Analisis Bioekonomi Ikan Karang
Analisis Bioekonomi membutuhkan dua data utama yaitu data produksi dan data upaya tangkap (Lampiran 4). Selanjutnya perhitungan besaran atau nilai dari catch per unit effort (CPUE) yang mencerminkan tingkat produktivitas dari upaya penangkapan (Lampiran 5). Tahap standarisasi alat tangkap menggunakan perhitungan fishing power index (FPI). Berdasarkan hasil wawancara, alat tangkap yang digunakan nelayan ikan karang adalah pancing, jaring insang tetap dan bubu. Nilai FPI dari ketiga alat tangkap tersebut akan menjadi input bagi perhitungan standarisasi upaya penangkapan ikan (Lampiran 6). Standarisasi upaya penangkapan adalah menyeragamkan besarnya nilai upaya penangkapan dari beberapa jenis alat tangkap yang berbeda ke satuan jenis alat tangkap yang menjadi standar (Lampiran 7 ,8, 9).
Berdasarkan hasil uji statistik, nilai R-square dari model CYP merupakan nilai paling tinggi dibanding model-model lainnya yaitu Fox, Walter-Hilborn, Schnute. Data input untuk sumberdaya ikan karang pada metode estimasi CYP, hasil OLS metode estimasi CYP, dan Perbandingan data aktual, parameter biologi, MSY dan uji statistik pada sumberdaya ikan karang disajikan pada Lampiran 10, 11 dan 12. Parameter ekonomi yang digunakan adalah harga riil dan biaya riil disesuaikan dengan IHK tahun dasar 2007 (Lampiran 13). Produksi lestari dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu produksi lestari secara biologi (MSY) dan produksi lestari secara ekonomi yang maksimum (MEY). Pada analisis MSY, variabel yang digunakan berupa parameter biologi saja sedangkan pada analisis MEY, variabel yang digunakan adalah parameter biologi dan ekonomi. Parameter biologi diantaranya parameter r, q, K, sedangkan parameter ekonomi seperti c (cost per-unit effort) dan harga riil (real price).
Tabel 18 Parameter biologi dan ekonomi sumberdaya ikan karang dengan menggunakan metode estimasi CYP
No Variabel kendali Simbol Nilai
1 Tingkat pertumbuhan r 6,010 2 Koefisien daya tangkap q 0,00000158 3 Daya dukung lingkungan perairan K 264,33 4 Harga per ton (Juta Rp) P 15,56 5 Biaya per trip (Juta Rp) c 0,001257 Sumber: Analisis Data 2013
Fungsi produksi lestari (hmsy) dipengaruhi oleh tingkat effort (E) dengan adanya parameter biologi r, K, dan q secara kuadratik. Dengan memasukkan nilai effort (E) tersebut maka akan diketahui tingkat produksi lestari dan upaya pemanfaatan sumberdaya ikan karang di perairan Kabupaten Sikka (Lampiran 14 dan 15). Parameter ekonomi dimasukkan dalam analisis ini agar diketahui tingkat optimal dari nilai manfaat atau rente pemanfaatan sumberdaya perikanan yang diterima oleh masyarakat nelayan (Tabel 19).
Tabel 19 Hasil analisis bioekonomi dalam berbagai rezim pengelolaan sumberdaya ikan karang dengan metode estimasi CYP
Rezim pengelolaan x (ton) h (ton) E (trip) π (juta Rp)
Sole Owner (MEY) 157,80 382,24 1.537.262 4.015,50 Open Access (OAY) 51,27 248,38 3.074.523 0,00
MSY 132,16 397,18 1.907.168 3.782,99
Aktual 301,63 3.050.604 858,72
Sumber: Analisis Data 2013
Pada Tabel 19 terlihat tingkat produksi yang berbeda dari masing-masing rezim pengelolaan. Produksi aktual lebih tinggi dibandingkan produksi pada kondisi pengelolaan open access dan lebih rendah dibandingkan dengan produksi pada kondisi pengelolaan MEY dan MSY. Hal ini dapat dikatakan bahwa perairan Kabupaten Sikka menuju over harvested dari sisi produksi. Berdasarkan besaran nilai rente aktual yang diperoleh lebih kecil dari pada rezim pengelolaan MEY dan MSY. Hal ini berarti penambahan effort tidak mempengaruhi peningkatan produksi dan rente secara signifikan sehingga pengelolaan sumberdaya ikan karang di perairan Kabupaten Sikka sebaiknya dikelola dengan rezim pengelolaan MEY atau sole owner.
Pada lampiran 16 terlihat bahwa effort pada kondisi aktual telah melampaui effort optimal pada kondisi MEY dan MSY dan hampir mendekati effort pada kondisi open access. Selain itu juga menggambarkan peningkatan jumlah effort yang tidak diikuti dengan penambahan jumlah produksi bahkan jumlah produksi cenderung menurun atau berkurang dari tahun ke tahun. Padahal penambahan effort akan meningkatkan biaya operasional yang berdampak pada penurunan tingkat keuntungan yang diperoleh. Berdasarkan perbandingan kondisi aktual dengan kondisi optimal maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas penangkapan sumberdaya ikan karang di Kabupaten Sikka telah mengalami biological dan economic overfishing.
Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Sumberdaya Perikanan Karang
Pada sumberdaya ikan karang, koefisien rata-rata laju degradasi dan laju depresiasi tiap tahun secara berturut-turut mencapai 0,41 dan 0,22. Nilai laju degradasi berada di bawah dan mendekati batas toleransi sedangkan nilai laju depresiasi berada di bawah batas toleransi. Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya ikan karang di perairan Kabupaten Sikka belum terdegradasi dan depresiasi. Hasil analisis laju degradasi dan depresiasi untuk sumberdaya ikan karang dapat dilihat pada Lampiran 17.
Laju degradasi sumberdaya ikan karang rata-rata mencapai nilai di bawah batas toleransi dengan kisaran 0,17-0,36 dari tahun 2001 sampai tahun 2009, dan mengalami peningkatan di atas batas toleransi dengan nilai 1,00 pada tahun 2010 dan 2011. Nilai laju depresiasi dari tahun 2001 sampai tahun 2009 berkisar antara 0,12-0,37, dan mengalami penurunan di tahun 2010 dan 2011 dengan nilai berturut-turut 0,0000000032 dan 0,0000007835.
Gambar 11 Laju degradasi dan laju depresiasi sumberdaya perikanan karang Pada Gambar 11 terlihat pola grafik laju degradasi dan laju depresiasi sumberdaya perikanan karang dari tahun 2001 sampai tahun 2009 yang hampir sama karena besaran nilai keduanya yang tidak jauh berbeda. Pada tahun 2010 dan 2011 laju degradasi mengalami peningkatan dan diikuti dengan menurunnya laju depresiasinya. Meningkatnya laju degradasi diikuti dengan penurunan laju depresiasi, mengindikasikan bahwa kondisi biologi sumberdaya ikan karang tidak berpengaruh pada tingkat ekonomi yang akan diperoleh para nelayan.
Hubungan Kondisi Terumbu Karang, Kelimpahan Ikan Karang, Hasil Tangkapan Ikan Karang dan Pendapatan Nelayan Ikan Karang Kondisi terumbu karang dan ikan karang
Hasil pemantauan terumbu karang oleh Coremap pada tahun 2011 menggunakan metode PIT (point intercept transect) di 77 titik penyelaman dari 30 desa dalam 12 kecamatan pantai menunjukkan terumbu karang dengan kondisi sangat bagus tercatat 1%, kondisi sedang sebanyak 55% dan kondisi terumbu karang rusak/jelek sebanyak 23%. Pemantauan terumbu karang selama keberadaan Coremap di Kabupaten Sikka telah dilakukan sebanyak 6 kali sejak tahun 2006 sampai tahun 2011. Hasil pemantauan menunjukkan kondisi tutupan karang hidup yang fluktuatif dari tahun ke tahun namun mengalami peningkatan. Berikut secara berturut-turut nilai peningkatan tutupan karang hidup yang diperoleh dari nilai rata-rata tahunan yaitu 17,38% (2006), 24,07% (2007), 35,4% (2008), 34,77% (2009), 32,95% (2010), dan 36,01% (2011). Lokasi terumbu karang yang tergolong masih bagus berdasarkan tutupan karang hidupnya meliputi Desa Reruwairere, Desa Kolisia, Desa Wailiti, Kelurahan Hewuli, Desa Kojadoi (stasiun pengamatan Wailago dan Margajong) dan Pulau Sukun (DKP Sikka 2011).
Kondisi terumbu karang mencakup luasan dan kesehatan karang. Kesehatan karang diindikasikan dengan tutupan karang hidup (living coverage) dari karang batu (hard coral). Laporan Coremap (2011) menjelaskan bahwa terdapat 5 unit
analisis (62,5%) dengan kondisi terumbu karang ”Bagus”, dua unit analisis (25%) dengan kondisi terumbu karang ”Sedang” dan satu unit analisis (12,5%) dengan
kondisi terumbu karang ”Rusak”. Desa dengan kondisi terumbu karang bagus
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 L aj u Deg rad asi, L aj u Dep resias i Tahun Laju Degradasi Bench Marking Laju Depresiasi
meliputi Kelurahan Wuring, Desa Darat Pantai, Desa Sikka, Desa Ipir dan Desa Kojadoi. Selanjutnya, desa dengan kondisi terumbu karang sedang meliputi Desa Reroroja dan Desa Bangkoor, sedangkan desa yang memiliki kondisi terumbu karang rusak adalah Desa Pemana dengan jumlah persentase acropora dan non acropora sebesar 19%. Kondisi tutupan karang hidup di Desa Pemana sejak tahun 2006 sampai tahun 2009 kurang dari 15%. Hal ini berarti selama dua tahun (2009-2011) tutupan karang hanya mengalami peningkatan kurang lebih 4 persen.
Selain melakukan pemantauan terumbu karang dengan indikator tutupan karang hidup, juga dilakukan pemantauan terhadap kelimpahan dan keragaman jenis ikan karang pada transek yang sama dengan menggunakan metode sensus visual atau UVC (underwater fish visual sensus) pada kedalaman 3 meter dan 10 meter (DKP Sikka 2011). Rekapitulasi sebaran tutupan karang hidup dan kelimpahan ikan target di 8 lokasi penelitian disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20 Rekapitulasi sebaran tutupan karang hidup dan kelimpahan ikan target
Desa/kelurahan Tutupan karang hidup (%) Kelimpahan ikan target (ekor)
Reroroja 36,67 47 Wuring 60,50 58 Bangkoor 47,00 6 Darat Pantai 50,00 382 Sikka 54,00 6 Ipir 54,00 155 Kojadoi 50,60 168 Pemana 19,00 56
Sumber: Analisis Data 2013
Hasil tangkapan dan pendapatan nelayan ikan karang
Kelompok nelayan ikan karang merupakan salah satu bagian dari masyarakat pesisir yang kehidupannya tergantung pada musim penangkapan ikan, jumlah tangkapan ikan dan nilai jual atau harga dari tangkapan ikan. Nelayan ikan karang di Kabupaten Sikka merupakan nelayan tradisional yang melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi protein rumah tangganya dan selebihnya dijual untuk memenuhi kebutuhan lain. Penangkapan ikan oleh nelayan ikan karang kabupaten sikka yang tergantung pada musim dapat dilihat dari jadwal melautnya. Para nelayan tersebut tidak melakukan aktivitas melaut pada musim paceklik yang terjadi selama kurang lebih 4 bulan. Aktivitas penangkapan ikan juga tidak dilakukan para nelayan apabila ada hari libur keagamaan, jadwal sembahyang, acara pernikahan, acara kematian, dan acara adat. Hasil tangkapan yang diperoleh berkisar antara 4 kg/trip/nelayan sampai 55 kg/trip/nelayan. Hasil tangkapan rata-rata nelayan ikan karang di 8 desa lokasi penelitian disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12Hasil tangkapan rata-rata nelayan ikan karang
Data sekunder mengenai pendapatan nelayan ikan karang di desa sampel pada tahun 2011 tidak tersedia oleh instansi terkait seperti DKP Sikka dan BPS Sikka. Oleh karena itu, dalam penelitian ini perhitungan pendapatan nelayan ikan karang diperoleh dari data primer yaitu melalui hasil wawancara dengan nelayan ikan karang. Pendapatan nelayan ikan karang yang dimaksud adalah pendapatan rata-rata per trip yang diterima nelayan setelah dikurangi biaya operasional melaut seperti BBM, pelumas, umpan, bahan pengawet, rokok dan upah ABK. Jumlah KNIK, jumlah responden KNIK, dan pendapatan rata-rata per trip responden KNIK dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Jumlah KNIK, jumlah responden KNIK dan pendapatan rata-rata per trip
Desa/kelurahan Jumlah KNIK (orang) RespondenKNIK (orang) Pendapatan rata-rata per trip (Rp) Reroroja 48 10 158.950,00 Wuring 70 9 31.777,78 Bangkoor 13 9 99.930,56 Darat Pantai 35 9 341.111,11 Sikka 52 11 89.250,00 Ipir 60 17 136.691,18 Kojadoi 50 12 206.166,67 Pemana 40 10 70.400,00
Sumber: Analisis Data 2013
Selanjutnya dilakukan analisis korelasi terhadap data tutupan karang hidup, kelimpahan ikan target, hasil tangkapan dan pendapatan nelayan (Lampiran 18). Hasil analisis korelasi dari variabel diatas disajikan pada Tabel 22.
Hasil korelasi pertama menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara tutupan karang hidup dengan kelimpahan ikan target. Hal ini berarti tingginya kelimpahan ikan target tidak dipengaruhi oleh tingginya persentase tutupan karang hidup. Tidak adanya korelasi antara tutupan karang hidup dan kelimpahan ikan karang ini juga diperoleh Prasetyanda et al. (2012), dalam penelitiannya yang menyatakan tingginya kelimpahan ikan famili Chaetodontidae tidak dipengaruhi oleh persentase tutupan karangnya.
0 100 200 300 400 500 600
Reroroja Wuring Bangkoor Darat Pantai
Sikka Ipir Kojadoi Pemana
Hasil T an g k ap an ( k g /trip )
Tabel 22 Hasil analisis korelasi tutupan karang hidup, kelimpahan ikan, hasil tangkapan dan pendapatan nelayan menggunakan korelasi Carl Pearson
Jenis hubungan Nilai r P-value Hasil
Tutupan karang hidup dan kelimpahan ikan 0,182 0,669 Tidak ada hubungan signifikan Kelimpahan ikan dan hasil tangkapan 0,947 0,000 Ada hubungan signifikan Hasil tangkapan dan pendapatan nelayan 0,907 0,002 Ada hubungan signifikan
Sumber: Analisis Data 2013
Hasil korelasi kedua menggambarkan ada keterkaitan antara kelimpahan ikan dengan hasil tangkapan. Semakin tinggi kelimpahan ikan target maka semakin tinggi hasil tangkapan ikan target. Sementara itu hasil korelasi ketiga menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara hasil tangkapan ikan dengan pendapatan nelayan ikan karang. Semakin tinggi hasil tangkapan ikan target, maka semakin tinggi pendapatan nelayan ikan karang. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Lewa (1997) yang menyatakan bahwa faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten Bone-Sulawesi Selatan salah satunya adalah produksi/hasil tangkapan ikan.
Analisis Stakeholder
Tahap pertama dari analisis stakeholder adalah identifikasi aktor. Tahap ini dilakukan dengan beberapa proses antara lain penelusuran melalui laporan DKP Kabupaten Sikka (2011), studi literatur statistik BPS Sikka, dan wawancara dengan pakar (expert meeting). Berdasarkan hasil identifikasi aktor, maka para aktor tersebut diklasifikasikan menjadi 5 kelompok aktor yaitu kelompok pemerintah, kelompok nelayan, kelompok swasta, pengelola program Coremap, dan akademisi. Hasil identifikasi aktor dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan karang disajikan pada Tabel 23.
Hasil pemetaan stakeholder berdasarkan derajat kepentingan dan pengaruhnya dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya ikan karang di Kabupaten Sikka disajikan pada Gambar 13.
Pada kuadran I (subjek) ditempati oleh perguruan tinggi. Kelompok ini memiliki kepentingan tinggi terhadap sumberdaya ikan karang Kabupaten Sikka namun kurang terlibat dalam merumuskan berbagai kebijakan pengelolaan sumberdaya tersebut. Ketergantungan tinggi disini terkait kepentingan dalam penelitian-penelitian atau kajian-kajian ilmiah untuk pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan. Saat ini, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Nusa Nipa belum memiliki pengaruh yang tinggi karena kurang adanya penelitian-penelitian dan kegiatan pengabdian pada masyarakat terkait sumberdaya perikanan karang. Kedepan, hasil penelitian, kajian dan pengabdian masyarakat yang dilakukan kelompok ini diharapkan dapat menjadi acuan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan karang Kabupaten Sikka.
Tabel 23 Hasil identifikasi aktor dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan karang
No Kelompok Aktor Aktor Keterangan 1 Pemerintah Garis koordinatif
Horizontal
Dinas Kelautan dan
Perikanan DKP Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah Bappeda Dinas Pariwisata Dispar Badan Lingkungan Hidup BLH Aparat Kecamatan Aparat Desa Garis koordinatif Vertikal Badan Konservasi
Sumberdaya Alam BKSDA TNI AL
Polisi Air Pol Air Polisi Polisi Kejaksaan
2 Nelayan Nelayan
3 Swasta Pengusaha Perikanan Pengusaha Perikanan
Tangkap PPT Pengusaha Perikanan
Budidaya PPB Pedagang Ikan Pedagang Ikan kelompok
Perusahaan PIKP Pedagang Ikan
Perorangan PIP Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul
Ikan Skala Besar PPISB Pedagang Pengumpul
Ikan Skala Kecil PPISK Koperasi dan Perbankan Koperasi Perikanan Perbankan 4 Pengelola Program Program Management Unit Program Management Unit PMU Coastal Conservation and Empowerment Boards Coastal Conservation and Empowerment Boards CCEB Lembaga Tingkat Desa Lembaga Pengawas Sumberdaya Terumbu Karang LPSTK Lembaga Keuangan Mikro LKM
Kelompok Masyarakat PokMas 5 Akademisi Perguruan Tinggi Universitas Nusa Nipa
Maumere Sumber: Analisis Data 2013
Kuadran II (pemain) ditempati oleh DKP, BLH, Bappeda, Dinas Pariwisata, Dinas PPO, KSDA, Koperasi perikanan, PPT, PPB, PIKP, PIP, PPISB, PPISK, PMU, CCEB, LTD dan nelayan. Kelompok ini memiliki tingkat kepentingan dan pengaruh yang tinggi dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Sikka melalui perumusan berbagai peraturan baik formal maupun informal.
Gambar 13 Analisis posisi kepentingan dan pengaruh stakeholder
Kuadran III (penonton) ditempati oleh perbankan, tokoh masyarakat dan tokoh adat. Keberadaan mereka tidak terlalu tergantung terhadap sumberdaya ikan karang dan juga tidak terlalu berpengaruh terhadap pengelolaan sumberdaya ikan di Kabupaten Sikka. Hampir seluruh tokoh masyarakat dan tokoh adat memiliki pekerjaan selain nelayan. Hanya sebagian kecil saja seperti di kawasan pulau-pulau kecil yaitu Desa Kojadoi dan Desa Pemana yang tokoh masyarakatnya adalah adalah nelayan dan mereka tidak memiliki ketergantungan terhadap sumberdaya ikan karang. Pihak perbankan juga memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam mengembangkan aktivitas usahanya, sehingga tidak tergantung kepada keberadaan sumberdaya ikan karang di Kabupaten Sikka.
Kuadran IV (aktor) ditempati oleh aparat kecamatan, aparat desa, tokoh agama, TNI AL, polisi, polisi perairan dan kejaksaan. Kelompok ini memiliki pengaruh tinggi dengan sedikit kepentingan terhadap sumberdaya ikan karang di Kabupaten Sikka. Aparat kecamatan, aparat desa dan tokoh agama memiliki pengaruh tinggi terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan karang. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat pesisir Kabupaten Sikka sangat menghargai keberadaan mereka. Berbagai hal yang dilakukan oleh kelompok ini menjadi panutan untuk diimplementasikan di tingkat masyarakat. Sedangkan kelompok yang terdiri dari TNI AL, polisi, polisi perairan dan kejaksaan memiliki pengaruh terkait pengelolaan sumberdaya ikan karang di Kabupaten Sikka yang cukup berarti melalui berbagai penegakan hukum terhadap pelanggaran aktivitas penangkapan ikan yang tidak sesuai peraturan.
Keterlibatan para stakeholder pada proporsi yang tepat sangatlah penting terkait konstruksi kelembagaan pengelolaan sumberdaya ikan karang di Kabupaten Sikka. Berdasarkan garis bantu diagonal, dapat dipisahkan stakeholders yang harus dilibatkan secara langsung (bagian atas) dengan
DKP Bappeda Dispar BLH Dinas PPO KSDA
TNI AL Pol Air Polisi Kejaksaan Aparat Kecamatan Aparat Desa Nelayan Tokoh Masyarakat Tokoh Agama Tokoh Adat PPT PPB PIKP PIP PPISB PPISK Koperasi Perikanan Perbankan PMU CCEB LTD Perguruan Tinggi 0 1 2 3 4 5 6 0 1 2 3 4 5 6 Kep en tin g an Pengaruh Kuadran I Kuadran IV Kuadran II Kuadran III
stakeholders yang tidak harus terlibat secara langsung (bagian bawah). Bagian sisi atas garis bantu meliputi perguruan tinggi, DKP, BLH, Bappeda, Dinas Pariwisata, Dinas PPO, KSDA, Koperasi perikanan, PPT, PPB, PIKP, PIP, PPISB, PPISK, PMU, CCEB, LTD, nelayan, polisi perairan dan kejaksaan. Sementara stakeholders lainnya (bagian bawah garis bantu) tetap harus dilibatkan secara tidak langsung melalui dengar pendapat dan cara lainnya. Idealnya kelembagaan pengelolaan sumberdaya ikan karang Kabupaten Sikka yang berciri co-management diharapkan mampu menggeser stakeholder di kuadran I ke kuadran II melalui pengelolaan antara pemerintah dan masyarakat.
Analisis Persepsi
Bermanfaat atau tidaknya pengelolaan ekosistem terumbu karang bagi kehidupan masyarakat sangat bergantung pada usaha stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan. Stakeholder dimaksud adalah DKP Sikka dan komponen pengelola program Coremap. Stakeholder (nelayan) merupakan komponen penerima benefit dari kegiatan Coremap yang diharapkan mengalami perubahan perilaku dalam memanfaatkan sumberdaya terumbu karang. Namun demikian persepsi masyarakat ini tidak dapat dijadikan ukuran mutlak untuk melihat suatu manfaat pengelolaan ekosistem terumbu karang bagi kehidupan masyarakat, karena persepsi tersebut dapat berubah-ubah sesuai tingkat pendidikan maupun pengetahuan dan perubahan sosial ekonomi individu.
Metode yang digunakan untuk menjawab analisis persepsi ini adalah wawancara dengan kelompok nelayan ikan karang (KNIK) dan bukan kelompok nelayan ikan karang (BKNIK). BKNIK terdiri dari para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat yang berada di unit analisis. KNIK terdiri dari 87 orang dan BKNIK terdiri dari 17 orang, sehingga total responden untuk analisis persepsi berjumlah 104 orang.
Persepsi terhadap keberadaan Coremap
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan Coremap diketahui dengan baik oleh masyarakat di unit analisis. Kelompok nelayan ikan karang yang mengetahui keberadaan Coremap berjumlah 70 orang (80,46%) dan tidak mengetahui berjumlah 17 orang (19,54%) sedangkan seluruh responden BKNIK mengetahui keberadaan Coremap di wilayahnya. Kelompok BKNIK secara kelembagaan merupakan salah satu komponen dewan pemberdayaan masyarakat pesisir atau coastal community empowerment board (CCEB) yang dilibatkan dalam program Coremap. Tingkat persepsi kelompok KNIK dan BKNIK terhadap keberadaan Coremap dapat dilihat pada Gambar 14.
Keberhasilan Coremap di tingkat desa diukur dari keterlibatan atau partisipasi masyarakat di wilayah tersebut, baik komponen nelayan sebagai sasaran utama maupun komponen masyarakat pesisir lainnya. Keterlibatan atau partisipasi yang dimaksud adalah keikutsertaan KNIK dan BKNIK dalam kegiatan yang dilakukan oleh pengelola program. Hasil wawancara dan pengisian kuisioner memperlihatkan bahwa sebagian besar responden dilibatkan dalam kegiatan Coremap di wilayahnya. Responden KNIK yang terlibat dalam kegiatan Coremap sebanyak 58 orang (66,67%) dan tidak terlibat sebanyak 29 orang (33,33%). Responden BKNIK yang terlibat berjumlah 9 orang (52,94%) dan tidak
terlibat berjumlah 8 orang (47,06%). Kelompok nelayan yang tidak dilibatkan menunjukkan angka yang tidak sedikit. Begitu pula dengan kelompok BKNIK yang merupakan salah satu komponen CCEB, dimana perbandingan antara kelompok yang terlibat dan tidak terlibat hampir sama. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada komponen pendukung program yang tidak dilibatkan. Padahal dalam pelaksanaannya, komponen ini memiliki fungsi strategis dalam program. Menurut hasil rapat program kerja Coremap tanggal 2 November 2007, rumusan tugas pokok CCEB sebagai berikut:
1. Memberikan masukan bagi kebijakan dan strategi kabupaten 2. Meninjau dan menyetujui usulan rancangan kerja tahunan PMU 3. Memberikan rekomendasi bagi pelaksanaan Coremap di kabupaten 4. Menganalisa kemajuan dan pendapat umum tentang Coremap 5. Mengkoordinasi dan memobilisasi dukungan pemerintah daerah 6. Melakukan koordinasi dengan proyek-proyek program terkait 7. Memantau kemajuan pelaksanaan program
8. Memberikan informasi tentang rencana dan pelaksanaan Coremap bagi DPRD kabupaten
Gambar 14 Tingkat persepsi KNIK dan BKNIK terhadap keberadaan Coremap
Keterlibatan kelompok BKNIK ini sangat penting karena komponen ini memiliki pengaruh yang kuat terhadap nelayan khususnya nelayan ikan karang. Contohnya adalah keterlibatan tokoh agama Katolik dalam kegiatan Coremap dirasakan tidak mendalam. Rencana kegiatan Coremap di wilayah/unit analisis memang disampaikan melalui mimbar gereja, namun perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan Coremap tidak diketahui oleh tokoh agama tersebut sehingga para tokoh agama ini tidak memiliki bekal pengetahuan dan informasi yang memadai untuk mempengaruhi para nelayan dan masyarakat pesisir dalam memanfaatkan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan setelah berakhirnya program. Laporan DKP Sikka (2011), mengatakan bahwa tokoh adat memang belum dilibatkan, sedangkan tokoh masyarakat dan tokoh agama telah dilibatkan di seluruh wilayah Coremap Sikka. Persentase keterlibatan KNIK dan BKNIK dalam kegiatan Coremap dapat dilihat pada Gambar 15.
0 10 20 30 40 50 60 70 KNIK BKNIK % T in g k at P er sep si/P em ah am an Responden Mengetahui Tidak Mengetahui
Gambar 15 Tingkat persepsi KNIK dan BKNIK terhadap keterlibatannya dalam kegiatan Coremap
Adanya keterlibatan KNIK maupun BKNIK dalam kegiatan Coremap diharapkan dapat memahami manfaat dari ekosistem terumbu karang dan isu-isu lingkungan lainnya terkait pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem terumbu karang yang berkelanjutan. Hasil penelitian pada responden kelompok KNIK menyatakan bahwa 58 orang (66,67%) mengetahui manfaat ekosistem terumbu karang sedangkan 29 orang (33,33%) tidak mengetahui manfaat ekosistem terumbu karang.
Gambar 16 Tingkat persepsi KNIK dan BKNIK terhadap manfaat terumbu karang
Komposisi atau proporsi keterlibatan dalam Coremap dan pengetahuan KNIK tentang manfaat ekosistem terumbu karang merupakan angka yang sama.