• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kota Ungaran sebagai ibu kota Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah. Kota Ungaran berbatasan dengan Kota Semarang pada bagian utara, Kecamatan Bergas pada bagian selatan, Kabupaten Demak pada bagian timur dan Kabupaten Kendal pada bagian barat. Lokasi Kota Ungaran terletak pada 110’23’8” – 110’26’53” BT dan 7’5’32” - 7’10’19” LS (Gambar 4). Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Oktober 2014.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Sumber data primer dari hasil cek lapang, hasil wawancara dan kuesioner. Data Sekunder, baik berupa citra satelit, peta RTRW, jumlah penduduk, luas wilayah dan sebagianya diperoleh dari studi pustaka dan dari instansi pemerintah terkait. Adapun jenis dan sumber data yang dikumpulkan berdasarkan tujuan penelitian disajikan pada Tabel 3.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data primer dan sekunder. Pengumpulan data sekunder dilaksanakan dengan studi literatur dan pengambilan data pada instansi pemerintah terkait, yaitu DPU Kabupaten Semarang, Bappeda Kabupaten Semarang, BPS Kabupaten Semarang, Bagian Tata Pemerintahan Sekretaris Daerah Kabupaten Semarang dan DPPKAD Kabupaten Semarang. Pengumpulan data primer dilaksanakan dengan melakukan observasi lapang untuk memverifikasi tutupan lahan dan pembagian kuesioner. Jumlah titik pengecekan lapang diambil 2 titik pada tiap jenis penggunaan lahan dari 10 penggunaan lahan yang ada di 12 kelurahan. Dengan demikian jumlah titik pengamatan sebanyak 2 x 10 x 12 = 240 titik pengamatan lapang. Kuesioner dibagikan kepada 17 responden dengan teknik purposive sampling. Data pengamatan lapang tersaji pada Lampiran 10 dan Lampiran 11.

Proses identifikasi RTH pada penelitian ini dilakukan dengan mengintepretasi citra Quickbird tahun 2010 guna mendapatkan peta jenis penggunaan lahan. Data citraquickbirdtersaji pada Lampiran 12. Hasil intepretasi citra 2010 dilakukan pengkinian data dengan Google Earth per 01 Agustus 2013 untuk wilayah Kecamatan Ungaran Barat dan per 01 Juli 2014 untuk wilayah Kecamatan Ungaran Timur. Jenis penggunaan lahan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 10 jenis, yaitu penggunaan lahan pemukiman, fasilitas umum, tubuh air, sawah irigasi, sawah tadah hujan, tegalan, kebun campuran, semak belukar, rumput dan jalan dan lapangan parkir. Hasil identifikasi penggunaan lahan dari intepretasi citra selanjutnya diverifikasi kondisi sebenarnya dilapang melalui pengecekan lapang.

Pengecekan lapang terhadap hasil identifikasi dilaksanakan dengan teknik simple random sampling. Lokasi pengecekan menyebar acak di 12 kelurahan. Jumlah titik lokasi pengecekan secara keseluruhan sebanyak 240 titik. Pengecekan lapang dilakukan untuk pengambilan koordinat lokasi dengan alat GPS dan pengambilan dokumentasi dengan kamera. Hasil pengecekan digunakan untuk memverifikasi dan memperbaharui peta penggunaan lahan sesuai dengan kondisi eksisting. Pengecekan lapang juga dilakukan pada titik-titik prioritas yang dianggap mengalami perubahan penggunaan lahan. Beberapa titik lokasi tersebut diantaranya pembangunan perumahan di Kelurahan Leyangan dan Kelurahan Sidomulyo.

No Tujuan Jenis data Sumber

data Teknik analisis data Keluaran

2 Data jumlah penduduk BPS Pemilihan model pertumbuhan terbaik, linier, kudratik, eksponensial. Terpilih model kuadratik :

Kebutuhan RTH berdasar jumlah penduduk

Y= a+(b*X)+(c*X2)+e

Kebutuhan RTH = Jumlah penduduk x 20 m2

Data luas wilayah Bappeda Calculate geometry data atribut peta

landuse.

Kebutuhan RTH = Luas x 30% Interpretasi visual,Overlay,Query

data atribut, Klasifikasi/reclassify data atribut, pengecekan lapang

(2x10x12=240 titik)

Peta penggunaan lahan, Peta distribusi RTH publik dan privat eksisting Kota Ungaran, Luasan RTH

Menganalisis

kebutuhan RTH Kota Ungaran

Peta administrasi, peta

landuse, citra

Quickbird tahun 2010 danGoogle Earth

2014

DPU, Bappeda

Kebutuhan RTH berdasar luas wilayah

Mengdentifikasi dan menganalisis RTH eksisting

1

Tabel 3. Jenis dan Sumber Data Tiap Tujuan Penelitian

Tabel 3. (Lanjutan)

No Tujuan Jenis data Sumber data Teknik analisis data Keluaran

3 Data preferensi

stakeholder(kriteria pengembangan RTH)

SKPD, LSM dan pakar RTH

Analytical Hierarchy Process

(AHP)

Preferensistakeholder terhadap kriteria pengembangan RTH Bappeda, DPPKAD, Cek lapang 4 Menyusun arahan perencanaan RTH

Peta areal yang berpotensi untuk pengembangan RTH (hasil analisis 3)

Keluaran analisis 3

Analisis Spasial,Overlay peta areal yang berpotensi untuk pengembangan RTH dengan peta kebutuhan per kelurahan

Arahan perencanaan pengembangan RTH Kota Ungaran 5 Menyusun arahan perancangan RTH Peta arahan perencanaan pengembangan (hasil analisis 4) Keluaran analisis 4

Perancangan berbasisGreen Design (figure ground, landmark, linkage, RTH aktif dan pasif, konsep berdasar fungsi ekologis dan sosial budaya estetis serta konsep kearifan lokal alun- alun)

Arahan perancangan pengembangan RTH Kota Ungaran

Peta penggunaan lahan (hasil tujuan1), Data preferensi kriteria pengembangan RTH, Data aset daerah

Analisis spasial,Overlay,Query

data atribut,Polygon to Point, Proximity (Point Distance), Reclass(interval 300 m), Patch Analysis (Mean Shape Index), Reclass (luas minimal 250 m2)

Areal yang berpotensi untuk pengembangan RTH Menganalisis areal yang berpotensi untuk pengembangan RTH 18

Pengumpulan data preferensi stakeholder yang diproses pada analisis AHP ditentukan dengan metode purposive sampling. Teknik purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Teknik ini digunakan karena responden yang dipilih adalah responden yang memenuhi kriteria sesuai dengan tujuan penelitian. Kriteria pertama yaitu memiliki keahlian atau menguasai secara akademik bidang yang diteliti. Kriteria kedua yaitu memiliki reputasi kedudukan atau jabatan dan sebagai ahli pada bidang yang diteliti. Kriteria stakeholder tersebut diidentifikasi dengan rincian seperti tertera pada Tabel 4.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data jumlah penduduk 2002-2012, data luas wilayah, citra satelit quickbird 2010, peta landuse RTRW, data citraGoogleEarthakuisisi 01/08/2013 dan 01/07/2014, data hasil cek lapang, hasil wawancara dan hasil kuesioner. Alat yang digunakan diantaranya adalah GPS, kamera, blangko kuesioner dan laptop dengan software ArcGis, Quantum GIS Lisboa, Statistica, SketchUp, GoogleSketchUp, GoogleEarth, Adobe PhotoshopdanMS Office.

Metode Analisis Pemetaan dan Identifikasi RTH

Proses identifikasi dilakukan dengan klasifikasi penggunaan lahan di Kota Ungaran Kabupaten Semarang terhadap citra Quickbird tahun 2010 dan Google Earth 2014 dengan mempertimbangkan Peta Tutupan Lahan RTRW Kabupaten Semarang. Klasifikasi didapatkan dengan melakukan digitasi on screen menggunakan software ArcGis terhadap citra Quickbird tahun 2010. Jenis penggunaan lahan yang digunakan dalam proses identifikasi ini yaitu penggunaan lahan untuk pemukiman, fasilitas umum, tubuh air, semak belukar, rumput, sawah irigasi, sawah tadah hujan, tegalan, kebun campuran dan jalan/lapangan parkir.

Tabel 4. KriteriaStakeholder, Instansi, dan Jumlah Responden No Kriteria

Stakeholder

Asal Institusi, Lembaga dan Bidang Keahlian

Jumlah Responden

1 Kedudukan/jabatan Tapem SEKDA 1

2 Kedudukan/jabatan BAPPEDA 4

3 Kedudukan/jabatan DPU 3

4 Kedudukan/jabatan BLH 2

5 Kedudukan/jabatan DISTANHUT 2

6 Kedudukan/jabatan DPKAD 1

7 Pakar/akademisi Dosen UNDIP 2

8 LSM LP4D, Laskar Merah Putih 2

Hasil pemetaan dilakukan proses pengkinian data dengan menggunakan citra bersumber dari GoogleEarth. Ketersediaan data GoogleEarth dibagi dalam dua pengambilan citra yaitu tanggal 1 Agustus 2013 untuk wilayah Kecamatan Ungaran Barat dan 1 Juli 2014 untuk wilayah Kecamatan Ungaran Timur (Gambar 18). Untuk memvalidasi hasil identifikasi yang telah dilakukan maka dilanjutkan dengan proses pengecekan lapang. Hasil proses pengecekan lapang digunakan untuk pengkinian data dalam pemetaan eksisting RTH.

Analisis Kebutuhan RTH

Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk

Kebutuhan berdasarkan jumlah penduduk merupakan tahap pertama dalam proses analisis tahapan kebutuhan RTH Kota Ungaran. Tahap ini merupakan pencapaian antara dalam upaya menuju pencapaian tujuan utama penelitian. Untuk mengetahui kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk perlu diketahui data jumlah penduduk dalam hal ini diambil dari data sekunder menggunakan data BPS berupa Kecamatan Ungaran Barat Dalam Angka dan Kecamatan Ungaran Timur Dalam Angka (BPS, 2013). Dari data sekunder tersebut diperoleh data jumlah penduduk sampai dengan level kelurahan. Penentuan kebutuhan RTH mengacu pada ketentuan Permen PU 2008 untuk luas minimal RTH per jiwa yaitu seluas 20 m2 per jiwa. Rumusan kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk adalah sebagai berikut :

Kebutuhan RTH (ha)= Jumlah penduduk (jiwa) x Luas minimal RTH per jiwa Pada tahap awal analisis dilakukan pada data jumlah penduduk eksisting. Hasil perhitungan berdasarkan luas minimal RTH 20 m2per jiwa menggambarkan kebutuhan eksisiting RTH untuk keseluruhan Kota Ungaran. Untuk mengetahui kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk pada skala perencanaan 20 tahun kedepan dilakukan analisis terhadap prediksi pertumbuhan jumlah penduduk. Untuk menentukan model pertumbuhan penduduk maka dilakukan analisis pemilihan model pertumbuhan yang terbaik yaitu model yang memiliki nilai koofisien determinan (R2) tertinggi dan Standar Error (S) terendah. Model pertumbuhan yang dianalisis, yaitu model linier, model eksponensial atau model kuadratik. Berikut rumus untuk model pertumbuhan :

1. Model Linier Y = α + β1X + ε 2. Model Kuadratik Y = α + β1X + β2X2+ ε 3. Model Eksponensial Y = α *Eksp ( β1+β2X + ε) dimana :

Y : Jumlah penduduk pada tahun ke-n X : Waktu ke-n

α : Intersep

β1β2 : Konstanta (Koofisien determinan) ε :Standar Error/ Galat

Analisis pemilihan model pertumbuhan yang terbaik menggunakan data jumlah penduduk tahun 2002-2012. Proses diawali dengan membuat tabel data jumlah penduduk dan data tahun pada software exelkemudian dilakukan transfer data ke software statistica untuk dilakukan analisis untuk tiap model pertumbuhan. Hasil dari analisis masing-masing model dibandingkan dan dipilih model yang memiliki nilai R2 tertinggi dan nilai Standar Error (S) terendah. Setelah didapatkan model pertumbuhan terbaik maka model tersebut digunakan untuk melakukan prediksi jumlah penduduk 20 tahun kedepan. Dengan adanya data jumlah penduduk untuk prediksi 20 tahun, maka dapat diketahui prediksi kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk untuk 20 tahun kedepan.

Kebutuhan Berdasarkan Luas Wilayah

Kebutuhan berdasarkan luas wilayah merupakan tahap kedua dalam proses analisis tahapan kebutuhan RTH Kota Ungaran. Tahap ini merupakan upaya menuju pencapaian tujuan utama penelitian. Untuk mengetahui kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah dilakukan pendekatan analisis berdasarkan ketentuan luas minimal RTH untuk kota berdasarkan Undang-Undang Penataan Ruang yaitu sebesar minimal 30% dari luas wilayah kota. Rumus kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah adalah sebagai berikut :

Kebutuhan RTH (ha) = Luas wilayah kota (ha) x 30%

Analisis kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah dibagi berdasarkan proporsi jenis RTH yaitu RTH publik sebesar 20% dan RTH privat sebesar 10%. Kebutuhan RTH berdasarkan proporsi luas wilayah dianalisis pada tingkat kelurahan dan kecamatan untuk terciptanya distribusi RTH yang berimbang antar wilayah.

Analisis PreferensiStakeholder

Analisis preferensi stakeholder dilakukan untuk mengetahui prioritas pertimbangan/kriteria perencanaan pengembangan RTH sesuai dengan konsep Green Planning. Analisis dilakukan dengan pendekatan teknik Analytic Hierarchy Process (AHP). Proses analisis dimulai dengan menentukan hierarki yang dibagi dalam tujuan, kriteria dan sub kriteria. Pada analisis ini digunakan hirarki tidak penuh, yaitu hanya satu kriteria yang dikembangkan menjadi sub kriteria. Hal tersebut dilakukan atas dasar hasil masukan dari evaluasi awal dengan pakar terkait RTH. Hierarki dibagi dalam beberapa level atau tingkatan. Level pertama untuk menentukan tingkat distribusi pengembangan RTH apakah memusat atau menyebar. Pada level kedua merupakan kriteria yang dibagi atas 5 (lima) komponen. Komponen pada level kriteria tersebut adalah jarak terhadap pusat kegiatan, kearifan lokal, bentuk kota, fungsi kawasan dan wilayah administratif. Untuk level ketiga merupakan sub kriteria pengembangan dari salah satu kriteria pada level sebelumnya dalam hal ini kriteria jarak. Sub kriteria terdiri dari 5 (lima), yaitu jarak terhadap pusat pemukiman, jarak terhadap pusat ekonomi, jarak terhadap pusat industri, jarak terhadap pusat transportasi dan jarak terhadap fungsi khusus. Struktur hirarki proses AHP tertera pada Gambar 5.

Pendekatan AHP menggunakan skala banding berpasangan (Saaty, 1993 dalam Suwarli 2011). Proses selanjutnya adalah menyusun kuesioner yang dibagikan kepada 17 responden dengan pemilihan berdasarkan teknik purposive sampling. Responden terdiri dari perwakilan pengelola yang terkait (SKPD/dinas), pakar RTH dan LSM / tokoh masyarakat pemerhati RTH. Perwakilan pengelola yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah DPU, BAPPEDA, BLH, DISTANHUT, DPPKAD, Bagian Tata Pemerintahan SEKDA Kabupaten Semarang dan LSM. Kuesioner disusun dengan membandingkan tiap kriteria pada tiap level dengan terlebih dahulu mengurutkan tingkat prioritas. Hal tersebut dilakukan untuk membantu responden dalam penilaian bobot sehingga mengurangi inkonsistensi jawaban. Tahap selanjutnya adalah menghitung tingkat prioritas berdasarkan bobot. Pada akhir proses dilakukan uji konsistensi dengan menghitung indeks konsistensi (CI), apabila hasil perhitungan memiliki nilai dibawah 0,1 maka dapat disimpulkan proses tersebut konsisten. Sebaliknya, jika nilai diatas 0,1 maka proses disimpulkan inkonsisten. Selain menghitung CI, dilakukan uji terhadap rasio indeks CI dibandingkan dengan indeks acak (RI) untuk mengetahui rasio konsistensi.

Penilaian kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan, untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat (Saaty, 1993dalamSuwarli 2011). Nilai perbandingan A dengan B adalah 1 (satu) dibagi dengan nilai perbandingan B dengan A. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 5.

Kriteria Pertimbangan dalam Pengembangan RTH berkonsepGreen City

Memusat

Fungsi Kawasan Jarak terhadap

pusat kegiatan

Bentuk Kota Kearifan lokal AdministrasiWilayah

Jarak terhadap Kawasan Fungsi khusus Jarak terhadap Pusat Pemukiman Jarak terhadap Pusat Ekonomi Jarak terhadap Pusat Industri Jarak terhadap Pusat Transportasi Tujuan Level I Distribusi Level III Sub Kriteria

Gambar 5. Hirarki Proses AHP Menyebar

Level II Kriteria

Kelas Aset Daerah 1 2 1 1 1 2 2 2 1 1 2

KelasLanduse 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1-2

Kelas Jarak 1-2 1-2 1-2 1-2 1-2 1-2 1-2 1-2 3-4 1-4 3-4 Kelas Luas Minimal 1-5 1-5 1-5 1-5 6 1-5 1-5 6 1-6 1-6 1-6

Kelas Bentuk 1 1 1 2-3 1-3 1 2-3 1-3 1-3 1-3 1-3

Kelas Pola Ruang 1-4 1-4 5-6 1-6 1-6 5-6 1-6 1-6 1-6 1-6 1-6

Kriteria/Variabel Prioritas

P3 P2

P1

Analisis Areal Yang Berpotensi Untuk Pengembangan RTH

Untuk menyusun perencanaan pengembangan RTH maka perlu diketahui areal yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai RTH. Analisis potensi areal untuk pengembangan RTH mengacu pada hasil analisis kebutuhan RTH berdasarkan proporsi luas wilayah untuk masing-masing kelurahan. Analisis ini mempertimbangkan kriteria priroritas penggunaan lahan, kriteria hasil analisis AHP (keberimbangan distribusi dan jarak terhadap pemukiman), kriteria luas minimal RTH berdasarkan skala pelayanan, kriteria kompleksitas bentuk lahan, kriteria pola ruang pada RTRW serta kriteria ketersediaan aset daerah pada wilayah kelurahan. Kriteria tersebut merupakan variabel yang digunakan dalam penyusunan prioritas dalam analisis potensi areal untuk pengembangan RTH. Penyusunan prioritas merupakan gabungan dari keseluruhan kriteria dengan mempertimbangkan keberimbangan distribusi antar wilayah kelurahan dan kecamatan. Untuk kelas prioritas 1 berpotensi untuk pengembangan RTH publik aktif-fungsi sosial budaya, prioritas 2 untuk RTH publik pasif-fungsi soisal budaya dan prioritas 3 untuk RTH publik pasif-fungsi ekologis. Penyusunan prioritas berdasarkan gabungan kriteria disajikan pada Tabel 6.

Nilai Keterangan

1 Kriteria A sama penting dengan kriteria B 3 A sedikit lebih penting dari B

5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 A mutlak lebih penting dari B

2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan Tabel 5. Skala Perbandingan dalam Mengekspresikan Pendapat

Sumber: Saaty, 1993dalamSuwarli (2011)

Kriteria Aset Daerah

Penguasaan lahan oleh pemerintah daerah berupa aset daerah diidentifikasi untuk melihat potensi lahan dalam mendukung rencana pengembangan RTH. Data yang digunakan dalam identifikasi ini berupa data tabular yang bersumber dari Dinas PPKAD Kabupaten Semarang. Proses identifikasi terhadap aset daerah dilakukan dengan memilih aset-aset yang memiliki fungsi penggunaan lahan sebagai RTH. Hasil identifikasi aset daerah disusun berdasarkan sebaran lokasi per kelurahan. Hal tersebut untuk mengetahui distribusi ketersediaan aset daerah yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan RTH pada masing-masing wilayah kelurahan. Untuk penyusunan analisis potensi areal untuk pengembangan RTH, aset daerah dibagi menjadi 2 (dua) kelas yaitu kelas 1 jika pada wilayah kelurahan terdapat aset daerah dan kelas 2 jika wilayah kelurahan tidak terdapat aset daerah.

Kriteria Penggunaan Lahan (Landuse)

Pemilihan areal yang berpotensi untuk pengembangan RTH mempertimbangkan kriteria prioritas penggunaan lahan. Penggunaan lahan dibagi menjadi dua kelas, yaitu kelas 1 merupakan penggunaan lahan rumput dan semak belukar, sedangkan kelas 2 berupa penggunaan lahan tegalan dan kebun campuran. Kelas 1 merupakan prioritas pertama, jika areal pengembangan tidak mencukupi maka menggunakan tambahan dari kelas 2 sebagai prioritas kedua.

Kriteria Jarak

Analisis potensi areal untuk pengembangan RTH berdasarkan jarak terhadap pemukiman mempertimbangkan faktor kenyamanan pencapaian / aksesibilitas. Menurut Zhiyuanet al., (2014) jarak nyaman untuk mencapai RTH publik adalah 300 m. Analisis jarak ini menggunakan teknik proximity dengan tools point distance pada software ArcGis. Point Distance (PD) merupakan teknik analisis jarak berbasis titik (point). Jarak dihitung berdasarkan jarak diskrit, jarak terdekat horisontal antar titik pusat polygon (centroid). Data peta penggunaan lahan memiliki bentuk format polygon, untuk itu perlu konversi bentuk data polygon menjadi point. Konversi data dilakukan dengan teknik analisis geometri pada aplikasi Quantum Gis Lisboa. Perubahan data menjadi point mengacu pada centroid sebagai titik pusat polygon. Pertimbangan pemilihan centroid sebagai acuan dasar konversi oleh karena pertimbangan pengolahan data yang akan cukup besar jika tidak menggunakan centroid. Untuk penyusunan analisis potensi areal untuk pengembangan RTH, hasil analisis PD diklasifikasikan berdasarkan interval jarak 0-300 m (kelas 1), >300-600 m (kelas 2), >600-900 m (kelas 3) dan >900 m (kelas 4). Kelas 1 dan 2 berpotensi dikembangkan untuk RTH fungsi sosial budaya estetis, sedangkan kelas 3 dan 4 berpotensi dikembangkan untuk RTH fungsi ekologis. Peta potensi areal berdasarkan jarak tersaji pada Lampiran 7.

Kriteria Luas Minimal

Pertimbangan dalam analisis potensi areal untuk pengembangan RTH berdasarkan luas minimal adalah hierarki pelayanan RTH dari tingkat lingkungan

sampai dengan tingkat kota. Interval dalam klasifikasi mengacu pada standar kebutuhan RTH dari tingkat lingkungan sampai dengan tingkat kota menurut Peraturan Menteri PU No 5 tahun 2008, yaitu kelas 1 (≥144.000 m2), kelas 2 (≥24.000 m2- 143. 999 m2), kelas 3 (≥9.000 m2 –23. 999 m2), kelas 4 ( ≥1.250 m2 – 8.999 m2), kelas 5 (≥250 m2 – 1.249 m2) dan kelas 6 (≥50 m2 –249 m2). Kelas 1,2,3,4,5 berpotensi dikembangkan sebagai RTH aktif/pasif, sedangkan kelas 6 diprioritaskan untuk pengembangan RTH pasif. Peta potensi areal berdasarkan luas minimal tersaji pada Lampiran 8.

Kriteria Bentuk

Analisis areal untuk pengembangan RTH berdasarkan bentuk lahan dilaksanakan untuk mengetahui kompleksitas bentuk. Kompleksitas bentuk ini akan mempengaruhi rencana dan rancangan pengembangan RTH. Analisis kompleksitas bentuk dilakukan dengan teknik Patch Analysis. Patch Analysis (PA) merupakan teknik analisis terhadap indeks lanskap. Salah satu indeks lanskap yang digunakan untuk proses ini adalah indeks kompleksitas bentuk yaitu Mean Shape Index (MSI). Kompleksitas rendah untuk sebuah polygon tercapai jika nilai MSI mendekati nilai 1. Bentuk yang memiliki kompleksitas rendah akan cenderung memiliki pola aktivitas dan pola fungsi yang berbeda dengan yang memiliki kompleksitas tinggi. Kecenderungan bentuk dengan kompleksitas rendah dapat dimanfaatkan sebagai RTH dengan pola aktivitas aktif dan pola fungsi sosial budaya. Bentuk kompleksitas tinggi cenderung dimanfaatkan untuk aktivitas pasif dan pola fungsi ekologis. Hasil analisis MSI akan dibagi dalam beberapa kelas, yaitu kelas 1 dengan nilai MSI 1,0-1,4; kelas 2 dengan nilai MSI

1,5-2,0; kelas 3 nilai MSI >2,0. Kelas 1 merupakan bentuk lahan dengan potensi

pengembangan RTH aktif, sedangkan kelas 2 dan 3 untuk potensi pengembangan RTH pasif. Peta areal berpotensi untuk pengembangan tersaji pada Lampiran 9.

Kriteria Pola Ruang

Pola ruang RTRW merupakan rencana pemerintah daerah dalam membagi wilayah berdasarkan fungsi kawasan baik fungsi lindung maupun fungsi budidaya. Kriteria pola ruang merupakan hasil analisis overlay peta landuse dengan peta pola ruang RTRW. Untuk penyusunan analisis potensi areal untuk pengembangan RTH, kriteria pola ruang dibagi menjadi beberapa kelas mengacu pada RTRW yaitu kelas 1 untuk kawasan lahan kering, kelas 2 untuk kawasan lahan basah, kelas 3 untuk kawasan tanaman tahunan, kelas 4 untuk kawasan hutan produksi/hutan produksi terbatas, kelas 5 untuk kawasan pemukiman dan kelas 6 untuk kawasan industri. Kelas 1-4 menjadi prioritas pertama, sedangkan kelas 5-6 menjadi prioritas kedua dalam pengembangan RTH.

Arahan Pengembangan RTH

Pengembangan RTH di Kota Ungaran menggunakan pendekatan atribut utama Kota Hijau yaitu atributgreen planning and design dan atribut green open space(pemenuhan luas RTH 30%).

PendekatanGreen Planning

Green Planning merupakan pendekatan perencanaan yang mendukung konsep perencanaan berkelanjutan. Pengembangan berbasis atribut Green Planningbertujuan untuk menghasilkan pola dan struktur ruang yang mendukung Kota Ungaran menujuGreen City.

Pertimbangan kriteria yang mendasari perencanaan pengembangan RTH berbasisgreen planningdi Kota Ungaran adalah :

1. Distribusi RTH yang berimbang antar wilayah kelurahan dan kecamatan. 2. Penggunaan lahan jenis rumput, semak belukar, tegalan dan kebun

campuran menjadi prioritas dalam pemenuhan kebutuhan RTH.

3. Luas minimal RTH 250 m2 untuk kebutuhan tingkat lingkungan (Kementerian PU, 2008).

4. Jarak optimum RTH terhadap pemukiman sejauh 300 m (Zhiyuan et al., 2014).

5. Kompleksitas bentuk lahan dengan pendekatan indeks MSI (Patch Analysis) terkait pola aktivitas RTH yang akan dikembangkan (Yuhonget al., 2014). 6. Potensi lahan pada pola ruang RTRW dan penguasaan aset daerah.

Proses penyusunan arahan pengembangan RTH berbasis green planning, mengolah hasil analisis pada tujuan 1-3 menjadi dua bagian yaitu pertama, arahan pengembangan RTH publik yang berfokus pada penambahan lahan baru untuk pemenuhan luas minimal dan mengacu pada pertimbangan gabungan kriteria/variabel green planning. Bagian kedua merupakan pengembangan RTH privat yang mengacu pada hasil analisis potensi lahan dengan fokus menjaga keberadaan areal yang ada untuk mendukung terciptanya lahan pangan berkelanjutan.

Arahan pengembangan RTH publik dibagi dalam tiga alternatif, pertama pengembangan RTH publik berdasarkan hasil prioritas potensi areal yang mengacu kepada gabungan kriteria/variabel green planning. Alternatif kedua, merupakan arahan pengembangan RTH publik dengan upaya mengajukan alih fungsi Hutan Produksi (HP) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) menjadi Taman Hutan Raya (TAHURA) dengan didukung optimalisasi aset daerah yang difungsikan sebagai RTH publik. Alternatif ketiga merupakan alih fungsi 70% luas HP/HPT menjadi TAHURA ditambah optimalisasi 70% aset daerah serta pengadaan lahan baru mengacu hasil analisis potensi lahan pada alternatif

Dokumen terkait