Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten dengan subyek penelitian masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus hingga Oktober 2012.
Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi spesies tumbuhan pangan tradisional penting (Cultural Significant Plant) dan penggunaan pengetahuan tradisional dalam ketahanan pangan, serta data spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Baduy dan kondisi umum lokasi yang dikumpulkan melalui studi pustaka (Tabel 1).
Tabel 1 Parameter data penelitian
Parameter Variabel Pengumpulan Data
1. Pengetahuan tradisional
dalam ketahanan pangan
a. Pengetahuan tradisional tentang penamaan dan identifikasi spesies tumbuhan pangan.
b. Sistem sosiokultur dalam pemanfaatan spesies tumbuhan pangan:
1. Infrastruktur material 2. Struktur sosial
3. Super struktur ideologis
Focus Group Discussion
2. Spesies tumbuhan
pangan penting
a. Tanaman pangan budidaya Wawancara semi terstruktur
b. Tumbuhan pangan liar penting Wawancara semi terstruktur,
eksplorasi lapang, dan observasi partisipatif
3. Spesies tumbuhan
pangan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Baduy
Nama spesies, manfaat, cara pemanfaatan, potensi pemanfaatan
Buku identifikasi “Tumbuhan Berguna Indonesia” (Heyne 1987 dan herbarium
4. Kondisi umum lokasi Letak, luas, iklim, topografi,
demografi penduduk.
Studi Pustaka
Metode Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini akan dilakukan dengan observasi partisipatif, wawancara (Focus Group Discussion dan wawancara semi terstruktur), eksplorasi lapang, dan pembuatan herbarium untuk identifikasi spesies, serta studi pustaka (Tabel 1).
a. Observasi partisipatif
Pencatatan dilakukan selama penulis mengikuti dan terlibat pada aktivitas masyarakat yang sedang dikaji. Sebagai contoh, peneliti mengikuti proses pengambilan/pemanenan padi di ladang masyarakat Baduy.
b. Wawancara (Focus Group Discussion dan wawancara semi terstruktur)
Focus Group Discussion (FGD) dilakukan untuk mengetahui data keseluruhan komunitas, atau data umum sebanyak-banyaknya yang dihasilkan dari informan kunci meliputi tetua adat (Jaro Dainah, Jaro Sami, dan Jaro Darni), perangkat desa (Panggiwa Rasudin dan Panggiwa Sajum), dan beberapa masyarakat yang sangat terkait dengan pemanfaatan tumbuhan pangan (Idrus 2009). Selanjutnya hasil FGD digunakan sebagai data dasar (konsep kuisioner) dalam pengukuran penerapan pengetahuan etnobotani masyarakat Baduy.
Wawancara semi terstruktur dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada saat penentuan spesies tumbuhan bernilai budaya tinggi, dan pada pengukuran penggunaan pengetahuan etnobotani dalam ketahanan pangan. Wawancara dilakukan secara langsung dengan bantuan panduan wawancara dan kuisioner.
Penentuan responden dilakukan dengan quota sampling yaitu sebanyak 30 responden yang berasal dari Baduy Dalam dan 30 responden dari Baduy Luar. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi jumlah minimal responden dalam suatu pengolahan data yang bersifat korelasional (Gay 1981). Selanjutnya pemilihan responden dilakukan dengan purposive sampling (terpilih) dengan pertimbangan usia, jenis kelamin, dan asal (Tabel 2).
Tabel 2 Pemilihan responden penelitian
Asal Kelas umur I II III IV V
Jenis Kelamin <24 tahun 25-39 tahun 40-54 tahun 55-69 tahun >69 tahun
Baduy Dalam Laki-laki 3 orang 3 orang 3 orang 3 orang 3 orang
Perempuan 3 orang 3 orang 3 orang 3 orang 3 orang
Baduy Luar Laki-laki 3 orang 3 orang 3 orang 3 orang 3 orang
Perempuan 3 orang 3 orang 3 orang 3 orang 3 orang
c. Eksplorasi
Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui ketersediaan tumbuhan pangan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Baduy dan pengambilan spesimen untuk identifikasi tumbuhan pada masing-masing tipe penggunaan lahan. Selain untuk mengetahui ketersediaan tumbuhan di berbagai tipe penggunaan lahan masyarakat Baduy, eksplorasi juga bertujuan untuk mengambil bagian tumbuhan untuk dijadikan herbarium. Lahan tersebut meliputi hutan (leuweung), ladang (huma), pinggir rumah (pipir imah), sekitar kampung (tatajuran), ladang yang diberakan 1-2 tahun (jami), di sempadan sungai (pipir cai), pinggir saung (pipir saung), dan hutan sekunder atau kebun (reuma) yang terbagi di Baduy Dalam, Baduy Luar, dan luar Desa Kanekes.
d. Pembuatan herbarium
Kegiatan ini dilakukan untuk membantu proses identifikasi spesies tumbuhan dengan mengoleksi atau mendokumentasikan spesimen dari lapangan berupa bagian tumbuhan yang terdiri dari ranting, daun, bunga, dan buah jika ada. Adapun tahapan dari pembuatan herbarum meliputi:
1. Mengambil spesimen herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan daunnya, jika ada bunga dan buahnya juga diambil. Pengambilan contoh herbarium dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan eksplorasi dan wawancara.
13
2. Contoh herbarium dipotong dengan panjang ± 40 cm menggunakan gunting.
3. Kemudian contoh herbarium dimasukkan ke dalam kertas koran dengan memberikan label berukuran (3 cm x 5 cm). Label berisi keterangan tentang nomor spesies, nama lokal, dan lokasi pengumpulan.
4. Selanjutnya herbarium disusun dan disemprot dengan alkohol 70%.
5. Kemudian herbarium disimpan di dalam trash bag, untuk di bawa ke Laboratorium Konservasi Tumbuhan Fakultas Kehutanan IPB.
6. Tahapan selanjutnya adalah pengeringan herbarium yang meliputi: penggantian kertas koran, penyusunan herbarium di atas sasak, dan pengovenan pada suhu 60° C selama 5 hari.
7. Herbarium yang sudah kering lengkap dengan keterangan-keterangan yang diperlukan dalam proses identifikasi untuk mendapatkan nama ilmiah, habitus, dan data taksonomi yang dibutuhkan.
8. Selanjutnya herbarium yang telah selesai diidentifikasi dengan buku identifikasi dan sebagian dikirim kepada pakar identifikasi tumbuhan. e. Studi pustaka
Identifikasi spesies tumbuhan dilakukan pula dengan mencocokan ciri dan nama lokal spesies tumbuhan dengan buku “Tumbuhan Berguna Indonesia” (Heyne 1987). Data pendukung meliputi spesies tumbuhan pangan yang dimanfaatkan masyarakat Baduy dan kondisi umum lokasi penelitian (luas, letak, iklim, dan demografi penduduk) diperoleh melalui studi pustaka.
Analisis Data Tumbuhan pangan penting
a. Tanaman pangan budidaya
Analisis data tanaman pangan budidaya penting dilakukan secara kuantitatif dengan modifikasi persamaan Pieroni (2001) dan Johns (1990):
CFCI=QI x (AI + FuI+CoI) x EI Keterangan
CFCI : Cultural Food Cultivated Index (Spesies tanaman pangan budidaya
penting)
QI : Quotation Index (tingkat penyebutan tumbuhan pangan )
AI : Availability Index (tingkat ketersediaan tumbuhan pangan)
CoI : Commercial Index (nilai komersial tumbuhan pangan)
FuI : Food use Index (penggunaan tumbuhan pangan)
EI : Exclusivity Index (penggunaan tumbuhan pangan dalam kegiatan/ ritual
adat)
QI (Quotation Index) merupakan nilai sejumlah spesies tanaman pangan penting yang mampu disebutkan oleh responden secara spontan. Spesies yang hanya disebutkan oleh 1 atau 2 orang dianggap bukan spesies tumbuhan bernilai budaya penting sehingga dapat diabaikan.
AI (Availability Index) yaitu tingkat ketersediaan tanaman pangan yang ditunjukkan oleh ada (skor: 2) dan tidaknya (skor: 1) teknologi penyimpanan atau pengawetan yang memungkinkan tanaman/ bagian tanaman tersebut tersedia sepanjang tahun.
CoI (Commercial Index) merupakan tingkat komersial suatu spesies tanaman dimana kategori dibagi menjadi tanaman yang digunakan hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi/ subsisten (skor: 1) dan dapat dijual (skor: 2)
FuI (Food use Index) merupakan tingkat penggunaan tumbuhan dalam pemenuhan nutrisi tubuh yang terbagi dalam tiga kategori. Pangan pokok sebagai penghasil karbohidrat (skor: 3), sayur dan buah sebagai penghasil vitamin dan mineral (skor: 2), dan sebagai bahan tambahan pangan (skor 1).
EI (Exclusivity Index) merupakan tingkat kekhususan tumbuhan pangan yang digunakan pada upacara dan ritual adat. Selain itu penerapan aturan khusus yang membuat tanaman pangan budidaya menjadi sangat diperhatikan (skor: 2) menjadikan nilai tumbuhan ini lebih besar dari tumbuhan lainnya (skor: 1).
b. Tumbuhan pangan liar
Analisis data tumbuhan pangan bernilai budaya penting dilakukan secara kuantitatif dengan persamaan yang dikembangkan oleh Pieroni (2001):
CFSI= QI x AI x FUI x PUI x MFFI x TSAI x FMRI x 10-2 Keterangan:
CFSI : Cultural Food Significant Index (spesies tumbuhan pangan tradisional
penting)
QI : Quotation Index (tingkat penyebutan tumbuhan pangan )
AI : Availability Index (tingkat ketersediaan tumbuhan pangan)
FUI : Frequency of Use Index (frekuensi pemanfaatan tumbuhan pangan)
PUI : Part of Use Index (bagian tumbuhan pangan yang dimanfaatkan) MFFI : Multi-Functional Food Use Index (keanekaragaman penggunaan
tumbuhan pangan)
TSAI : Taste Score Appreciation Index (rasa dan kesukaan tumbuhan pangan)
FMRI : Food-Medicinal Role Index (tingkat penggunaan tumbuhan pangan untuk
kesehatan)
QI (Quotation Index) merupakan nilai sejumlah spesies tumbuhan pangan penting yang mampu disebutkan oleh responden secara spontan. Spesies yang hanya disebutkan oleh 1 atau 2 orang dianggap bukan spesies tumbuhan bernilai budaya penting sehingga dapat diabaikan.
AI (Availability Index) yaitu tingkat keterjangkauan dan ketersediaan yang dirasakan oleh masyarakat. Nilai keterjangkauan ditunjukkan dengan kemudahan dalam memperoleh tumbuhan yang dirasakan oleh responden, sedangkan ketersediaan diukur dari perjumpaan spesies tumbuhan di lapangan. Adapun kategori yang digunakan adalah mudah, biasa, agak sulit, dan sulit sedangkan untuk koreksi lapang ketersediaan spesies dikategorikan dalam lebih dari 2 lahan, terdapat di 2 lahan saja, dan hanya ada di 1 lahan yang bersifat lokal (Tabel 3).
Tabel 3 Nilai indeks tingkat ketersediaan
Ketersediaan Nilai indeks
Mudah 4,0 Biasa 3,0
Agak sulit 2,0
Sulit 1,0
Kondisi lapang Nilai indeks
Lebih dari 2 lahan -
Terdapat di 2 lahan berbeda -0,5
Hanya ada di 1 lahan -1,0
15
Hasil dari wawancara terhadap tingkat ketersediaan selanjutnya dikoreksi secara kuantitatif dengan nilai indeks yang ada. Sebagai contoh spesies peutag
(Syzigium lineata Duthie.) disebutkan agak sulit ditemukan oleh masyarakat namun berdasarkan hasil eksplorasi hanya ditemukan di dua lahan saja, yaitu di hutan (leuweung) dan kebun (reuma). Maka nilai indeks ketersediaan dari spesies tersebut adalah 2,0+ (-0,5)= 1,5.
FUI (Frequency of Use Index) atau tingkat frekuensi pemanfaatan menggambarkan seberapa sering tumbuhan tersebut digunakan. Kategori dalam frekuensi penggunaan meliputi lebih dari 1 kali dalam seminggu, 1 kali dalam seminggu, satu kali dalam sebulan, hingga penggunaan 30 tahun lalu (Tabel 4).
Tabel 4 Nilai indeks frekuensi pemanfaatan
Frekuensi penggunaan Nilai indeks
>1 kali/minggu 5,0
1 kali/minggu 4,0
1kali/ bulan 3,0
>1 kali/tahun dan <1 kali/bulan 2,0
1kali/tahun 1,0
Lebih dari 30 tahun tidak menggunakan 0,5
Sumber: Pieroni (2001)
PUI (Part of Use Index) atau tingkat keanekaragaman bagian yang dimanfaatkan. Pada aspek ini spesies tumbuhan yang dimanfaatkan pada beberapa bagian dengan tujuan yang berbeda memiliki nilai yang lebih tinggi daripada spesies yang dimanfaatkan seluruh bagian mudanya untuk satu tujuan (Tabel 5).
Tabel 5 Nilai indeks bagian yang dimanfaatkan
Bagian yang digunakan Nilai indeks
Kulit 1,00
Akar dan rimpang/stolon 1,50
Akar muda 1,00 Umbi 1,50 Batang 1,00 Daun 1,50 Tangkai daun 1,00 Daun muda 1,00 Tuak 1,00 Tunas 1,25 Pucuk daun 0,75 Bunga 0,75 Buah 1,50 Biji 1,00
Seluruh bagian tumbuhan 3,00
Seluruh bagian tumbuhan muda 2,00
Caps atau tudung jamur 1,50
Seluruh tubuh buah pada jamur 2,00
Sumber: Pieroni (2001)
MFFI (Multi Fuctional Food Use Index) atau keanekaragaman penggunaan pangan merupakan penilaian terhadap cara atau pengolahan tumbuhan pangan mulai dari pemanfaatan secara sederhana hingga tahapan yang
lebih kompleks/rumit. Semakin rumit proses dalam pengolahan tumbuhan pangan, nilai indeks akan semakin besar (Tabel 6).
Tabel 6 Nilai indeks keanekaragaman penggunaan pangan
Penggunaan Nilai indeks
Bahan mentah sebagai makanan kecil 0,50
Bahan mentah sebagai lalaban 1,50
Digoreng dengan atau tidak dengan kocokan telur 1,00
Dididihkan 1,00
Didihkan kemudian digoreng 1,50
Didihkan kemudian diisi bahan lain 1,50
Sup (campuran) 0,75
Direbus perlahan 1,00
Dibakar/dipanggang 1,00 Bumbu/rempah-rempah 1,00
Bumbu untuk tujuan tertentu atau spesifik 0,75
Selai 1,00
Sirup 1,00
Digunakan hanya sebagai campuran -0,50
Sumber: Pieroni (2001)
TSAI (Taste Score Appreciation Index) atau tingkat rasa dan kesukaan yaitu nilai indeks dari rasa dan kesukaan responden terhadap suatu jenis tumbuhan pangan. Penilaian tersebut dibagi dalam rentang nilai 4 hingga 10 dengan interval yang berbeda (Tabel 7).
Tabel 7 Nilai indeks tingkat rasa dan kesukaan
Rasa dan kesukaan Nilai indeks
Paling enak 10,0 Sangat enak 9,0 Enak 7,5 Biasa 6,5 Kurang enak 5,5 Tidak enak 4,0 Sumber: Pieroni (2001)
FMRI (Food Medical Role Index) atau tingkat penggunaan tumbuhan pangan untuk kesehatan. Nilai indeks ini menggambarkan nilai manfaat kesehatan yang dimiliki oleh tumbuhan pangan. Sehingga tumbuhan tersebut memiliki nilai yang lebih penting. Sebagai contoh, jika suatu spesies tumbuhan dikonsumsi karena manfaatnya sebagai obat maka akan memiliki nilai indeks yang lebih besar dibandingkan dengan tumbuhan yang tidak diketahui manfaat untuk kesehatan manusia (Tabel 8). Karena kesehatan juga memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia.
Tabel 8 Nilai indeks penggunaan tumbuhan pangan untuk kesehatan
Peranan pangan-obat Nilai indeks
Sangat tinggi (pangan ini adalah obat) 5,0
Tinggi (pangan ini berkhasiat obat) 4,0
Menengah keatas (pangan ini sangat menyehatkan) 3,0
Menengah ke bawah (pangan ini sehat) 2,0
Tidak diketahui 1,0
17
Penerapan Pengetahuan tradisional dalam ketahanan pangan
Penggunaan pengetahuan tradisional masyarakat adat tentang tumbuhan pangan dan ketahanan pangan dinilai melalui pengenalan spesies tumbuhan pangan tradisional penting dan sistem sosiokultur (infrastruktur material, struktur sosial, dan superstruktur ideologi) yang berlaku di masyarakat Baduy. Selanjutnya dapat dianalisis secara kuantitatif dengan persamaan Phillips dan Gentry (1993) diacu dalam Pei et al. (2009) untuk menghitung indeks pengetahuan etnobotani.
Mgj= 1 ∑ Vi n
Keterangan:
Mgj : rata-rata tingkat pengetahuan etnobotani yang dimiliki oleh anggota kelompok j
n : jumlah anggota dalam kelompok j
Vi : jumlah pengetahuan tradisional yang dimiliki anggota i dari kelompok j j : kelas umur atau jenis kelamin
Selanjutnya, untuk mengetahui signifikansi dari faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan tradisional dilakukan pengolahan data menggunakan SPSS 15.0. Analisis yang digunakan adalah statistika non parametrik (Zent 2009), yaitu uji statistik yang kesahihannya tidak bergantung kepada asumsi-asumsi yang kaku (Daniel 1990). Uji non parametrik yang digunakan adalah:
1. Kruskal Wallis Test, yaitu pengujian hipotesis komparatif dengan k sampel independen dari populasi yang sama. Tes ini digunakan untuk menguji perbedaan dari setiap kelas umur (KU).
2. Mann Whitney Test, yaitu pengujian hipotesis komparatif dengan dua sampel independen dari populasi yang sama. Tes ini digunakan untuk menguji perbedaan dari setiap jenis kelamin dan tempat tinggal.
Nilai MGj digunakan untuk menilai perubahan pengetahuan. Nilai MGj
akan dikelompokkan berdasarkan kelas umur yang memiliki interval 15 tahun. Penilaian terhadap perubahan pengetahuan etnobotani menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Zent (2009). Aspek yang diukur adalah tingkat retensi (RG), tingkat retensi komulatif (RC), dan tingkat perubahan tahunan (CA).
1. RGt = Mgt Mgr keterangan:
RGt : tingkat retensi kelas umur t
gt : rata-rata pengetahuan kelas umur t gr : rata-rata pengetahuan kelas umur t+1 2. RCt = RCr 10log(RGt)
keterangan:
RCt : tingkat retensi komulatif kelas umur t RCr : tingkat retensi komulatif kelas umur t+1 3. CAt = RCt-1
ygt
keterangan:
CAt : tingkat perubahan tahunan kelas umur t ygt : interval waktu kelas umur.