer has initially asked for exception. The protection for the buyer is that he needs to firstly verify the existence of evidence of ownership rights over the land/building which is made the contract object. The buyer is also able to ask the seller to insure that the contract object is free from any charges, lawsuits, and confiscation. Moreover, the buyer can also ask the seller to grant an irrevocable authorization when all requirements of a sale and purchase are fulfilled, so that the buyer can transfer the land title (from the seller to the buyer) although the seller is not present when the sale and purchase deed is being signed. The legal certainty for the buyer in an underhanded sale and purchase of certified land, any dispute can be settled by litigation and non-litigation way. The litigation way means that the buyer can request for a stipulation to the District Court which states the validity of the underhanded sale and purchase. The buyer can also file a lawsuit to the court against the seller; for an example of basic form of lawsuit is an action against the law. The non-litigation way means that the buyer can ask the seller to see PPAT and make a sale and purchase deed. This way can be done when the seller or the heirs of the seller is willing to redo the sale and purchase before the PPAT.

Keywords : Sale and Purchase, Land, Underhand

(7)

Puji dan sykur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Yesus Kristus yang telah memberikan perlindungan, anugrah dan rahmatNya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini. Tesis ini berjudul AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH BERSERTIFIKAT DIBAWAH TANGAN. (Studi Putusan di Desa Tandem Hilir Satu Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang)

Dalam setiap kegiatan dan perbuatan pasti akan ada kemudahan juga dibarengi dengan kesulitan demikian juga dengan penulisan Tesis ini, penulis menyadari bahwa banyak mengalami kesulitan dan Hambatan Karena penulis mempunyai keterbatasan, akan tetapi atas kemurahaan dan kebaikan Tuhan Yesus Kristus, serta bimbingan dari dosen pembimbing, dorongan dan motivasi dari seluruh dosen serta teman-teman dan perhatian yang penuh dari seluruh keluarga tercinta sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini.

Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terimakasih serta bangga kepada orang tua penulis yaitu Ibu Tiorida boru Pasaribu, yang telah membesarkan dan mendidik penulis hingga dewasa serta telah memberikan dorongan dan motivasi baik materil maupun moril dan Doa yang tidak ternilai yang diberikan kepada penulis, teristimewa buat kakak penulis Roina Simanjuntak, adik- adik penulis Lusi Simanjuntak,Yeny Grusita Simanjuntak dan Stevany Debora Simanjuntak dan terkhusus juga buat Virdiyanti Casanova Batubara yang telah membantu memberikan semangat, motivasi, serta dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan ini, semogga sukses dalam karir dan cita-citanya.

Disini penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih sebanyak- banyaknya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung, SH., MHum, selaku Rektor Universitas Sumatra Utara 2. Prof Dr. Budiman Ginting, SH., MHum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatra Utara

(8)

dalam pembuatan Tesis ini.

4. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN, Selaku Dosen Pembimbing I yang selalu memberikan memberikan pengarahan, masukan, perhatian, pengertian, waktu, tenaga dan pemikiran dalam pembuatan Tesis ini.

5. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH., M.Hum, Selaku Dosen Pembimbing II yang selalu memberikan memberikan pengarahan, masukan, perhatian, pengertian, waktu, tenaga dan pemikiran dalam pembuatan Tesis ini

6. Bapak/Ibu Dosen yang ada di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara yang telah mendidik dan memberikan tambahan wawasan, ilmu dan pengetahuan hukum selama menjalankan perkuliahaan di Magister Kenotariatan Universitas Sumatra Utara.

7. Seluruh staf dan pegawai Magister Kenotariatan Universitas Sumatra Utara yang telah membantu dalam proses perkuliahaan selama ini

8. Terimakasih kepada Notaris DR TONY SH., M.Kn di Deli Serdang yang telah memberikan waktu dan dukungan dalam penulisan Tesis ini.

9. Terimakasih kepada Notaris Binsar Pardamean Siregar, SH,. M.Kn di Serdang Bedagai yang telah memberikan waktu dan dukungan dalam penulisan Tesis ini.

10. Terimakasih kepada Notaris JANE ERAWATI,SH M.Kn dan seluruh STAFF Kantor Notaris JANE ERAWATI, SH., M.Kn, yang telah membantu memberikan dukungan dan Doa bagi penulis.

11. Terimakasih kepada seluruh keluarga untuk dukungan dan Doa selama penulian tesis ini.

12. Terimakasih kepada Ka Indira Tobing, Farah Wina, Yossy Yoshevyn Napitu, Yusuf Tamami, Rodo Naibaho, Bang Haripto, Saiful, Sugeharto, Willy L.

Tobing,Nardo Ginting, Putra Sembiring.

(9)

Utara (HIMAHSU).

14. Terimkasih buat Johanes Turnip, Daniel Purba, Ronal Silaen, Wilmart Simarmata, Hiskia Sinulingga, Michael Manurung, Heri Sitohang dan Torang Hutapea teman seperjuangan S1 semogga sukses untuk kita semua.

15. Terimkasih buat rekan-rekan stambuk 2016 Magister Kenotariatan Universitas Sumatra Utara semogga sukses dalam membawa nama Almamater.

Penulis juga mengucapkan terimaasih atas bantuan yang penulis terima selama masa kuliah hingga tesis ini, kiranya Tuhan Yesus Kristus senantiasa menyertai dan membalas budi baik dan kemurahan yang telah diberikan kepada penulis.

Medan, Agustus 2019 Penulis,

Alex Rudianto Simanjuntak

(10)

2. Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 03 Maret 1990 3. Jenis Kelamin : Laki- Laki

4. Agama : Kristen

5. Alamat : Jln Keruntung Gg Famili NO 04 Medan II. KELUARGA

1. Nama Ayah : Drs T Simanjuntak (+)

2. Nama Ibu : T. Br Pasaribu

3. Nama Saudara : Roina Dumasari Simanjuntak S.Pd

Lusiana Simanjuntak S.Kom

Yeny Grusita Simanjuntak SE

Stevany Debora Simanjuntak S.Pd

III. PENDIDIKAN

1. SD : SD Methodist 9 Medan

Tahun 1997-2003

2. SMP : SMP Methodist 9 Medan

Tahun 2003-2005

3. SMA : SMA YP HKBP SIDORAME MEDAN

Tahun 2005- 2008

4. Perguruan Tinggi (S1) : Universitan HKBP Nommensen, Medan

Tahun 2009-2013

5. Perguruan Tinggi (S2) : Universitas Sumatra Utara, Medan

Tahun 2016 - 2019

(11)

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Keaslian Penelitian ... 15

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 16

1. Kerangka Teori ... 16

2. Konsepsi ... 19

G. Metode Penelitian... 20

BAB II KEPASTIAN HUKUM JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN TANPA AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) ... 25

A. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli Tanah ... 25

B. Macam-Macam Akta ... 35

C. Tinjuan Umum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ... 40

D. Kepastian Hukum Jual Beli Tanah Yang Dilakukan Tanpa Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ... 44

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM JUAL BELI TANAH DIBAWAH TANGAN ... 54

A. Hak Dan Kewajiban Para Pihak dalam Jual Beli Tanah ... 54

B. Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Kasus Jual Beli Dibawah Tangan ... 59

C. Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Dalam Jual Beli Tanah Dengan Akta di Bawah Tangan ... 68

(12)

B. Penggolongan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ... 82

C. Tanggung Jawab PPAT Dalam Pembuatan AktaOtentik... 84

D. Peran Serta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Di Desa Tandem Hilir Satu Kecamatan Hamparan Perak ... 94

E. Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Yang Tidak Sesuai Dengan Tata Cara Pembuatan Akta PPAT Dari Segi Hukum Agraria... 98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 109

A. Kesimpulan ... 109

B. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 112

(13)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah sangat erat sekali hubunganya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah bahkan bukan hanya dalam kehidupanya, untuk meninggal pun manusia masih memerlukan sebidang tanah. Tanah mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia karena mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai sosial asset dan capital asset. Sebagai social asset tanah merupakan sarana pengikat kesatuan di kalangan masyarakat Indonesia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sedangkan capital asset tanah merupakan faktor modal dalam pembangunan dan tanah harus dipergunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat secara adil dan merata, juga harus dijaga kelestariannya.1

Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat Indonesia, merupakan pokok-pokok kemakmuran rakyat yang dikuasai oleh Negara dan ditujukan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Bertitik tolak dari Pasal tersebut di atas, maka jelaslah bahwa negara dianggap bukan sebagai pemilik tanah dalam suatu wilayah negara, tetapi kewenangan negara untuk menguasai tanah tersebut semata-mata kepentingan masyarakat banyak.

1 Urip Santoso, Hukum Agraria:KajianKomprehensif, Edisi I,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012) hal. 32

(14)

Setelah Indonesia merdeka Undang Undang Pertanahan yang masih berorientasi kepada kepentingan penjajahan diubah menjadi hukum tanah Nasional yang berorientasi kepada kepentingan rakyat Indonesia. Dibentuklah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria selanjutnya disebut dengan UUPA yang diundangkan pada tanggal 24 September 1960. Peraturan ini mengatur mengenai pertanahan secara umum yang meliputi pengaturan pertanahan, tujuan hukum pertanahan serta asas dan dasar- dasarnya.

UUPA menyatakan bahwa Hukum Tanah Nasional berdasarkan Hukum Adat, hal ini didasarkan pada Pasal 5 UUPA yang berbunyi :

“Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah Hukum Adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang ini dan dengan peraturan-peraturan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang berdasarkan pada Hukum Agama.”

Berdasarkan Pasal 5 UUPA tersebut menunjukkan adanya hubungan fungsional antara Hukum Adat dan Hukum Tanah Nasional. Hukum Adat yang dimaksud di sini adalah Hukum Adat yang sudah di saneer, yaitu apabila Hukum Adat tersebut tidak bertentangan dengan Hukum Nasional. Ada yang menafsirkan, bahwa dengan pernyataan tersebut pembangunan Hukum Tanah Nasional harus dilakukan dalam bentuk penuangan norma-norma Hukum Adat dalam peraturan perundang-undangan menjadi hukum yang tertulis. Selama peraturan-peraturan tersebut belum ada, maka norma-norma Hukum Adat bersangkutan tetap berlaku penuh.2

2 Bernhard Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, (Jakarta Selatan:

Margaretha Pustaka, 2015) hal.14

(15)

Hal-hal pokok yang diatur dalam UUPA secara garis besar bila ditinjau dari penjelasannya ditemukan delapan prinsip filosofi dari UUPA itu yakni:3

a. Prinsip kesatuan hukum agraria untuk seluruh wilayah tanah air. Dengan prinsip ini dinyatakan bahwa kita telah melepaskan adanya dualisme hukum agraria di Indonesia, artinya hukum yang mengatur keagrariaan di indonesia yang diakui hanya satu yakni UUPA tersebut.

b. Penghapusan peryataan domain yang bertujuan tercapainya penerapan Hak menguasai Negara seperti disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Indonesia tahun 1945 pada Pasal 33 ayat (3).

c. Fungsi sosial hak atas tanah.

d. Pengakuan hukum Agraria Nasional berdasarkan hukum adat dan pengakuan dari eksistensi dari Hak Ulayat.

e. Persamaan derajat sesama warga Negara Indonesia dan antara laki- laki dan wanita.

f. Pelaksanaan reforma hubungan antara manusia Indonesia dengan tanah atau dengan bumi, air dan ruang angkasa. Hal ini sudah mendapat tempat dalam Garis Besar Haluan Negara kita sejak tahun 1988 dengan adanya kalimat penataan kembali penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah termasuk penggalian hak atas tanah.

g. Rencana Undang-Undang penggunaan, persediaan, pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa yang sekarang ditingkatkan pengaturannya lewat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang .

3 Muhammad Yamin, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria , (Medan: Pustaka Bangsa Presss, 2003), hal.30-31.

(16)

h. Prinsip Nasionalitas.

Dalam penjelasan diatas maka hak atas tanah bukan hanya memberi wewenang melainkan sekaligus juga meletakkan kewajiban yang dalam arti tidak boleh menelantarkan tanah.4

Dalam rangka pembangunan nasional yang berkesinambungan, peranan tanah akan menjadi bertambah penting sehubungan dengan terus bertambahnya jumlah penduduk yang semuanya memerlukan tanah untuk pemukiman. Dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan kebutuhan akan tanah untuk kegiatan usaha maka semakin meningkat pula pada kebutuhan akan dukungan berupa jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan. Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan tanah, akan mendorong meningkatnya kegiatan jual beli tanah sebagai salah satu bentuk proses peralihan hak atas tanah.5

Adapun kepemilikan tanah dapat dialihkan kepada orang lain. Peralihan hak atas tanah dapat melalui, jual beli, tukar menukar, hibah ataupun karena pewarisan. Dalam pasal 26 ayat (1) UUPA ditentukan bahwa jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian, dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk pemindahan hak milik serta pengawasannya diatur dengan peraturan pemerintah.

Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah dinyatakan bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka. Sejalan dengan asas yang

4Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1, Edisi Revisi, Cetakan Kedua belas, (Jakarta:

Djambatan,2008), hal.80

5 Bernhard Limbong, Op.,Cit, hal. 20

(17)

terkandung dalam pendaftaran tanah tersebut diatur lebih lanjut pada Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997, dinyatakan pendaftaran tanah bertujuan:

(a) untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yangterdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;

(b) untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah atau satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;

(c) untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.6

Semenjak diundangkanya UUPA, maka pengertian jual beli tanah bukan lagi suatu perjanjian seperti dalam Pasal 1457 Jo 1458 KUH Perdata Indonesia, melainkan perbuatan hukum pemindahan hak untuk selama–lamanya yang bersifat tunai dan kemudian selanjutnya diatur dalam Peraturan Pelaksanaan dari UUPA yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 yang telah diperbaruhi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, yang menentukan bahwa jual–beli tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 37 ayat (1) PP Nomor 24 tahun 1997 yang berbunyi:7

“Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam peusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak

6 Ibid, hal.164-165

7 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan- Peraturan Hukum Tanah, (Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 138.

(18)

melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Hal ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998, tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut:8

“PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.”

Kemudian dalam Pasal 103 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, menyatakan bahwa dalam peralihan hak atas tanah yang sudah bersertifikat atau hak milik atas satuan rumah susun wajib dibuktikan dengan akta dibuat oleh PPAT sebagai syarat dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah (balik nama sertipikat) di Badan Pertanahan Nasional.

Akta PPAT Merupakan Alat Bukti Bahwa Pembeli Sudah Menjadi Pemegang haknya yang baru. Kepentingan pihak ketiga tidak selalu tersangkut pada pemindahan hak tersebut, maka dari itu pendaftaran pemindahan haknya hanya berfungsi untuk memperkuat kedudukan pembeli dalam hubungannya dengan pihak ketiga, yang kepentingannya mungkin tersangkut dan bukan merupakan syarat bagi berpindahnya hak yang bersangkutan kepadanya.9

8 Ibid,. hal 139

9 Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia, (Mandar Maju, Bandung, 2009), hal. 41

(19)

Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 menyebutkan bahwa peralihan hak atas tanah melalui jual beli hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Pembuatan akta jual beli hak atas tanah tersebut, pihak penjual dan pembeli harus menghadap PPAT, atau masing-masing pihak dapat diwakili oleh seorang kuasa berdasarkan surat kuasa yang sah untuk melakukan perbuatan hukum tersebut. Pihak pembeli harus memenuhi syarat subyek dari tanah yang akan dibelinya itu. Demikian pula pihak penjual, harus pula memenuhi syarat yaitu berwenang memindahkan hak atas tanah tersebut. Pembuatan akta jual beli hak atas tanah harus dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum itu.

Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 1998 ditentukan terdapat 3 (tiga) macam PPAT, yaitu :

1) PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta- akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

2) PPAT Sementara adalah pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT.

3) PPAT Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta

(20)

PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas Pemerintah tertentu.

Apabila peralihan hak atas tanah karena jual beli dilakukan dihadapan PPAT, maka akan mempunyai alat bukti yang kuat atas peralihan hak atas tanah yang bersangkutan, karena akta PPAT adalah merupakan akta otentik. Meskipun administrasi PPAT sifatnya tertutup, tetapi PPAT wajib menyampaikan akta yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan setempat untuk didaftar. Hal ini bertujuan agar diketahui oleh umum, sehingga setiap orang dianggap mengetahuinya. Setiap pembuatan akta di hadapan PPAT, harus disampaikan kepada Kantor Pertanahan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak ditandatanganinya akta oleh PPAT yang bersangkutan untuk didaftar.10

Pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang menggunakan perjanjian di bawah tangan atau bahkan terkadang hanya dibuktikan dengan selembar kwitansi sebagai bukti telah terjadi jual beli dan tidak sedikit masyarakat yang hanya memiliki bukti kepemilikan atas tanah yang masih atas nama pemilik yang lama(penjual). Banyak faktor yang menyebabkan masyarakat masih menggunakan jual beli di bawah tangan. Penyebab mereka lebih memilih jual beli di bawah tangan di antaranya adalah di karenakan jual beli di bawah tangan terbilang cepat atau tidak memakan waktu yang lama, selain itu jual beli di bawah tangan juga tidak memerlukan biaya yang banyak, dan mudah.11

10 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, (PT.

Citra Aditya Bakti: Bandung, 2007), hal. 124

11 R.Soehadi, Penyelesaian Sengketa Tentang Tanah sesudah berlakunya Undang Undang Pokok Agraria (Surabaya:Penerbit Karya Anda,2001), hal.15

(21)

Jual beli tanah yang bersertifikat dibawah tangan juga terjadi di Kabupaten Deli Serdang, sebagaimana yang terjadi di wilayah Desa Tandem Hilir I Kecamatan Hamparan Perak dimana perjanjian jual beli di daerah tersebut dilakukan dibawah tangan antara pengurus desa dengan masyarakat tanpa adanya PPAT yang berwenang untuk melakukan pengikatan jual beli.

Jual beli hak atas tanah yang hanya dibuktikan dengan selembar kwitansi saja atas transaksi jual beli hak atas tanah dari penjual kepada pembeli, tanpa adanya akta jual beli yang dibuat di hadapan PPAT tentunya perbuatan hukum ini akan sangat merugikan bagi pihak pembeli, karena pihak pembeli tidak ada kepastian hukum terhadap peralihan hak atas tanah yang dibelinya, yang notabene telah membayar sejumlah uang kepada pihak pembeli. Secara normatif sertipikat yang sudah dibelinya belum ada bukti peralihan hak atas tanah yang bersangkutan dan sertipikat masih atas nama pihak penjual, meskipun telah diserahkan kepada pihak pembeli.12

Mungkin dengan bukti pembelian berupa selembar kwitansi ini dalam jangka waktu pendek masih belum mempunyai dampak hukum bagi pembeli, karena apabila pembeli ingin melakukan perbuatan hukum terhadap hak atas tanahnya masih bisa menghubungi pihak penjual, tetapi dalam jangka waktu panjang akan berpotensi menimbulkan sengketa di kemudian hari.

Objek dari jual beli hak atas tanah yang dilakukan secara di bawah tangan secara normatif akan merugikan bagi pihak pembeli karena pada waktu pembeli untuk mendaftarkan peralihan haknya (balik nama) dari penjual kepada pembeli

12 Ibid, hal. 18

(22)

kepada Kantor Pertanahan akan mengalami penolakan oleh Kantor Pertanahan setempat.

Dalam hal jual beli tanah yang bersertifikat dibawah tangan masih banyak terjadi di Desa Tandem Hilir I Kecamatan Hamparan Perak, seperti jual beli dibawah tangan atas sertipikat hak milik nomor: 261 Tandem Hilir yang hanya dilakukan dihadapan kepala desa. Dalam Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dapat diketahui bahwa untuk peralihan hak atas tanah diperlukan suatu akta otentik yang dibuat oleh seorang pejabat umum yang disebut dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang diangkat oleh pemerintah. Sehingga peralihan hak atas tanah tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari sisi ini peranan kepala desa menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut dalam proses peralihan hak atas tanah dalam konteks menjamin kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat atas transaksi tanah yang dilakukannya.

Bahwa kedudukan kepala desa ditinjau dari PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, diatur di dalam ketentuan Pasal 7, Pasal 8, pasal 24 dan Pasal 39, Kepala Desa sebagai aparat pemerintah yang paling bawah mempunyai tugas-tugas yang sangat strategis di dalam membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan pendaftaran tanah termasuk di dalamnya pembuatan akta jual beli tanah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kepala desa dapat memberikan surat keterangan tanah sebagai bukti tertulis terjadinya peralihan kepemilikan hak atas tanah. Kepala Desa dapat

(23)

diangkat menjadi PPAT sementara apabila desa yang sangat jauh sekali letaknya dan jauh dari PPAT yang terdapat di kabupaten/kota dapat ditujunjuk Kepala desa sebagai PPAT sementara dalam artian tidak semua kepala desa dapat menjadi PPAT sementara. Kepala desa tidak dapat mengeluarkan surat keterangan tanah terhadap setiap tanah, melainkan harus memenuhi beberapa syarat yaitu apabila tanah tersebut alat pembuktiannya sudah tidak tersedia secara lengkap dan tanah tersebut penguasaan fisik dari tanah tersebut sudah lebih dari dua puluh tahun secara berturut-turut.

Pendaftaran tanah bagi pemilik tanah bertujuan untuk memperoleh sertipikat tanahnya dan memperoleh kepastian hukum yang kuat. Kepastian hukum dari tanah tersebut serta kepemilikan secara hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 19 UUPA ayat 1 yaitu bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Mengingat pentingnya kepastian hukum dalam setiap peralihan tanah sebagai akibat dari transaksi jual beli hak atas tanah maka oleh UUPA diwajibkan untuk melakukan pendaftaran peralihan hak karena jual beli tersebut. Dalam prakteknya masyarakat di Desa Tandem Hilir Satu Kabupaten Deli Serdang dalam transaksi jual beli hak atas tanah masih banyak dilakukan dibawah tangan yaitu jual beli hak atas tanah antara penjual dan pembeli yang dilakukan di hadapan kepala desa yang bersifat tunai, nyata dan terang. Tunai dan nyata artinya bahwa pada saat pembeli membayar harga tanah kepada penjual, maka pada saat itu tanah telah beralih dari penjual kepada pembeli atau dengan kata lain bahwa sejak

(24)

saat itu pembeli telah mendapatkan hak milik atas tanah tersebut. Sedangkan terang artinya bahwa dengan dilakukannya jual beli dihadapan kepala desa sudah terjamin bahwa tidak terjadi pelanggaran hukum dalam jual beli tersebut atau jual beli itu dianggap terang sehingga masyarakat mengakui keabsahannya.

Namun jika dikaji lebih mendalam perjanjian jual beli di bawah tangan tersebut tetap rawan, karena tidak memberikan kepastian hukum. Kepastian hukum adalah keadaan dimana suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak terdapat kekaburan norma atau keraguan (multitafsir) dan logis dalam artian menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten dan konsekuen, yang pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif. Kepastian hukum mengandung arti bahwa setiap perbuatan hukum yang dilakukan harus menjamin kepastian hukumnya.

Sertipikat tanah menjadi hal yang penting bagi masyarakat karena merupakan bukti yang kuat dan sah secara hukum atas kepemilikan bidang tanah.

Untuk memperoleh sertifikat harus melalui prosedur dan tata cara yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun lembaga yang berwenang untuk menerbitkan sertifikat tanah adalah Badan Pertanahan Nasional.

Dengan terdaftarnya bagian tanah tersebut sebenarnya tidak semata-mata akan terwujudnya jaminan keamanan akan kepemilikannya dalam menuju kepastian

(25)

hukum.13 Bahkan seseorang pemilik akan mendapatkan kesempurnaan dari haknya, karena hal-hal sebagai berikut:

1. Adanya rasa aman dalam memiliki tanah;

2. Mengerti dengan baik apa dan bagaimana yang diharapkan dari pendaftaran tersebut;

3. Adanya jaminan ketelitian dalam sistem yang dilakukan;

4. Mudah dilaksanakan;

5. Dengan biaya yang bisa dijangkau oleh semua orang yang hendak mendaftarkan tanah dan daya jangkau ke depan dapat diwujudkan terutama atas harga tanah itu kelak.

Agar lebih memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai implikasi jual beli dibawah tangan tanah yang bersertipikat, maka penulis melakukan penelitian yang dituangkan dalam teis yang berjudul Akibat Hukum Jual Beli Tanah Bersertifikat Dibawah Tangan (Studi Kasus di Desa Tandem Hilir Satu, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka dapat dirumuskan yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana Kepastian Hukum Jual Beli Tanah Yang Dilakukan Tanpa Akta

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)?

2. Bagaimana Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Jual Beli Tanah Dibawah Tangan ?

13 Supriadi, Hukum Agraria (Jakarta :Sinar Grafika,2012), hal. 152

(26)

3. Bagaimana Peran Serta Dan Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Di Desa Tandem Hilir Satu Kecamatan Hamparan Perak?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kepastian hukum jual beli tanah yang dilakukan tanpa akta pejabat pembuat akta tanah (PPAT).

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi para pihak dalam jual beli tanah dibawah tangan.

3. Untuk mengetahui peran serta dan tanggung jawab pejabat pembuat akta tanah (PPAT) di desa tandem hilir satu kecamatan hamparan perak.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian tesis ini memiliki manfaat teoritis dan praktis yang didasarkan pada tujuan penelitian. Adapun kedua manfaat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta sebagai referensi tambahan pada program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, khususnya mengenai Jual beli Tanah bersertifikat dibawah tangan di desa Tandem Hilir Satu Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang .

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kalangan Akademis, Praktisi, maupun masyarakat umumnya serta dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian dibidang yang sama.

(27)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran khususnya di lingkungan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara baik terhadap hasil penelitian yang sudah pernah ada, maupun yang sedangakan dilakukan, diketahui bahwa belum pernah ada dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama mengenai penelitian dalam bentuk tesis dengan judul Implikasi Yuridis Jual Beli Tanah Bersertifikat Dibawah Tangan (Studi Kasus di Desa Tandem Hilir Satu, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang).

Berdasarkan penelusuran kepustakaan sementara di lingkungan Universitas Sumatera utara, khususnya di lingkungan Pasca Sarjana Unversitas Sumatera Utara menunujukkan bahwa penelitian dengan beberapa judul tesis yang berhubungan dengan topik ini, antara lain:

1. Noni Syahputri (077011082),Tinjauan Yuridis Terhadap Alas Hak Di Bawah Tangan Sebagai Dasar Penerbitan Sertipikat Dan Implikasinya Terhadap Kepastian Hukum.

2. Nursuhadi (002111035), Penyimpangan Pelaksana Peralihan Hak Atas Tanah (Studi Mengenai Penyimpangan Jual Beli Tanah Bersertipikat Hak Milik Di Kecamatan Kota Kisaran Barat, Kabupaten Asahan.

3. Solatiah Nasution (157011071), Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Jual Beli Tanah Yang Belum Bersertipikat.

Dengan demikian sebagai bentuk pertanggung jawaban akademik penulis bertanggung jawab sepenuhnya jika dikemudian ditemukan adanya plagiasi dan duplikasi dalam karya ini.

(28)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. KerangkaTeori

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.

Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.14 Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Menurut Soerjono Soekanto,dinyatakan bahwa :

“Keberlanjutan perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.”15

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Kepastian Hukum.

Kepastian hukum dalam sistem hukumnya merupakan sesuatu yang harus menjadi prioritas, karena akan banyak masyarakat yang melakukan kegiatan Jual Beli sertipikat yang akan merasa tenang dalam melakukan transaksi jual beli tanah.

Dengan adanya kepastian hukum, sangat kecil kemungkinannya akan terjadi penindasan dari yang kuat kepada yang lemah, kesewenang-wenangan penguasa terhadap rakyatnya, sebab kesemuanya itu terdapat aturan main yang harus dipedomani oleh pihak–pihak yang berkompeten.16

14 M. SollyLubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1997), hal. 80

15 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press Cetakan Ketiga, 1984), hal. 6

16 Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Citra Aditya Bakti, Bandung,1999) hal. 23

(29)

Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.17

Menurut Gustav Radbruch empat hal mendasar yang berhubungan dengan kepastian hukum, yaitu : 18

1. Hukum itu positif artinya hukum itu adalah peraturan peundang-undangan.

2. Hukum itu didasarkan kepada fakta.

3. Fakta harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan dalam pemaknaan dan mudah dilaksanakan.

4. Hukum positif tidak boleh mudah diubah.

Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya”atau das sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma – norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif.19 Undang Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungannya dengan masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum. Dalam penelitian ini, teori kepastian hukum ini

17 Ibid, hal. 25

18Sulaeman Jajuli, Kepastian Hukum Gadai Tanah dalam Islam, (Depublish, Yogyakarta, 2015) hal. 51

19 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Kencana,Jakarta,2008),hal.158

(30)

berguna untuk melihatapakah dalam permasalahan yang terjadi telah terwujud adanya kepastian hukum dalam kegiatan Jual beli Tanah bersertifikat dibawah tangan di desa Tandem Hilir Satu Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli serdang dan apakah konsekuensinya atau kepastian hukum bagi pihak yang yang melakukannya.

Selanjutnya, untuk menjawab rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini, digunakan juga teori perlindungan hukum. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah. Dalam merumuskan prinsip- prinsip perlindungan hukum di Indonesia, landasannya adalah pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara. Konsepsi perlindungan hukum bagi rakyat di Barat bersumber pada konsep-konsep Rechtstaat dan “Rule of the Law”.

Soetjipto raharjo mengemukakan bahwa perlindungan hukum adalah adanya upaya untuk melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam kepentingan tersebut. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa salah satu sifat dan sekaligus merupakan tujuan dari hukum adalah memberikan pelindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Oleh karena itu, perlindungan hukum terhadap masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian hukum.20

20Soetjiptoraharjo, Permasalahan Hukum Di Indonesia, (Bandung:alumni, 1983), hal. 121

(31)

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional.21

Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum di samping yang lain- lain, seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum, Maka dalam penelitian ini disusun beberapa definisi operasional dari konsep- konsep yang akan digunakan agar tidak terjadi perbedaan pengertian yakni :

1. Jual beli adalah Transaksi antara satu orang dengan orang yang lain yang berupa tukar-menukar suatu barang dengan barang yang lain berdasarkan tata cara atau akad tertentu.

2. Akta dibawah tangan adalah Akta yang dibuat tidak di hadapan pejabat yang berwenang atau Notaris. Akta ini yang dibuat danditandatangani oleh para pihak yang membuatnya Apabila suatu akta di bawah tangan tidak disangkal oleh Para Pihak, maka berarti mereka mengakui dan tidak menyangkal kebenaran apa yang tertulis pada akta di bawah tangan tersebut, sehingga sesuai pasal 1857 KUH Perdata akta di bawah tangan tersebut memperoleh kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu Akta Otentik.

21Samadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta : Raja GrafindoPersada, 1998), hal. 86

(32)

3. Akta otentik adalah Akta yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang yang memuat atau menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pejabat umum pembuat akta itu.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia. Dengan demikian metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.22 Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang mengkaji studi dokumen, dalam hal ini menganalisis norma-norma hukum. Kemudian dalam penelitian ini akan dikolerasikan dengan metode penelitian hukum empiris, yaitu untuk melihat pelaksanaan norma hukum tersebut yang terkait dengan pelaksanaan dengan pelaksanaan jual beli tanah bersertifikat dibawah tangan di Desa Tandem Hilir Satu, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang.

Pendekatan penelitian yang dipergunakan terdiri dari pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk menganalisis aspek-aspek hukum dalam jual beli dan perjanjian dengan menggunakan

22 Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, (Yogyakarta: ANDI, 2000), hal.4

(33)

KUHPerdata dan UUPA dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan landasan analisis, sedangkan pendekatan konseptual digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang benar dan mendalarn tentang perjanjian yang terkait jual beli sertifikat tanah.

Adapun Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, metode deskriptif analitis adalah suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti secara lengkap, akurat, menyeluruh dan sistematis. Dengan kata lain penelitian deskriptif analitis mengambil masalah atau memusatkan perhatian kepada masalah-masalah sebagaimana adanya saat penelitian dilaksanakan, hasil penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya.23

2. Sumber Data

Data penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, sekunder maupun tertier yang dikumpulkan melalui studi dokumen, yaitu:

a. Data Pimer

Dalam penelitian ini data primer yang akan digunakan adalah terkait dengan pelaksanaan jual beli tanah bersertifikat dibawah tangan di Desa Tandem Hilir Satu Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.

Dalam hal ini akan dilakukan dengan metode wawancara pada pihak yang berwenang dengan metode wawancaranya adalah langsung melakukan

23 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, (Bandung: Alfabeta,2009), hal. 45

(34)

wawancara (interview) kepada subjek yang dituju dengan memberikan pertanyaan mengenai hal-hal substansi dalam penelitian ini.

b. Data Sekunder, terdiri dari : 1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah salah satu sumber hukum yang penting bagi sebuah penelitian ilmiah hukum yang bersifat yuridis normatif. Bahan hukum primer meliputi bahan hukum yang rnernpunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian.Bahan hukum yang difokuskan dalam penelitian ini adalah peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan hukum di bidang keperdataan khususnya hukum perjanjian.Bahan hukum yang digunakan adalah UUPA, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan dan memperkuat bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil karya pakar hukum, buku teks, buku bacaan hukum, jumal-jurnal, serta bahan dokumen hukum lain yang terkait dengan penelitian ini.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum penunjang yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukumsekunder, seperti

(35)

kamus hukum, ensiklopedia, kamus bahasa, artikel, sumber data elektronik, internet dan lain-lain yang relevan dengan penelitian ini.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dalam tahapan – tahapan sebagai berikut:

a. Penelitian kepustakaan (Library Research)

Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan kajian Legal Research dalam bentuk penelitian kepustakaan (Library Resarch), yaitu dengan mengumpulkan dan mempelajari serta menganalisa

ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum agraria.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian Lapangan dalam penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data pendukung yang terkait dengan penelitian ini, yaitu dengan mewawancarai beberapa informan terkait dengan Jual beli Tanah bersertifikat dibawah tangan di desa Tandem Hilir Satu Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian hukum ini sebagai berikut:

a. Studi dokumen

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen, bahan-bahan kepustakaan dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang dikemukakan, hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap terhadap setiap data.

(36)

b. Pedoman wawancara

Alat selanjutnya yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dengan menggunakan pedoman wawancara yang memuat daftar pertanyaan baik terstruktur maupun tidak terstruktur yang akan diajukan secaralisan dan tulisan kepada masyarakat di desa Tandem Hilir Satu Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deli Serdang dan Ketua Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia Kabupaten Deli Serdang .

4. Analisis Data

Analisis data merupakan bagian penting dari sebuah penelitian, yang wajib dilakukan oleh semua peneliti. Penelitian tanpa analisis data hanya akan melahirkan data mentah tanpa arti. Dalam penelitian ini, akan digunakan analisis data secara kualitatif. Analisis data secara kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mengsintesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.24

Dalam penelitian ini akan menggunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif. Cara Deduktif lebih dikenal dengan metode penarikan kesimpulan dari umum ke khusus.

Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi, yaitu dimulai dari hal- hal yang umum kepada hal-hal yang lebih khusus. Proses pembentukan kesimpulan deduktif dapat dimulai dari suatu dalil atau hukum menuju kepada hal - hal yang akhirnya konkrit.

24 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Remaja Rosdakarya, Bandung:

2009,) hal..248

(37)

25

BAB II

KEPASTIAN HUKUM JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN TANPA AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT)

A. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli Tanah 1. Jual Beli tanah Menurut Hukum Nasional

Berdasarkan perkembangan hukum kebendaan yang terjadi di Indonesia maka dapat dibedakan mengenai jual beli dan pengalihan haknya. Adapun berkaitan dengan pengelompokan kebendaan yang dikenal dengan benda tetap (immovable goods) dan benda bergerak (movable goods) memiliki lingkup pengaturan yang berbeda dalam halnya terjadinya peralihan hak dan mengeni jual beli itu sendiri.25

Sejak diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), UUPA menciptakan unifikasi di bidang hukum tanah yang didasarkan hukum adat.26 Oleh karena itu meskipun UUPA tidak mengatur secara khusus mengenai jual beli, dapat dipahami pengertian jual beli tanah dalam hukum tanah nasional adalah jual beli tanah dalam pengertian hukum adat mengingat hukum agraria yang berlaku adalah sebagaimana hal demikian termuat dalam Pasal 5 UUPA yang berbunyi :27

25 Arie S Hutagalung dan Suparjo Sujadi, Pembeli Beritikad Baik Dalam Konteks Jual Beli Menurut Ketentuan Hukum Indonesia”, Jurnal Hukum Dan Pembangunan I, 2005, hal.31

26 Sahat HMT Sinaga, Jual Beli Tanah Dan Pencatatan Peralihan Hak, (Bandung : pustaka Sutra, 2007), hal. 17

27 Penjelasan umum angka III butir (I) alinea 2 UUPA berbunyi : Dengan sendirinya hukum agraria baru itu harus sesuai dengan kesadaran hukum dari pada rakyat banyak. Oleh karena rakyat Indonesia sebagian besar tunduk pada hukum adat, maka hukum agraria yang baru tersebut akan didasarkan pula pada ketentuan- ketentuan hukum adat itu. Sebagai hukum yang asli, yang disempurnakan dan disesuaikan dengan kepentingan masyarakat dalam negara modrendan dalam hubungannya dengan dunia internasional .

Referensi

Dokumen terkait

Adapun yang tidak sesuainya yaitu dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 37 ayat 1 yang mana dalam kasus ini

Pendaftaran tanah sudah jelas diatur di dalam Peraturan Pemerintah bahwa jual beli tanah harus dibuktikan dengan suatu akta resmi atau otentik, yang dibuat oleh

Sepanjang data tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan (Pasal 32 ayat (1) PP No.24/1997), bahwa orang tidak dapat menuntut

Perlindungan hukum tersebut dengan jelas disebutkan dalam Pasal 32 ayat 2 PP 24/1997 bahwa suatu bidang tanah yang sudah diterbitkan sertifikatnya secara sah atas

Sejak berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, jual beli hak atas tanah yang belum bersertifikat yang tidak dibuat dengan akta PPAT, maka permohonan

Di dalam Pasal 37 ayat 1 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah disebutkan bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui

Sehubungan dengan hal diatas, pendaftaran tanah yang diselenggarakan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah P Nomor 24 Tahun 1997 belum cukup memberikan hasil yang