• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian dengan metode yuridis empiris, yang disebabkan penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan yuridis normatif, penelitian ilmu hukum empiris bertujuan untuk mengetahui hubungan antara aturan hukum yang satu dengan aturan hukum yang

40Pasal 1 angka 3 Undang-undang No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

41Pasal 1 angka 4 Undang-undang No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

42Pasal 1 angka 5 Undang-undang No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

43Pasal 1 angka 6 Undang-undang No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

44Pasal 1 angka 7 Undang-undang No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

lainnya.45 Serta bertujuan untuk mengetahui perbuatan masyarakat dari sudut sosiologis dalam menggunakan hukum dalam setiap tindakan serta perbuatannya.

Sifat dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, bersifat deskriptif analisis maksudnya “dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan”.46

Penelitian ini bersifat penelitian non doktrinal, dimana penelitian non doktrinal yang dikenal dengan istilah asing “ sosial legal research” banyak tertuju ke permasalahan keefektifan hukum. Tentu saja dikaji dalam kaitannya dengan persoalan fungsi dan tujuan hukum dalam suatu suprasistem sosial. Dalam hal ini dipersoalkan dan dikaji fungsi hukum dalam sistem kehidupan sebagai pengontrol kelangsungan tertib sosial ataukah sebagai penggerak perubahan-perubahan struktural dalam sistem. Dalam fungsinya seperti itu manakah yang lebih mempengaruhinya, yaitu subsistem kultur (tata nilai) ataukah subsistem politik. Dan dalam hubungan ini melalui pengamatan- pengamatan apakah yang dapat didiskripsikan dan disimpulkan mengenai hukum. Hukum itu merupakan refleksi nilai-nilai yang hidup dan terkandung secara utuh dalam budaya rakyat atau masyarakat.47

45Bahder Johan Nasution, Op,cit. Hal 123

46Mahyani, Proposal Penelitian dengan Judul analisis yuridis perlunasan utang debitor pailit yang objek jaminannya milik pihak ketiga, 2013, hal 26

47Abdul Muis, Pedoman Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum,Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 1990, hal 45.

Dikatakan ini penelitian non doktrinal (penelitian yuridis normatif), karena penelitian ini berusaha untuk mengetahui legalitas pembangunan masjid dan musholla di tanah Perkebunan PTPN IV Unit Kebun Pabatu, karena pembangunan masjid tersebut dan musholla tidak sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik serta Undang-undang Nomor. 41 tahun 2004 tentang Wakaf.

2. Sumber Data

Sebagai data dalam penelitian ini digunakan data primer sebagai data utama dan menggunakan data sekunder sebagai data yang dapat menunjang keberadaan data primer tersebut, adapun kedua data tersebut meliputi sebagai berikut:

a. Data Primer

Yaitu data yang didapatkan dari hasil riset dalam bentuk observasi terhadap objek penelitian ini secara langsung, dimana observasi tersebut berusaha menggali data-data secara langsung dari Perkebunan PTPN IV Unit Kebun Pabatu dimana penelitian ini dilaksanakan. Data primer dapat diperoleh baik hasil dari wawancara, dialog, interviuw.48

b. Data Sekunder

Yaitu data yang bersumber dari bahan pustaka yang merupakan data dasar yang digolongkan sebagai data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier.

1) Bahan Hukum Primer.

48Ibid, Hal 4.

Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya Undang-Undang No. 42 tahun 2006 Tentang Perwakafan serta Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang perwakafan, selain itu didukung juga melalui Undang-undang Pokok Agraria (Undang-undang-Undang-undang No. 5 Tahun 1960), Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996, Undang-undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

2) Bahan Hukum Sekunder.

Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil-hasil seminar, hasil-hasil karya dari kalangan hukum, serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan pembanguan fasilitas umum diatas tanah hak guna usaha pada Perkebunan PTPN IV Unit Kebun Pabatu.

3) Bahan Hukum Tertier.

Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.

c. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan melalui tahap-tahap penelitian antara lain:

a. Studi Kepustakaan (Library Research).

Studi Kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

b. Wawancara.

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan peneletian dengan cara tatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan panduan wawacara.

Sehingga penelitian ini berusaha menggali informasi dari para narasumber yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu pengelola fasilitas umum di Perkebunan PTPN IV Unit Kebun Pabatu, serta pimpinan Unit Kebun Pabatu.

d. Analisis Data

Data mentah yang dikumpulkan dikelompokkan, dikatagorikan, dibuat penafsiran-penafsiran terhadap hubungan antara fenomena-fenomena yang terjadi dan membandingkan dengan fenomena yang lain di luar penelitian. Kemudian ditarik kesimpulan, implikasi-implikasi dan saran-saran.49

Analisa data adalah mengelompokkan data, membuat suatu urutan, kualitatif serta menyingkatkan data sehingga mudah untuk membaca data tersebut. Menurut Patton melalui buku Lexy J. Moleong sebagai berikut:

“Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar”.50Dari pernyataan tersebut di atas dapatlah ditarik garis bahwa analisis data bermaksud

pertama-49Abdurrozaq Hasibuan, Op.cit, hal 68.

50Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi,PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007. hal 280.

tama mengorganisasikan data. Data yang terkumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan dan tanggapan peneliti, gambar, foto, dokumen berupa laporan, biografi, artikel, dan sebagainya pekerjaan analisis data dalam hal ini ialah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode, dan mengkategorisasikannya.51

Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa analisis data adalah suatu upaya untuk mensistematika data, menganalisis data, hingga menarik kesimpulan, dan tahap-tahap tersebut dilakukan secara bertahap, maka penelitian ini pun dilakukan dengan tahap-tahap tersebut, dimana tahapan pertama dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai data yang berkaitan dengan pembangunan utilitas umum di tanah hak guna usaha milik perkebunan PTPN IV Unit Kebun Pabatu.

Proses pengumpulan data dalam penelitian ini, dilakukan dengan studi kepustakaan (library research) sebagai usaha pendukung dalam pengumpulan data dalam penelitian ini, sementara upaya yang utama dalam penelitian ini adalah observasi lapangan (observation research) untuk mendapatkan data pokok (materi inti) yang menjadi dasar utama di dalam penelitian ini. Setelah data terkumpul melalui 2 (dua) metode tersebut, maka data tersebut akan disusun secara sistematik, setelah itu akan ditarik kesimpulan atas data-data yang telah disusun tersebut.

Data yang telah disimpulkan tersebut akan dibahas pada bagian pembahasan serta akan diambil kesimpulan atau yang disebut juga dengan penarikan kesimpulan deduktif, selanjutnya akan diberi saran sebagai upaya pemberian solusi atas

51Ibid 280-281

permasalahan yang berusaha di pecahkan dalam penelitian ini, mengenai analisis yuridis terhadap pembangunan utilitas umum di tanah hak guna usaha milik PTPN IV Unit Kebun Pabatu. Kesimpulan-kesimpulan tersebut, akan memberikan pemahaman untuk langkah selanjutnya dalam hal pemberian saran.

Pemberian saran bagi sebuah penelitian sebagai wujud dari sifat penelitian itu sendiri yaitu menawarkan pemecahan suatu masalah yang tejadi. Masalah yang terjadi disebabkan oleh suatu kesenjangan antara teori-teori yang ada dengan praktek atau realita yang sebenarnya. Dimana dua sisi ini tidaklah sejalan atau telah terjadi sebuah keadaan yang saling bertolak belakang, atau dengan katakan lain das sein tidak sama dengan das solen.

Tersusunnya sebuah penelitian hukum secara sistematis, maka memberikan sebuah alur pikir yang sistematis pula, bagi para pemanfaat penelitian itu, baik bermanfaat secara teoritik maupun bermanfaat secara praktik, sebagaimana manfaat penelitian ini.

BAB II

STATUS HUKUM ATAS PEMBANGUNAN FASILITAS UMUM SEPERTI MASJID DI ATAS HAK GUNA USAHA PADA PERKEBUNAN PTPN IV

UNIT KEBUN PABATU A. Pengertian Pembangunan Secara Umum

Menurut beberapa pendapat para ahli, bahwa pembangunan itu dapat di defenisikan sebagai berikut:

Dissaynake (1984), mendefenisikan pembangunan sebagai suatu perubahan sosial yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup dari seluruh atau mayoritas masyarakat tanpa merusak lingkungan alam dan kultur tempat mereka dan melibatkan sebanyak mungkin anggota masyarakat dalam usaha ini dan menjadikan mereka sebagai penentu atas tujuan mereka sendiri.52

Dalam pembangunan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, maka diperlukan sebuah pembangunan dalam berbagai bentuk, baik pembangunan dalam bidang pendidikan, spiritual (religious), kesehatan, dan lain sebagainya. Bahwa pembangunan unsur-unsur yang meningkatkan taraf hidup masyarakat itu, diperlukan lahan atau tanah yang dapat digunakan untuk membangun infrastruktur gedung untuk pendidikan, spiritual, dan kesehatan tersebut.

Tanah menyediakan berbagai peluang dan pilihan bagi manusia untuk mencukupi kebutuhannya, sebidang tanah dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluannya. Diatas sebidang tanah manusia dapat membangun seluruh fasilitas kepentingan umum.53

52Pengertian pembangunan menurut para ahli,

http://www.slideshare.net/septianraha/pengertian-pembangunan-menurut-para-ahli, diakses pada tanggal 20 Juni 2014.

53 Syafruddin Kalo, Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, hal 6.

34

Pembangunan nasional,khususnya pembangunan untuk berbagai fasilitas kepentingan umum, memerlukan bidang tanah yang cukup dan untuk itu pengadaannya perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya. Maka pengadaan tanah tersebut dilakukan dengan memperhatikan peran tanah dalam kehidupan manusia dan prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah.54 Bagi Negara Republik Indonesia yang susunan perekonomiannya dan corak kehidupan masyarakatnya masih bersifat agraris, tanah mempunyai fungsi dan peranan yang sangat penting untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat seluruhnya.Agar fungsi dan peranan tersebut dapat terwujud, maka perlu adanya perombakan yang mendasar dan menyeluruh terhadap hukum agraria peninggalan zaman Hindia Belanda yang tidak sesuai lagi di alam kemerdekaan.perombakan telah dilakukan dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor: 5 Tahun 1960, Tentang peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau lebih terkenal dengan nama Undang-undang Pokok Agraria beserta semua peraturan pelaksanaannya.55

Sehingga keberadaan tanah, sangatlah dibutuhkan untuk pembangunan fasilitas umum yang menyangkut kebutuhan hidup umat banyak. Pembangunan masjid merupakan salah satu bentuk pembangunan kepentingan yang menyangkut kebutuhan masyarakat banyak dibidang keagamaan.

B. Status Tanah Masjid Yang Dibangun Diatas Tanah Hak Guna Usaha Milik PTPN IV Unit Kebun Pabatu

Tanah dimana tempat berdirinya masjid serta musholla yang berada di PTPN 1V Unit Kebun Pabatu, masih merupakan bahagian dari tanah Hak Guna Usaha Murni, dari Unit Kebun Pabatu tersebut, sehingga dengan berdirinya masjid dan musholla, tidak mengubah status tanah beralih menjadi suatu bentuk hak atas tanah yang lain, khususnya tanah wakaf.

Status tanah tempat berdirinya masjid di PTPN IV Unit Kebun Pabatu masih merupakan satu kesatuan dengan tanah hak guna usaha milik PTPN IV Unit Kebun

54Konsideran dari Keppres No. 55 Tahun 1993, di dalam Syafruddin Kalo, Ibid, hal 115.

55Ibid, hal 115.

Pabatu. Dalam artian lain, bahwa setiap masjid di tanah hak guna usaha Unit Kebun Pabatu belum memiliki sertipikat wakaf yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Serdang Bedagai setelah pemekaran atau Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang setelah pemekaran.

Berdasarkan hasil wawancara dengan M. Rasyid Lubis yang merupakan Admin Bagian SDM (Sumber Daya manusia) di Unit Kebun Pabatu:

“ Bahwa Masjid di PTPN IV ini, tidak memiliki sertipikat tanah wakaf atas masjid tersendiri, tetapi masjid tersebut masuk dalam sertipikat Hak Guna Usaha milik PTPN IV secara keseluruhan”.

Bahwa sudah sewajarnya masjid yang berdiri diatas tanah hak guna usaha tersebut dapat dijadikan tanah wakaf. Karena menurut Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik Jo. Undang-undang No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, yang dapat melakukan wakaf tidak hanya perorangan akan tetapi badan hukum Indonesia juga dapat mewakafkan tanah miliknya menjadi sebuah tanah wakaf.

Penegasan badan hukum dapat menjadi wakif disebutkan di dalam Pasal 3 ayat (1) No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik yang berbunyi sebagai berikut:

“Badan-badan hukum Indonesia dan orang atau orang-orang yang telah dewasa dan sehat akalnya serta yang oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum, atas kehendak sendiri dan tanpa paksaan dari pihak lain, dapat mewakafkan tanah miliknya dengan memperhatikan peraturan-peraturan yang berlaku”.

Dan ayat (2) selanjutnya menyatakan sebagai berikut:

“Dalam hal badan-badan hukum, maka yang bertindak atas namanya adalah pengurusnya yang sah menurut hukum”.56

Akan tetapi yang menjadi kunci utama berdirinya pembangunan masjid dan musholla pada Unit Kebun Pabatu, mempunyai orientasi kepentingan umat secara umum, dan kepentingan karyawan PTPN IV Unit Kebun Pabatu secara khusus.

Di dalam pembangunan masjid dan musholla di Unit Kebun Pabatu, tidak pernah dikenal tahapan-tahapan pendaftaran tanah wakaf untuk pembangunan masjid dan musholla atau kepentingan umum lain. Walaupun masjid dan musholla yang dibangun diatas tanah Hak Guna Usaha milik PTPN IV secara umum dan Unit Kebun Pabatu secara khusus.

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Rahmad Suhairi yang merupakan Assisten Bidang Sumber Daya Manusia/Humas Pada Unit Kebun Pabatu ialah:

“Bahwa masjid yang ada di Unit Kebun Pabatu yang berjumlah 7 Unit tersebut, yang tersebar diseluruh afdeling yang ada di Unit Kebun Pabatu tidak memiliki akta ikrar wakaf yang dikeluarkan oleh PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar wakaf) dan tidak memiliki akta ikrar wakaf ataupun sertipikat atas masjid di Unit Kebun Pabatu, sebagaimana masjid pada umumnya”.57

Sehingga keadaan tersebut, memberikan perbedaan yang tegas antara pembangunan masjid yang dibangun pada umumnya, yang mana pembangunannya berorientasi kepada peraturan Undang-undang yang berkaitan dengan tanah wakaf.

56Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik

57 Wawancara yang dilakukan pada tanggal 17 Mei 2004, di kantor Emplasment (Kantor Pusat) Unit Kebun Pabatu.

C. Pengelolaan/Kepengurusan Atas Masjid Dan Musholla Yang Berada Di PTPN IV Unit Kebun Pabatu

Salah satu keunikan dari berdirinya masjid dan musholla ini adalah, bahwa masjid dan musholla tersebut tidak diurus oleh suatu lembaga kenaziran yang bertugas untuk mengelola bentuk-bentuk harta wakaf seperti masjid dan musholla, di PTPN IV Unit Kebun Pabatu, yang mengurus masjid dan musholla itu langsung pegawai ataupun karyawan dari Unit Kebun Pabatu tersebut. Dimana karyawan yang bertugas khusus mengurusi masjid dan musholla tersebut dikatakan kadim, di dalam pertanggung-jawabannya seorang kadim atas tugas-tugasnya langsung kepada assiten atau kepala dari setiap afdeling, serta mandor I/ataupun krani yang merupakan sekretaris dan bendahara di dalam kepengurusan masjid tersebut.

Sebagaimana ditegaskan oleh Al-Kudri Noor yang merupakan Krani-I (Kepala Administrasi) pada bagian SDM unit Kebun Pabatu, dalam wawancara secara langsung, bahwa menurutnya:

“Nadzir (pengurus masjid) masjid di Unit Kebun Pabatu PTPN IV terdiri dari:

Ketua adalah Asisten yang memimpin setiap afdeling, sekretaris adalah Mandor-I, dan bendahara Krani-I dan kepengurusan tersebut, disesuaikan dengan masa tugasnya di afdeling tersebut, dimana biasanya masa tugasnya 2 tahun”.58

Kepengurusan masjid yang ada di PTPN IV Unit Kebun Pabatu, merujuk pada tanggung jawab atas tugas dari setiap pimpinan afdeling, sebagaimana yang telah

58 Wawancara yang dilakukan pada tanggal 17 Mei 2004, di kantor Emplasment (Kantor Pusat) Unit Kebun Pabatu.

disebutkan diatas. Sedangkan pelaksana harian kepengurusan masjid tersebut, diserahkan kepada kadim yang fokus tugasnya untuk mengurus masjid tersebut.

Pembangunan masjid diseluruh afdeling yang ada di Unit Kebun Pabatu menggunakan dana yang bersumber dari anggaran perkebunan Unit Kebun Pabatu di bantu anggaran dari Kantor Pusat PTPN IV yang terletak di Medan, dimana keseluruhan anggaran dana pembangunan masjid tersebut disetujui oleh direksi.

Selain itu adanya pemotongan gaji karyawan berdasarkan pangkatnya. Akan tetapi khusus untuk masjid di afdeling 3 (tiga) pembangunannya merupakan hasil swadaya masyarakat.

Pengurusan masjid pada PTPN IV Unit Kebun Pabatu sangatlah bertolak belakang dengan konsep pengurusan masjid pada umumnya, masjid pada umumnya yang merupakan kelembagaan perwakafan di dalam melakukan pengurusan terhadap objek harta wakaf, sudah barang tentu menunjuk nadzir yang merupakan lembaga resmi yang diakui oleh peraturan perundang-undangan dan dijelaskan keberadaannya di dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik sebagai berikut:

Pasal 6 ayat (1) menyatakan sebagai berikut:

Nadzir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4) yang terdiri dari perorangan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Warga Negara Republik Indonesia;

2. Beragama Islam;

3. Sudah dewasa;

4. Sehat jasmani dan rohaniah;

5. Tidak berada dibawah pengampuan;

6. Bertempat tinggal di kecamatan tempat letaknya tanah yang diwakafkan.

Ayat (2) menyatakan sebagai berikut:

Jika berbentuk badan hukum, maka nadzir harus memenuhi persyaratan berikut:

1. Badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;

2. Mempunyai perwakilan di kecamatan tempat letaknya tanah yang diwakafkan.

Baik nadzir perorangan maupun badan hukum, sama-sama harus didaftarkan pada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat setelah mendengar saran dari Camat dan Majelis Ulama Kecamatan untuk mendapatkan pengesahan.

Ayat (4) menyatakan sebagai berikut:

Jumlah nadzir yang diperbolehkan untuk sesuatu daerah seperti dimaksud dalam ayat (3), ditetapkan oleh Menteri Agama berdasarkan kebutuhan.

Mengenai jumlah nadzir yang diperbolehkan untuk satu unit perwakafan, ditegaskan dalam Pasal 219 ayat (5) Kompilasi Hukum Islam, yaitu sekurang-kurangnya terdiri atas 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya sepuluh orang yang diangkat oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat. Dan sebelum menjalankan tugasnya baik nadzir perorangan ataupun badan hukum wajib mengucapkan sumpah di hadapan Kepala Kantor Urusan Agama dimana harta wakaf tersebut berada, dan sumpah tersebut setidaknya dihadiri oleh dua orang saksi.

Pasal 7 ayat (1) menyatakan sebagai berikut:

Nadzir berkewajiban untuk mengurus dan mengawasi kekayaan wakaf serta hasilnya menurut ketentuan-ketentuan yang diatur lebih lanjut oleh Menteri Agama sesuai dengan tujuan wakaf.

Pengelola wakaf sebagaimana bunyi ketentuan umum dalam peraturan yang berkaitan dengan perwakafan dikatakan nadzir, sebutan tersebut secara penuh dan bulat bersumber dari istilah yang berlaku di dalam lingkungan istilah fikih. Selain sebutan nadzir banyak juga sebutan (fuqaha) yang menyebutnya mutawalli.

Kedua sebutan tersebut secara etimologis berasal dari kata nadzirayanzhuru dan tawallayatawalla dengan arti menjaga dan mengurus. Bila dilihat secara harfiah dari sudut defenisi makna kata nadzir itu, jelas dan tegas sebagaimana tugas dan tanggung jawab yang harus diemban bagi si nadzir. Nadzir di dalam menjalankan tugasnya selalu dibawah pengawasan Kantor Urusan Agama dimana tempat harta wakaf tersebut berada. Segala hal yang bersangkutan atas harta wakaf merupakan tanggung jawab penuh si nadzir, pelaksanaan tugasnya harus dilaporkan secara berkala sebagaimana aturan dibawah ini:

Ayat (2) menyatakan sebagai berikut:

Nadzir diwajibkan membuat laporan secara berkala atas semua hal yang menyangkut kekayaan wakaf sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pembuatan laporan yang dilakukan oleh nadzir atas kinerjanya mengurus serta menjaga harta benda wakaf, bahwa laporan tersebut, selain kinerja rutin yang harus tetap dilaksanakan para nadzir disaat menjalankan tugasnya, selain itu esensi laporan yang dibuat oleh nadzir tersebut, merupakan bentuk suatu pertanggung jawaban seorang nadzir, yang dapat dilihat secara berkala.

Pasal 8 menyatakan sebagai berikut:

Nadzir berhak mendapatkan penghasilan dan fasilitas yang besarnya dan macamnya ditentukan lebih lanjut oleh Menteri Agama.

Pasal diatas dipertegas juga keberadaannya melalui Pasal 222 Kompilasi Hukum Islam, bahwa nadzir di dalam menjalankan tugasnya berhak untuk mendapatkan penghasilan serta fasilitas, yang jenis dan jumlahnya ditentukan berdasarkan kelayakan saran Majelis Ualam Kecamatan dan Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat.

D. Dasar Hukum Pembangunan Masjid Dan Musholla Diatas Tanah Hak Guna Usaha Milik Perkebunan PTPN IV Unit Kebun Pabatu

Pembangunan masjid secara umum berorientasi kepada peraturan perundang-undangan tentang wakaf yaitu: Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf serta Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, dan apabila ada pengeluaran biaya atas administrasi pembangunan masjid secara umum yang merupakan tanah wakaf dikenakan biaya bukan kena pajak sebagaimana diatur di dalam Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 2013 tentang Jenis Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional.

Beranjak dari tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Untuk mencapai

tujuan tersebut, perlu menggali dan mengembangkan potensi yang terdapat dalam pranata keagamaan yang memiliki manfaat ekonomis.59

Salah satu langkah strategis untuk meningkatkan kesejahtraan umum, perlu meningkatkan peran wakaf sebagai pranata keagamaan yang tidak hanya bertujuan menyediakan berbagai sarana ibadah dan sosial, tetapi juga memiliki kekuatan

Salah satu langkah strategis untuk meningkatkan kesejahtraan umum, perlu meningkatkan peran wakaf sebagai pranata keagamaan yang tidak hanya bertujuan menyediakan berbagai sarana ibadah dan sosial, tetapi juga memiliki kekuatan

Dokumen terkait