• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini membangun suatu sistem pendugaan tingkat serangan ulat pada pertanaman kubis berdasarkan citra. Pengamatan tingkat serangan ulat

P. xylostella dan/atau C. pavonana pada area pertanaman kubis tidak mungkin dilakukan pada semua populasi tanaman yang ada. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan tenaga, biaya, dan waktu. Pengamatan kerusakan tanaman dilakukan pada tanaman contoh yang ditetapkan secara acak diagonal seperti ditunjukkan pada Gambar 4 (Warduna et al. 2011).

Gambar 4 Skema penentuan tanaman contoh yang diamati

Sistem pendugaan tingkat serangan ulat pada pertanaman kubis berdasarkan citra yang dibangun dalam penelitian ini diilustrasikan pada Gambar 5.

Sangat Berat Berat Sedang Ringan Sehat

Daerah yang dicurigai terserang OPT dilakukan akuisisi citra. Teknik akuisisi citra untuk pemilihan tanaman contoh pada area pertanaman kubis dilakukan secara acak diagonal. Hasil akuisisi citra diolah di server sehingga dapat ditentukan tingkat kerusakan per individu tanaman. Tingkat serangan ulat pada area pertanaman kubis dihitung berdasarkan rata-rata bobot tingkat kerusakan dari seluruh tanaman contoh yang diamati tersebut. Tingkat serangan ulat dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu: sangat ringan/sehat, ringan, sedang, berat dan sangat berat.

Pendugaan tingkat serangan ulat pada suatu area pertanaman kubis, diawali dengan penentuan tingkat kerusakan dari individu tanaman contoh yang diamati. Tingkat kerusakan per individu tanaman ini direpresentasikan oleh tingkat kerusakan krop dari citra kubis. Tahapan untuk penentuan tingkat kerusakan krop dari citra kubis ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Prosedur penentuan tingkat kerusakan krop

Penentuan tingkat kerusakan krop terdiri atas beberapa tahap yaitu praproses, ekstraksi fitur dan klasifikasi dengan PNN untuk membedakan antara citra kubis yang mempunyai krop dan tidak mempunyai krop. Kubis yang tidak mempunyai krop diklasifikasikan dalam tingkat kerusakan sangat berat.

Sementara itu kubis yang mempunyai krop dilakukan beberapa proses untuk mendapatkan area yang rusak pada krop sehingga dapat ditentukan tingkat kerusakannya. Tingkat kerusakan kubis yang mempunyai krop adalah sangat ringan/sehat, ringan, sedang, dan berat. Tahap akhir adalah evaluasi terhadap hasil klasifikasi untuk mengetahui kemampuan sistem dalam penentuan tingkat kerusakan krop.

Data Penelitian

Data penelitian yang digunakan adalah citra kubis yang sehat dan yang diserang oleh ulat P. xylostella dan/atau C. pavonana. Data diperoleh dari Cipanas, Bogor. Pemotretan dilakukan menggunakan lima kamera digital yang berbeda. Pengambilan foto dilakukan dari bagian atas objek tepat pada krop saat kubis dalam fase pembentukan krop.Citra yang digunakan berformat JPEG (Joint Photographic Experts Group). Contoh citra yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 7.

(a) Sehat (b) Ringan (c) Sedang (d) Berat (e) Sangat Berat Gambar 7 Contoh citra yang digunakan berdasarkan kategorinya

Penelitian ini menggunakan 500 citra kubis. Citra kubis diklasifikasikan berdasarkan tingkat kerusakan kropnya ke dalam lima kategori, yaitu: kerusakan sangat ringan/sehat, ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Agar memudahkan klasifikasi, terlebih dahulu dibedakan apakah kubis yang diamati mempunyai krop atau tidak mempunyai krop. Jumlah citra kubis berdasarkan ada atau tidak adanya krop dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Citra kubis berdasarkan ada atau tidak adanya krop

Kategori Jumlah

Mempunyai krop 470

Tidak mempunyai krop (sangat berat) 30

Kubis yang tidak mempunyai krop diklasifikasikan dalam tingkat kerusakan sangat berat. Selanjutnya kubis yang mempunyai krop dilakukan beberapa proses agar bisa diklasifikasikan tingkat kerusakannya menjadi sangat ringan/sehat, ringan, sedang atau berat. Rincian dari 470 citra kubis yang mempunyai krop berdasarkan tingkat kerusakannya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Citra kubis yang mempunyai krop Kategori Jumlah Sangat ringan/sehat 78 Ringan 303 Sedang 74 Berat 15 Praproses

Tahap praproses dilakukan untuk mempersiapkan citra yang digunakan sebelum masuk ke tahap ekstraksi fitur. Tahap awal praproses adalah mengubah

mode warna citra dari RGB (Red-Green-Blue) menjadi grayscale. Tujuannya adalah penyederhanaan citra yang awalnya terdiri atas tiga layer matriks yaitu R-layer, G-layer dan B-layer menjadi satu layer matriks sehingga mengurangi waktu pemrosesan.

Ekstraksi Fitur Tekstur dengan GLCM

Ekstraksi fitur tekstur menggunakan gray level co-occurrence matrix

(GLCM). GLCM adalah salah satu metode statistika yang dapat digunakan untuk analisis tekstur. Fitur yang dipilih adalah contrast, correlation, dissimilarity dan

homogeneity. Langkah awal untuk mendapatkan informasi tekstur dari citra adalah menentukan co-occurrence matrix. Co-occurrence matrix dihitung dalam arah horizontal 0° dan 180° dengan jarak 1 piksel. Setiap citra menghasilkan sebuah co-occurrence matrix. Nilai contrast, correlation, dissimilarity, dan

homogeneity dihitung untuk co-occurrence matrix tersebut sehingga setiap fitur mempunyai sebuah nilai. Informasi tekstur untuk setiap citra direpresentasikan sebagai sebuah vektor yang memiliki empat elemen fitur. Informasi fitur ini menjadi masukan untuk proses klasifikasi dengan PNN.

Pembagian Data Latih dan Uji

Data dibagi menjadi dua bagian, yaitu data latih dan uji. Hasil ekstraksi fitur dari data latih digunakan sebagai masukan untuk pelatihan dengan PNN, sedangkan hasil ekstraksi fitur dari data uji digunakan untuk menguji model hasil pelatihan. Pengujian dilakukan untuk mengetahui kemampuan model dalam mengklasifikasikan kubis yang mempunyai krop dan tidak mempunyai krop.

Pembagian data latih dan uji untuk klasifikasi dengan PNN menggunakan metode k-fold cross validation. Pada penelitian ini menggunakan nilai y = 5 sehingga disebut 5-fold cross validation. Tujuannya adalah agar persentase data latih dan uji masing-masing sebesar 80% dan 20%.

Skenario percobaan yang dilakukan seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Data dibagi menjadi lima subset. Setiap subset digunakan sebagai data uji dan empat

subset lainnya yang tidak digunakan sebagai data uji menjadi data latih. Oleh karena itu, dari 500 citra yang tersedia, sebanyak 400 citra digunakan sebagai data

latih dan 100 citra sisanya digunakan sebagai data uji dalam setiap percobaan yang dilakukan.

Tabel 4 Skenario percobaan yang dilakukan Percobaan Data Subset

Fold 1 Data latih ˜ , ˜M, ˜P, ˜ Data uji ˜

Fold 2 Data latih ˜ , ˜M, ˜P, ˜ Data uji ˜

Fold 3 Data latih ˜ , ˜ , ˜P, ˜ Data uji ˜M

Fold 4 Data latih ˜ , ˜ , ˜M, ˜ Data uji ˜P

Fold 5 Data latih ˜ , ˜ , ˜M, ˜P Data uji ˜

Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network

Klasifikasi citra kubis yang mempunyai krop dan tidak mempunyai krop menggunakan PNN. Arsitektur PNN terdiri atas lapisan masukan, pola, penjumlahan dan keputusan. Lapisan masukan berupa vektor hasil ekstraksi fitur dari citra kubis. Pada lapisan pola, digunakan satu model PNN dengan nilai bias tetap. Bias merupakan suatu nilai parameter yang berguna untuk menghaluskan fungsi kernel. Nilai bias tidak dapat ditentukan secara langsung, tetapi didapatkan melalui hasil percobaan. Selanjutnya dihitung jarak vektor pelatihan ke vektor pengujian dan menghasilkan vektor yang mengindikasikan kedekatan input ke vektor pelatihan. Setiap keluaran dari lapisan pola dijumlahkan dengan keluaran dari lapisan pola lainnya yang berada dalam satu kelas untuk menghasilkan probabilitas vektor keluaran pada lapisan penjumlahan. Lapisan keputusan mengambil nilai maksimum dari vektor keluaran. Lapisan keputusan memiliki dua target kelas yaitu kubis yang mempunyai krop dan tidak mempunyai krop.

Penentuan Tingkat Kerusakan Krop

Berdasarkan hasil PNN, citra kubis yang terdeteksi tidak mempunyai krop diklasifikasikan dalam tingkat kerusakan sangat berat. Sementara itu, citra kubis yang mempunyai krop ditentukan tingkat kerusakan kropnya. Tahapannya seperti ditunjukkan pada Gambar 8, terdiri atas proses segmentasi krop, penentuan area krop, image enhancement, pendeteksian lubang pada krop, dan penentuan proporsi kerusakan area krop. Tujuannya adalah mendapatkan proporsi kerusakan area krop sehingga dapat ditentukan tingkat kerusakan krop menjadi sangat ringan/sehat, ringan, sedang, atau berat.

Gambar 8 Bagan penentuan tingkat kerusakan kubis yang mempunyai krop Segmentasi Krop

Segmentasi merupakan tahap awal dari penentuan tingkat kerusakan krop. Segmentasi bertujuan mendapatkan kandidat titik-titik yang menjadi masukan bagi RHT dalam mendeteksi krop. Teknik segmentasi krop yang digunakan berdasarkan penelitian Cheddad et al. (2009) dan Yogarajah et al. (2010). Matriks transformasi š› = 0.2989 0.5870 0.1402 “ digunakan untuk mentransformasikan matriks 3 dimensi ∅ menjadi vektor ž menggunakan Persamaan 28:

ž = 8∅8j , S , b 9 ⊗ š›9 (28) dengan ⊗ merupakan perkalian matriks. Karena itu representasi warna RGB dari tiga dimensi dikurangi menjadi ruang satu dimensi. Dengan Persamaan 29, tanpa menggunakan channel G, ditentukan vektor ž yaitu vektor dengan elemen- elemennya adalah nilai maksimum dari channel R atau B untuk setiap pikselnya.

ž = arg ha %∈ ,⋯,D8¡( ), ¢( )9 (29) dengan ; adalah panjang channel R dan B. Untuk setiap nilai , ditentukan

error£ yang didefinisikan seperti pada Persamaan 30:

£( ) = ž( ) − ž ( ). (30)

Nilai maksimum dari £ digunakan sebagai threshold untuk segmentasi citra

grayscale ( , ) seperti yang didefinisikan pada persamaan 31.

b( , ) = 1, ( , ) ≥ max (¤)0, ( , ) < max (¤) (31)

Hasil segmentasi berupa citra biner b( , ). Agar kandidat titik-titik untuk RHT yang diperoleh menjadi lebih banyak maka hasil segmentasi dipertebal dengan operasi dilasi.

Penentuan Area Krop

Area krop ditentukan sesuai dengan ukuran ellipse yang terdeteksi pada citra kubis. Penelitian ini memilih untuk menyesuaikan ukuran krop dengan ukuran

ellipse daripada ukuran lingkaran karena ellipse lebih fleksibel dibandingkan dengan lingkaran. Lingkaran merupakan ellipse dengan panjang sumbu semimajor

dan semiminor yang berukuran sama.

Metode yang digunakan untuk mendeteksi ellipse pada citra kubis adalah

randomized hough transform (RHT). Inverso (2006) telah mengembangkan algoritme untuk mendeteksi ellipse dengan RHT. Algoritme RHT adalah sebagai berikut:

while (ellipse ditemukan OR belum mencapai epoch

maksimum) {

for (jumlah iterasi tetap) {

Menemukan ellipse yang potensial

if (ellipse mirip dengan ellipse dalam accumulator)

Rata-ratakan dua ellipse dan hasilnya

menggantikan ellipse di accumulator. Tambahkan 1 ke skornya.

else

Masukkan ellipse ke posisi yang kosong dalam accumulator dengan skor 1.

}

Pilih ellipse dengan skor terbaik dan simpan dalam tabel ellipse terbaik.

Hapus piksel-piksel ellipse terbaik dari citra. Bersihkan accumulator.

Algoritme dijalankan untuk beberapa epoch, proses untuk menemukan

ellipse pada setiap epoch melalui akumulasi. Algoritme selesai ketika jumlah maksimum epoch tercapai atau tidak menemukan ellipse untuk sejumlah epoch

tertentu. Hal ini memungkinkan user untuk menentukan epoch maksimum yang besar.

Selama perulangan for, ellipse yang ditemukan diakumulasi dan diberi skor. Semakin besar jumlah iterasi, semakin besar kemungkinan beberapa ellipse

yang mirip terakumulasi menjadi single ellipse dan diberikan skor yang lebih tinggi. Pada akhir perulangan for, accumulator mencari ellipse dengan skor yang tinggi yang akan ditempatkan dalam tabel ellipse terbaik (best ellipse). Untuk mengurangi kerja yang berlebihan, ellipse terbaik yang ditemukan dihapus dari citra. Karena ellipse terbaik sudah tidak ada lagi, accumulator dihapus. Dengan cara ini, ellipse yang sebelumnya ditemukan tidak akan menghasilkan nilai yang tinggi dalam accumulator membayangi ellipse yang tidak ditemukan.

Ukuran ellipse yang terdeteksi pada citra digunakan untuk membuat mask template dengan memberikan nilai piksel hitam (nilai 0) pada area di luar ellipse

dan nilai piksel putih (nilai 1) pada area di dalam ellipse. Tujuannya adalah menjadikan area di luar ellipse sebagai background dan area di dalam ellipse

sebagai Region of Interest (ROI) yaitu krop. Penentuan ROI dilakukan dengan memanipulasi nilai piksel citra asli kubis berdasarkan citra mask template yang terbentuk. Dengan mengetahui titik-titik spasial , yang bernilai 0 (hitam) pada citra mask template, selanjutnya memberikan nilai 0 untuk posisi titik-titik spasial yang sama pada citra asli kubis. Akhirnya diperoleh hasil deteksi krop dengan area di dalam ellipse sama seperti citra aslinya. Ilustrasi proses deteksi krop ditunjukkan pada Gambar 9.

Segmentasi Deteksi ellipse Mask template Deteksi krop Gambar 9 Proses deteksi krop

Image Enhancement

Perbaikan citra (image enhancement) bertujuan memproses citra sehingga menghasilkan citra yang lebih baik dibandingkan dengan citra asli untuk digunakan pada proses selanjutnya (Gonzales dan Woods 2002). Ada dua proses yang dilakukan untuk memperbaiki citra, yaitu penghapusan bayangan (shadow removing) dan penghalusan citra (smoothing).

Penghapusan bayangan bertujuan menghilangkan bayangan yang ada pada

citra kubis. Ruang warna citra diubah dari RGB menjadi HSV (H–hue, S–saturation, V-value). Dalam ruang warna HSV, piksel di wilayah bayangan

mempunyai karakteristik: H tinggi, S tinggi, dan V rendah (Nazaré et al. 2010). Penelitian ini hanya menggunakan nilai hue untuk mendeteksi bayangan. Selain itu, nilai hue dapat juga digunakan untuk menghapus daun luar dan celah antara daun luar dengan bagian krop. Nilai hue dalam HSV didefinisikan dalam

interval 0°, 360° . Setelah mempelajari histogram channel H dari 500 citra kubis.

Threshold yang digunakan berdasarkan nilai hue dengan jumlah bin maksimum. Supaya hasil penghapusan bayangan menjadi baik, nilai hue berdasarkan jumlah

bin maksimum yang diperoleh ditambahkan 10°. Hasil penjumlahan ini digunakan sebagai threshold untuk penghapusan bayangan, daun luar dan celah antara daun luar dengan bagian krop seperti didefinisikan pada Persamaan 32.

∅8j , , S , , b , 9 = 255; §( , ) ≥ (¨a _b ; + 10°) (32) Piksel dengan nilai hue§ yang lebih besar dari threshold adalah bayangan, daun luar dan celah antara daun luar dengan bagian krop. Citra RGB ∅ hasil penentuan area krop yang memenuhi kondisi threshold ini dimanipulasi dengan memberikan warna putih (nilai 255) pada masing-masing channel R, G dan B. Ilustrasinya seperti pada Gambar 10.

(a)Sebelum (b) Sesudah

Gambar 10 Penghapusan bayangan, daun luar dan celah daun

Tahap image enhancement selanjutnya adalah penghalusan citra (smoothing). Tujuannya mengurangi noise atau lipatan-lipatan daun kubis agar menjadi lebih halus sehingga tidak terdeteksi sebagai lubang. Smoothing

dilakukan dengan menerapkan Gaussian filtering. Sebelum penerapan Gaussian filtering, citra hasil penghapusan bayangan, daun luar dan celah antara daun luar dengan bagian krop terlebih dahulu diubah menjadi citra grayscale.

Pendeteksian Lubang pada Krop

Deteksi lubang pada krop menggunakan operasi morfologi, yaitu erosi. Operasi erosi diterapkan pada citra hasil image enhancement. Hasil operasi erosi yang diperoleh selanjutnya disegmentasi dengan threshold Otsu untuk mendapatkan lubang-lubang akibat kerusakan oleh ulat, yaitu berupa piksel-piksel hitam. Ilustrasi alur deteksi lubang ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11 Alur deteksi lubang Operasi morfologi: erosi

Penentuan Proporsi Kerusakan Area Krop

Proporsi kerusakan area krop diperoleh dengan menentukan luas area yang rusak pada krop terhadap luas keseluruhan area krop. Li et al. (2012) menentukan area yang rusak berdasarkan jumlah nilai piksel 0 (hitam). Proporsi kerusakan area krop (3) dihitung menggunakan Persamaan 33.

3 =«©‰©¬ªŒª-ˆD ˆŒ©ˆ ŠŒ‹FQŒ©ˆ ŠŒ‹F Œª‰ˆŠ × 100% (33) Tingkat kerusakan krop diklasifikasikan sesuai dengan nilai proporsi yang diperoleh dari Persamaan 33 berdasarkan Tabel 5.

Tabel 5 Proporsi tingkat kerusakan krop pada kubis yang mempunyai krop Tingkat kerusakan Proporsi kerusakan krop (%)

Sangat ringan/sehat 0 ≤ 3 ≤ 5

Ringan 5 < 3 ≤ 15

Sedang 15 < 3 ≤ 35

Berat 3 > 35

Evaluasi

Evaluasi penentuan tingkat kerusakan menggunakan confusion matrix.

Confusion matrix lebih sering disebut dengan tabel kontingensi dijelaskan dalam Srinivasulu et al. (2009) serta Kumar dan Rathee (2011). Kinerja model klasifikasi PNN dalam mengklasifikasikan kubis yang mempunyai krop dan tidak mempunyai krop, serta penentuan tingkat kerusakan krop berdasarkan proporsi ditentukan dengan akurasi yang dicapai. Model klasifikasi PNN yang digunakan untuk sistem pendugaan tingkat serangan ulat adalah model klasifikasi dengan akurasi terbaik. Model dengan akurasi terbaik diperoleh setelah melakukan lima percobaan berdasarkan metode pembagian data 5-fold cross validation.

Pendugaan Tingkat Serangan Ulat pada Pertanaman Kubis

Tingkat serangan ulat P. xylostella dan/atau C. pavonana pada pertanaman kubis ditentukan berdasarkan rata-rata bobot tingkat kerusakan krop dari tanaman contoh yang diamati. Bobot tiap tingkat kerusakan krop seperti pada Tabel 6.

Tabel 6 Bobot tingkat kerusakan krop Tingkat kerusakan Bobot Sangat ringan/sehat 0

Ringan 1

Sedang 2

Berat 3

Tingkat serangan ulat pada area pertanaman kubis dihitung menggunakan Persamaan 34.

= ∑(D×°)=×± × 100% (34) dengan

= tingkat serangan ulat

$ = jumlah tanaman yang diamati

; = jumlah tanaman yang memiliki bobot yang sama

² = bobot tiap tingkat serangan

R = bobot tertinggi

Kategori tingkat serangan ulat pada pertanaman kubis ditentukan berdasarkan persentase tingkat serangan yang diperoleh. Kategori tersebut seperti ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7 Kategori tingkat serangan ulat

Kategori Persentase tingkat serangan (%) Sangat ringan/sehat 0 ≤ < 10

Ringan 10 ≤ < 25

Sedang 25 ≤ < 50

Berat 50 ≤ < 75

Sangat berat 75 ≤ ≤ 100

Perangkat Keras dan Perangkat Lunak

Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini adalah Processor IntelCore i5 2450 M 2.5 Turbo 3.1 Ghz, memori DDR3 RAM 4 GB dan harddisk

500 GB. Perangkat lunak yang digunakan adalah Sistem Operasi Windows 7,

Library OpenCV 2.2, CodeBlocks versi 10.05, XAMPP version 1.7.2 dan PHP

Dokumen terkait