• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilaksanakan di bagian hulu daerah aliran sungai (DAS) Jeneberang yang terletak di Kabupaten Gowa (Gambar 3). Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Desember 2009.

4.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Peta dasar yaitu Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1 : 50.000 dan peta turunannya yaitu peta elevasi dan peta kemiringan lereng tahun 1983.

Peta tematik yaitu peta penggunaan lahan (tahun 2007), peta jenis tanah (tahun 1983), dan peta administrasi (tahun 2005) wilayah hulu DAS Jeneberang dengan skala 1 : 50.000.

Bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk analisis sifat kimia dan fisika tanah di Laboratorium.

Kuesioner yang digunakan untuk pengambilan data primer tentang karakteristik sumberdaya di daerah hulu DAS Jeneberang yang meliputi biofisik lahan, sosial-budaya, ekonomi dan kelembagaan.

Alat yang digunakan yaitu peralatan untuk survei dan pengambilan sampel tanah yang terdiri atas bor tanah, ring sampel, global positioning system (GPS), abney level, buku Munsell Soil Color Chart, skop, cangkul, pisau, meter, kamera, kantong plastik untuk sampel tanah komposit, dan alat tulis.

4.3. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

4.3.1. Penentuan Satuan Lahan Berdasarkan Agroekologi

Sistem pertanian berkelanjutan akan terwujud hanya apabila lahan digunakan untuk sistem pertanian yang tepat dengan cara pengelolaan yang sesuai. Apabila lahan tidak digunakan dengan tepat, produktivitas akan cepat menurun dan ekosistem menjadi terancam rusak. Penggunaan lahan yang tepat selain menjamin bahwa lahan dan alam ini memberikan manfaat untuk pemakai pada masa kini, juga menjamin bahwa sumberdaya alam ini bermanfaat untuk

generasi penerus dimasa mendatang. Dengan mempertimbangkan keadaan agroekologi, penggunaan lahan berupa sistem produksi dan pilihan-pilihan tanaman yang tepat dapat ditentukan.

Dalam penelitian ini kajian mengenai karakterisasi, deliniasi dan analisis zona agroekologi dalam penentuan satuan lahan, dilakukan dalam beberapa tahapan sebagai berikut :

Peta dasar yang digunakan adalah peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1 : 50.000 dan peta turunannya yaitu peta elevasi dan peta kemiringan lereng. Peta tematik berupa peta jenis tanah daerah hulu DAS Jeneberang dengan skala 1 : 50 000.

Pembeda wilayah berdasarkan rejim suhu wilayah dibagi dan dibatasi berdasarkan ketinggian tempat yaitu lebih rendah dari 700 meter dari permukaan laut (< 700 m dpl) dan lebih tinggi dari 700 meter dari permukaan laut (≥ 700 m dpl) (Prasetyo et al., 2001 dalam Sabiham, 2008; Peraturan Menteri Pertanian No. 47/Permentan/OT.140/10/2006 Tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian pada Lahan Pegunungan).

Secara topografis, wilayah dipilah-pilah dan dideliniasi berdasarkan kemiringan lereng masing-masing : < 8 %, 8-15 %, 15-25 %, 25-40 %, dan > 40 % (Arsyad, 2006).

Dari peta tanah, faktor-faktor tanah utama yang perlu diperhatikan dan membatasi jenis pemanfaatan lahan untuk pertanian adalah tekstur, kemasaman dan drainase.

Data curah hujan wilayah penelitian yang digunakan mencakup masa 10 tahun. Dengan menumpang tepatkan (overlay) peta kemiringan lereng, peta jenis tanah, dan peta elevasi dengan peta tataguna lahan diperoleh peta agroekologi skala 1 : 50 000. Dengan skala 1 : 50 000 maka satuan terkecil yang tergambarkan pada peta adalah 25 ha.

Peta administrasi dengan skala 1 : 50 000 diperoleh dari Pemda Kabupaten Gowa. Peta administrasi diperlukan terutama untuk mendeliniasi batas-batas pemerintahan daerah (juridiction boundary) serta untuk memadukan informasi biofisik dengan informasi mengenai sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan.

Dengan membandingkan pola penggunaan lahan sekarang dengan pola penggunaan lahan menurut anjuran dengan pendekatan agroekologi dapat disusun bentuk-bentuk intervensi dan dirancang evaluasi kemampuan dan kesesuaian lahan, analisis keberlanjutan dari masing-masing zona agroekologi, serta pemodelan pengembangan tanaman hortikultura di daerah hulu DAS Jeneberang untuk dapat mendukung pertanian maju, tangguh dan berkelanjutan.

4.3.2. Evaluasi Kemampuan Lahan

Pengamatan dan pengambilan data sifat-sifat tanah dan lahan untuk keperluan evaluasi kemampuan lahan dilakukan pada setiap zona agroekologi. Sifat-sifat tanah dan lahan yang digunakan dalam evaluasi kemampuan lahan meliputi sifat-sifat fisik dan morfologi tanah dan lahan yang dapat langsung diamati di lapang. Kelas kemampuan lahan di dasarkan pada potensinya untuk pertanian umum tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka panjang (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007) . Adapun sifat-sifat fisik dan morfologi yang diamati untuk tingkat kelas adalah kemiringan lereng, kepekaan terjadinya erosi, kedalam solum, struktur tanah, keadaan tergenang, drainase, adanya batuan di permukaan, dan salinitas atau kandungan natrium. Klasifikasi kemampuan lahan yang akan digunakan yaitu kelas dan subkelas. Pengelompokan di dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor penghambat. Lahan dikelompokkan dalam delapan kelas yaitu kelas I sampai VIII. Untuk pembagian sub kelas, maka yang diamati adalah bahaya erosi (e), genangan air (w), penghambat terhadap perakaran tanaman (s), dan iklim (c).

4.3.3. Penentuan Komoditas Unggulan dan Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Hortikultura

Penentuan komoditas unggulan menggunakan data sekunder. Data sekunder meliputi jenis komoditas hortikultura, produktivitas, luas tanam dan luas panen di tingkat kabupaten dan tingkat kecamatan. Pengamatan dan pengambilan data sifat-sifat tanah dan lahan untuk keperluan evaluasi kesesuaian lahan dilakukan pada peta satuan lahan (unit lahan) yang dihasilkan dari overlay peta dasar pada masing-masing zona agroekologi. Pengambilan contoh tanah

menggunakan Stratified Random Sampling untuk masing-masing unit lahan. Jumlah contoh tanah untuk keperluan analisis sifat kimia dan fisik tanah sangat tergantung pada banyaknya satuan lahan. Contoh tanah untuk analisis sifat fisik menggunakan ring sampel. Untuk analisis sifat kimia, setiap satuan unit lahan dipilih secara acak sebanyak lima contoh tanah, kemudian dikompositkan. Pengambilan contoh tanah untuk analisis kimia tanah menggunakan bor tanah sedalam lapisan olah (0 – 30 cm) dari permukaan tanah. Contoh tanah tersebut kemudian dianalisis di Laboratorium. Analisis sifat kimia tanah meliputi kapasitas tukar kation, pH, N-total, P-tersedia, K dapat ditukar, C-organik, salinitas dan kejenuhan basa. Analisis sifat fisik tanah meliputi tekstur dan permeabilitas tanah. Pengamatan untuk sifat fisik-kimia tanah di lapang dilakukan dengan mengukur beberapa variabel meliputi drainase, kedalaman efektif, kemiringan lereng, panjang lereng, jenis komoditas, dan tutupan vegetasi. Pengukuran kedalaman efektif, kedalaman solum, menggunakan metode minipit, yaitu dengan cara menggali tanah berukuran : panjang, lebar dan kedalaman masing-masing 60 cm, kemudian diukur setiap lapisan/kedalamannya menggunakan meteran. Pengukuran panjang lereng dan kemiringan lereng menggunakan alat abney level. Satuan panjang lereng adalah meter dan kemiringan lereng adalah persen (%). Data iklim yang diperlukan untuk analisis kesesuaian lahan adalah curah hujan sepuluh tahun terakhir.

Analisis komoditas unggulan menggunakan metode penilaian location quotient (LQ) berbasis luas tanam. Evaluasi kesesuaian penggunaan lahan dilakukan dengan menggunakan sistem evaluasi yang diadopsi dari FAO dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang disusun berdasarkan persyaratan tumbuh komoditas tanaman berbasis lahan. Komoditas yang terpilih untuk ditentukan kelas kesesuaian lahannya adalah komoditas unggulan. Kriteria yang digunakan disajikan pada Tabel Lampiran 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12.

4.3.4. Prediksi Erosi

Lokasi pengambilan sampel didasarkan pada peta satuan lahan (unit lahan) yang dihasilkan dari overlay peta dasar pada masing-masing zona agroekologi. Pengambilan contoh tanah menggunakan Stratified Random Sampling untuk

masing-masing unit lahan. Jumlah contoh tanah untuk keperluan analisis sifat fisik tanah disesuaikan dengan banyaknya satuan lahan. Contoh tanah untuk analisis sifat fisik menggunakan ring sampel.

Data biofisik lahan yang diamati meliputi data iklim dan sifat-sifat tanah. Data iklim adalah data curah hujan sepuluh tahun terakhir. Data sifat-sifat tanah meliputi struktur tanah, tekstur, kandungan bahan organik, permeabilitas, panjang dan kemiringan lereng, penggunaan lahan, jenis-jenis vegetasi penutup tanah dan tindakan konservasi.

Pendugaan besarnya erosi yang terjadi di lahan pertanian biasanya menggunakan pendekatan persamaan prediksi kehilangan tanah. Prediksi erosi secara komprehensif dengan pendekatan yang dikemukakan dalam The Universal Soil Loss Equation (USLE).

4.3.5. Keberlanjutan Usahatani Hortikultura Berbasis Agroekologi Pada Lahan Berlereng di Hulu DAS Jeneberang

Jenis data yang digunakan dalam analisis keberlanjutan pertanian hortikultura pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang adalah data primer berupa atribut-atribut yang terkait dengan lima dimensi keberlanjutan pembangunan pertanian yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan, dan teknologi. Data primer bersumber dari responden dan pakar yang dipilih, serta hasil pengamatan di lokasi penelitian.

Metode pengumpulan data dalam analisis keberlanjutan pertanian hortikultura pada lahan berlereng di hulu DAS Jeneberang dilakukan melalui wawancara, diskusi, kuisioner, dan survey lapangan. Responden yang berasal dari wilayah penelitian terdiri dari beberapa pakar dan stakeholder yang berkaitan dengan pengembangan tanaman hortikultura.

Penilaian keberlanjutan pertanian hortikultura berbasis agroekologi secara cepat (rapid appraisal) menggunakan metode multi atribut non-parametrik (multi dimentional scaling = MDS). Metode ini merupakan modifikasi dari RAPFISH (The Rapid Appraisal of the Status of Fisheries).

4.3.6. Model Pengembangan Tanaman Hortikultura Berbasis Agroekologi Pada Lahan Berlereng di Hulu DAS Jeneberang

Jenis data yang diperlukan dalam menyusun model pengembangan tanaman hortikultura berbasis agroekologi pada lahan berlereng berupa data primer dan data sekunder yang diperoleh dari responden, pakar dan instansi yang terkait dengan topik penelitian. Data primer dan sekunder yang diperlukan yaitu variabel-variabel penting yang berpengaruh dalam pengembangan tanaman hortikultura pada lahan berlereng.

Pemilihan responden untuk diwawancarai dilakukan dengan menggunakan metode Stratified Random Sampling. Responden (stakeholders) dikelompokkan berdasarkan mata pencaharian dan kontribusinya terhadap kegiatan pertanian hortikultura. Pembagian kelompok stakeholders meliputi petani, pedagang hasil pertanian, pedagang saprodi, tokoh masyarakat, penyuluh pertanian, dan aparat desa dan kecamatan, masyarakat konsumen, lembaga swadaya masyarakat dan lembaga penyedia modal. Jumlah responden ditetapkan secara proporsional terhadap jumlah populasi dalam kelompok.

Data sosial dan ekonomi yang dikumpulkan meliputi umur, pendidikan, pemilikan lahan, jumlah keluarga, jumlah usia produktif, curahan tenaga kerja, upah tenaga kerja, penggunaan sarana produksi, peralatan pertanian, biaya hidup, produktivitas, harga sarana produksi, harga hasil komoditas, pendapatan usahatani, buruh tani, pendapatan non-usahatani, jumlah penduduk, luas lahan usahatani, mata pencaharian, fasilitas penunjang usahatani, fasilitas umum, mobilitas penduduk, ketersediaan teknologi, sumber penyedia teknologi, cara memperoleh teknologi, pelayanan penyuluhan, pelayanan swadaya dalam penyuluhan teknologi ramah lingkungan. Sedangkan data kelembagaan meliputi sumber penyediaan sarana produksi, jenis sarana produksi yang dibutuhkan, jumlah sarana produksi yang dibutuhkan, sumber penyedia modal usahatani, besarnya modal yang dibutuhkan, pemasaran hasil, sistem penjualan, penanganan hasil usahatani.

Penelitian ini merupakan penelitian yang berorientasi tujuan (goal oriented), sehingga menggunakan pendekatan sistem yaitu menggunakan pemodelan. Pendekatan sistem digunakan untuk menganalisis suatu kumpulan

subsistem dari pertanian tanaman hortikultura dan setiap subsistem terdiri dari beberapa komponen yang saling berinteraksi dan berhubungan untuk membangun sebuah sistem pertanian tanaman hortikultura berbasis agroekologi. Beberapa tahapan yang dilakukan dalam analisis sistem adalah analisis kebutuhan, identifikasi sistem, formulasi masalah, dan pemodelan pengembangan tanaman hortikultura berbasis agroekologi.

Tahap analisis kebutuhan yaitu menentukan komponen-komponen yang berpengaruh dan berperan dalam sistem pertanian tanaman hortikultura berbasis agroekologi. Kebutuhan setiap komponen atau pelaku berbeda sesuai dengan tujuan dan tingkat kepentingan masing-masing, saling berinteraksi satu sama lain dan berpengaruh terhadap sistem pertanian tersebut.

Formulasi masalah disusun berdasarkan sumberdaya dan kepentingan stakeholder. Pertama adalah adanya keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Kedua adalah adanya perbedaan kepentingan diantara stakeholders untuk mencapai tujuan dari sistem tersebut.

Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus diselesaikan untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Hubungan tersebut digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab akibat (causal loop). Selanjutnya diagram lingkar sebab akibat tersebut diinterpretasi ke dalam diagram input-output.

Berdasarkan analisis kebutuhan, formulasi masalah, dan identifikasi sistem maka rancangan model pengembangan tanaman hortikultura berbasis agroekologi dibangun melalui 3 submodel, yaitu :

a. Submodel produksi tanaman hortikultura; komponennya adalah jenis komoditas unggulan, pola tanam, sistem penanaman, pemupukan, pestisida dan amelioran.

b. Submodel pengendalian erosi; komponennya adalah iklim, jenis tanah, panjang dan kemiringan lereng, faktor tanaman, pengelolaan lahan, dan tindakan konservasi.

c. Submodel kelembagaan dan penyuluhan; komponennya adalah kelembagaan petani, jumlah penyuluhan, dan intensitas penyuluhan.

Perumusan rancangan alternatif atau skenario model pengembangan tanaman hortikultuta berbasis agroekologi yang dibangun dari tiga submodel tersebut akan dilakukan dengan menggunakan analisis program Stella 9.0.2.

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN

Dokumen terkait