• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental. Metode penelitian meliputi pengumpulan sampel, pembuatan simplisia, pembuatan ekstrak etanol dari simplisia secara maserasi, pemeriksaan karakteristik simplisia, uji golongan senyawa kimia terhadap simplisia dan ekstrak etanol kulit buah semangka merah berbiji, pembuatan larutan uji ekstrak etanol kulit buah semangka merah berbiji dengan berbagai konsentrasi dan uji aktivitas antibakteri ekstrak etanolkulit buah semangka merah berbiji terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

3.1Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2016 sampai dengan Juni 2016 di Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.2Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alumunium foil, autoklaf (Webeco), beaker glass,biosafety cabinet (Astec HLF 1200 L), batang pengaduk, blender (Miyako), bunsen, cawan petri, cawan porselin, cawan porselin berdasar rata, desikator, erlenmeyer, inkubator (Memmert), jangka sorong, jarum ose, kapas steril, kertas perkamen, kompor (sharp), kurs porselin, lemari pendingin (Toshiba), lemari pengering, mikro pipet (Eppendorf), neraca analitik (Metler AE 200), oven (Fischer scientific), penangas air, pencadang kertas, pinset,

pipet tetes, rak tabung, rotary evaporator (Haake D), seperangkat alat destilasi, spatula, tanur (Gallenkomp), vortex (Health H-MV-300).

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah amil alkohol, alfa-naftol, asam asetat glasial, asam sulfat, asam klorida, akuades, besi (III) klorida, bismuth (III) nitrat, etanol 96%, eter, iodium, isopropanol, kalium iodida, kloralhidrat, kloroform, metanol, natrium hidroksida, natrium klorida, natrium sulfat anhidrat, raksa (II) klorida, serbuk magnesium, simplisia kulit buah semangka merah berbiji (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai), timbal (II) asetat.

3.2.3 Bakteri uji

Bakteri yang digunakan adalah bakteri Staphylococcus aureus ATCC 6538dan Escherichia coli ATCC 8939.

3.3Penyiapan Bahan Tumbuhan 3.3.1 Pengumpulan bahan tumbuhan

Pengambilan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tanaman yang sama dari tempat lain. Sampel yang digunakan adalah buah semangka merah berbiji dengan jumlah 10 buah. Kulit buah semangka merah berbiji yaitu, dengan berat basah 11,7 kg dan berat kering 455,62 g. Buah semangka berasal dari desa Tran, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

3.3.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhandilakukan oleh Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor.

3.3.3 Pengolahan kulit buah semangka merah berbiji

Kulit buah semangka merah berbiji dikumpulkan, dicuci dari pengotor dengan air mengalir sampai bersih, ditiriskan, dipotong dengan panjang lebih kurang 2 cm dan ketebalan 1 cm, ditimbang berat basah, dikeringkan di lemari pengering pada suhu 40-50°C. Ditimbang berat keringnya. Simplisia diserbukkan dengan menggunakan blender, disimpan di dalam wadah kering dan terlindung dari cahaya matahari.

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia 3.4.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik serbuk simplisia kulit buah semangka merah berbiji dengan mengamati warna, bau, rasa danbentuk.

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik

Serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan tutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop.

3.4.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluena). Cara penetapan: ke dalam labu alas bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling, didestilasi selama 2 jam. Toluena dibiarkan mendingin selama 30 menit dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 ml. Kedalam labu tersebut dimasukkan 5 g simplisia yang telah ditimbang seksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik, hingga sebagian air terdestilasi, dinaikkan kecepatan tetesan hingga 4 tetes tiap detik. Semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas

dengan toluena yang telah jenuh. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar, sehingga air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO., 1998).

3.4.4 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml air-kloroform dalam aquadest sampai 1 liter) dengan menggunakan botol bersumbat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sebanyak 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI., 1995).

3.4.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 95% dengan menggunakan botol bersumbat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sebanyak 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI., 1995).

3.4.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama Dimasukkan dalam krus porselen yang telah dipijar dan ditara. Krus dipijar

perlahan-lahan sampai arang habis. Pijaran dilakukan pada suhu 500-600°C selama 3 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (WHO, 1998). 3.4.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring dengan kertas saring, lalu dicuci dengan air panas. Kemudian residu dan kertas saring dipijarkan sampai diperoleh bobot tetap, didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI., 1995).

3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.5.1 Larutan pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam 20 ml air suling, kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit 2 g iodium dan dicukupkan dengan air suling hingga 100 ml (Depkes RI., 1980).

3.5.2 Larutan pereaksi Mayer

Sebanyak 1,36 g raksa (II) klorida, dilarutkan dalam 60 ml air suling, kemudian pada wadah lain sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 10 ml air suling. Kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI., 1980).

3.5.3 Larutan pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8 g bismuth(III) nitrat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat pekat. Pada wadah lain ditimbang sebanyak 27,2 g kalium

iodida yang dilarutkan dalam 50 ml air suling, kemudian kedua larutan dicampurkan dan didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan air suling hingga 100 ml (Depkes RI., 1980). 3.5.4 Larutan pereaksi Molisch

Sebanyak 3 g alfa-naftol ditambahkan beberapa tetes etanol kemudian dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga 100 ml (Ditjen POM RI., 1979).

3.5.5 Larutan pereaksi asam klorida 2 N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dalam air suling hingga 100 ml (Ditjen POM RI., 1979).

3.5.6 Larutan pereaksi asam sulfat 2 N

Sebanyak 5,4 ml asam sulfat pekat diencerkan dengan air suling hingga 100 ml (Ditjen POM RI., 1979).

3.5.7 Larutan pereaksi natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8,002 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml (Ditjen POM RI., 1979).

3.5.8 Larutan pereaksi Lieberman-Burchard

Sebanyak 20 bagian asam asetat anhidridadicampurkan dengan 1 bagian asam sulfat pekat dan 50 bagian kloroform. Larutan pereaksi harus dibuat baru (Harborne, 1987).

3.5.9 Larutan pereaksi besi (III) klorida 1% (b/v)

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml (Ditjen POM RI., 1979).

3.5.10 Larutan pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 gtimbal (II) asetat dilarutkan dalam air suling bebas karbondioksida hingga 100 ml (Ditjen POM RI., 1979).

3.5.11 Larutan kloralhidrat

Sebanyak 50 g kloralhidrat dilarutkan dalam 20 ml air suling (Depkes RI., 1995).

3.6 Uji Golongan Senyawa Kimia

Skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloida, glikosida, flavonoida, tannin, saponin, antrakinon dan steroida/triterpenoida.

3.6.1 Pemeriksaan alkaloid

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring.

Filtrat dipakai untuk uji alkaloid sebagai berikut:

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning.

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai kehitaman. c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi

Dragendorff, akan terbentuk endapan berwarna merah atau jingga.

Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari tiga percobaan diatas (Depkes RI., 1995).

3.6.2 Pemeriksaan glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia, disari dengan 30 ml campuran etanol 96% dengan air suling (7:3) direfluks selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M,

dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Kumpulan sari air ditambahkan natrium sulfat anhidrat, saring, kemudian diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50°C, sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sari air dalam metanol dimasukkan kedalam tabung reaksi selanjutnya diuapkan di atas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes larutan pereaksi molisch. Tambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya glikosida (Depkes RI., 1995).

3.6.3 Pemeriksaan flavonoida

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, kedalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah atau kuning jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.6.4 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1 %. Jika terjadi warna biru atau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966). 3.6.5 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, jika terbentuk buih setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang denganpenambahan1tetes asamklorida 2N

menunjukkan adanya saponin (Depkes RI., 1995). 3.6.6 Pemeriksaan antrakinon

Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditambahkan 5 ml asam sulfat 2 N dipanaskan, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzen, dikocok dan didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan disaring. Lapisan benzen dikocok dengan 2 ml natrium hidroksida 2 N, didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzen tidak berwarna menunjukkan adanya antrakinon (Depkes RI., 1995). 3.6.7 Pemeriksaan steroida/triterpenoida

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan 20 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Lieberman-Burchard). Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru kehijauan menunjukkan adanya steroida/triterpenoida (Harborne, 1987).

3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Buah Semangka Merah Berbiji

Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi. Sebanyak 300 g serbuk simplisia dimasukkan kedalam sebuah bejana, dituangi 75 bagian etanol 96%, ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, kemudian diserkai dan diperas. Dicuci ampas dengan etanol 96% secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Dipindahkan ke dalam bejana bertutup, dibiarkan ditempat sejuk terlindung dari cahaya selama 2 hari. Dienap tuangkan atau disaring (Ditjen POM RI, 1979). Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporatorpada temperatur ± 40°C sampai diperoleh ekstrak kental.

3.8 Sterilisasi Alat

Alat-alat yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri disterilkan terlebih dahulu sebelum dipakai. Alat-alat gelas yang mempunyai presisi dan media pertumbuhan bakteri disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit dan alat-alat gelas lainnya disterilkan didalam oven pada suhu 170oC selama 1 jam. Jarum ose dan pinset disterilkan dengan menggunakan lampu bunsen (Ditjen POM RI, 1995).

3.9 Pembuatan Media

3.9.1 Pembuatan media nutrient agar Komposisi: Lab-lemco powder 1,0 g

Yeast extract 2,0 g Peptone 5,0 g Sodium chloride 5,0 g Agar 15 g Cara Pembuatan:

Sebanyak 28 g media nutrient agar ditimbang dan dimasukkan kedalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan air suling sebanyak 1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut. Disterilkan di dalam otoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Oxoid, 1982).

3.9.2 Pembuatan media nutrient broth Komposisi: Lab lemco powder 1,0 g

Yeast extract 2,0 g Peptone 5,0 g Sodium chloride 5,0 g

Cara Pembuatan:

Sebanyak 13 g media nutrient broth yang sudah jadi ditimbang dan dilarutkan dengan air suling 1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut sempurna. Media dimasukkan dalam erlenmeyer steril yang bertutup dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Oxoid, 1982).

3.9.3 Pembuatan agar miring

Sebanyak 3 ml media nutrient agar cair, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diletakkan pada sudut kemiringan 30-45° dan dibiarkan memadat, kemudian disimpan di lemari pendingin (Lay, 1994).

3.10 Pembiakan Bakteri 3.10.1 Pembuatan stok kultur

3.10.1.1 Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

Satu koloni bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia colidiambil dengan menggunakan jarum ose steril lalu masing-masing ditanamkan pada media

nutrient agar miring dengan cara menggores, setelah itu diinkubasi dalam

inkubator pada suhu 37°C selama 18-24 jam (Ditjen POM RI., 1995). 3.10.1.2 Peremajaan bakteri

Satu koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose steril, lalu ditanam pada media NA miring dengan cara menggores, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 36-37oC selama 18-24 jam. Peremajaan ini dilakukan sebanyak 3 kali (Depkes RI, 1995).

3.10.1.3 Pembuatan larutan Standar McFarland No. 0,5

Sebanyak 0,05 ml larutan BaCl2 1% dicampur dengan 9,95 ml larutan H2SO4 1% dan dikocok homogen. Larutan Standart McFarland No.0,5 ini setara

dengan suspensi sel bakteri konsentrasi 108 CFU/ml (Difco and BBL Manual, 2009).

3.10.2 Pembuatan inokulum

3.10.2.1 Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

Koloni bakteri Staphylococcus aureus danEscherichia colidiambil dari stok kultur dengan jarum ose steril, lalu disuspensikan dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml larutan nutrient broth (NB), diinkubasi sampai didapat kekeruhan yang sama dengan larutan Standar Mc.Farland No.0,5, berarti konsentrasi bakteri adalah 108 CFU/ml, kemudian dilakukan pengenceran suspensi bakteri dengan memipet 0,1 ml inokulum bakteri dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi larutan nutrient broth (NB) sebanyak 9,9 ml dan divortex hingga homogen maka suspensi bakteri konsentrasinya sama dengan 106 CFU/ml.

3.11 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Etanol Kulit Buah Semangka Merah Berbiji

Sebanyak 5 g ekstrak etanol kulit buah semangka merah berbiji dilarutkan dengan DMSO 10% cukupkan hingga 10 ml. Konsentrasi ekstrak etanol adalah 500 mg/ml. Pengenceran dilakukan untuk memperoleh ekstrak etanol dengan konsentrasi 400, 300, 200, 100, 90, 80, 70, 60, 50, 40, 30, 28, 26, 24, 22 dan 20 mg/ml.

3.12 Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Semangka Merah Berbiji

Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, kemudian dituang media nutrient agar sebanyak 15 ml dengan suhu 45o-50oC. Selanjutnya dihomogenkan agar media dan suspensi bakteri tercampur rata dan

dibiarkan memadat. Diletakkan pencadang kertas diatas media padat yang telah diinokulasi bakteri lalu ditetesi 20 µl larutan uji ekstrak dengan berbagai konsentrasi.Demikian pulaDMSO 10% sebagai kontrol pelarut, akuades sebagai kontrol negatif dan penicilin 10 µg/ml sebagai kontrol positif dengan menggunakan mikropipet. Biarkan 15 menit, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 36-37oC selama 18 jam, setelah itu diukur diameter daerah hambatan di sekitar cakram dengan menggunakan jangka sorong.

Aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit buah semangka merah berbiji ditentukan berdasarkan konsentrasi hambat minimum. Konsentrasi hambat minimum adalah konsentrasi terendah ekstrak etanol kulit buah semangka merah berbiji yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji.

BAB IV

Dokumen terkait