• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juni 2014 di Sungai Pelawi Desa Pelawi, Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Analisis laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian, Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan dan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas 1 Medan.

Gambar 2. Lokasi Penelitian di Sungai Pelawi, Desa Pelawi, Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum Kabupaten Langkat, 2012).

LEGENDA

Skala 1 : 250.000

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah thermometer, keping Secchi, pH meter, GPS (Global Positioning System), bola duga, Eckman grab, kantong plastik, botol Winkler, labu Erlenmeyer, botol sampel, spuit, pinset, gelas ukur, kertas label, kertas millimeter, tali, timbangan digital, kamera, stopwatch, oven dan cool box.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel air yang diukur berdasarkan parameter fisika dan kimia, MnSO4, KOH-KI, H2SO4, Na2S2O3, amilum,

alkohol 96 %, aquades, alumunium foil, sampel substrat dan makrozoobenthos sebagai parameter biologi yang diidentifikasi sebagai bioindikator kualitas perairan.

Prosedur Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Purposive Random Sampling dengan penetapan 3 (tiga) stasiun yakni stasiun 1 terdapat aktivitas pertanian (perkebunan kelapa sawit), stasiun 2 terdapat aktivitas domestik (pemukiman penduduk) dan stasiun 3 terdapat aktivitas industri (pabrik latex).

Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dengan interval waktu 2 (dua) minggu. Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian lapangan yang meliputi pengukuran beberapa parameter fisika, kimia dan biologi perairan yaitu suhu, kecerahan, kekeruhan, kecepatan arus, pH, DO, BOD5 serta analisis di laboratorium

meliputi kepadatan makrozoobenthos, tekstur substrat, C-Organik substrat, Nitrat (NO3), Amoniak (NH3), Fosfat (PO4) dan Kalium (K+).

Deskripsi Stasiun Penelitian

Stasiun 1 : Sungai Pelawi di Desa Lama pada koordinat 4o 00' 02.29'' LU dan 98o 17' 44.31'' BT. Lokasi ini merupakan daerah dengan aktivitas pertanian (perkebunan kelapa sawit) (Gambar 3).

Gambar 3. Stasiun 1

Stasiun 2 : Sungai Pelawi di Desa Pelawi Utara pada koordinat 4o 00' 15.90'' LU dan 98o 17' 58.79'' BT. Lokasi ini merupakan daerah dengan aktivitas domestik (pemukiman penduduk) pada (Gambar 4).

Stasiun 3 : Sungai Pelawi di Desa Securai Utara pada koordinat 4o 00' 18.20'' LU dan 98o 18' 06.44'' BT. Lokasi ini merupakan daerah dengan aktivitas industri (pabrik latex) (Gambar 5).

Gambar 5. Stasiun 3

Pengambilan Sampel Air dan Substrat

Pengambilan sampel air dilakukan pada kedalaman 30 cm dari permukan air dan pada setiap titik diambil sebanyak 1000 ml sampel air dan dimasukkan ke dalam botol

polyetilen. Menurut Anwar (2007), bahwa pengambilan sampel air dilakukan pada

kedalaman 30 cm dari permukan air dan setiap titik diambil sebanyak 1000 ml sampel air yang dimasukkan dalam gelas penampung yang dilengkapi dengan penutup. Sampel air yang telah diambil kemudian dimasukkan ke dalam coolbox dan di bawa ke laboratorium untuk dianalisis.

Pengambilan substrat dilakukan menggunakan Eckman grab dengan mengeruk substrat dasar perairan. Sampel substrat yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk dianalisis tekstur substrat dan C-Organik substrat di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian.

Pengambilan Sampel Makrozoobenthos

Pengambilan sampel makrozoobenthos dilakukan dengan menggunakan Eckman

grab pada setiap stasiun pengamatan. Makrozoobenthos yang diperoleh di masukkan ke

dalam kantong plastik yang telah diberi label data stasiun pengamatan. Makrozoobenthos kemudian diawetkan menggunakan alkohol 96 %. Sampel diidentifikasi di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan. Setelah itu dilakukan penghitungan jumlah individu setiap jenis per satuan luas (ind/m2) dan berat kering (biomassa) per satuan luas (g/m2).

Analisis Data

Metode Storet (Storage and Retrieval)

Metode Storet merupakan salah satu metode untuk menentukan status mutu air pada setiap stasiun pengamatan. Metode Storet dihitung dengan mengikutsertakan data analisis semua parameter kualitas air yang diperoleh dan dibandingkan dengan baku mutu air menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001.

Analisis data kualitas air dengan metode Storet (Storage and Retrieval) dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Melakukan pengumpulan data kualitas air secara periodik sehingga membentuk data dari waktu ke waktu (time series data).

2. Membandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan peruntukannya.

3. Jika hasil pengukuran memenuhi baku mutu (hasil pengukuran ≤ baku mutu) maka diberi skor 0.

4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi baku mutu (hasil pengukuran > baku mutu) maka diberi skor tertentu sesuai dengan sistem dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air (Canter, 1977 diacu oleh Kep Men LH Nomor 115 Tahun 2003).

∑ Contoh *) Nilai Parameter

Fisika Kimia Maksimum -1 -2 <10 Minimum -1 -2 Rata-rata -3 -6 Maksimum -2 -4 >10 Minimum -2 -4 Rata-rata -6 -12

Ket *) : Jumlah Pengamatan (series data) yang digunakan dalam penentuan status mutu air

5. Jumlah skor dari seluruh parameter dihitung, selanjutnya dari total skor dapat ditentukan status mutu perairan dengan menggunakan sistem skor untuk mengetahui status kriteria mutu dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Penentuan Status Mutu Air berdasarkan Metode Storet

Skor Kriteria

0 Memenuhi Baku Mutu

-1 s/d -10 Tercemar Ringan -11 s/d -30 Tercemar Sedang

≥ -31 Tercemar Berat

Kurva ABC (Abudance and Biomass Comparison)

Metode kurva ABC merupakan salah satu metode yang prinsipnya melakukan perbandingan antara kepadatan dan biomassa makrozoobenthos. Metode kurva ABC memerlukan data biomassa (berat kering) dari sampel makrozoobenthos. Sampel dipanaskan pada suhu ± 105 oC selama 2 x 24 jam hingga diperoleh berat kering konstan. Metode kurva ABC dilakukan pada setiap stasiun melalui tahapan pembuatan kurva ABC sebagai berikut (Warwick, 1986):

a. Membuat daftar jumlah individu per satuan luas atau kepadatan (ind/m2) dan total biomassa per satuan luas (g/m2) dari masing-masing jenis makrozoobenthos.

• Kepadatan (K)

K = Jumlah Individu (ind)

Luas bukaan ���������� (23,8 cm x 22,8 cm) (cm2)

•Kepadatan Relatif (KR)

KR =K suatu spesies

K Total X 100% • Biomassa (Berat kering) (B)

B = Berat Kering (Biomassa)individu (g)

Luas bukaan ���������� (23,8 cm x 22,8 cm) (cm2)

• Biomassa (Berat kering) Relatif (BR) BR =B suatu spesies

B Total X 100%

b. Membuat ranking masing-masing jenis berdasarkan persentase relatif jumlah individu per satuan luas (ind/m2) dan total biomassa per satuan luas (g/m2). Kemudian setiap jenis makrozoobenthos dibuat persentase kumulatif total kepadatan (ind/m2) dan total biomassa per satuan luas (g/m2), sehingga terbentuk persen kumulatif dominan.

c. Data ranking jumlah individu per satuan luas (ind/m2) dan total biomassa per satuan luas (ind/m2) diplotkan pada sumbu X dalam bentuk logaritma, sedangkan sumbu Ydiplotkan data persentase kumulatif dominan dari jumlah individu per satuan luas dan biomassa per satuan luas.

Kurva ABC menghubungkan kepadatan dan biomassa makrozoobenthos dengan beberapa komponen yang dianalisis untuk membuat kurva dan mengetahui kategori kualitas makrozoobenthos dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komponen Kurva ABC

Komponen Satuan

Jumlah Individu per Satuan Luas

Kepadatan ind/m2

Kepadatan Relatif %

Ranking Spesies -

Persentase Kumulatif %

Berat Individu per Satuan Luas

Biomassa g/m2

Biomassa Relatif %

Ranking Spesies -

Persentase Kumulatif %

Gambar 7. Kurva ABC, Posisi Kurva Biomassa dan Kurva Kepadatan untuk Penentuan Kualitas Benthos (Warwick, 1986).

Berdasarkan bentuk kurva ABC yang diperlihatkan (Gambar 7), kondisi perairan dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori:

1. Baik : Kurva biomassa per satuan luas berada di atas kurva jumlah individu per satuan luas.

2. Sedang : Kurva biomassa per satuan luas dan kurva jumlah individu per satuan luas saling tumpang tindih.

3. Buruk : Kurva biomassa per satuan luas berada di bawah kurva jumlah individu per satuan luas.

Analisis Substrat

Tipe substrat dianalisis berdasarkan perbandingan pasir, liat dan debu pada Segitiga Millar menurut Brower dan Zar (1990) diacu oleh Rahayu (2009):

Gambar 6. Tipe Substrat berdasarkan Segitiga Millar

Berikut ini adalah langkah-langkah penentuan tekstur substrat yaitu:

1. Ditentukan komposisi dari masing-masing fraksi substrat. Misalnya, fraksi pasir 57 %, debu 27 % dan liat 15 %.

2. Ditarik garis lurus pada sisi persentase pasir dititik 57 % sejajar dengan sisi persentase debu, kemudian ditarik garis lurus pada sisi persentase debu dititik 27 % sejajar dengan sisi persentase liat dan ditarik garis lurus pada sisi persentase liat 15 % sejajar dengan sisi persentase pasir.

3. Titik perpotongan ketiga garis tersebut akan menentukan tipe substrat yang dianalisis, misalnya dalam hal ini adalah substrat lempung berpasir.

Dokumen terkait