• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Menurut Noor (2011), penelitian kuantitatif merupakan metode untuk menguji teor-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antar variabel. Dalam hal ini, teori menjadi faktor yang sangat penting dalam proses penelitian. Karena dalam penelitian kuantitatif, teori atau paradigma teori digunakan untuk menuntun peneliti menemukan masalah penelitian, menemukan hipotesis, menemukan konsep-konsep, menemukan metodologi dan menemukan alat analisis data (Bungin, 2006).

B. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder yang dikumpulkan dari institusi maupun penerbitan dari lembaga nasional berupa data yang bersifat time series. Data dalam penelitian ini diperoleh dari laporan keuangan Unit Usaha Syariah baik yang diterbitkan oleh masing-masing website Unit Usaha Syariah maupun yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.

C. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yakni laporan keuangan Unit Usaha Syariah di Indonesia yang telah dipublikasikan baik melalui website resmi bank Indonesia maupun website masing-masing Unit Usaha Syariah pada tahun 2010 sampai

dengan tahun 2015. Data mengenai variabel independen diperoleh dengan mengakses masing-masing webiste Unit Usaha Syariah, sedangkan untuk data mengenai variabel dependen diperoleh dari laporan keuangan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan ialah dengan studi pustaka atau dokumentasi yakni dengan menggunakan atau mengumpulkan beberapa literatur yang mendukung penelitian ini, seperti laporan keuangan yang dipublikasikan yang diperoleh dari internet, jurnal-jurnal yang mendukung penelitian ini, data statistik dan beberapa buku yang berhubungan dengan penelitian ini. D. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh Unit Usaha Syariah yang berada di Indonesia dan terdaftar di website Bank Indonesia dan masuk dalam data statistik OJK. Pemilihan sampel dilakukan secara tidak acak, tidak semua elemen-elemen populasi terpilih menjadi sampel yaitu dengan cara purposive sampling. Menurut Noor (2011) Purposive sampling yaitu pemilihan berdasarkan beberapa pertimbangan khusus sehingga layak dijadikan sampel yakni pemilihan yang didasarkan pada penilaian terhadap beberapa kriteria dari elemen-elemen populasi yang sengaja dibuat disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari penelitian. Kriteria-kriteria yang digunakan dalam penelitian ini dalam rangka pemilihan sampel diantaranya yaitu:

1. Bank merupakan Unit Usaha Syariah yang masuk dalam data statistik OJK. Berikut merupakan daftar Unit Usaha Syariah yang terdaftar dalam data statistik OJK:

Tabel 3.1 Daftar Populasi

No Nama Unit Usaha Syariah

1 UUS Bank Danamon 2 UUS Bank BTN 3 UUS Bank Permata 4 UUS Bank Sinarmas 5 UUS BPD Aceh 6 UUS BPD DIY 7 UUS BPD Jambi 8 UUS BPD Jateng 9 UUS BPD Jatim

10 UUS BPD Kalimantan Barat 11 UUS BPD Kalimantan Selatan 12 UUS BPD Kalimantan Timur 13 UUS BPD Nusa Tenggara Barat 14 UUS BPD Riau

15 UUS BPD Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat 16 UUS BPD Sumatera Barat (Bank Nagari)

17 UUS BPD Sematera Selatan dan Bangka Belitung 18 UUS BPD Sumatera Utara

19 UUS Bank CIMB Niaga 20 UUS BII

21 UUS Bank OCBC Nisp 22 UUS BPD DKI

Sumber : www.ojk.go.id

2. Bank merupakan Unit Usaha Syariah yang telah mempublikasikan laporan keuangannya di website nya

masing-masing dan di website Bank Indonesia serta bisa diakses dari tahun 2010-2015.

3. Laporan keuangan tahunan yang dipublikasikan mencakup data lengkap mengenai corporate governance meliputi ukuran Dewan Pengawas Syariah, jumlah rapat Dewan Pengawas Syariah, kehadiran rapat Dewan Pengawas Syariah, remunerasi Dewan Pengawas Syariah, ukuran Dewan Komisaris, proporsi Komisaris Independen, jumlah rapat Dewan Komisaris, kehadiran rapat Dewan Komisaris, remunerasi Dewan Komisaris, jumlah rapat Dewan Direksi, kehadiran rapat Dewan Direksi, remunerasi Dewan Direksi.

4. Laporan tahunan yang dipublikasikan mencakup data yang dapat digunakan untuk menilai kinerja keuangan bank tersebut. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, maka bank yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Daftar Sampel

No Nama Unit Usaha Syariah

1 UUS Bank Danamon 2 UUS Bank BTN 3 UUS Bank Permata 4 UUS BPD Jatim

5 UUS BPD Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat 6 UUS BPD Sumatera Barat (Bank Nagari) 7 UUS Bank CIMB Niaga

8 UUS BII

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Menurut Noor (2011), definisi operasional merupakan bagian yang mendefinisikan sebuah variabel agar dapat diukur dengan cara melihat pada indikator dari variabel tersebut. Dalam hal tersebut dapat disimpulkan bahwa definisi operasional bukan berarti definisi seperti yang terdapat pada teori dalam sebuah buku namun lebih menekankan kepada sesuatu yang dapat dijadikan indikator dan indikator tersebut dapat diukur. Dalam penelitian ini terdapat dua jenis variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen. Menurut Noor (2011), variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen. Sedangkan variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh faktor lain atau dipengaruhi oleh variabel independen.

Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari ukuran Dewan Pengawas Syariah, jumlah rapat Dewan Pengawas Syariah, kehadiran rapat Dewan Pengawas Syariah, remunerasi Dewan Pengawas Syariah, ukuran Dewan Komisaris, proporsi Komisaris Independen, jumlah rapat Dewan Komisaris, kehadiran rapat Dewan Komisaris, remunerasi Dewan Komisaris, jumlah rapat Dewan Direksi, kehadiran rapat Dewan Direksi, dan remunerasi Dewan Direksi. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan yang diukur dengan Net Operating Margin (NOM).

1. Ukuran Dewan Pengawas Syariah

Menurut peraturan Bank Indonesia No 11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, Dewan Pengawas Syariah merupakan dewan yang bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip Syariah. Ukuran Dewan Pengawas Syariah diukur dengan menggunakan jumlah Dewan Pengawas Syariah yang ada dalam Unit Usaha Syariah tersebut. Hal ini seperti yang digunakan oleh Kartika (2014), Erfina (2014), Mustaghfiroh (2016) dan Endraswati (2017).

2. Jumlah rapat Dewan Pengawas Syariah

Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No 11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, rapat Dewan Pengawas Syariah wajib diselenggarakan minimal satu kali dalam satu bulan. Dalam penelitian ini jumlah rapat Dewan Pengawas Syariah diukur dengan jumlah rapat yang dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah dalam satu tahun. Hal ini sesuai dengan yang digunakan oleh Endraswati (2017), Bukair (2014) dan Sunarwan (2015)

3. Kehadiran rapat Dewan Pengawas Syariah

Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No 11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, pengambilan keputusan rapat Dewan Pengawas Syariah dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat dan seluruh keputusan Dewan Pengawas Syariah yang dituangkan dalam risalah rapat merupakan keputusan bersama seluruh anggota Dewan Pengawas Syariah. Dalam penelitian ini kehadiran rapat Dewan Pengawas Syariah diukur dengan rata-rata prosentase kehadiran rapat dari anggota Dewan Pengawas Syariah yaitu dengan jumlah prosentase kehadiran rapat dari anggota dibagi dengan jumlah anggota Dewan Pengawas Syariah dalam satu tahun. Hal ini sesuai dengan yang digunakan oleh Sulaiman dan Cahyonowati (2015) serta Azim dan Taylor (2009).

4. Remunerasi Dewan Pengawas Syariah

Berdasarkan peraturan OJK tentang penerapan tata kelola dalam pemberian remunerasi bagi Bank Umum Syariah dan

Jumlah rapat DPS = Ʃ rapat DPS pada tahun t

Kehadiran rapat DPS = Ʃ % kehadiran rapat anggota DPS Ʃ DPS

Unit Usaha Syariah, kebijakan remunerasi dapat berupa tetap dan variabel. Pemberian remunerasi yang bersifat variabel bagi Dewan Pengawas Syariah wajib mempertimbangkan kinerja Dewan Pengawas Syariah, kinerja unit bisnis dan kinerja Bank serta resiko sesuai skala dan kompleksitas usaha Bank. Remunerasi juga dibagi menjadi dua yaitu remunerasi natura dan reemunerasi non natura. Menurut UU No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, natura merupakan imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa berupa tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang seperti mobil, rumah, fasilitas pengobatan dan lain-lain. Dalam penelitian ini remunerasi Dewan Pengawas Syariah diukur dengan jumlah remunerasi non natura dan fasilitas lain non natura yang diterima oleh Dewan Pengawas Syariah dalam satu tahun. Hal ini sesuai dengan yang digunakan oleh Armas (2016), Syoraya (2014), Parimana dan Wisadha (2015).

5. Ukuran Dewan Komisaris

Menurut peraturan Bank Indonesia No 11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, Dewan Komisaris merupakan organ perseroan yang bertugas melakukan Remunerasi DPS = Ʃ remunerasi non natura DPS pada tahun t

pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Ukuran Dewan Komisaris diukur dengan jumlah Dewan Komisaris pada Unit Usaha Syariah tersebut setiap tahun. Hal ini sesuai dengan yang digunakan oleh Dewayanto (2010), Erfina (2014), Puspitasari dan Ernawati (2010), Muktiyanto (2011) dan Wardhani (2007).

6. Proporsi Komisaris Independen

Menurut peraturan Bank Indonesia No 11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, Komisaris Independen merupakan anggota Dewan Komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan pemegang saham pengendali, anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi atau tidak memiliki hubungan keuangan dan/atau hubungan kepemilikan saham dengan Bank. Proporsi Komisaris Independen merupakan perbandingan antara jumlah Komisaris Independen dengan jumlah keseluruhan Dewan Komisaris tiap tahun. Proporsi KI diukur dengan membagi jumlah Komisaris Independen dengan jumlah Dewan

Komisaris. Hal ini sesuai dengan yang digunakan oleh Endraswati (2017), Widyati (2013), Manik (2011), Wardhani (2007) dan Muktiyanto (2011).

7. Jumlah rapat Dewan Komisaris

Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No 11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, rapat Dewan Komisaris wajib diselenggarakan minimal satu kali dalam dua bulan. Dalam penelitian ini jumlah rapat Dewan Komisaris diukur dengan jumlah rapat yang dilakukan oleh Dewan Komisaris dalam satu tahun. Hal ini sesuai dengan yang digunakan oleh Sunarwan (2015), Lestari dan Muid (2011)

8. Kehadiran rapat Dewan Komisaris

Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No 11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, rapat Dewan Komisaris wajib dihadiri paling kurang oleh 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota Dewan Komisaris. Dalam penelitian ini kehadiran rapat Dewan Komisaris diukur dengan rata-rata

Proporsi KI = Ʃ KI Ʃ DK

prosentase kehadiran rapat dari anggota Dewan Komisaris yaitu dengan jumlah prosentase kehadiran rapat dari anggota dibagi dengan jumlah anggota Dewan Komisaris dalam satu tahun. Hal ini sesuai dengan yang digunakan oleh Sulaiman dan Cahyonowati (2015) serta Azim dan Taylor (2009).

9. Remunerasi Dewan Komisaris

Berdasarkan peraturan OJK No 45/POJK.03?2015 tentang penerapan tata kelola dalam pemberian remunerasi bagi Bank Umum, kebijakan remunerasi dapat berupa tetap dan variabel. Pemberian remunerasi yang bersifat variabel bagi Dewan Komisaris wajib mempertimbangkan kinerja Dewan Komisaris, kinerja unit bisnis dan kinerja Bank serta resiko sesuai skala dan kompleksitas usaha Bank. Dalam penelitian ini remunerasi Dewan Komisaris diukur dengan jumlah remunerasi non natura dan fasilitas lain non natura yang diterima oleh Dewan Komisaris dalam satu tahun. Hal ini sesuai dengan yang digunakan oleh Armas (2016), Syoraya (2014), Parimana dan Wisadha (2015).

Kehadiran rapat DK = Ʃ % kehadiran rapat anggota DK Ʃ DK

10.Jumlah rapat Dewan Direksi

Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No 11/33/PBI/2009 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, setiap keputusan Direksi bersifat megikat dan menjadi tanggung jawab seluruh anggota Direksi. Setiap keputusan tersebut diputuskan melalui sebuah rapat Direksi. Dalam penelitian ini jumlah rapat Dewan Direksi diukur dengan jumlah rapat yang dilakukan oleh Dewan Direksi dalam satu tahun. Hal ini sesuai dengan yang digunakan oleh Mardiyati (2012) dan Luthfia (2012)

11.Kehadiran rapat Dewan Direksi

Kehadiran rapat DD merupakan prosentase kehadiran rapat masing-masing anggota Dewan Direksi dalam setiap rapat Dewan Direksi. Dalam penelitian ini kehadiran rapat Dewan Komisaris diukur dengan rata-rata prosentase kehadiran rapat dari anggota Dewan Komisaris yaitu dengan jumlah prosentase kehadiran rapat dari anggota dibagi dengan jumlah anggota Dewan Komisaris dalam satu tahun. Hal ini sesuai dengan yang digunakan oleh Sulaiman dan Cahyonowati (2015) serta Azim dan Taylor (2009).

Jumlah rapat DD = Ʃ rapat DD pada tahun t

Kehadiran rapat DD = Ʃ % kehadiran rapat anggota DD Ʃ DD

12.Remunerasi Dewan Direksi

Berdasarkan peraturan OJK No 45/POJK.03?2015 tentang penerapan tata kelola dalam pemberian remunerasi bagi Bank Umum, kebijakan remunerasi dapat berupa tetap dan variabel. Pemberian remunerasi yang bersifat variabel bagi Dewan Direksi wajib mempertimbangkan kinerja Dewan Direksi, kinerja unit bisnis dan kinerja Bank serta resiko sesuai skala dan kompleksitas usaha Bank. Dalam penelitian ini remunerasi Dewan Direksi diukur dengan jumlah remunerasi non natura dan fasilitas lain non natura yang diterima oleh Dewan Direksi dalam satu tahun. Hal ini sesuai dengan yang digunakan oleh Armas (2016), Syoraya (2014), Parimana dan Wisadha (2015).

13.Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan merupakan hasil atau prestasi yang telah dicapai oleh manajemen perusahaan dalam menjalankan fungsinya mengelola aset perusahaan secara efektif selama periode tertentu. (Rudianto, 2013 : 189). Dalam penelitian ini, kinerja keuangan diukur menggunakan rasio profitabilitas. Rasio Profitabilitas adalah ukuran dan penilaian kinerja perusahaan yang menunjukkan hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang diambil manajemen perusahaan. Remunerasi DD = Ʃ remunerasi non natura DD pada tahun t

Rasio yang digunakan sebagai pengukuran kinerja keuangan dalam penelitian ini yaitu NOM (Net Operating Margin). Hal ini sesuai dengan yang digunakan oleh Kartika (2014) dan Wati (2012).

F. Metode Analisis Data

Secara garis besar, metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari uji deskriptif, uji asumsi klasik dan uji regresi.

1. Uji Deskriptif

Dalam penelitian ini, uji deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran atau deskripsi atas suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, serta kemencengan distribusi (Ghozali, 2013). 2. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian terdiri dari uji normalitas, uji multikolonieritas, uji autokorelasi dan uji heteroskendastisitas.

a. Uji Normalitas

Menurut Ghozali (2013), uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi

NOM = Laba (Rugi) tahun berjalan Pendapatan Operasional

normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk melakukan uji normalitas yaitu dengan menggunakan uji analisis grafik dan uji statistik.

Dalam penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji statistik. Karena menurut (Ghozali, 2013), uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan kalau tidak hati-hati secara visual bisa kelihatan normal, padahal secara statistik bisa sebaliknya. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini ialah dengan menggunakan uji statistik non-parametrik Kolmogorov Smirnov (K-S). Uji K-S dilakukan dengan membuat hipotesis:

H0 : data residual berdistribusi normal HA : data residual tidak berdistribusi normal Ketika nilai Kolmogorov-Smirnov besarnya lebih besar dari dua (K-S > 2) dan nilai sig kurang dari 0,05 (sig < 0,05), maka berarti H0 tidak dapat ditolak, yang artinya data residual berditribusi normal (Ghozali, 2013).

b. Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji suatu model regresi ditemukan ada atau tidaknya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik yaitu model regresi yang tidak terdapat korelasi antar variabel bebas (Ghozali, 2013). Dalam

penelitian ini, uji multikolonieritas dilakukan dengan menganalisis matrik korelasi antar variabel independen dan perhitungan nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Menurut Ghozali (2013), apabila nilai korelasi masih dibawah 95%, dan nilai Tolerance kurang dari 0,10 serta nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak melebihi 10 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolonieritas antar variabel bebas dalam model regresi.

c. Uji Autokorelasi

Menurut Ghozali (2013) uji autokolerasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak terkena penyakit autokorelasi. Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokoelasi, diantaranya yaitu dengan menggunakan uji Durbin-Watson, uji Lagrange-Multiplier (LM test) atau Breusch-Godfrey test (BG test), uji statistik Q, run test.

Dalam penelitian ini, uji multikolonieritas yang digunakan ialah Breusch-Godfrey test (BG test). Uji Breusch-Godfrey dilakukan dengan meregresi nilai residual sebagai variabel dependen, sedangkan untuk variabel independen ditambah

dengan variabel residual lag 2. Apabila nilai sig residual lag 2 lebih besar dari 0,05 maka hal ini menunjukkan indikasi tidak adanya autokorelasi.

d. Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali (2013), uji heteroskendastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain melihat grafik plot, uji Park, uji Glejser dan uji White.

Dalam penelitian ini, uji yang digunakan ialah uji Glejser. Menurut Gujarati dalam Ghozali (2013), uji Glejser dilakukan dengan meregresi nilai absolut residual terhadap variabel independen. Apabila variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadi Heteroskedastisitas.

3. Uji Regresi

Menurut Gujarati dalam Ghozali (2013), analisis regresi ialah studi mengenai ketergantungan variabel dependen dengan satu atau

lebih variabel independen, dengan tujuan untuk mengestimasi atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai variabel independen yang diketahui. Persamaan regresi dalam penelitian adalah sebagai berikut: Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + b10X10 + b11X11 + b12X12 + e Dimana: Y = NOM b0 = Konstanta b(1,2,3,...) = Koefisien variabel X(1,2,3,...) X1 = ukuran DPS X2 = jumlah rapat DPS X3 = kehadiran rapat DPS X4 = remunerasi DPS X5 = ukuran DK X6 = proporsi KI X7 = jumlah rapat DK X8 = kehadiran rapat DK X9 = remunerasi DK X10 = jumlah rapat DD X11 = kehadiran rapat DD X12 = remunerasi DD e = error

Dalam penelitian ini, uji regresi dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah dibuat sebelumnya. Pengujian hipotesisini dapat dilakukan dengan menggunakan uji R2, uji t dan uji F.

a. Uji signifikansi parsial (uji t)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual

dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2013). Dalam penelitian ini, uji t dugunakan untuk melihat pengaruh variabel independen (ukuran Dewan Pengawas Syariah, jumlah rapat Dewan Pengawas Syariah, kehadiran rapat Dewan Pengawas Syariah, remunerasi Dewan Pengawas Syariah, ukuran Dewan Komisaris, proporsi Komisaris Independen, jumlah rapat Dewan Komisaris, kehadiran rapat Dewan Komisaris, remunerasi Dewan Komisaris, jumlah rapat Dewan Direksi, kehadiran rapat Dewan Direksi, dan remunerasi Dewan Direksi) secara parsial terhadap variabel dependen (NOM).

Apabila nilai probabilitas signifikansi lebih besar dari 0,05 maka berati variabel independen secara parsial tidak berpengaruh terhadap variabel dependen begitu juga sebaliknya.

b. Uji signifikansi simultan (uji F)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah keseluruhan variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen/terikat (Ghozali, 2013).

Dalam penelitian ini uji F digunakan untuk melihat pengaruh variabel independen (ukuran Dewan Pengawas Syariah, jumlah rapat Dewan Pengawas Syariah, kehadiran rapat Dewan Pengawas Syariah, remunerasi Dewan Pengawas Syariah, ukuran Dewan Komisaris, proporsi Komisaris Independen,

jumlah rapat Dewan Komisaris, kehadiran rapat Dewan Komisaris, remunerasi Dewan Komisaris, jumlah rapat Dewan Direksi, kehadiran rapat Dewan Direksi, dan remunerasi Dewan Direksi) secara bersama-sama terhadap variabel dependen (NOM).

Apabila nilai probabilitas signifikansi lebih besar dari 0,05 maka berati variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen begitu juga sebaliknya. c. Uji R2 (Koefisien Determinasi)

Menurut Ghozali (2013), koefisien Determinasi (R2)pada umumnya mengukur seberapa jauh model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai R-Square adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel-variabel dengan amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Secara umum koefisien determinasi untuk data silang relatif rendah, sedangkan untuk data runtun biasanya mempunyai nilai koefisien determinasi yang tinggi.

Kelemahan penggunaan R2 adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan dalam model. Oleh karena itu, banyak peneliti yang menyarankan penggunaan nilai

adjusted R2 daripada nilai R2. Nilai adjusted R2 dapat naik atau turun ketika suatu variabel independen ditambahkan dalam model tidak seperti nilai R2. Nilai adjusted R2 bahkan dapat bernilai negatif akan tetapi ketika nilai adjusted R2 bernilai negatif maka nilai tersebut dapat dianggap nol (Ghozali: 2013).

80 BAB IV ANALISIS DATA A. Deskripsi Objek Penelitian

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah Unit Usaha Syariah yang berada di Indonesia dari tahun 2010-2015. Berikut merupakan hasil uji deskriptif statistik dengan menggunakan SPSS 21:

Tabel 4.1 Hasil uji deskriptif statistik Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

Std. Deviation ukuran_DPS 54 2 3 2,76 ,432 jumlahrapat_DPS 54 4 37 15,61 6,899 hadirrapat_DPS 54 53.57 100.00 87.9630 13.22423 remunerasi_DPS 54 66000000 1316660000 4746076 20,22 27923143 1,024 ukuran_DK 54 3 9 6,22 1,880 proporsi_KI 54 .5 .8 .543 .0747 jumlahrapat_DK 54 4 57 14,02 11,963 hadirrapat_DK 54 37.20 100.00 91.2864 12.66607 remunerasi_DK 54 957600000 27975000000 1241684 1014,61 58237580 99,283 jumlahrapat_DD 54 7 138 40,24 26,887 hadirrapat_DD 54 74.57 100.00 89.9783 7.38654

Dokumen terkait