BAB I PENDAHULUAN
G. Metode Penelitian
Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah serta usaha atau pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan dengan suatu metode tertentu dengan cara hati-hati, sistematis serta sempurna terhadap permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan atau menjawab problemnya.34
Metodologi berasal dari kata metode yang artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dan logos artinya ilmu atau pengetahuan. Dengan demikian, Metodologi artinya adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai tujuan.
Peranan metodologi dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan adalah:35
1. Menambah kemampuan para ilmuwan untuk mengadakan atau melaksanakan penelitian secara lebih baik atau lebih lengkap;
32http://www.wom.co.id/index.php?token=5780daf6db0b013dbf82807c9f85abba683b0820 diakses tanggal 23 April 2015
33Dokumen Legal PT.WOM Finance Tbk, Ketentuan dan Syarat Pembiayaan, Pasal 8 Ayat 6
34Joko P Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1997 ), hal.42
35Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal.7
2. Memberikan kemungkinan yang lebih besar, untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui;
3. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian interdisipliner;
4. Memberikan pedoman untuk mengorganisasikan serta mengintegrasikan pengetahuan, mengenai masyarakat.
1. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian dalam proposal ini merupakan penelitian hukum.
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.36
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis-normatif atau disebut juga dengan penelitian hukum dokrinal. Pendekatan yuridis-normatif ini dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan atau bahan data sekunder yang meliputi buku-buku dan norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, dokumen-dokumen dan berbagai teori guna menjawab permasalahan yang berkaitan dengan objek penelitian ini yaitu mengenai akibat hukum musnahnya objek jaminan fidusia didalam penyelenggaraan perjanjian kredit pada lembaga pembiayaan konsumen.
Sifat penelitian ini adalah deskriptif analistis, dalam artian bahwa penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang diteliti. Analistis dimasukkan berdasarkan gambaran fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan.
36Ibid, hal.43
2. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan cara pengumpulan data dengan melakukan penelaahan kepada bahan kepustakaan (library research) yang berupa literatur dan dokumen-dokumen yang ada serta dibantu dengan data yang diperoleh di lapangan berkaitan dengan objek penelitian ini.
Dalam penelitian hukum normatif, data yang diperlukan adalah data sekunder,37 yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Data sekunder tersebut meliputi ruang lingkup yang sangat luas, mencakup surat-surat pribadi, buku-buku harian, serta dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah.38
Data sekunder dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut :
a. Bahan Hukum Primer, yaitu sebagai landasan utama yang dipergunakan dalam penelitian ini yang berupa peraturan perundang-undangan, dokumen resmi yang mempunyai otoritas yang berkaitan dengan permasalahan, antara lain :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ; 2) UUJF;
3) Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan;
37Muhammad Abdul Kadir, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung : Cita Aditya Bakti, 2004), hal.121
38Ibid., hal.122
4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.10/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Sepeda motor Bermotor Dengan Pembebanan Jamian Fidusia.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang merupakan publikasi dokumen tidak resmi, antara lain :
1) Perjanjian Kredit atau Perjanjian Pembiayaan Konsumen yang dibuat antara Lembaga Pembiayaan (Kreditur) dengan Konsumen (Debitur), Surat Kuasa Pembebanan Jaminan Fidusia, Akta Jaminan Fidusia dan Sertifikat Jaminan Fidusia.
2) Buku-buku, hasil-hasil penelitian, hasil karya ilmiah dari kalangan hukum serta penelitian lainnya yang berhubungan dengan tulisan ini.
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang meliputi kamus umum, kamus hukum, majalah, surat kabar, jurnal-jurnal hukum, laporan ilmiah dan internet yang relevan dengan penelitian.
3. Alat Pengumpulan Data
Di dalam suatu penelitian, pada umumnya dikenal tiga jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau obervasi dan
wawancara atau interview.39 Alat pengumpulan data akan sangat menentukan hasil penelitian sehingga apa yang menjadi tujuan dari penelitian ini dapat dicapai. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka dalam penelitian akan dipergunakan alat pengumulan data, yaitu:
a. Studi Dokumen, yaitu merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis dengan menghimpun data untuk melakukan penelaahan bahan-bahan kepustakaan yang meliputi bahan hukum primer, baru kemudian bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.40
b. Wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara terhadap informan yang berhubungan dengan materi penelitian ini. Dalam melakukan penelitian lapangan ini digunakan model wawancara secara langsung (tatap muka) dengan tujuan agar mendapatkan data yang mendalam, utuh dan lengkap sehingga dapat dipakai untuk membantu dalam menjawab permasalahan.
4. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.41
39Soerjono Soekanto, Op.Cit., hal.21
40Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995), hal.13-14
41Lexy J.Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002 ), hal.101
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan cara mengkategorikan data-data yang telah diperoleh dan kemudian ditafsirkan dalam usaha untuk mencari jawaban terhadap masalah yang diteliti yakni mengenai musnahnya objek jaminan fidusia dan bagaimana akibat hukumnya bagi para pihak terhadap pelaksanaan perjanjian kredit yang telah disepakati sebelumnya. Kemudian dengan menggunakan metode dedukatif, ditarik suatu kesimpulan dari yang umum menuju ke hal yang bersifat khusus, dengan menggunakan perangkat normatif, yaitu interpretasi dan konstruksi hukum.
BAB II
MEKANISME PEMBIAYAAN PADA PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (CONSUMER FINANCE) DI PT.WOM FINANCE, TBK
A. Aspek Hukum Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) 1. Pengertian Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance)
Perjanjian merupakan suatu konkritisasi dari perikatan. Hal tersebut dapat diketahui dari Pasal 1313 KUHPerdata yang memberikan defenisi perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Jika dilihat dari isi pasal 1313 KUHPerdata tersebut menyiratkan bahwa sesungguhnya dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu orang atau lebih kepada satu atau lebih orang lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut memberi konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian selalu akan ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitur) dan di pihak lainnya adalah orang yang berhak atas prestasi tersebut (kreditur).42
Pasal 1314 KUHPerdata memberikan rumusan yang lebih jauh tentang perjanjian dimana disebutkan bahwa atas prestasi yang wajib dilakukan oleh debitur dalam perjanjian tersebut, debitur yang berkewajiban tersebut dapat meminta dilakukannya konta-prestasi dari pihak lawannya. Berdasarkan kedua rumusan tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya perjanjian dapat melahirkan perikatan
42Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Op.Cit., hal.13
yang bersifat sepihak (dimana hanya satu pihak yang wajib berprestasi) dan perikatan yang timbal balik (dengan kedua belah pihak saling berprestasi).43
Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.44 Wirjono Prodjodikoro berpendapat, bahwa perjanjian adalah sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan janji itu.45 Dari defenisi perjanjian tersebut, maka dapat diketahui bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu perbuatan hukum dimana satu pihak berkewajiban melakukan sesuatu dan satu atau lebih pihak lain berhak atas pemenuhan sesuatu yang diperjanjikan.
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani memberikan rumusan unsur-unsur perjanjian (dalam kaitan hukum bisnis), yaitu :46
a. Ada perbuatan hukum, perbuatan hukum itu terjadi karena kerjasama satu orang atau lebih dan merupakan perbuatan dua perbuatan hukum yang masing-masing bersifat tunggal;
b. Ada persesuaian kehendak dari beberapa orang;
c. Persesuaian kehendak itu harus dinyatakan;
d. Persesuaian kehendak yang sesuai itu harus saling tergantung satu sama lain;
e. Kehendak itu diajukan untuk menimbukan suatu akibat hukum untuk kepentingan pihak yang satu atas beban pihak yang lain atau timbal balik.
43Ibid.,hal.14
44Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : PT. Internasa, 2001), hal.36
45Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, (Bandung : CV. Mandar Maju, 2000), hal.4
46Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal.20
Selanjutnya mengenai defenisi perjanjian pembiayaan tidak ada diatur didalam KUHPerdata karena perjanjian pembiayaan adalah salah satu perjanjian diluar KUHPerdata, juga didalam berbagai peraturan perundangan yang mengatur tentang pembiayaan tidak dapat ditemukan pengertian dari perjanjian pembiayaan.
Perjanjian pembiayaan identik dengan sewa-beli dimana awalnya perjanjian pembiayaan disebut sebagai perjanjian sewa beli. Diidentikkan dengan perjanjian sewa-beli, karena ketidakmampuan oleh si debitur untuk membeli suatu barang secara tunai, oleh karena itu penjual memberi kemudahan kepada debitur untuk memiliki barang yang diinginkannya dengan melakukan pembayaran secara angsur dengan ketentuan bahwa hak kepemilikan atas barang tersebut akan diperoleh oleh debitur setelah debitur membayar hingga lunas harga barang yang diinginkannya. Apabila dipertengahan jalan debitur melakukan ingkar janji untuk melunasi harga barang tersebut, maka si penjual sewa dapat menarik barangnya dari debitur tersebut.47
Sebelum membahas pengertian perjanjian pembiayaan, maka perlu dibahas mengenai lembaga pembiayaan konsumen mengingat yang menjadi objek penelitian adalah perjanjian pembiayaan konsumen. Pembiayaan konsumen dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah consumer finance. Pada dasarnya pembiayaan ini sama dengan kredit, bedanya hanya terletak pada lembaga yang mendanai. Pembiayaan konsumen dananya berasal dari perusahaan pembiayaan (finance company) sedangkan kredit konsumen dana nya diberikan oleh Bank.
47Joko Prakoso & Bambang Riyadi Lany, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di Indonesia, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1987), hal.81-83
Adapun defenisi dari pembiayaan konsumen menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.
Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati menguraikan unsur-unsur yang terdapat dalam pengertian pembiayaan konsumen tersebut sebagai berikut:48
a. Subjek, adalah pihak-pihak yang terkait dalam hubungan hukum pembiayaan konsumen, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen (kreditur) dan konsumen (debitur), dan penyedia barang (pemasok, supplier).
b. Objek, adalah barang bergerak keperluan konsumen yang akan dipakai untuk keperluan hidup atau keperluan rumah tangga, misalnya televisi, kulkas, mesin cuci, alat-alat dapur, perabot rumah tangga, sepeda motor.
c. Perjanjian, yaitu perbuatan persetujuan pembiayaan yang diadakan antar perusahaan pembiayaan dengan konsumen, serta jual beli antara pemasok dan konsumen. Perjanjian ini didukung oleh dokumen-dokumen.
d. Hubungan hak dan kewajiban, yaitu perusahaan pembiayaan wajib membiayai harga pembelian barang yang diperlukan oleh konsumen secara tunai kepada pemasok. Konsumen wajib membayar secara angsur kepada perusahaan pembiayaan dan pemaok wajib menyerahkan barang kepada konsumen.
e. Jaminan, terdiri dari jaminan pokok dan jaminan tambahan. Jaminan utama berupa kepercayaan terhadap konsumen (debitur) bahwa konsumen akan membayar angsuran hingga lunas. Jaminan pokok secara fidusia maka semua dokumen kepemilikan barang yang dibiayai berada/diserahkan kepada perusahaan pembiayaan. Jaminan tambahan yaitu berupa pengakuan hutang (promissory notes) oleh konsumen.
Tidak berbeda jauh dengan pendapat diatas, menurut Sunaryo, karakteristik dari pembiayaan konsumen adalah sebagai berikut :49
a. Sasaran pembiayaan jelas, yaitu konsumen yang membutuhkan barang konsumsi.
48Abdulkadir Muhammad & Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, (Jakarta : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal.246
49Sunaryo, Op.Cit., hal.97
b. Objek pembiayaan berupa barang-barang untuk kebutuhan atau konsumsi konsumen.
c. Besarnya pembiayaan yang diberikan oleh perusahaan pembiayaan kepada masing-masing konsumen relatif kecil.
d. Resiko pembiayaan relatif lebih aman karena pembiayaan tersebar pada banyak konsumen.
e. Pembayaran kembali oleh konsumen kepada perusahaan pembiayaan konsumen dilakukan secara berkala/diangsur.
Dari pengertian dan unsur-unsur pembiayaan yang telah diuraikan diatas, maka sekarang dibahas mengenai perjanjian pembiayaan. Istilah perjanjian pembiayaan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu “finance contract.”50
Sifat hubungan hukum perjanjian pembiayaan adalah sebagai perjanjian kredit.51 Munir Fuady memberikan defenisi tentang perjanjian pembiayaan konsumen yaitu :
Hubungan antara kreditur dengan konsumen adalah hubungan kontraktual dalam hal ini kontrak pembiayaan konsumen, dimana pihak pemberi biaya sebagai kreditur dan pihak penerima biaya (konsumen) sebagai pihak debitur.
Pihak pemberi biaya berkewajiban utama untuk memberi sejumlah uang untuk pembelian barang konsumsi, sementara pihak penerima biaya (konsumen) berkewajiban utama untuk membayar kembali uang tersebut secara cicilan kepada pihak pemberi biaya. Jadi hubungan kontraktual antara pihak penyedia dana dengan pihak konsumen adalah sejenis perjanjian kredit52
Menurut Salim HS, perjanjian pembiayaan adalah :
Kontrak atau perjanjian yang dibuat antara pemberi fasilitas dengan penerima fasilitas, dimana pemberi fasilitas menyediakan dana untuk membeli barang dari penjual barang, untuk digunakan oleh si penerima fasilitas, dan penerima fasilitas berkewajiban untuk membayar pinjaman itu, baik berupa pokok dan
50Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUH Perdata Buku Dua, (Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada, 2008), hal.129
51Salim HS, Op.Cit., hal.130
52Munir Fuady, Hukum tentang Pembiayaan (Dalam Teori dan Praktek), (Bandung : PT.
Citra Aditya Bakti, 2002), hal.166
bunga, sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan oleh kedua belah pihak.53
Adapun yang menjadi unsur-unsur dari suatu perjanjian pembiayaan adalah sebagai berikut:54
a. Adanya kesepakatan antara pemberi biaya (kreditur) dengan penerima biaya (debitur), yang disebut dengan perjanjian pembiayaan.
b. Adanya para pihak, setidak-tidaknya pihak pemberi dan penerima biaya.
c. Adanya kesanggupan atau janji untuk membayar hutang.
d. Adanya pemberian pembiayaan berupa pemberian sejumlah uang.
e. Adanya perbedaan waktu antara pemberian pembiayaan dengan pembayaran (fakultatif)
2. Dasar Hukum dan Syarat Sahnya Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance)
Pada dasarnya, perjanjian pembiayaan konsumen adalah perjanjian, dimana para pihak diberikan kebebasan untuk menentukan isi perjanjian. Perjanjian pembiayaan belum diatur secara khusus di dalam bentuk undang-undang, akan tetapi pelaksanaannya tetap mengacu kepada asas kebebasan berkontrak dan perundang-undangan di bidang hukum perdata55.
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Hubungan hukum yang terjadi dalam kegiatan pembiayaan konsumen selalu dibuat secara tertulis sebagai dokumen hukum yang menjadi dasar kepastian hukum (legal certainty). Dimana didalam perjanjian pembiayaan ini memuat rumusan kehendak para pihak berupa hak dan kewajiban dari perusahaan pembiayaan sebagai penyedia dana (fund lender) dan konsumen sebagai pihak pengguna dana (fund user). Perjanjian pembiayaan konsumen ini merupakan dokumen hukum utama (main legal document) yang dibuat secara sah dengan memenuhi syarat-syarat sah suatu perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Sebagai akibat dari perjanjian yang dibuat secara sah, maka
53Ibid.
54Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Globalisasi, hal.112
55Sunaryo, Op.Cit, hal.98
perjanjian tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuat dan sebagai konsekuensinya maka perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan iktikad baik (in good faith) dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak (unilateral unvoidable). Perjanjian pembiayaan tersebut berfungsi sebagai dokumen bukti yang sah bagi perusahaan pembiayaan dan konsumen (debitur).
b. Pengaturan dalam KUH Perdata
Perjanjian pembiayaan konsumen merupakan salah satu bentuk perjanjian khusus yang tunduk pada ketentuan Buku III KUHPerdata. Sumber utama pembiayaan konsumen adalah ketentuan yang mengenai perjanjian pinjam pakai habis dan perjanjian jual beli bersyarat yang diatur dalam KUHPerdata.56
1). Perjanjian Pinjam Pakai Habis
Dikatakan bahwa perjanjian pembiayaan konsumen masuk dalam golongan perjanjian pinjam pakai habis yang diatur dalam Pasal 1754 - 1773 KUHPerdata. Pasal 1754 KUHPerdata memuat ketentuan bahwa pinjam pakai habis adalah perjanjian dengan mana pemberi pinjaman menyerahkan sejumlah barang pakai habis kepada peminjam, dengan syarat bahwa peminjam akan mengembalikan barang tersebut kepada pemberi pinjaman dalam jumlah dan keadaan yang sama. Dalam pembiayaan konsumen, pengertian barang pakai habis itu adalah uang yang dipinjamkan oleh perusahaan pembiayaan, maka menurut ketentuan Pasal 1765 KUHPerdata bahwa para pihak boleh memperjanjikan pengembalian uang pokok ditambah bunga. Berdasarkan ketentuan diatas maka diketahui bahwa perjanjian pembiayaan konsumen tergolong perjanjian khusus yang objeknya adalah barang habis pakai, kecuali didalam perjanjian pembiayaan tersebut ada diatur pasal yang menyimpang.57
2). Perjanjian Jual Beli Bersyarat
Perjanjian jual beli ini dikatakan bersyarat karena adanya perjanjian antara pembeli (konsumen) dan produsen (supplier) sebagai penjualan bahwa yang melakukan pembayaran secara tunai atas pembelian barang yang dimaksud adalah perusahaan pembiayaan. Perjanjian jual beli ini merupakan perjanjian accesoir dari perjanjian pembiayaan konsumen yang merupakan perjanjian pokok. Perjanjian jual beli ini diatur di dalam Pasal 1457 – 1518 KUHPerdata. Dalam perjanjian jual beli ini, penjual setuju bahwa yang melakukan pembayaran adalah perusahaan pembiayaan konsumen dan perusahaan pembiayaan terikat karena ketika terjadi perjanjian pembiayaan konsumen sebagai perjanjian pokok,
56Ibid., hal.99
57Ibid., hal.100
perusahaan pembiayaan konsumen akan membayar harga pembelian barang yang dibeli dari penjual (supplier) manapun.58
Sebagai suatu perjanjian, maka syarat-syarat sah perjanjian pada umumnya berlaku pula sebagai syarat-syarat sah pada perjanjian pembiayaan. Adapun syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu :
a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian c. Suatu pokok tertentu
d. Adanya sebab yang tidak dilarang.
Syarat sahnya perjanjian dikategorikan menjadi 2 golongan yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Yang termasuk dalam syarat subjektif adalah yang terdapat didalam point (1) dan (2), sedangkan syarat objektif terkandung dalam point (3) dan (4). Tidak terpenuhinya salah satu unsur dari keempat unsur diatas akan menyebabkan perjanjian menjadi cacat dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan baik karena dibatalkan (apabila syarat sujektif tidak dipenuhi) maupun karena batal demi hukum (apabila syarat objektif tidak dipenuhi).
Dengan kata lain bahwa perjanjian tersebut tidak dapat dilaksanakan.
3. Prinsip dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance)
Sebelum perusahaan pembiayaan memberikan fasilitas pembiayaan kepada konsumen, ada beberapa hal yang wajib diperhatikan dan merupakan prinsip yang wajib dilaksanakan, yaitu sebagai berikut59 :
58Ibid.
59Munir Fuady,Op.Cit., hal.113-115
a. Prinsip Kepercayaan, karena kredit merupakan kepercayaan maka pemberian kredit atau pembiayaan haruslah ada kepercayaan dari kreditur kepada debitur bahwa dana tersebut akan bermanfaat bagi debitur dan kepercayaan dari kreditur bahwa debitur dapat mengembalikan dana tersebut.
b. Prinsip Kehati-hatian, agar kredit atau pembiayaan tidak macet maka dalam memberikan kredit atau pembiayaan, kreditur harus memiliki kehati-hatian didalam menganalisa dan mempertimbangkan semua faktor yang relevan sebelum memberikan dana tersebut dan perlu dilakukan pengawasan terhadap pemberian dana tersebut.
c. Prinsip Sinkronisasi, prinsip ini mengharuskan adanya sinkronisasi (matching) antara pinjaman/pembiayaan dengan assets/income dari debitur. Misalnya, jangan memberikan pembiayaan jangka pendek untuk keperluan investasi jangka panjang.
d. Prinsip 5C, didalam prinsip ini yang sangat perlu diperhatikan adalah faktor-faktor dari kreditur yang meliputi :
1). Character (kepribadian), maksudnya sebelum memberikan pinjaman/pembiayaan pihak kreditur harus melakukan survey atas karakter calon debitur apakah memiliki karater yang buruk, misalnya suka berhutang tetapi sulit untuk membaya hutang, peminum, pemain judi, temperamental dan lain-lain.
2). Capacity (kemampuan), maksudnya adalah apakah calon debitur tersebut jika dilhat dari pendapatan dan pengeluaran rutin yang dimiliki masih memungkinkan untuk membayar cicilan sesuai dengan perjanjian yang disepakati jika dana/pinjaman diberikan.
3). Capital (modal), maksudnya adalah apakah pemberian pinjaman/pembiayaan tersebut benar digunakan sebagai modal atau sarana untuk melakukan kegiatan usaha oleh si debitur.
4). Condition of Economy (kondisi ekonomi), maksudnya adalah kelayakan kondisi ekonomi si calon debitur untuk diberi pendanaan, misalnya jika dilihat dari pekerjaan atau status rumah.
5). Collateral (agunan) maksudnya adalah dengan menilai perbandingan antara agunan yang diberikan oleh debitur dengan nilai pinjaman yan diberikan
e. Prinsip 5 P, yang termasuk dalam prinsip ini antara lain adalah : 1). Party, artinya para pihak haruslah dapat dipercaya
2). Purpose, artinya tujuan penggunaan dana haruslah positif dan ekonomis 3). Payment, artinya kemampuan bayar dari debitur haruslah baik.
4). Profitability, artinya perolehan laba dari debitur haruslah baik.
5). Protection, artinya adalah adanya perlindungan yang baik bagi kredit/pembiayaan tersebut (asuransi).
Prinsip-prinsip tersebut diatas sangat penting dilakukan didalam pemberian pinjaman/dana/pembiayaan kepada calon debitur guna menghindari resiko kredit macet/tunggakan yang dilakukan oleh debitur yang pada akhirnya akan menimbulkan kerugian pada kreditur/perusahaan pembiayaan.
Di dalam menjalankan proses pembiayaan atau perjanjian pembiayaan, perusahaan pembiayaan juga wajib melaksanakan prinsip mengenal nasabah (know your customer) sebagaimana yang diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank, dimana tujuan dari prinsip ini adalah untuk mencegah terjadinya penggunaan dana untuk keperluan yang berkaitan dengan peristiwa
Di dalam menjalankan proses pembiayaan atau perjanjian pembiayaan, perusahaan pembiayaan juga wajib melaksanakan prinsip mengenal nasabah (know your customer) sebagaimana yang diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank, dimana tujuan dari prinsip ini adalah untuk mencegah terjadinya penggunaan dana untuk keperluan yang berkaitan dengan peristiwa