• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, maksudnya mendeskripsikan semua

gaya bahasaretoris dan kiasan yang ditemukan dalam Otobiografi Ajahn Abram yang berjudul Si

Cacing dan Kotoran Kesayangannya. Dengan metode ini, data yang telah dikumpulkan,

diidentifikasikan, dianalisis, dideskripsikan, kemudian diinterpretasikan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.Penelitian kualitatif diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan perhitungan (Moleong, 2004:2). Dengan metode deskriptif kualitatif, data yang ada dianalisis sesuai dengan apa adanya, kemudian dideskripsikan sesuai dengan tujuan penelitian.

1.2 Sumber data

Sumber data penelitian ini adalah OtobiografiAjahn Brahm yang berjudul Si Cacing dan Kotoran

Kesayangannya yang mengandung gaya bahasa, cetakan 23Febuari 2012 dengan tebal buku 300

halaman.

1.3 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Membaca secara cermat.

2. Mengidentifikasi penggunaan gaya bahasa retoris dan kiasan berdasarkan langsung tidaknya

makna.

4. Mendeskripsikan gaya bahasa retoris dan kiasan berdasarkan langsung tidaknya makna

dalam Otobiografi Ajahn Brahm yang berjudul Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya.

5. Menentukan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA.

6. Menarik simpulan dari analisis yang telah dilakukan.

1.4 Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data

Teknik pengumpulan dan analisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisis teks, yaitu dengan cara membaca secara cermat. Langkah selanjutnya yang dilakukan peneliti untuk menganalisis data adalah sebagai berikut.

1. Membaca karya sastra Otobiografi Ajahn Brahm yang berjudul Si Cacing dan Kotoran

Kesayangannya secara keseluruhan.

2. Mengidentifikasi dengan cara menandai penggunaan gaya bahasa berdasarkan langsung

tidaknya makna yaitu gaya bahasa retoris dan kiasan.

3. Mengelompokkan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yang mencakup dua

gaya bahasa yang meliputi

a. gaya bahasa retoris yang terdiri atas gaya bahasa aliterasi, asonansi, anastrof (inversi),

apofasis (preterisio), apostrof, asidenton, polisindenton, kiasmus, elipsis, eufimismus, litotes, histeron proteron,

pleonasme, tautologi, perifrasis, prolepsis atau antisipasi, erotesis atau pertanyaan retoris, silepsis, zeugma, koreksio atau epanortosis, hiperbola, paradok, oksimoron;

b. gaya bahasa kiasan yang terdiri atas persamaan atau simile, metafora, alegori, parabel,

antonomasia, hipalase, ironi, sinisme, sarkasme, satire, inuedo, antifrasis, pun atau paronomasia.

Indikator Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna

No Indikator Sub Indikator Deskriptor

1. Gaya Bahasa Retoris a. Aliterasi b. Asonansi c. Anastrof (inversi) d. Apofasis (Preterisio) e. Apostrof

Aliterasi adalah gaya bahasa yang berwujud pengulangan konsonan yang sama biasanya dipergunakan dalam puisi, prosa, dan novel untuk perhiasan atau untuk penekanan. Asonansi adalah gaya bahasa yang berwujud pengulangan bunyi vokal yang sama biasanya dipergunakan dalam puisi, prosa, dan novel untuk memperoleh efek penekanan atau sekedar keindahan.

Anastrof (inversi) adalah gaya retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat. Gaya bahasa ini dipergunakan apabila predikat kalimat hendak lebih ditonjolkan atau dipentingkan daripada subjeknya sehingga predikat terletak di depan subjeknya. Apofasis (Preterisio) adalah gaya bahasa di mana pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal atau sebaliknya.

Apostrof adalah gaya bahasa yang berbentuk sebuah amanat yang disampaikan kepada sesuatu yang tidak hadir. Makna apostrof ialah berpaling atau berputar. Seorang pembicara tiba-tiba mengarahkan ucapannya kepada sesuatu yang tidak hadir, kepada mereka yang

f. Asidenton

g. Polisindenton

h.Kiasmus

i. Elipsis

j. Eufismismus

sudah meninggal, atau kepada barang atau objek khayalan sehingga tampaknya ia tidak berbicara lagi kepada hadirin. Asidenton adalah penghilangan konjungsi (kata sambung) dalam frasa atau klausa atau kalimat. Gaya bahasa asidenton bersifat padat dan mapat; kata-kata yang sederajat berurutan, atau klausa-klausa yang sederajat, tidak dihubungkan dengan kata sambung.

Polisindenton adalah suatu gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari asidenton, beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata sambung.

Kiasmus adalah gaya bahasa yang mengandung dua bagian, baik frasa atau klausa yang sifatnya

berimbang dan dipertentangkan satu sama lain. Tetapi, susunan frasa atau klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa atau klausa lainnya.

Gaya bahasa dengan

menghilangkan satu kata atau lebih yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar.

Eufismismus adalah gaya bahasa yang mempergunakan sepatah atau sekelompok kata untuk

menggantikan kata lain dengan maksud agar terdengar lebih sopan, alat untuk menghindarkan diri dari yang dianggap bisa menyingung perasaan orang lain. Gaya bahasa ini disebut juga pelembut.

k. Litotes l. Histeron Proteron m. Pleonasme n. Tautologi o. Perifrasis p. Prolepsis (Antisipasi)

Litotes adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri, sesuatu hal dinyatakan kurang dari keadaan sebenarnya atau suatu pikiran dinyatakan dengan menyangkal lawan katanya. Histeron Proteron adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari suatu yang logis atau

kebalikan dari urutan yang wajar, misalnya menempatkan suatu yang terjadi kemudian pada awal

peristiwa.

Pleonasme adalah gaya bahasa yang pemakaian kata-katanya lebih daripada yang diperlukan.

Tautologi adalah gaya bahasa penegasan dengan mengulang beberapa kali sepatah kata dalam sebuah kalimat, dapat pula mempergunakan beberapa kata yang bersinonim berturut-turut dalam sebuah kalimat sehingga disebut juga gaya bahasa sinonimi karena mempergunakan kata-kata yang bersinonimi.

Perifrasis atau perifrase adalah gaya bahasa penguraian atau pengungkapan yang panjang lebar sebagai pengganti pengungkapan yang lebih pendek, sepatah kata diganti dengan serangkaian kata yang mengandung arti yang sama dengan kata yang diganti itu. Prolepsis (antisipasi) adalah gaya bahasa yang mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata

q. Erotesis (Pertanyaan Retoris) r. Silepsis s. Zeugma t. Koreksio (Eparnotosis) u. Hiperbola

sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi.

Erotesis (pertanyaan retoris) adalah semacam pertanyaan yang

dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih

mendalam, penekanan yang wajar dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban, dalam pertanyaan retoris terdapat asumsi bahwa hanya ada satu jawaban yang mungkin.

Silepsis adalah gaya bahasa dimana orang mempergunakan dua

kontruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya hanya memunyai hubungan dengan kata pertama, kontruksi yang dipergunakan itu secara gramatikal benar, tetapi secara semaqntik tidak benar. Zeugma adalah gaya bahasa di mana orang mempergunakan dua kontruksi ratapan dengan

menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya hanya salah satunya memunyai hubungan dengan pertama, adapun kata yang dipakai untuk membawahi kedua kata berikutnya, sebenarnya hanya cocok untuk salah satu daripadanya baik secara logis maupun

gramatikal.

Koreksio (eparnotosis) adalah gaya bahasa yang berwujud, mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi

kemudian memperbaikinya.

v. Paradok

w. Oksimoron

mengandung pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan suatu hal.

Paradok adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan pengungkapan sesuatu seolah-olah berlawanan tetapi ada logikanya. Oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengann mempergunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama, dan sebab itu sifatnya lebih padat dan tajam dari paradoks.

2. Gaya bahasa

kiasan a. Persamaan (simile)

b. Metafora

c. Alegori

d. Parabel

Persamaan atau simile adalah gaya bahasa yang menyatakan

perbandingan yang bersifat eksplisit, yakni yang

mempergunakan alat formal untuk menyatakan hubungan seperti, bagai, laksana, ibarat, dan sebagainya. Simile langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal lain.

Metafora adalah gaya bahasa yang berupa kiasan persamaan antara benda yang diganti namanya dan benda yang menggantinya, kedua benda yang diperbandingkan itu memunyai persamaan sifat. Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan, gaya bahasa alegori melukiskan sesuatu dengan cara membandingkan sesuatu yang lain secara utuh. Parabel adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menyambut cerita-cerita khayal dalam kitab suci yang bersifat alegoris untuk menyampaikan kebenaran moral

e. Fabel f. Personifikasi (Prosopopea) g. Alusi h. Eponim i. Epitet j. Sinekdoke atau spiritual.

Fabel adalah suatu metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang di mana

binatang-binatang bahkan makhluk-makhluk yang bernyawa bertindak seolah-olah sebagai manusia, tujuan fabel ialah menyampaikan ajaran moral. Personifikasi (prosopopea) adalah gaya bahasa yang melukiskan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah hidup, dapat bergerak, gaya bahasa personifikasi disebut juga penginsanan atau

pengorangan.

Alusi adalah gaya bahasa yang mengias dengan mempergunakan peribahasa atau

ungkapan-ungkapan yang sudah lazim ataupun mempergunakan sampiran pantun yang isinya sudah umum diketahui.

Eponim adalah gaya bahasa yang melukiskan sesuatu dengan cara mengambil sifat yang dimiliki oleh nama-nama yang telah terkenal. Epitet adalah gaya bahasa

semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal, keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan dan menggantikan nama seseorang atau suatu benda.

Sinekdoke berasal dari bahasa

Yunani synekdechesthai yang

berarti menerima bersama-sama. Sinekdoke adalah gaya bahasa yang mempergunakan sebagian

k. Metonimia l. Antonomasia m. Hipalase n. Ironi o.Sinisme p. Sarkasme

dari suatu hal untuk menyatakan

keseluruhan (pars pro toto) atau

mempergunakan keseluruhan untuk

menyatakan sebagian (totum pro

parte).

Metonimia adalah gaya bahasa yang menggunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena memunyai pertalian yang sangat dekat.

Antonomasia adalah gaya bahasa yang merupakan sebuah bentuk khusus dari yang berwujud

penggunaan sebuah epita (julukan) untuk menggantikan nama diri, atau gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri.

Hipalase adalah gaya bahasa di mana sebuah kata tertentu

dipergunakan untuk menerangkan sebuah kata yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata lain. Ironi adalah gaya bahasa sindiran yang mengatakan sebaliknya dari sebenarnya, kadang-kadang ironi hanya merupakan olok-olok atau cemooh secara halus. Apakah itu sindiran atau gurauan dapat ditentukan oleh cara pembicara berkata atau ditentukan oleh situasi.

Sinisme adalah gaya bahasa sindiran, tetapi lebih kasar dari pada ironi.

Sarkasme adalah gaya bahasa sindiran yang paling kasar, memaki orang dengan kata-kata yang kasar dan tidak sopan. Gaya bahasa ini selalu akan menyakiti hati dan tidak enak didengar.

q. Satire

r. Inuedo

s. Antifrasis

t. Pun (Paronomasia)

Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak suatu. Satire mengandung kritik tentang kelemahan manusia, tujuan utamanya adalah agar diadakan perbaikan. Satire berbentuk uraian yang harus ditafsirkan lain dari makna permukaannya.

Inuedo adalah pengungkapan yang bermaksud menyindir dengan cara mengecilkan kenyataan yang sebenarnya, dengan kata lain menyidir secara tidak langsung. Antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna

kebalikannya,atau kata-kata yang dipakai untuk menyangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya.

Pun (paronomasia) adalah gaya bahasa kiasan dengan

mempergunakan kemiripan bunyi. Ia merupakan permainan kata yang didasarkan pada kemiripan bunyi, tetapi terdapat perbedaan besar dalam maknanya.

4. Menyimpulkan gaya bahasa retoris dan kiasan dalam Otobiografi Ajahn Brahm yang berjudul

Si Cacing dan Kotoran Kesayangannyadan kelayakannya sebagai alternatif bahan ajar Bahasa

1

BAB V

Dokumen terkait