• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk data deret waktu (time series) selama 24 tahun, yaitu periode tahun 1989 hingga 2012. Sumber data yang diperoleh berasal dari Badan Pusat Statistik, Direktorat Jendral Perkebunan Kementrian Pertanian Republik Indonesia (Ditjenbun Kementan RI), United Nations Commodity of Trade (UN Comtrade), United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD),

International Monetary Fund (IMF), United States Department of Agriculture

(USDA), Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Keuangan, penelitian terdahulu, jurnal-jurnal penelitian, buku, serta literatur-literatur yang berkaitan dengan daya saing dan perdagangan imternasional CPO. Data-data sekunder yang digunakan meliputi volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda, nilai ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda, nilai ekspor total CPO Indonesia ke India dan Belanda, harga ekspor CPO, harga minyak kedelai dunia, kurs rupiah terhadap dollar Amerika, dan nilai RCA CPO Indonesia di pasar India dan Belanda.

Tabel 5 Jenis dan Sumber Data

Variabel Simbol data Sumber data

Volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda

Y UN Comtrade

Nilai ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda

Xij UN Comtrade

Nilai ekspor total Indonesia di India dan Belanda

Xt UN Comtrade

Nilai ekspor CPO dunia di India dan Belanda

Wij UN Comtrade

Nilai ekspor total dunia di India dan Belanda

Wt UN Comtrade

Harga ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda

X1 UN Comtrade

Harga minyak kedelai dunia X2 UNCTAD

Kurs rupiah terhadap dollar Amerika X3 IMF

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif dan metode kuantitatif. Metode deskritif digunakan untuk menginterpretasikan data-data mengenai perkembangan ekspor dan daya saing CPO Indonesia di India dan Belanda. Metode kuantitatif yang digunakan yaitu metode RCA (Revealed Comparative Advantage) untuk menganalisis daya saing dan metode

berpengaruh terhadap volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda. Proses pengolahan data dilakukan menggunakan software microsoft excel 2013 dan software SPSS 20.

Analisis Daya Saing Revealed Comparative Advantage (RCA)

Konsep RCA diperkenalkan oleh Balassa (1965). Metode RCA digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif suatu komoditi di suatu negara dengan membandingkan pangsa atau rasio ekspor komoditi negara dengan rasio ekspor dunia atas komoditi tersebut. Penelitian ini mengukur daya saing ekspor komoditi CPO Indonesia di pasar India dan Belanda. Variabel yang diukur dalam metode ini adalah membandingkan nilai ekspor CPO Indonesia terhadap nilai total ekspor Indonesia di pasar India dan Belanda dengan nilai ekspor CPO dunia ke pasar India dan Belanda terhadap total ekspor dunia ke pasar India dan Belanda.

RCA =

Keterangan:

RCA = Tingkat daya saing CPO Indonesia di negara tujuan ekspor Xij = Nilai ekspor CPO Indonesia di negara tujuan ekspor

Xt = Nilai ekspor total Indonesia di negara tujuan ekspor Wij = Nilai ekspor CPO dunia di negara tujuan ekspor Wt = Nilai ekspor total dunia di negara tujuan ekspor

Nilai RCA berkisar dari nol sampai tak hingga. Jika nilai RCA > 1, berarti suatu negara memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia sehingga komoditi tersebut memili daya saing kuat. Jika nilai RCA < 1, berarti suatu negara memiliki keunggulan komparatif dibawah rata-rata dunia sehingga suatu komoditi memiliki daya saing lemah.

Analisis Linier Berganda

Analisis regresi adalah studi tentang hubungan antara variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen, dengan tujuan untuk mengestimasi dan/atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Gujarati 2006). Faktor yang diduga berpengaruh terhadap volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda adalah harga ekspor CPO, harga minyak kedelai dunia, kurs rupiah terhadap dollar Amerika, dan nilai RCA CPO Indonesia di India dan Belanda. Persamaan regresi untuk faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda adalah sebagai berikut:

Y = β0+ β1X1+ β2X2+ β3X3+ β4X4+ β5D1+ ε

Model yang digunakan diubah dalam bentuk logaritma untuk memperoleh elastisitas atau presentase perubahan variabel dependen terhadap variabel independen, sehingga model regresi adalah sebagai berikut:

Keterangan :

Y = Volume ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan ekspor (Ton) X1 = Harga ekspor CPO Indonesia ke negaratujuan ekspor (US$/Ton) X2 = Harga minyak kedelai dunia (US$/Ton)

X3 = Kurs rupiah terhadap dollar Amerika (Rp/US$) X4 = Nilai RCA CPO Indonesia di negara tujuan ekspor

D1 = Dummy (1 = Setelah penerapan pajak progresif; 0 = Sebelum penerapan pajak progresif)

β0 = Konstanta

ε = Galat

β1...β5 = Koefisien dugaan dari variabel independen

Kesesuaian model (goodness of fit) diukur dengan nilai koefisien determinasi (R2). Nilai koefisien determinasi menyatakan proporsi atau presentase dari total variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen dan menunjukkan besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai R2 adalah antara nol dan satu. Semakin tinggi nilai R2, maka semakin besar variasi yang dijelaskan oleh model (Grafen and Hails 2002). Pengujian Asumsi OLS

Penaksir OLS merupakan penaksir tak bias linear terbaik atau disebut dengan BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Penaksir OLS mempunyai sifat linear, tidak bias, dan memiliki nilai varian paling kecil dalam kelompok penaksir tak bias linear dari sebuah parameter (Gujarati 2006). Jika asumsi normalitas, linearitas, independen, dan homogenitas tidak terpenuhi, maka tingkat signifikansi yang diperoleh menjadi tidak valid (Grafen and Hails 2003). Agar model memiliki sifat BLUE, maka dilakukan pengujian-pengujian sebagai berikut:

1. Uji normalitas digunakan untuk menguji distribusi error term. Jika error term berdistribusi secara normal, maka model memenuhi asumsi normalitas. Pengujian normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan analisa grafik melalui uji P-Plot dan histogram (Grafen and Hails 2002).

2. Uji multikolinearitas merupakan uji untuk mengukur adanya hubungan linier diantara variabel bebas dalam suatu model regresi linier berganda. Multikolinearitas menyebabkan nilai R2 menjadi tinggi, akan tetapi sedikit variabel yang signifikan dan arah koefisien variabel menjadi tidak valid untuk diinterpretasi secara teori ekonomi. Deteksi multikolinearitas dapat dilakukan dengan menghitung Variance Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF < 10, berarti tidak terdapat multikoneliaritas (Gujarati 2006).

3. Uji autokorelasi digunakan untuk mengukur korelasi antar variabel bebas. Autokorelasi menyebabkan penaksir OLS tidak efisien karena tidak lagi memiliki varian terkecil, meskipun OLS masih linier dan tak bias. Konsekuensi lainnya yaitu varians taksiran dari estimator OLS bersifat bias sehingga uji gabungan dan parsial menjadi tidak andal. Terdapat tiga metode yang dapat digunakan untuk menguji autokorelasi, yaitu metode grafis, uji Durbin Watson, dan uji run. Deteksi autokorelasi pada model regresi linier berganda dengan uji Durbin Watson adalah seperti pada tabel berikut:

Tabel 6 Uji Durbin Watson

Hipotesis nol Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 <Dw<dL

Tidak ada autokorelasi positif Tak ada keputusan 0 ≤ Dw ≤ dU

Tidak ada autokorelasi negatif Tolak 4- dL<Dw< 4 Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada

keputusan

4- dU<Dw<

4-dL

Tidak ada autokorelasi positif atau negatif

Jangan tolak dU <d< 4- dU Sumber: Gujarati 2006

4. Uji heteroskedastisitas adalah uji untuk mendeteksi adanya variasi dari varian galat dari setiap observasi. Konsekuensi heterokedastisitas yaitu estimator OLS masih linear dan tak bias, tapi tidak lagi efisien, karena tidak lagi memiliki varians minimum. Heteroskedastisitas menyebabkan pengujian hipotesis yang biasa tidak bisa diandalkan. Deteksi heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan grafis residu.

Pengujian Hipotesis Gabungan dan Parsial

Pengujian hipotesis gabungan digunakan untuk mengetahui apakah seluruh variabel independen yang diuji secara simultan atau bersama-sama berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel independen (Gujarati 2006). Hipotesis pengujian dinyatakan sebagai berikut:

H0: β1= β2= ...= β9 = 0

H1: paling sedikit ada satu β yang tidak sama dengan nol

Uji statistik yang digunakan adalah uji F dengan kriteria sebagai berikut. Jika P-value < α (tolak H0), maka variabel independen yang diuji secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sebaliknya jika P-value > α (terima H0), maka variabel independen yang diuji secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Pengujian hipotesis parsial digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel dependen (Gujarati 2006). Hipotesis pengujian dinyatakan sebagai berikut:

H0: βi = 0

H0: βi ≠ 0

Uji statistik yang digunakan adalah uji t. Jika P-value < α (tolak H0), maka variabel independen yang diuji secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sebaliknya jika P-value > α (terima H0), maka variabel independen yang diuji secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Hipotesis Variabel Penjelas

Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda. Variabel yang digunakan pada analisis ini yaitu harga ekspor CPO, harga minyak kedelai dunia, kurs rupiah terhadap dollar Amerika, dan nilai RCA CPO Indonesia di pasar India dan Belanda.

a. Nilai RCA CPO Indonesia diduga lebih dari satu (RCA > 1), artinya Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada CPO sehingga memiliki daya saing kuat di pasar India dan Belanda.

b. Harga ekspor CPO diduga berpengaruh negatif terhadap ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda. Artinya semakin tinggi harga ekspor CPO, maka semakin rendah volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda.

c. Harga minyak kedelai duniadiduga berpengaruh positif terhadap harga volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda. Semakin tinggi harga minyak kedelai dunia, maka semakin tinggi volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda.

d. Kurs rupiah terhadap dollar Amerika diduga berpengaruh positif terhadap harga volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda. Artinya semakin tinggi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, maka semakin tinggi volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda.

e. Nilai RCA CPO Indonesia diduga berpengaruh positif terhadap harga volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda. Artinya semakin tinggi nilai RCA CPO Indonesia, maka semakin tinggi volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda.

f. Pajak progresif ekspor CPO diduga berpengaruh positif atau negatif terhadap harga volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda. Artinya pajak progresif ekspor CPO akan meningkatkan atau menurunkan volume ekspor CPO Indonesia ke India dan Belanda sesuai dengan dinamika harga referensi CPO.

Definisi Operasional

a. Minyak kelapa sawit (CPO) merupakan hasil olahan dari buah segar kelapa sawit yang dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit.

b. Harga ekspor minyak sawit (CPO) merupakan hasil bagi antara total nilai ekspor dengan volume ekspor dan dinyatakan dalam satuan dollar Amerika per ton (US$/ton).

c. Harga minyak kedelai dunia merupakan harga minyak kedelai di pasar internasional, dinyatakan dalam satuan dollar Amerika per ton (US$/ton). d. Kurs rupiah terhadap dollar Amerika merupakan perbandingan dari

perubahan mata uang Amerika terhadap mata uang Indonesia, dinyatakan dalam satuan rupiah per dollar Amerika (Rp/US$).

e. Pajak progresif merupakan tarif yang dikenakan terhadap komoditi minyak kelapa sawit. Pajak ekspor dinyatakan dalam persen.

Dokumen terkait