• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) oleh peneliti yaitu di Kabupaten Banyumas atas dasar pertimbangan daerah tersebut merupakan salah satu sentra penghasil gula kelapa cetak dan gula semut di Indonesia. Pengrajin gula kelapa juga sudah memiliki sertifikat pengakuan organik Control Union Certification (CUC) yang meliputi standar organik dari USDA (Amerika Serikat), NOP (Eropa) dan JAS (Jepang). Lokasi pengambilan sampel berada pada Kecamatan Cilongok meliputi 5 desa, yaitu Desa Pageraji, Desa Cilongok, Desa Kasegeran, Desa Soekawera, Desa Panusupan. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai dengan bulan Mei 2013.

Metode Penarikan Contoh

Responden pada penelitian ini adalah pengrajin gula kelapa yang menghasilkan gula cetak dan gula semut. Penarikan contoh diambil sebanyak 70 pengrajin gula cetak dan 35 pengrajin gula semut yang dilakukan secara acak (random sampling) (Wirartha, 2006). Penarikan contoh diambil secara proposional yang tersebar di lima desa pada Kecamatan Cilongok. Penentuan sampel yang diambil berdasarkan rekomendasi dari petugas penyuluh dari Balai Desa setempat. Hal ini dikarenakan beberapa lokasi tempat tinggal dari responden memiliki medan yang sulit ditempuh, beberapa responden tidak cukup pandai berbahasa Indonesia dan tidak semua pengrajin gula kelapa yang berproduksi setiap hari.

Jenis dan Sumber Data

Data yang diperlukan untuk kajian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data cross-section. Data yang berbentuk cross- section diperoleh dari wawancara yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner pada pengrajin gula kelapa. Data cross-section ini merupakan data yang dibutuhkan dalam analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, pendapatan, serta pemasaran yang dilakukan pengrajin gula kelapa di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Data sekunder diperoleh dari laporan yang dikeluarkan oleh instansi- instansi yang berkaitan langsung dengan gula kelapa dan program pengembangan industri gula kelapa di Kabupaten Banyumas yaitu Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop), Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Bank Indonesia cabang Purwokerto, Kantor Badan Pusat Statistik daerah Banyumas, Kantor Kecamatan, dan lain-lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

Teknik pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara yaitu mengadakan tanya jawab dengan pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan penelitian dengan menggunakan kuisioner yang telah disiapkan sebelumnya oleh

peneliti. Observasi yaitu melihat dan terlibat langsung pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan pengrajin gula kelapa di Kecamatan Cilongok. Studi pustaka yaitu mempelajari hasil-hasil literature, internet serta sumber lain yang relevan dengan penelitian.

Pembatasan Masalah

Data yang diambil adalah data penggunaan faktor-faktor produksi, harga input dan output pada saat penelitian. Periode data adalah selama satu bulan karena produksi berlangsung setiap hari dan terjadi fluktuasi jumlah produksi setiap harinya.

Definisi dan Pengukuran Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Gula kelapa cetak adalah gula kelapa pada saat akhir prosesnya dilakukan pencetakan dengan menggunakan cetakan yang telah ada, dinyatakan dalam satuan unit usaha.

2. Gula Semut adalah gula kelapa pada saat akhir prosesnya dibuat kristal atau serbuk dengan menggunakan alat yang telah ada, dinyatakan dalam satuan unit usaha.

3. Nira digunakan untuk membuat gula kelapa dalam sekali produksi, dinyatakan dalam satuan pohon. Pengukuran nira ini menggunakan pendekatan banyaknya pohon yang dideres oleh pengrajin gula kelapa setiap harinya.

4. Bahan Bakar dalam proses pembuatan gula kelapa adalah dengan menggunakan kayu bakar dan bubuk gergajian. Untuk kayu bakar dinyatakan dalam satuan meter kubik dan untuk bubuk gergajian dinyatakan dalam satuan kilogram.

5. Kapur (gamping) digunakan sebagai campuran pada saat pengambilan nira kelapa, satuan yang digunakan adalah kilogram.

6. Kulit Manggis digunakan sebagai campuran pada saat pengambilan nira kelapa, satuan yang digunakan adalah kilogram.

7. Tenaga kerja digunakan dalam pembuatan gula kelapa, dinyatakan dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK).

8. Biaya Produksi adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam proses pembuatan gula kelapa. Biaya produksi ini terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung volume produksi. Biaya tetap dikeluarkan untuk membayar penyusutan alat-alat produksi dalam satuan rupiah per bulan (Rp/bulan). Biaya tetap meliputi biaya penyusutan peralatan, antara lain: wajan, cetakan gula, pengaduk, pongkor, dan lain-lain. Biaya variabel adalah biaya yang nilainya berubah secara proposional tergantung pada besar kecilnya volume produksi. Biaya variabel dikeluarkan unutk membayar modal kerja atau input yang habis dalam satu periode produksi, meliputi biaya nira, biaya bahan bakar, biaya kulit manggis, biaya kapur, dan biaya tenaga kerja.

9. Jumlah produksi adalah banyaknya gula kelapa (cetak dan semut) yang dihasilkan oleh pengrajin dalam satu periode produksi, dinyatakan dalam satuan kilogram.

10. Harga produk adalah harga gula kelapa (cetak dan semut) yang dijual oleh pengrajin, baik ke pengepul atau ke pedagang besar dan dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram.

11. Penerimaan usaha adalah penjualan gula kelapa cetak dan gula semut selama satu bulan, hasil kali antara volume penjualan dan harga jual per-unit, dinyatakan dalam satuan rupiah.

12. Pendapatan usaha adalah pendapatan bersih selama satu bulan dari usaha pengolahan gula kelapa (cetak dan semut), dinyatakan dalam satuan rupiah.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan secara deskriptif, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran umum usaha pengolahan gula kelapa cetak dan gula semut yang dilakukan oleh pengrajin gula kelapa di Kabupaten Banyumas, khususnya di Kecamatan Cilongok yang merupakan sentra penghasil gula kelapa terbesar di Kabupaten Banyumas. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui jumlah pendapatan yang diterima oleh pengrajin gula kelapa, jumlah biaya produksi yang harus dikeluarkan dan tingkat efisiensi usaha pengolahan gula kelapa cetak dan gula semut dengan menggunakan analisis finansial dan efisiensi usaha pengolahan gula cetak dan gula semut.

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak

Microsoft Excel 2010, SAS 9.1, dan Frontier 4.1. Data yang telah diolah selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan diuraikan secara deskriftif.

Metode Analisis Data a. Analisis Pendapatan

Dalam melakukan analisis pendapatan usaha pengolahan gula kelapa cetak dan gula semut, perlu dilakukan pencatatan seluruh penerimaan dan biaya total produksi gula kelapa cetak dan gula semut dalam jangka waktu tertentu. Biaya total adalah nilai semua input yang dikeluarkan untuk proses produksi. Soekartawi (2002), menjelaskan bahwa pendapatan usaha pengolahan gula kelapa dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan biaya total. Pendapatan atas biaya tunai adalah pendapatan atas biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani. Sedangkan pendapatan atas biaya total adalah pendapatan dimana semua input milik keluarga juga diperhitungkan sebagai biaya. Secara matematis perhitungan penerimaan total, biaya dan pendapatan dirumuskan sebagai berikut:

TR = Py x Y

TC = TFC + TVC

π tunai = TRtotal – TCtunai

dimana :

TRtotal : Total penerimaan tunai usaha pengolahan gula kelapa (Rupiah) TCtunai : Total biaya tunai usaha pengolahan gula kelapa (Rupiah)

π : Pendapatan (Rupiah)

Bd : Biaya diperhitungkan (Rupiah) Py : Harga output (Rupiah)

Y : Jumlah output (Rupiah) TVC : Total biaya vaiabel (Rupiah) TFC : Total biaya tetap (Rupiah)

Penerimaan usaha pengolahan gula kelapa terbagi atas penerimaan tunai dan penerimaan total. Penerimaan tunai adalah nilai uang yang diperoleh dari penjualan produk yang dihasilkan oleh pengrajin gula kelapa, yaitu jumlah gula kelapa cetak atau gula semut yang dijual dikalikan dengan harga jual produk gula kelapa cetak atau gula semut. Penerimaan total adalah keseluruhan nilai produksi usaha pengolahan gula kelapa baik dijual, dikonsumsi keluarga dan dijadikan persediaan. Selain itu, biaya usaha pengolahan gula kelapa juga dibagi menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya total. Biaya tunai merupakan jumlah uang yang dibayarkan untuk membeli barang dan jasa bagi kebutuhan usaha pengolahan gula kelapa, sedangkan biaya total merupakan seluruh nilai yang dikeluarkan bagi usaha pengolahan gula kelapa, baik tunai maupun tidak tunai.

Untuk mengetahui kelayakan/efisiensi usaha pengolahan gula gula kelapa di Kabupaten Banyumas yang telah dijalankan selama ini dengan menggunakan perhitungan R/C ratio dengan membandingkan nilai output terhadap nilai inputnya atau dengan kata lain membadingkan penerimaan usaha pengolahan gula kelapa dengan pengeluarannya. R/C ratio yang merupakan singkatan dari Return Cost Ratio juga digunakan untuk mengetahui besarnya penerimaan yang dihasilkan dari setiap rupiah yang dikeluarkan pada suatu kegiatan produksi gula kelapa. Jika rasio R/C bernilai lebih dari satu (R/C > 1), maka usaha pengolahan gula kelapa layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya, jika rasio R/C bernilai kurang dari satu (R/C < 1), maka usaha pengolahan gula kelapa tidak layak untuk dilaksanakan.

Analisi R/C rasio dilakukan berdasarkan jenis biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya tunai dan biaya total. Adapun rumus R/C rasio atas biaya tunai adalah sebagai berikut:

R/C atas Biaya Tunai = �

� ... (3.4) Sedangkan rumus R/C rasio atas biaya total adalah sebagai berikut:

R/C atas Biaya Total = �

� ... (3.5)

Model Fungsi Produksi

Variabel produksi adalah faktor-faktor yang digunakan secara langsung dalam proses produksi yang akan mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Adapun persamaan produksi dalam penelitian ini dibedakan menjadi persamaan produksi gula cetak (3.6) dan persamaan produksi gula semut (3.7). variabel- variabel yang mempengaruhi produksi yaitu jumlah pohon yang dideres, tenaga kerja dan bahan bakar. Dalam memproduksi gula kelapa sebenarnya digunakan kapur (gamping) dan kulit manggis, akan tetapi penelitian ini tidak dimasukkan ke

dalam variabel dikarenakan penggunaannya yang sangat sedikit. Model persamaan penduga fungsi produksi frontier dari usaha gula kelapa dapat dituliskan sebagai berikut:

Ln GKC = β0 + β1 lnX1+ β2 lnX2+ β3 lnX3 + vi-ui ... (3.6) Ln GKS = β0 + β1 lnX1+ β2 lnX2+ β3 lnX3+ vi-ui ... (3.7) dimana:

GKC = output (hasil) gula kelapa bentuk cetak (kg)

GKS = output (hasil) gula kelapa bentuk semut/kristal (kg) X1 = jumlah pohon kelapa yang dideres (pohon)

X2 = tenaga kerja (HOK) X3 = bahan bakar (kg) β0 = intersep

βj = koefisien parameter penduga, dimana i = 1, 2, 3 vi-ui = error term (ui = efek inefisiensi teknis pada model)

= variabel acak yang berkaitan dengan faktor-faktor eksternal (iklim, umur pengrajin gula kelapa, pengalaman dan kesalahan permodelan), sebaran simetris dan menyebar normal (vi –(N(0,σv2)))

= variabel acak non negatif dan diasumsikan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis dan berkaitan dengan faktor-faktor internal, sebarannya bersifat setengah normal (µi –|N(0,0,σv2)|)

Nilai koefisien yang diharapkanμ β1, β2, β3 > 0. Nilai koefisien positif berarti dengan meningkatnya masukan (input) yang berupa jenis pengrajin gula, jumlah nira kelapa, tenaga kerja menderes, tenaga kerja memasak, bahan bakar, kapur, kulit manggis dan kemasan diharapkan akan meningkatkan produksi gula kelapa.

Analisis Efisiensi Produksi

Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut:

TE = �( ∗|

�,

,

,

)

�( ∗|

� = 0,

,

,

) ... (3.8)

Nilai efisiensi teknis antara 0 ≤ TE ≤ 1. Nilai efisiesi teknis tersebut

berhubungan terbalik dengan nilai efek inefisiensi teknis dan hanya digunakan untuk fungsi yang memiliki jumlah output dan input tertentu (cross section data). Nilai efisiensi teknis pengrajin gula kelapa dikategorikan cukup efisien jika bernilai

≥ 0,7 dan dikategorikan belum efisien jika bernilai ≤ 0,7.

Metode inefisiensi teknis yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada model efek inefisiensi teknis yang dikembangkan oleh Bettese dan Coelli (1998). Variabel ui yang digunakan untuk mengukur efek inefisiensi teknis,

diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N ( i, σ2). Untuk menentukan nilai parameter distribusi ( i) efek inefisiensi teknis pada penelitian ini

digunakan rumus sebagi berikut:

i = δ0 + Z1δ1 + Z2δ2 + Z3δ3 + Z4δ4 + Z5δ5 + Z6δ6 ... (3.9) Faktor yang diperkirakan mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis pengrajin gula kelapa adalah:

i = efek inefisiensi teknis Z1 = umur pengrajin (tahun)

Z2 = jumlah anggota keluarga (orang) Z3 = pendidikan (tahun)

Z4 = pengalaman (tahun) Z5 = frekuensi pelatihan

Z6 = frekuensi waktu pengambilan nira

Nilai koefisien yang diharapkan: δ0 ≥ 0, δ1, δ2, δ3, δ4, δ5, δ6 < 0. Agar konsisten, maka pendugaan parameter fungsi produksi dan inefisiensi dilakukan dengan perangkat lunak Frontier 4.1 (Coelli, 1996).

Analisis Efisiensi Alokatif dan Ekonomi

Untuk mengukur efisiensi alokatif dan ekonomis dapat dilakukan dengan menurunkan fungsi biaya dual dari fungsi produksi Cobb-Douglas yang

homogenous (Debertin, 1986). Asumsinya bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas dengan menggunakan dua input adalah sebagai berikut:

Y = β0 � � ... (3.11) Fungsi biayanya adalah sebagai berikut:

C = P1X1 + P2X2 ... (3.12) Bentuk fungsi biaya dual dapat diturunkan dengan asumsi minimisasi biaya dengan kendala Y = Y0. Untuk memperoleh fungsi biaya dual harus diperoleh nilai expansion path (perluasan skala usaha) yang dapat diperoleh dengan fungsi lagrange sebagai berikut:

L = P1X1 + P2X2+ (Y - β0 � � ) ... (3.13) Untuk memperoleh nilai x1 dan x2 dapat diturunkan sebagai berikut:

ϑL ϑX = P1 - �− � = 0 ... (3.14) ϑL ϑX = P2 - � �− = 0 ... (3.15) ϑL �λ = β0 � � Y 0 = 0 ... (3.16) Dari persamaan tersebut dapat diperoleh nilai X1 dan X2 (expantion path) sebagai berikut:

X1 = �

� dan X2 = �

� ... (3.17) Kemudian persamaan (3.17) disubstitusikan ke persamaan (3.16) sehingga menjadi:

Y0 = β0 � �

� �

... (3.18) Dari persamaan (3.19) dapat diperoleh fungsi permintaan input untuk X1* dan X2*:

= � � � � +� � � +� ... (3.19) ∗ = � � � � +� � � +� ... (3.20) Persamaan (3.19) dan (3.20) kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan (3.12) sehingga diperoleh fungsi biaya dual menjadi:

C = P1 � � � +� � � +� + P2 � � � +� � � +� ... (3.21) Secara sederhana dapat juga ditulis sebagai berikut:

Ct = k ∏7= �� . � ... (3.22) Dimana αi = rβi ; r = Σ � − ; k =

� [� Π �

]−�dan β

j= 1,2,…n, merupakan nilai parameter βi hasil estimasi fungsi produksi stochastic frontier. Pj merupakan harga dari input-input produksi ke-j. Harga tersebut diperoleh dari harga input yang berlaku di daerah penelitian ketika penelitian berlangsung. Y0 merupakan tingkat output observasi dari pengrajin responden.

Berdasarkan pendekatan yang dikemukakan oleh Kopp dan Diewert (1982) dalam Taylor et al. (1986) bahwa efisiensi alokatif dihitung melalui rasio biaya total dengan menggunakan persamaan berikut:

EE= ∗ = � (�|� = 0, , �)

�(�|� �) ... (3.23)

dimana EE bernilai 0 ≤ EE ≤ 1.

Efisiensi ekonomis merupakan gabungan dari efisiensi teknis (ET) dan efisiensi alokatif (AE), sehingga efisiensi alokatif (EA) dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut: AE= ��

�� ... (3.24)

dimana AE bernilai 0 ≤ AE ≤ 1.

4

GAMBARAN UMUM INDUSTRI KECIL GULA KELAPA

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Banyumas merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah sebagai salah satu daerah penghasil hasil gula kelapa. Letak geografisnya berada di antara 108o3λ’ sampai 10λo27’ Bujur Timur dan 7o15’ sampai 7o37’ Lintang Selatan. Kabupaten Banyumas terdiri dari 27 kecamatan dan berbatasa dengan beberapa Kabupatenm yaitu:

1. Sebelah utara dengan Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang.

2. Sebelah timur dengan Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Kebumen.

3. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Cilacap.

4. Sebelah Barat dengan Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Brebes.

Berdasarkan kemiringan wilayah, Kabupaten Banyumas mempunyai empat kategori, yaitu pertama 0o-2o meliputi areal seluas 43,876.9 Ha yang terdapat di wilayah bagian tengah dan selatan. Kedua, 2o-15o meliputi areal seluas 21,294.5 Ha terdapat di wilayah sekitar Gunung Slamet. Ketiga, 15o-40o meliputi areal seluas 35,141.5 Ha yang terdapat pada daerah lereng Gunung Slamet. Keempat, lebih dari 40o meliputi areal seluas 32,446.3 Ha terdapat di daerah lereng Gunung Slamet.

Luas wilayah Kabupaten Banyumas adalah 132,758 Ha atau sekitar 4.08 persen dari luas wilayah Propinsi Jawa Tengah (3,254 juta Ha). Dari luas wilayah Kabupaten Banyumas tersebut yang merupakan lahan sawah sebesar 32,307 Ha atau sekitar 24.27 persen dari wilayah Kabupaten Banyumas dan sebesar 10,488 Ha merupakan sawah dengan pengairan teknis, sedangkan lahan yang bukan sawah 75.73 persen atau sebesar 100,452 Ha dan sebesar 17,504 Ha atau 18.72 persen merupakan tanah untuk bangunan dan pekarangan/halaman. Gambaran lebih

terperinci mengenai penggunaan lahan di Kabupaten Banyumas dapat dilihat pada Tabel 4.

Mayoritas Penggunaan Tanah di Kecamatan Cilongok Tahun 2012.

Penggunaan Tanah Luas (Ha) Persentase

Sawah 32,307 30.15 Tegalan/kebun 26,066 24.31 Ladang/huma 2,430 2.27 Perkebunan 9,676 9.02 Hutan Rakyat 8,769 8.18 Hutan Negara 26,910 25.10 Tambak 653 0.61 Kolam/tebat/empang 340 0.32 padang penggembalaan/rumput 46 0.04 Jumlah 107,216 100

Sumber: Banyumas Dalam Angka (BPS), 2012.

Luas wilayah Kabupaten Banyumas sebesar 132,758 Ha, sebagian besar lahannya digunakan untuk lahan pertanian yaitu sebesar 63.55 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa Kabupaten Banyumas merupakan salah satu daerah yang cukup berpotensi untuk dikembangkan. Tahun 2011, sektor pertanian berkontribusi sekitar 21.57 persen terhadap PDRB Kabupaten Banyumas. Komoditas perkebunan merupakan salah satu sumber pendapatan dari sektor pertanian. Dari berbagai jenis tanaman perkebunan yang ada di Kabupaten Banyumas, tanaman yang cukup berpotensi pada tahun 2011 adalah tanaman kelapa deres yang mampu berproduksi sebanyak 51,739 ton gula merah dan cengkeh yang berproduksi sebesar 39.85 ton bunga kering, untuk lebih jelas mengenai luas tanaman dan jumlah produksi tanaman perkebunan di Kabupaten Banyumas dapat dilihat pada Tabel 5.

Luas dan Produksi Tanaman Tahunan Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman Tahun 2011.

No. Jenis Tanaman Bentuk Produksi Luas Tanaman (Ha)

Jumlah Produksi (ton)

1 Kelapa Dalam Kopra 12,983.07 1,362.36

2 Kelapa Genjah Entog Kopra 115.19 791.24

3 Kelapa Deres Gula Kelapa 5,138.52 10,180.6

4 Cengkeh Bunga Kering 2,233.74 39.4

5 Kopi Robusta Wose 500.83 303.43

6 Kopi Arabika Wose 27.7 341.51

7 Casivera Klika 64.25 276.3

8 Kapuk Randu Odolan 15.16 291.74

9 Aren Gula Aren 11.49 3,122

10 Karet Getah 852.75 608.6

11 Panili Polong Kering 1,162 300.4

12 Lada Biji Kering 119.16 414.6

Keadaan Sosial dan Ekonomi Penduduk Kabupaten Banyumas

Berdasarkan publikasi BPS Kabupaten Banyumas, penduduk Kabupaten Banyumas pada akhir tahun 2011 berjumlah 1,578,129 jiwa yang terdiri dari 793,221 laki-laki dan 784,935 perempuan. Dari jumlah tersebut terlihat tiga kecamatan yang merupakan urutan teratas jumlah penduduknya yaitu Kecamatan Cilongok (110,509 jiwa), Ajibarang (91,266 jiwa), dan Sokaraja (78,071 jiwa). Sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Purwojati dengan jumlah 31,271 jiwa, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6.

Penyebaran Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Banyumas, Tahun 2012.

No. Kecamatan Penduduk Jumlah Rasio Jenis

Kelamin Laki-laki Perempuan 1 Lumbir 21,872 22,114 43,986 98.91 2 Wangon 37,252 36,905 74,157 100.94 3 Jatilawang 28,891 29,025 57,916 99.54 4 Rawalo 23,097 22,859 45,956 101.04 5 Kebasen 28,650 27,944 56,594 102.53 6 Kemranjen 31,938 31,395 63,333 101.73 7 Sumpiuh 25,500 25,047 50,547 101.80 8 Tambak 21,485 21,065 42,550 101.99 9 Somagede 16,079 16,230 32,309 99.07 10 Kalibagor 23,658 22,997 46,655 102.87 11 Banyumas 23,216 23,093 46,309 100.53 12 Patikraja 25,698 25,424 51,122 101.08 13 Purwojati 15,664 15,607 31,271 100.37 14 Ajibarang 46,176 45,090 91,266 102.41 15 Gumelar 23,337 22,505 45,842 103.70 16 Pekuncen 32,540 32,859 65,399 99.03 17 Cilongok 56,008 54,501 110,509 102.77 18 Karang lewas 29,573 28,493 58,066 103.79 19 Kedungbanteng 26,589 25,309 51,898 105.06 20 Baturaden 23,950 23,917 47,867 100.14 21 Sumbang 38,242 37,530 75,772 101.90 22 Kembaran 36,935 36,309 73,244 101.72 23 Sokaraja 39,167 38,904 78,071 100.68 24 Purwokerto Selatan 35,852 35,763 71,615 100.17 25 Purwokerto Barat 24,590 25,235 49,825 97.44 26 Purwokerto Timur 28,543 29,432 57,975 96.98 27 Purwokerto Utara 28,719 29,383 58,102 97.74 TOTAL 793,221 784,935 1,578,156 2,725.93

Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa wilayah Kabupaten Banyumas seluas 1,328 Km2 yang didiami oleh 1,578,129 jiwa maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Banyumas adalah sebanyak 1,189 jiwa per kilometer persegi. Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Purwokerto Timur yakni sebanyak 6,885 orang per kilometer persegi, sedangkan yang paling rendah adalah Kecamatan Lumbir dengan kepadatan sebanyak 428 jiwa per kilometer persegi. Secara kabupaten, sex ratio

penduduk Kabupaten Banyumas adalah 101.06 yang berarti jumlah penduduk laki- laki 1.05 persen lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Sex ratio

terbesar terdapat di Kecamatan Kedung banteng yaitu sebesar 105.06 dan yan terkecil terdapat di Kecamatan Purwokerto Timur 96.98.

Tenaga Kerja

Peduduk usia kerja (15 tahun ke atas) di Kabupaten Banyumas sebanyak 1,141,051 jiwa. Sekitar 70.17 persen merupakan penduduk angkatan kerja (bekerja dan pengangguran), sedangkan 29.83 persen penduduk bukan angkatan kerja (bersekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya), selengkapnya mengenai ketenagakerjaan di Kabupaten Banyumas terdapat pada Tabel 7.

Tabel 7. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Kegiatan, Tahun 2012.

No. Kegiatan Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Laki-Laki (jiwa) Perempuan (jiwa) 1 Angkatan Kerja 475,155 314,893 790,048 a. Bekerja 442,045 255,597 697,642 b. Mencari pekerjaan 12,439 10,906 23,345

c. Bekerja jika ada yang

Menyediakan 20,671 48,390 69,061

2 Bukan Angkatan Kerja 88,761 261,017 349,778

3 Tidak ditanyakan 759 105 864

JUMLAH 1,140,690

Sumber: Data Sensus Penduduk 2010, BPS.

Angkatan kerja di Kabupaten Banyumas adalah penduduk yang sudah berumur 15 tahun keatas sebanyak 790,048 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 475,155 jiwa dan perempuan sebanyak 314,893 jiwa. Mayoritas tenaga kerja diserap oleh sektor pertanian sebesar 201,766 jiwa, sedangkan sisanya diserap oleh sektor pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air minum yang selengkapnya dapat di lihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha, di Kabupaten Banyumas Tahun 2012.

No. Lapangan Usaha Utama Jumlah (jiwa)

1 Pertanian 201,766

2 Pertambangan dan Penggalian 6,136

3 Industri Pengolahan 98,432

4 Listrik, Gas dan Air Minum 2,633

5 Konstruksi dan Bangunan 56,075

6 Perdagangan 154,812

7 Hotel dan Rumah Makan 19,619

8 Komunikasi dan Informasi 5,604

9 Trasportasi dan Pergudangan 32,071

10 Keuangan dan Asuransi 8,773

11 Jasa-jasa 105,959

12 Lainnya 5,762

Jumlah 697,642

Sumber: Data Sensus Penduduk 2010, BPS.

Kondisi Perekonomian

Produk Regional Domestik Bruto (PDRB) sebagai ukuran produktivitas mencerminkan seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu wilayah dalam satu tahun. Kabupaten Banyumas sebagai salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Tengah memiliki yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun selama 5 tahun terakhir. PDRB Kabupaten Banyumas atas dasar harga yang berlaku pada Tahun 2007 sebesar 268.20 milyar rupiah dan terus meningkat 11,494.8 milyar rupiah. Jika dilihat menurut sektor selama kurun waktu 2007 sampai dengan 2011, maka sektor pertanian dalam arti luas merupakan penyumbang terbesar terhadap total PDRB Kabupaten Banyumas, kemudian diikuti oleh sektor industri, jasa-jasa dan perdagangan. PDRB perkapita Kabupaten Banyumas atas dasar harga berlaku akan menggambarkan kemakmuran penduduk Kabupaten Banyumas, sedangkan PRDB atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui tingkat kemakmuran rakyat secara riil dan laju pertumbuhannya, selengkapnya pada Tabel 9.

Tabel 9. Perkembangan PDRB Kabupaten Banyumas Menurut Sektor Berdasarkan Harga Konstan (Milyar Rupiah) Tahun 2007-2011. No. Sektor/Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010 2011 1 Pertanian 840.4 883.69 926.9 961.32 977.07 3 Industri 659.54 681.53 702.27 733.23 781.05 4 Bangunan 362.13 381.6 406.77 430.64 457.38 5 Perdagangan 597.06 631 663.76 710.9 761.69 6 Jasa-jasa 645.4 689.92 742.11 799.16 857.23 PDRB 3,958.65 4,171.45 4,400.54 4,654.63 4,927.34

Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyumas selalu diatas 5 persen selama kurun waktu 2007-2011. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyumas selama tahun 2007-2011 mempunyai rata-rata pertumbuhan 5.56 persen. Kondisi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyumas yang tinggi ini diharapkan diimbangi pemerataan di semua sektor. Jika melihat pertumbuhan sektoral, selama tahun 2008-2011 pertumbuhan sektor pertanian mulai menurun. Hal ini tercermin pada tahun 2007 pertumbuhan sektor pertanian sebesar 5.15 persen dan terus menurun di tahun 2011 sebesar 1.64 persen. Hal ini mengidentifikasikan bahwa sektor

pertanian di Kabupaten Banyumas sudah bergeser pada sektor

angkutan/komunikasi, jasa-jasa, persewaan dan industri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Persentase PDRB menurut 3 Sektor Tahun 2007

Struktur perekonomian Kabupaten Banyumas dapat dilihat dari seberapa besar peranan masing-masing sektor pada periode 2007-2011. Sejarah perekonomian Kabupaten Banyumas yang selalu positif mempengaruhi sektor- sektor tertentu ada beberapa sektor yang mengalami pergeseran tempat atau peranan. Sektor pertanian sebagai penyumbang PDRB paling besar yang tentunya sangat berpengaruh terhadap naik-turunnya angka PDRB. Tetapi, jika dilihat selama lima tahun terakhir, kontribusinya selalu menurun. Pada tahun 2007 kontribusi sektor pertanian sebesar 22.99 persen, selalu berkurang hingga tahun 2011 menjadi 21.57 persen, lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7.

25.13%

2.22% 46.64%

Gambar 7. Persentase PDRB menurut 3 Sektor Tahun 2011

Sektor primer adalah bila outputnya masih tergantung pada sumber daya alam, seperti sektor pertanian dan pertambangan. Sektor yang inputnya berasal dari

Dokumen terkait