• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu tahap pembuatan ekstrak daun maja, tahap persiapan dan perlakuan hewan coba, serta tahap pengamatan dan analisis kinerja reproduksi. Parameter yang diamati terbagi menjadi dua berdasarkan kelompok tahapan pelaksanaan penelitian. Pada kelompok pelaksanaan pertama

parameter yang diamati adalah : 1). Lama siklus estrus dan fase-fasenya, 2). Kinerja reproduksi yang meliputi berat ovarium, jumlah folikel, jumlah korpus luteum, dan laju ovulasi. Sedangkan pada kelompok pelaksanaan kedua, parameter yang diamati adalah kinerja reproduksi berupa 1). Keberhasilan kebuntingan yang mencakup waktu terjadi kebuntingan, 2). Jumlah anak yang dilahirkan.

Pembuatan Ekstrak Daun Maja

Sebanyak 35 kg daun maja (muda dan sedang) dipotong halus dan dikering anginkan dalam ruangan tanpa terkena sinar matahari langsung selama 14 hari, sehingga diperoleh 5 kg daun maja kering. Selanjutnya daun maja kering ini digiling menjadi serbuk halus (simplisia) dengan menggunakan mesin penggiling simplisia. Simplisia tersebut selanjutnya direndam (maserasi) dalam ethanol 96% (guna penarikan fitosterol pada daun maja) dengan perbandingan 1:10. Perendaman dilakukan selama 24 jam (Harborne 1987). Setiap 2 jam sekali dilakukan pengadukan agar merata. Langkah selanjutnya campuran simplisia-ethanol disaring. Filtrat hasil penyaringan ditampung dalam tabung plastik, sedangkan ampasnya dimaserasi kembali dengan proses yang sama. Filtrat yang diperoleh ditampung pada tabung yang sama yang sudah terisi filtrat pada maserasi sebelumnya. Tahap berikutnya filtrat dipekatkan dengan cara diuapkan (evaporasi) dengan menggunakan rotary evaporator

(EYELA Rotary evaporator N-1000) sehingga terbentuk 10 lt larutan pekat, serta dikeringkan dengan metode pengering bekuan (freezer drying) Flexi Dry TM MP V.S. Pat 4.823.478 (Depkes RI 1972) hingga terbentuk 250 gr ekstrak kasar, dan siap digunakan dalam percobaan ini. Adapun prosedur pembuatan ekstrak daun maja ini dapat dilihat pada Gambar 11. Ekstrak daun maja selanjutnya dibuat larutan sesuai dosis (Jagetia &Venkatesh 2005).

Gambar 11. Prosedur pembuatan ekstrak daun maja.

Penentuan Dosis dan Lama Pemberian Ekstrak Daun Maja

Penentuan dosis ekstrak daun maja pada hewan coba didasarkan pada LD50.

Menurut metode Thompson dan Weil, ED50 tercapai dari 1/10 dikalikan LD50 (Shayne et al. 2002) danLD50 ekstrak maja diketahui sebesar 10 gr/kg BB (Anonim 2006). Berdasarkan kedua informasi tersebut, maka pada penelitian ini ditetapkan dosis pertama yang digunakan adalah 1/10 x 10 gr/kg BB = 1 gr/kg BB. Hal ini sejalan dengan Jagetia dan Venkatesh (2005) yang menetapkan dosis sebesar 1 gr/kg BB/hari. Sedangkan untuk melihat lebih optimalnya efek perlakuan pemberian ekstrak daun maja terhadap kinerja reproduksi hewan coba, maka ditetapkan dosis kelipatannya yaitu sebesar 2 gr/kg BB/hari.

Adapun penetapan waktu pemberian ekstrak daun maja didasarkan pada lama siklus estrus tikus, dimana ditetapkan pemberian ekstrak daun maja selama 1 dan 2 siklus estrus. Diketahui panjang 1 siklus estrus adalah 4-5 hari (Rugs 1968), sehingga lama pemberian ekstrak daun maja pada hewan percobaan menjadi 6 dan 12 hari.

Persiapan Hewan Coba

Tikus betina yang sudah diadaptasikan ditempatkan dalam kandang plastik berukuran 30 x 25 x 11cm dengan tutup terbuat dari kawat ram. Setiap kandang terisi 3 ekor tikus yang beralaskan serbuk gergaji guna menyerap urin tikus (Gambar 12). Pakan tikus berupa pelet dari Comfeed PT Suri Tani Pemuka Grup PT Japis Comfeed Indonesia dan air minum diberikan ad libitum. Lingkungan kandang dibuat dengan ventilasi dan penyinaran yang cukup yakni 14 jam terang dan 10 jam gelap.

Gambar 12. Rak kandang pemeliharaan dan pengadaptasian hewan coba.

Perlakuan Hewan Coba

Tikus betina berjumlah 30 ekor dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan, masing-masing 6 ekor tikus. Adapun kelompok perlakuan tersebut terdiri dari : Kontrol (Kelompok tikus tanpa pemberian ekstrak daun maja dan diberi aquadest), A1B1

(Kelompok tikus yang diberi ekstrak daun maja dosis 1 gr//kg BB//hari selama 6 hari), A2B1 (Kelompok tikus yang diberi ekstrak daun maja dosis 2 gr/kg BB//hari selama 6 hari), A1B2 (Kelompok tikus yang diberi ekstrak daun maja dosis 1 gr/kg BB//hari selama 12 hari), dan A2B2 (Kelompok tikus yang diberi ekstrak daun maja dosis 2 gr/kg /BB/hari selama 12 hari). Masing-masing kelompok perlakuan dibagi menjadi 2 kelompok pelaksanaan penelitian berdasarkan parameter penelitian, sehingga masing-masing kelompok kecil terdiri dari 3 ekor tikus (Gambar 13).

Tikus perlakuan yang telah dikelompokkan, diberikan ekstrak daun maja dengan menggunakan alat berupa sonde lambung. Pemberian ekstrak daun maja dilakukan 1 kali sehari dengan terlebih dahulu dihaluskan dalam lumpang sesuai dosis yang telah ditetapkan berdasarkan rataan berat tikus perlakuan (Gambar 14). Adapun pembuatan larutan ekstrak daun maja yang siap diberikan adalah sebagai berikut : Berat rata-rata tikus umur 2 - 3 bulan adalah 225 gram. Pemberian dosis 1gr/kg BB/hari = 1 x 225 gr/1000g = 0.225 gr/hari, dan dosis 2gr/kg BB/hari = 2 x 225 gr/1000g = 0.445 gr/hari. Ekstrak daun maja tersebut selanjutnya dilarutkan dalam 1.6 ml aquadest karena kapasitas lambung tikus sebesar 2 ml (UFAW 1976), dan kelarutan ekstrak daun maja pada dosis 2 gr /kg BB terlampau pekat apabila dilarutkan dengan aquadest kurang dari 1.6 ml.

Keterangan : C = Kontrol (Tanpa perlakuan pencekokan ekstrak daun maja) A1B1 = Perlakuan cekok dengan dosis 1gr/kg BB selama 6 hari AIB2 = Perlakuan cekok dengan dosis 2gr/kg BB selama 12 hari A2B1 = Perlakuan cekok dengan dosis 1gr/kg BB selama 6 hari A2B2 = perlakuan cekok dengan dosis 2gr/kg BB selama 12 hari

Gambar 13. Diagram Penelitian.

Gambar 14. Prosedur pencekokan ekstrak daun maja secara oral.

Untuk memudahkan mendapatkan data lengkap, pada kelompok pelaksanaan penelitian pertama, pengambilan apus vagina dilakukan selama 2 x siklus estrus (12 hari). Pada kelompok hewan yang diberikan ekstrak daun maja selama 1 siklus (6 hari), yaitu kelompok A1B1 dan A2B1, pengambilan apus vagina dilakukan pada hari ke-7 hingga hari ke-18 guna pengambilan data siklus estrus. Pada hari ke-19 hewan dikorbankan guna analisis kinerja reproduksinya. Sedangkan perkawinan dilaksanakan pada hari ke-19. Protokol penelitian tertera pada gambar 15a.

3 EKOR 3 EKOR 3 EKOR 3 EKOR

A1B2 A2B2

3 EKOR

KONTROL

3 EKOR 3 EKOR 3 EKOR 3 EKOR 3 EKOR

A2B1 30 EKOR TIKUS BETINA

PARAMETER :

 LAMA SIKLUS ESTRUS

 KINERJA REPRODUKSI - Berat ovarium

- Jumlah Folikel

- Jumlah Corpus Luteum - Laju Ovulasi

PARAMETER :

 KINERJA REPRODUKSI - Keberhasilan fertilisasi - Keberhasilan kebuntingan - Jumlah anak lahir

A1B1

Keterangan :

A : Masa pemberian ekstrak daun maja B : Masa analisa siklus estrus

C : Hewan dikorbankan untuk analisa kinerja reproduksi

D : Hewan dikawinkan untuk melihat kinerja reproduksi (kebuntingan)

Gambar 15a. Bagan perlakuan dan analisa kinerja reproduksi.

Sedangkan pada kelompok hewan yang diberi ekstrak daun maja selama 2 siklus (12 hari), pengambilan apus vagina dilakukan selama 2 x siklus estrus ( 12 hari) yaitu A1B2 dan A2B2, pengambilan apus vagina dilakukan pada hari ke-13 hingga hari ke-24 guna pengambilan data siklus estrus, dan pada hari ke-25 hewan dikorbankan guna analisis kinerja reproduksinya. Begitu juga dengan perkawinan dilaksanakan pada hari ke-25. Protokol penelitian dapat dilihat pada gambar 15b.

Gambar 15b. Bagan perlakuan dan analisa kinerja reproduksi

Adapun kelompok kontrol yang tidak mendapatkan ekstrak daun maja, pengambilan apus vagina dilakukan selama 12 hari (yaitu hari ke-1 hingga hari ke-12) guna pengambilan data siklus estrus dan dikorbankan pada hari ke-13 guna pengambilan data kinerja reproduksi. Sedangkan perkawinan dilaksanakan pada hari ke-13. Protokol penelitian tertera pada gambar 15c.

24 12 C B 13 A D H-1 25 13 24 25 Hari pelaksanaan 19 D 6 18 A C Hari pelaksanaan B H-1 7 19 7 18

Gambar 15c. Bagan perlakuan dan analisa kinerja reproduksi.

Pengambilan parameter dan analisa yang dilakukan

1. Penetapan lama siklus estrus (PSSE) tikus

Untuk memperoleh data lama siklus estrus dilakukan pengambilan sediaan apus vagina. Pengambilan apus vagina dilakukan 3 x dalam sehari yaitu pagi hari (pukul 06.00), siang hari (pukul 14.00) dan malam hari (pukul 22.00) WIB. Adapun prosedur pembuatan sediaan apus vagina adalah gelas objek dibersihkan dengan alkohol 70 %. Cotton bud dicelupkan ke dalam NaCl fisiologis, kemudian dioleskan ke dalam vagina tikus secara perlahan-lahan dan merata sehingga diperoleh jaringan mukosa vagina. Cotton bud yang mengandung mukosa vagina selanjutnya dioleskan di atas gelas objek sambil diputar sehingga diperoleh olesan yang merata. Gelas objek selanjutnya dikering anginkan di udara kemudian difiksasi dengan methanol selama 15 menit dan diwarnai dengan Giemsa 10 % selama 30 menit (Clayden 1971 & Suntoro 1983). Selanjutnya sediaan dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan pada suhu kamar (Gambar 16).

B 12 13 C 13 D Hari pelaksanaan H-1

Gambar 16. Pembuatan dan pewarnaan sediaan apus vagina.

Sediaan apus vagina selanjutnya diamati di bawah mikroskop binokuler dengan perbesaran 40 x 5 (Clayden 1971). Penentuan fase siklus estrus dilakukan berdasarkan keberadaan sel-sel epitel vagina dan jumlah kualitatif sel-sel epitelnya. Penetapan ini didasarkan pada perbandingan jenis sel seperti tertuang pada Tabel 2. Adapun gambaran sediaan apus vagina tikus putih galur Sprague-Dawley disajikan pada Gambar 17. Hasil identifikasi selanjutnya dianalisis dengan cara ditabulasikan dan dihitung rataannya selama 2 siklus estrus (lampiran 2).

Tabel 2. Perbandingan jenis sel pada preparat apus vagina

Fase siklus estrus Ulasan vagina

Proestrus Sel epitel berinti 75%

Sel kornifikasi 25%

Estrus Sel kornifikasi 75%

Sel pavement (bertumpuk) 25%

Metestrus Sel pavement 25%

Sel pavement dan leukosit 75%

Diestrus Leukosit 100%

Leukosit sel berinti mulai muncul

Sumber : Baker et al.1979.

Gambar 17. Gambar sediaan apus vagina tikus putih galur Sprague- Dawley dengan perbesaran 40x5 (koleksi pribadi).

Leucosit

Sel epitel berinti Sel kornifikasi berinti Sel pavement Sel kornifikasi

2. Kinerja reproduksi

Untuk memperoleh data kinerja reproduksi pasca pemberian ekstrak daun maja, tikus dikorbankan dengan dianestesi. Anestesi dilakukan dengan pembiusan menggunakan kapas yang dibasahi eter dan diletakkan dalam stoples. Tikus tersebut dimasukkan ke dalam stoples selama beberapa menit hingga lemas dan tak sadarkan diri, selanjutnya dilakukan pembedahan. Pembedahan dilakukan pada bagian abdominal guna pengambilan ovarium. Untuk mengambil ovarium, terlebih dahulu dipisahkan dan dipotong dari jaringan lemak, oviduk dan uterus yang bersambungan dengan ovarium. Selanjutnya dilakukan penimbangan ovarium, penghitungan jumlah folikel, corpus luteum dengan menggunakan kaca pembesar. Folikel ovarium tampak seperti bulatan-bulatan kecil berwarna merah, sedangkan corpus luteum tampak seperti bulatan-bulatan kecil bening.

Analisis terhadap kinerja reproduksi yang berupa laju ovulasi diperoleh dari data yang didapat dari perhitungan jumlah folikel dan jumlah corpus luteum. Laju ovulasi ini mencerminkan banyaknya ovum yang telah diovulasikan. Laju ovulasi ditentukan dengan cara menghitung persentase antara jumlah corpus luteum dibandingkan jumlah folikel.

Pada kelompok tikus yang digunakan untuk melihat kemampuan reproduksi terutama keberhasilan kebuntingan, maka waktu keberhasilan kebuntingan ditetapkan dengan cara mencatat hari (tanggal) kelahiran yang kemudian dikurangi 21 hari (karena lama kebuntingan tikus adalah 21 hari) (Malole & Pramono 1989). Selanjutnya hari kelahiran tersebut dikurangi dengan waktu perkawinan. Dan jumlah hari yang didapat merupakan waktu keberhasilan kebuntingan (Gambar 18).

Keterangan :

A : Tanggal (waktu) kelahiran

B : Tanggal kelahiran dikurangi 21 hari C : Waktu pencampuran tikus betina dan jantan D : Waktu keberhasilan kebuntingan (hari)

Gambar 18. Diagram analisa keberhasilan kebuntingan.

A B C

D

Sedangkan analisa terhadap jumlah anak diperoleh dari perhitungan terhadap keseluruhan anak yang dilahirkan baik anak tersebut dilahirkan dalam kondisi hidup maupun mati pada saat dilahirkan. Selanjutnya keberhasilan fertilisasi mencerminkan banyaknya ovum yang berhasil dibuahi dan keberhasilan corpus luteum menjadi badan hormonal untuk membentuk zigot dan fetus (Guyton 1996). Keberhasilan fertilisasi ini dapat dihitung berdasarkan persentase antara jumlah seluruh anak yang lahir dibagi dengan jumlah corpus luteum. Jumlah seluruh anak yang lahir ini didapat dari kelompok pelaksanaan penelitian kedua, sedangkan jumlah corpus luteum didapat dari kelompok pelaksanaan penelitian pertama. Hal ini diasumsikan bahwa kedua kelompok perlakuan tersebut dianggap homogen.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 kelompok perlakuan dengan 3 kali ulangan yaitu C (kontrol tanpa perlakuan ekstrak daun maja), A1B1 (perlakuan dosis 1 gr/kg BB selama 6 hari), A1B2 (perlakuan dosis 1 gr/kg BB selama 12 hari), A2B1 (perlakuan dosis 2 gr/kg BB selama 6 hari), dan A2B2 (perlakuan dosis 2 gr/kg BB selama 12 hari). Dengan demikian unit percobaan yang dilibatkan sebanyak 5 unit sehingga jumlah tikus yang dipakai sebanyak 3 x 5 = 15 ekor tikus.

Unit percobaan ini dilakukan secara sejajar (2 kelompok pelaksanaan penelitian) sehingga jumlah keseluruhan sebanyak 15 ekor x 2 = 30 ekor tikus betina dan 15 ekor tikus jantan (yang dipergunakan untuk kinerja reproduksi berupa kebuntingan). Hal ini terkait dengan jenis pengamatan yang berbeda sesuai dengan parameter penelitian.

Analisa data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan

Análisis of Variance (ANOVA), dan apabila terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel & Torry 1993) dengan selang kepercayaan 95% (α = 0.05) dengan perangkat lunak SPSS 13 (Mattjik & Sumertajaya 2006).

Dokumen terkait