• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian kajian dampak Coremap terhadap kondisi sosial ekonomi nelayan Kabupaten Sikka adalah metode survei. Menurut Nazir (1988), metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah. Dalam metode survei juga dikerjakan evaluasi serta perbandingan-perbandingan terhadap hal-hal yang telah dikerjakan orang dalam menangani situasi atau masalah yang serupa dan hasilnya dapat digunakan dalam pembuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa mendatang.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sikka yang merupakan wilayah Coremap di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian di lapangan dilakukan selama tiga bulan yaitu dari Bulan Juni 2013 sampai Bulan September 2013.

Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan adalah data dari 4 aspek yang dikaji antara lain aspek ekonomi, ekologi, sosial, dan kelembagaan. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan kuisioner yang meliputi kondisi perikanan karang, kondisi sosial dan kondisi kelembagaan. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari studi literatur meliputi data kondisi terumbu karang, kondisi ikan karang, kondisi sosial, dan kondisi kelembagaan. Data sekunder diperoleh dari DKP, BPS dan Bappeda baik di tingkat kabupaten maupun di tingkat pusat. Secara rinci matriks tujuan penelitian, jenis data, metode pengambilan data dan analisis disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Matriks tujuan, jenis data, metode pengambilan data, dan analisis

Teknik Penentuan Desa Sampel

Pertimbangan lokasi yang luas (pulau-pulau dan daratan besar) dan akses masyarakat terhadap sumberdaya, maka pengambilan data ekonomi, sosial dan kelembagaan dilakukan dengan cara cluster sampling. Menurut Nazir (1988),

cluster sampling adalah teknik memilih sebuah sampel dari kelompok-kelompok unit-unit yang kecil. Menurut Sevilla et al. (1993),

individu yang memiliki karakteristik yang sama dikategorikan dalam satu kelompok. Pengambilan sampel kadang-kadang dikaitkan sebagai pengambilan sampel wilayah sebab dalam pelaksanaannya seringkali didasarkan atas letak geografis.

Penentuan desa sampel menggunakan teknik two stage cluster sampling. Adapun tahapan penentuan desa sampel dalam penelitian ini adalah:

1. Dari data sekunder pada kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sikka diperoleh keterangan bahwa terdapat 44 desa sasaran Coremap (N = 44).

2. Selanjutnya peneliti secara random memilih desa sampel berdasarkan letak geografis dan jumlah desa dalam kecamatan. Letak geografis dibagi menjadi dua sub populasi besar yaitu pantai utara (N1) dan pantai selatan (N2). Pantai utara dibagi lagi menjadi dua sub populasi yaitu pulau-pulau kecil (N11) dan daratan (N12). Berdasarkan jumlah desa dalam kecamatan, maka desa sampel selanjutnya digolongkan ke dalam desa dengan jumlah > 4 dan desa dengan jumlah < 4. Kelompok desa di pulau-pulau kecil dengan jumlah > 4 (N111) terdiri atas Desa Kojadoi, Kojagete dan Parumaan. Kelompok desa di pulau-pulau kecil dengan jumlah < 4 (N112) terdiri atas Desa Pemana, Gunung Sari, Samparong, Reruwairere, Maluriwu dan Lidi, sedangkan, kelompok desa di daratan pantai utara dengan jumlah > 4 (N121) terdiri atas Desa Hoder, Watudiran, Egon, Nangatobong, Wairterang, Wailamung, Nangahale, Darat Pantai, Lewomada, Bangkoor, Beru, Wairotang dan Waioti. Kelompok desa di daratan pantai utara dengan jumlah < 4 (N122) terdiri atas Desa Kolisia, Reroroja, Watumilok, Kota Uneng, Waiara, Geliting, Namangkewa, Wolomarang, Hewuli dan Wuring. Kelompok desa di pantai selatan dengan jumlah > 4 (N21) terdiri atas Desa Lela, Sikka, Watutedang, Hepang dan Kolidetung. Kelompok desa di pantai selatan dengan jumlah < 4 (N22) terdiri atas Desa Korobhera, Ipir, Hebing, Pruda, Paga, Wolowiro dan Mbengu. 3. Total desa sampel dalam penelitian ini sebanyak 8 desa terdiri atas Desa

Reroroja, Darat Pantai, Bangkoor, Kojadoi, Pemana, Sikka, Ipir dan Wuring. Skema penentuan desa sampel disajikan pada Gambar 2.

Stage-1

Stage-2

Gambar 2 Skema penentuan desa sampel menggunakan two stage cluster sampling dan purposive sampling

N1 = 32 N11 = 9 N = 44 N111 = 6 N112 = 3 N121 = 13 N122 = 10 N2 = 12 N21 = 5 N22 = 7 n1 = 1 n2 = 1 n3 = 2 n4 = 2 n5 = 1 n6 = 1 ∑ni = 8 N12 = 23

Teknik Penentuan Responden

Responden yang dipilih terdiri atas masyarakat desa pesisir Coremap dan stakeholder terkait pengelolaan Coremap di Kabupaten Sikka. Masyarakat desa contoh pesisir Coremap � yang dimaksud adalah kelompok nelayan ikan karang (KNIK) sedangkan stakeholder diambil secara hirarki dari desa, kecamatan, dan kabupaten yang mewakili semua kepentingan yang berpengaruh atau berkepentingan dengan Coremap. Pemilihan responden KNIK dengan teknik convenience yaitu prosedur memilih responden yang paling mudah tersedia, sembarang atau kebetulan dijumpai (Sevilla et al. 1993; Juanda 2007). Prosedur ini digunakan dengan alasan tidak tersedianya data sekunder berupa statistik populasi nelayan ikan karang baik di DKP Sikka, unit pemerintahan tingkat kecamatan maupun desa atau kelurahan. Responden dan stakeholder lain terdiri atas tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat dari masing-masing desa/kelurahan sampel serta pelaku perikanan dan pengelola program Coremap.

Analisis Data Analisis Bioekonomi Ikan Karang

Penilaian terhadap kondisi pemanfaatan ikan karang di Kabupaten Sikka pasca pelaksanaan Coremap dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan bioekonomi. Hal terpenting dalam penilaian sumberdaya perikanan adalah nilai estimasi tangkapan lestari dari stok ikan. Penilaian sumberdaya perikanan ini idealnya dilakukan pada setiap spesies (stock-by-stock basis). Produktivitas dari stok ikan perlu diketahui terlebih dahulu menggunakan metode kuantitatif untuk mengetahui nilai estimasi tangkapan lestari tersebut.

Metode analisis data penelitian ini berdasarkan model surplus produksi terdiri dari metode untuk pendugaan parameter-parameter yang digunakan dan metode untuk pendugaan nilai optimal pengelolaan sumberdaya ikan karang di perairan Kabupaten Sikka. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibedakan yaitu parameter biologi dan parameter ekonomi. Parameter biologi yang diduga adalah parameter pertumbuhan intrinsik ikan (r), kemampuan alat tangkap dalam melakukan penangkapan ikan (q) dan daya dukung lingkungan (K), sedangkan parameter ekonomi yaitu harga input dalam melakukan penangkapan dan harga output ikan karang.

Kegiatan awal adalah menyusun data produksi dan upaya (input atau effort) dalam bentuk urut waktu (series). Perikanan karang di perairan Kabupaten Sikka termasuk dalam kategori multigear-multispecies, sehingga terlebih dahulu produksi harus dipisahkan menurut jenis alat tangkap. Produksi tersebut diusahakan merupakan target species dari alat tangkap yang dianalisis. Data yang diambil dalam kurun waktu 11 tahun, terhitung awal pelaksanaan sampai akhir pelaksanaan Coremap di Kabupaten Sikka.

Parameter biologi diduga dengan menggunakan model surplus produksi yang dikemukakan Clark, Yoshimoto dan Pooley (1992), atau lebih dikenal dengan metode CYP. Persamaan CYP dalam bentuk matematis dapat ditulis sebagai berikut (Ami et al. 2005 vide Mussadun 2012):

Ut-1 = 2r 2+r ln qK + 2-r 2+r ln Ut -q 2+r Et+Et+1 Dimana:

U : produksi per unit upaya (CPUE)

ln �+ : sebagai variabel terikat (Y), nilai ln CPUE tahun t+1 ln � : sebagai variabel bebas 1 , nilai ln CPUE tahun t

� + �+ : sebagai variabel bebas 2 , jumlah upaya tahun t ditambah t+1

: koefisien pertumbuhan alami ikan : koefisien daya tangkap

: koefisien daya dukung lingkungan

Dengan meregresikan hasil tangkap per unit input (effort) yang dilambangkan dengan U pada periode t+1 dan dengan U pada periode t, serta penjumlahan input pada periode t dan t+1, akan diperoleh koefisien r, q dan K secara terpisah. Selanjutnya setelah disederhanakan persamaan di atas dapat diestimasikan dengan OLS melalui:

ln Un+1 = α+β1ln Un2 En+En+1

Sehingga nilai parameter r, q dan K dapat diperoleh melalui persamaan berikut:

r=2(1-β1)/(1+β1) q=1-β2(1+β1) K=eα 2+r / 2r /q

Nilai parameter r, q dan K kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan fungsi logistik, untuk memperoleh tingkat pemanfaatan lestari antar waktu. Pendugaan nilai optimal meliputi manfaat ekonomi lestari � , upaya optimal

lestari � , dan produksi optimal lestari pada daerah penangkapan ikan

karang sebagai berikut:

Model manfaat ekonomi optimal lestari

π*= pqKE 1-q

rE -cE

Model upaya (input) optimal lestari

E*=2qr 1- c

pqK

Model produksi optimal lestari

h*=rK4 1+pqKc 1- c

Dalam menentukan jumlah input (upaya penangkapan) yang digunakan terlebih dahulu dilakukan standarisasi terhadap upaya penangkapan. Standarisasi dilakukan untuk memperoleh jumlah alat tangkap yang mempunyai hasil tangkapan per unit upaya penangkapan yang sama. Standarisasi alat tangkap mengacu kepada metode yang dikemukakan oleh Guland (1983) vide Sobari (2009) yaitu dengan menghitung fishing power index (FPI):

FPI = CPUECPUEi

s Dimana:

FPI : fishing power index

� �� : CPUE alat tangkap yang akan distandarisasi (kg per trip)

� �� : CPUE alat tangkap standar (kg per trip)

Selanjutnya diikuti dengan standarisasi upaya penangkapan yang dihitung dengan rumus (Guland 1983 vide Sobari 2009):

fs = FPI x fi

Dimana:

� : upaya penangkapan hasil standarisasi (trip)

� : upaya penangkapan yang akan distandarisasi (trip)

Parameter ekonomi yang mempengaruhi model bioekonomi dalam perikanan tangkap adalah harga input atau biaya penangkapan (c) dan harga output tangkapan (p). Estimasi parameter ekonomi berupa biaya memanen per trip atau per hari melaut dan harga per kg atau per ton, sebaiknya diukur dalam ukuran riil. Nilai dari survei atau data sekunder harus dikonversi ke pengukuran riil dengan cara menyesuaikannya dengan indeks harga konsumen (IHK) sehingga pengaruh inflasi bisa dieliminir (Fauzi dan Anna 2005).

Analisis laju degradasi sumberdaya perikanan merupakan analisis yang digunakan untuk melihat sejauhmana pemanfaatan sumberdaya ikan berpengaruh terhadap kondisi sumberdaya ikan tersebut. Model penentuan koefisien atau laju degradasi ikan karang mengadopsi hasil riset Anna (2003), dengan persamaan sebagai berikut: ∅D = 1 1+ ehh0 Dimana: ℎ : produksi lestari ℎ : produksi aktual

: koefisien atau laju degradasi

Menurut Fauzi dan Anna (2002), penilaian depresiasi sumberdaya alam penting dilakukan, karena dapat mengetahui dengan pasti kerusakan/penurunan kualitas sumberdaya alam sebagai akibat dari eksploitasi sumberdaya tersebut. Laju depresiasi dihitung dengan memasukkan nilai rupiah yaitu analisis rente

aktual dibandingkan dengan rente lestari dari pemanfaatan sumberdaya ikan karang. Perhitungan laju depresiasi sumberdaya alam pada dasarnya sama dengan formula perhitungan laju degradasi, hanya saja input variabel perhitungannya yang berbeda dimana perhitungan laju depresiasi menggunakan parameter ekonomi dengan persamaan sebagai berikut:

R= 1

1+ eππ0 Dimana:

: rente lestari

� : rente aktual

: koefisien atau laju depresiasi

Analisis Hubungan Kondisi Terumbu Karang, Kelimpahan Ikan Karang, Hasil Tangkapan Ikan Karang dan Pendapatan Nelayan Ikan Karang

Penilaian kondisi terumbu karang pada penelitian ini dengan melihat persentase tutupan karang hidup pada unit analisis pada tahun 2011. Penilaian kondisi ikan karang pada penelitian ini dengan melihat hasil identifikasi kelimpahan ikan target atau ikan konsumsi pada unit analisis pada tahun 2011. Penilaian kondisi terumbu karang dan kondisi ikan karang menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan capaian kegiatan Coremap, DKP Sikka tahun 2011.

Pendapatan nelayan ikan karang dalam penelitian ini adalah pendapatan nelayan ikan karang pada tahun 2011 yang diperoleh dari data primer melalui hasil wawancara. Demikian pula dengan data hasil tangkapan nelayan ikan karang yang diperoleh dari data primer pada tahun 2011. Untuk menjawab tujuan penelitian yang kedua, maka dilakukan analisis korelasi antara persentase tutupan karang dengan kelimpahan ikan target, kelimpahan ikan target dengan hasil tangkapan, dan hasil tangkapan dengan pendapatan nelayan ikan karang. Analisis data dilakukan menggunakan software SPSS 15.0.

Menurut Sunyoto (2011), analisis korelasi adalah suatu analisis statistik yang mengukur tingkat hubungan antara variabel bebas (independent variable)

disimbolkan dengan ”X” dengan variabel terikat (dependent variable)

disimbolkan dengan ”Y”. Hubungan antara dua variabel (X dan Y) ini disebut korelasi bivariat. Koefisien korelasi adalah suatu ukuran arah dan kekuatan hubungan linier antara dua variabel random. Penelitian ini menggunakan pengukuran korelasi bivariat secara linier dengan rumus Carl Pearson sebagai berikut: r = n∑XY-∑X∑Y √n∑X2- ∑X 2√n∑Y2 ∑Y 2 Dimana: : koefisien korelasi : variabel bebas : variabel terikat

Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya hubungan antara variabel yang sedang diselidiki maka perlu dilakukan uji hipotesis terhadap koefisien korelasi dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menentukan H0 dan Ha

a. Hubungan antara persentase tutupan karang dengan kelimpahan ikan target

H0 : r = 0 (tidak ada hubungan yang signifikan antara persentase tutupan karang hidup dengan kelimpahan ikan target)

Ha : r ≠ 0 (ada hubungan yang signifikan antara persentase tutupan

karang hidup dengan kelimpahan ikan target)

b. Hubungan antara kelimpahan ikan target dengan hasil tangkapan ikan H0 : r = 0 (tidak ada hubungan yang signifikan antara kelimpahan ikan target dengan hasil tangkapan ikan)

Ha : r ≠ 0 (ada hubungan yang signifikan antara kelimpahan ikan target

dengan hasil tangkapan ikan)

c. Hubungan antara hasil tangkapan ikan dengan pendapatan nelayan ikan karang

H0 : r = 0 (tidak ada hubungan yang signifikan antara hasil tangkapan ikan dengan pendapatan nelayan ikan karang)

Ha : r ≠ 0 (ada hubungan yang signifikan antara hasil tangkapan ikan

dengan pendapatan nelayan ikan karang) 2. Menentukan level of significance

Tingkat kesalahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5% dengan nilai tabel = tα/2; df(n-2)

3. Kriteria Pengujian

H0 diterima jika –tα/2; df(n-2) < thitung < +tα/2; df(n-2)

H0 ditolak jika thitung < -tα/2; df(n-2) atau thitung > +tα/2; df(n-2) 4. Pengujian

Pengujian dilakukan dengan menggunakan besaran pengujian thitung

sebagai berikut:

t hitung= r√n-2

√1-r2

5. Kesimpulan

Kesimpulannya adalah dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel. Jika thitung < ttabel maka keputusannya adalah menerima H0.

Jika thitung > ttabel maka keputusannya adalah menolak H0 dan menerima Ha.

Analisis Stakeholder

Analisis stakeholder adalah analisis yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan memetakan aktor (tingkat kepentingan dan pengaruhnya) dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan karang di wilayah Coremap Kabupaten Sikka serta potensi kerjasama dan konflik antar aktor. Aktor merupakan masyarakat yang memiliki daya untuk mengendalikan penggunaan sumberdaya.

Aktor sangat bervariasi jika dilihat dari derajat pengaruh dan kepentingannya. Aktor ini dapat dikategorikan sesuai dengan banyak atau sedikitnya pengaruh dan kepentingan relatifnya terhadap keberhasilan pengelolaan sumberdaya alam.

Analisis stakeholder dapat dikatakan sebagai suatu sistem untuk mengumpulkan informasi mengenai kelompok atau individu yang terkait, mengkategorikan informasi, dan menjelaskan kemungkinan konflik antar kelompok, dan kondisi yang memungkinkan terjadinya trade-off. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis stakeholder adalah sebagai berikut: 1) Identifikasi aktor

2) Membuat tabel aktor

3) Menganalisis pengaruh dan kepentingan aktor 4) Membuat aktor grid

5) Menyepakati hasil analisis dengan aktor utama

Proses penentuan aktor dilakukan dengan beberapa langkah antara lain: a. Mengidentifikasi sendiri berdasarkan pengalaman dalam bidang

pembangunan wilayah atau berkaitan dengan perencanaan kebijakan. b. Mengidentifikasi berdasarkan catatan statistik serta laporan penelitian.

Hasil identifikasi ini berupa daftar panjang individu dan kelompok yang terkait dengan pembangunan wilayah pesisir.

c. Identifikasi aktor menggunakan pendekatan partisipatif dengan teknik snowball yaitu setiap aktor mengidentifikasi aktor lainnya untuk diteliti. Berdiskusi dengan aktor pertama kali teridentifikasi dapat mengungkapkan pandangan mereka tentang keberadaan aktor penting lainnya yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya. Metode ini dapat juga membantu mendapatkan pengertian yang lebih mendalam terhadap kepentingan dan keterkaitan aktor.

Tabel 2 Ukuran kuantitatif terhadap identifikasi dan pemetaan aktor

Skor Nilai Kriteria Keterangan

Kepentingan Aktor

5 17-20 Sangat Tinggi Sangat bergantung pada keberadaan sumberdaya 4 13-16 Tinggi Ketergantungan tinggi pada keberadaan

sumberdaya

3 9-12 Cukup Tinggi Cukup bergantung pada keberadaan sumberdaya 2 5-8 Kurang Tinggi Ketergantungan pada keberadaan sumberdaya

kecil

1 0-4 Rendah Tidak bergantung pada keberadaan sumberdaya

Skor Nilai Kriteria Keterangan

Pengaruh Aktor

5 17-20 Sangat Tinggi Jika responnya berpengaruh nyata terhadap aktivitas aktor lain

4 13-16 Tinggi Jika responnya berpengaruh besar terhadap aktivitas aktor lain

3 9-12 Cukup Tinggi Jika responnya cukup berpengaruh terhadap aktivitas aktor lain

2 5-8 Kurang Tinggi Jika responnya berpengaruh kecil terhadap aktivitas aktor lain

1 0-4 Rendah Jika responnya tidak berpengaruh terhadap aktivitas aktor lain

Untuk memudahkan analisis aktor, maka setiap aktor dikategorikan kedalam lima kategori yakni pemerintah (pengambil kebijakan dan lembaga legislatif), swasta (pengusaha dan lembaga donor), masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi sosial lainnya, serta perguruan tinggi. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara langsung dan kuisioner terhadap wakil dari masing-masing aktor yang teridentifikasi dari hasil analisis aktor, pengolahan data kualitatif hasil wawancara dikuantitatifkan dengan mengacu pada pengukuran data berjenjang 5 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Untuk mengetahui besarnya kepentingan dan pengaruh masing-masing aktor terhadap pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir, alat analisis selanjutnya adalah analisis grid. Dalam analisis ini, aktor dikategorikan menurut tingkat kepentingan dan pengaruhnya terhadap pengelolaan sumberdaya. Sebaran posisi aktor menurut kepentingan dan pengaruhnya diilustrasikan pada Gambar 3.

Tinggi Kepentingan Rendah A. Subyek / Subject B.

Pemain / Key Player

C.

Penonton / Crowd

D.

Aktor / Context Setter

Rendah Pengaruh Tinggi Gambar 3 Aktor Grid (Haswanto 2006)

 Kotak A (subyek) menunjukkan kelompok yang memiliki kepentingan yang tinggi terhadap kegiatan tetapi rendah pengaruhnya, mencakup anggota organisasi yang melakukan kegiatan dan responsif terhadap pelaksanaan kegiatan tetapi bukan pengambil kebijakan.

 Kotak B (pemain) merupakan kelompok aktor yang memiliki derajat pengaruh dan kepentingan yang tinggi untuk mensukseskan kegiatan seperti tokoh masyarakat, kepala instansi terkait, dan kepala pemerintahan.

 Kotak C (penonton) mewakili kelompok aktor yang rendah pengaruh dan kepentingannya, interest mereka dibutuhkan untuk memastikan dua hal yakni: (a) interest-nya terpengaruh sebaliknya, dan (b) kepentingan dan pengaruhnya tidak mengubah keadaan.

 Kotak D (aktor) merupakan aktor yang berpengaruh tetapi rendah kepentingannya dalam pencapaian tujuan dan hasil kebijakan.

Analisis Persepsi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Karang

Menurut Robbins dan Judge (2009) vide Hanggraeni (2011), persepsi diartikan sebagai cara individu menganalisis dan mengartikan pengamatan

indrawi mereka dengan tujuan untuk memberikan makna terhadap lingkungan sekitar mereka. Seorang individu akan memandang segala sesuatu dengan persepsi mereka sendiri yang mungkin saja berbeda dengan persepsi orang lain.

Hasil penelitian Aranbica et al. (1999) vide Mussadun (2012), menyatakan bahwa upaya memperkuat kesadaran dan pemahaman stakeholder tentang arti pentingnya menjaga sumberdaya pesisir sangat berhubungan erat dengan kemampuan dan kebijakan manajemen sumberdaya pesisir di kawasan konservasi laut teluk selatan Meksiko. Pengelolaan kolaboratif tidak akan berhasil tanpa didukung dengan upaya pemberdayaan. Salah satu upaya untuk memberdayakan dan melibatkan nelayan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Sikka adalah menggali pemahaman nelayan melalui persepsi mereka tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan sumberdaya perikanan karang di Kabupaten Sikka secara berkelanjutan. Beberapa faktor yang mempengaruhi pengelolaan sumberdaya perikanan karang berkelanjutan di Kabupaten Sikka ditinjau dari tiga komponen utama program Coremap yaitu penguatan kelembagaan (institutional strengthening); pengelolaan berbasis masyarakat dan kolaborasi (co-management); penyadaran masyarakat, pendidikan dan mitra bahari (sea-partnership). Ketiga komponen di atas menjadi dasar atau acuan persepsi masyarakat pesisir terhadap Coremap mengenai keberadaan program Coremap, dampak program terhadap pendapatan nelayan, dan dampak program terhadap perilaku nelayan dari aktivitas destruktif menjadi ramah lingkungan. Analisis Konflik Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Karang

Analisis berbagai konflik antar pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pemanfaatan sumberdaya terumbu karang dan ikan karang di Kabupaten Sikka menggunakan pendekatan yang dilakukan oleh Fisher et al. (2000). Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam metode analisis ini, sebelumnya dipahami dahulu mengapa konflik itu terjadi: (1) agar dipahami latar belakang dan sejarah suatu situasi dan kejadian-kejadian saat ini (2) identifikasi kelompok yang terlibat, dan tidak hanya kelompok yang menonjol saja (3) agar memahami pandangan semua kelompok dan lebih mendalami bagaimana hubungan mereka satu sama lain (4) identifikasi faktor-faktor dan kecenderungan-kecenderungan yang mendasari konflik dan (5) agar belajar dari kegagalan dan juga kesuksesan.

Pada tahap analisis ini dilakukan pemetaan konflik, identifikasi wujud dan jenis konflik dan identifikasi terhadap jenis penyelesaian konflik dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan karang selama pelaksanaan Coremap di Kabupaten Sikka. Konflik seperti diutarakan Fuad dan Maskanah (2000), dipetakan ke dalam ruang-ruang konflik dengan menggunakan kriteria-kriteria berikut yaitu konflik data, konflik kepentingan, konflik hubungan antar manusia, konflik nilai dan konflik struktural. Identifikasi wujud konflik diklasifikasikan kedalam tiga jenis konflik yaitu konflik tertutup (latent), konflik mencuat (emerging) dan konflik terbuka (manifest). Beberapa bentuk penyelesaian konflik dikemukakan oleh Singth dan Vlatas (1991) vide Budiono (2005) antara lain forcing, withdrawal, smoothing, compromising dan confrontation. Selanjutnya berdasarkan hasil identifikasi di atas, dilakukan perumusan relosusi atau penyelesaian konflik yang terbaik bagi pihak-pihak yang terlibat dalam konflik pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan karang tersebut.

Analisis Kapasitas Masyarakat dalam Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Karang

Kapasitas diartikan sebagai kemampuan, ketrampilan, pemahaman, sikap, nilai-nilai, hubungan perilaku, motivasi, sumberdaya, dan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap individu, organisasi, jaringan kerja/sektor, dan sistem yang lebih luas untuk melaksanakan fungsi-fungsi mereka dan mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan dari waktu ke waktu (Milen 2006 vide Yuswijaya 2008). Suharjito (2010), dalam tulisannya memaparkan definisi kapasitas sebagai kemampuan untuk melakukan tindakan untuk mencapai yang dikehendaki baik untuk kepentingan dirinya maupun kepentingan pihak lain. Kemampuan itu merupakan perpaduan dari pengetahuan (knowledge), keahlian (skill), pengalaman (experiences), daya cipta (innovativeness) dan hasrat atau cita-cita (desire). Analisis yang digunakan pada tahap ini adalah analisis secara kualitatif tentang faktor -faktor yang membentuk kemampuan nelayan secara individu diantaranya pengetahuan (knowledge), keahlian (skill), dan pengalaman (experience) dalam pemanfaatan sumberdaya terumbu karang dan ikan karang selama pelaksanaan Coremap di Kabupaten Sikka.

Lebih lanjut dikatakan Suharjito (2010), kapasitas ada pada individu -individu dan pada masyarakat sebagai kolektivitas. Pada tingkat masyarakat terjadi proses-proses saling belajar antar individu, bekerjasama, saling menolong, gotong-royong, pengaturan, pengorganisasian, dan lain-lain proses sosial. Kapasitas individu dipertukarkan, diperkaya, diregenerasi, terjadi

proliferation”. εasyarakat mempunyai kapasitasnya sendiri lebih dari kapasitas individu-individu anggotanya. Dalam masyarakat terdapat norma, nilai, aturan-aturan yang menjadi pedoman, bahkan memaksa bagi anggotanya dalam melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan.

Modal sosial (social capital) merupakan suatu konsep yang menggambarkan kapasitas masyarakat. Modal sosial memfasilitasi hubungan -hubungan sosial antar individu (atau kelompok dan organisasi) melalui penyaluran informasi, penegakan norma, pemeliharaan saling percaya (trustworthiness), jaringan sosial (social network). Untuk itu dilakukan pengukuran kapasitas masyarakat pesisir Kabupaten Sikka yang meliputi: trust (kepercayaan), jaringan sosial (social networking) dan norma-norma sosial (social norms).

Menurut Dharmawan (2002), kepercayaan (trust) bagi sebagian analisis sosial disebut sebagai bagian tak terpisahkan dari modal sosial dalam pembangunan yang menjadi ruh dari modal sosial. Kepercayaan (trust) tersebut terbagi ke dalam tiga klasifikasi aras yaitu kepercayaan pada aras

Dokumen terkait