Lokasi dan Waktu
Lokasi penelitian dilaksanakan pada industri tempe di Desa Parung dan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive location) dengan pertimbangan bahwa Desa Parung dan Citeureup merupakan dua lokasi yang memiliki industri tempe terbanyak dan
Karakteristik Wirausaha: 1. Percaya diri 2. Berorientasi hasil 3. Pengambil risiko 4. Kepemimpinan 5. Keorisinilan
6. Berorientasi ke masa depan
Kinerja Usaha: 1. Produksi 2. Omzet
3. Keuntungan usaha UKM tempe di Kabupaten Bogor
Analisis korelasi antara karakteristik wirausaha dengan kinerja industri tempe
Para pelaku UKM dituntut untuk mandiri agar dapat menghadapi
persaingan global
Pengembangan SDM pelaku UKM dengan pengembangan jiwa
kewirausahaan
---- Ruang lingkup penelitian Hubungan antara variabel
18
salah satu sentra penghasil tempe di Kabupaten Bogor berdasarkan anggota KOPTI Kabupaten Bogor. Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai bulan Juni 2014 sedangkan upaya persiapan (prapenelitian) dan penjajagan mulai dilakukan sejak bulan Maret 2014.
Data dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama yang diperoleh dengan wawancara langsung, observasi dan diskusi yang berpedoman pada daftar pertanyaan (kuesioner) yang disesuaikan untuk menjawab masalah penelitian. Kuesioner yang dibuat merupakan pertanyaan terbuka, sehingga data yang dikumpulkan dalam bentuk narasi dan angka-angka. Data dianalisis untuk dijadikan bukti-bukti yang perlu diinterprestasi untuk digunakan mendukung kebenaran dari hipotesa yang digunakan dalam penelitian. Jadi data primer ini dapat dikatakan data yang dirancang atau dikumpulkan untuk penelitian yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Data sekunder adalah data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain, sehingga data telah terdokumentasi sebelumnya yang disajikan dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram. Data ini dapat diperoleh dari data BPS, dinas-dinas, lembaga-lembaga penelitian atau publikasi yang relevan dengan objek penelitian. Data sekunder yang diambil harus relevan dan dapat dipercaya.
Metode Penentuan Sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik probability sampling melalui pendekatan simple random sampling dengan sampling frame anggota KOPTI aktif. Metode tersebut dipilih agar setiap responden memiliki peluang yang sama untuk diseleksi sebagai sampel. Tujuan dari penentuan sampel adalah untuk mendapatkan informasi dari sebagian kecil anggota populasi untuk memperoleh gambaran tentang populasi tersebut. Total populasi industri tempe dari dua Desa Parung dan Citeureup sebanyak 67 orang responden, yang terdiri dari 28 industri tempe di Desa Parung dan 39 usaha di Desa Citeureup. Jumlah sampel yang akan dipilih mengacu pada teknik pengambilan sampel yang digunakan menggunakan rumus Slovin (Umar, 2008) dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Ukuran populasi
e = Taraf kesalahan yaitu 10% atau 0.01
19 Populasi (N) berjumlah 67 industri tempe, sehingga jumlah sampel yang diambil sebanyak 40.11 atau 40 industri tempe, yang terdiri dari 17 industri tempe di Desa Parung dan 23 industri tempe di Desa Citeureup. Namun data yang dimiliki tidak sesuai dengan kondisi lapangan karena hanya 16 industri tempe yang memenuhi kriteria simple random sampling, maka sisa pengambilan sampel sebanyak 24 industri tempe dilakukan dengan non probability sampling melalui pendekatan snowball sampling. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel diminta untuk memilih responden lain untuk dijadikan responden lagi, begitu seterusnya hingga jumlah sampel yang dimiliki mencukupi. Jadi, sampel dipilih berdasarkan informasi yang diperoleh dari sampel sebelumnya. Pemilihan sampel ini cocok digunakan untuk mengumpulkan data kualitatif agar bisa mendapatkan informasi secara mendalam. Pengambilan sampel ini juga hanya mencakup pengusaha tempe dengan kriteria lokasi terdekat yang terletak 1 km dari pasar dan kantor desa karena pengusaha tempe ini memiliki kemudahan terhadap akses transportasi dan pasar.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan melalui sebuah prosedur yang sistematis. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara langsung, observasi dan diskusi. Teknik wawancara dilakukan dengan kegiatan tanya jawab antara peneliti dengan responden pengusaha tempe. Teknik observasi dilakukan dengan mengamati keadaan industri tempe untuk melengkapi data dari hasil wawancara. Teknik diskusi dilakukan dengan bertukar pikiran mengenai data yang telah diperoleh melalui wawancara dan observasi dengan ketua KOPTI Kabupaten Bogor.
Metode Pengolahan Data
Agar mendapatkan hasil sesuai dengan masalah penelitian, maka dilakukan pengolahan data dari jawaban responden yang telah terkumpul dari pengisian kuesioner. Pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif menggunakan metode deskriptif melalui pembuatan tabulasi frekuensi sederhana berdasarkan jawaban responden yang kemudian ditabulasi dan dipersentasekan. Data diolah menggunakan alat bantu software Microsoft Excel
2010 untuk mentabulasikan data. Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung pencapaian kinerja usaha dan mengukur hubungan karakteristik wirausaha dengan kinerja industri tempe. Perhitungan kinerja usaha menggunakan alat bantu softwareMicrosoft Excel 2010 dan menghitung hubungan karakteristik wirausaha dengan kinerja usaha menggunakan korelasi Rank Spearman pada program IBM SPSS Statistics 20.
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk memberi gambaran secara kualitatif mengenai karakteristik wirausaha yang dimilki oleh pengusaha
20
tempe di Kabupaten Bogor. Karakteristik wirausaha ini meliputi percaya diri, berorientasi hasil, pengambil risiko, kepemimpinan, keorisinilan dan berorientasi masa depan. Setelah jawaban diperoleh, kemudian jawaban responden diberikan pembobotan berdasarkan pengelompokkan jawaban responden yang kemudian skor dijumlah dan dipersentasekan. Setelah diperoleh hasil, penjumlahan karakteristik wirausaha dihubungkan dengan kinerja usaha dengan analisis korelasi Rank Spearman. Hasil korelasi Rank Spearman kemudian dideskripsikan kembali untuk menggambarkan hasil penelitian.
Kriteria penilaian dan penentuan Skor Karakteristik Wirausaha
Kriteria penilaian skor digunakan dalam kuesioner untuk menilai pemberian bobot pada karakteristik wirausaha pengusaha tempe. Penentuan bobot dan penjelasan kriteria pembobotan karakteristik wirausaha dijelaskan sebagai berikut:
1. Percaya diri (X1)
Penentuan bobot karakteristik wirausaha percaya diri disajikan pada Tabel 4. Kriteria pembobotan karakteristik wirausaha percaya diri dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 4 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha percaya diri
Kode Pembobotan 1 2 3 4 X11 Tidak kontinyu, produksinya turun Tidak kontinyu, jumlah produksi konsisten Kontinyu, ada penurunan jumlah produksi Kontinyu, jumlah produksi konsisten X12 Lebih dari tiga kali
berhenti
Tiga kali berhenti Dua kali berhenti Satu kali berhenti
X13 Lebih dari dua hari Dua hari Satu hari Kurang dari satu
hari X14 Tidak partisipasi,
pasif
Tidak punya kesempatan untuk partisipasi dan beri pendapat
Ikut partisipasi tapi tidak mengemukakan pendapat Ikut berpartisipasi dan memberi pendapat
a. Mampu memproduksi secara kontinyu dan konsisten (X11)
Pengukuran sikap percaya diri yang pertama adalah kemampuan seorang pengusaha tempe dalam menjalankan industri tempenya secara kontinyu dan konsisten. Sikap ini menunjukkan sikap optimis yang ada pada indikator percaya diri. Kriteria ini tidak melihat sedikit atau banyaknya jumlah kedelai yang diproduksi. Kriteria ini melihat kontinyuitas usaha tempe yang dilakukan setiap hari dengan jumlah yang tetap atau konsisten. Pengusaha tempe yang mampu menjalankan usahanya secara kontinyu dan konsisten akan mendapat nilai bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang mampu menjalankan usahanya secara kontinyu dengan jumlah yang diproduksinya konsisten akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang menjalankan usahanya secara kontinyu tetapi ada penurunan jumlah produksi akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang menjalankan usahanya tidak kontinyu atau berhenti sementara tetapi ketika akan berproduksi kembali jumlah yang diproduksinya tetap akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe
21 yang menjalankan usahanya tidak kontinyu atau berhenti sementara tetapi ketika akan berproduksi kembali jumlah yang diproduksinya turun akan mendapat bobot satu.
b. Berhenti produksi ketika ada kendala (X12)
Pengukuran sikap percaya diri yang kedua adalah dalam satu tahun berapa kali pengusaha tempe berhenti produksi. Kriteria ini merupakan pernyataan negatif dari sikap optimis yang ada pada indikator percaya diri. Penilaian kriteria ini menilai berapa kali pengusaha berhenti produksi dalam satu tahun ketika ada kendala yang dihadapi dalam menjalankan usahanya. Kendala yang dihadapi seperti kenaikan harga kedelai, pemilik atau karyawan tempe sakit, libur hari raya serta kendala lainnya yang menyebabkan pengusaha berhenti produksi. Sehingga penilaian pembobotanya semakin jarang pengusaha tempe melakukan berhenti produksi sementara dalam satu tahun, maka semakin tinggi nilai bobotnya dan begitu pula sebaliknya. Jadi, pengusaha tempe yang berhenti sementara hanya satu kali akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang berhenti produksi dua kali akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang berhenti produksi tiga kali akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang berhenti produksi lebih dari tiga kali akan mendapat bobot satu.
c. Tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan (X13)
Pengukuran sikap percaya diri yang ketiga adalah tidak ragu-ragu dalam pengambilan keputusan. Kriteria ini menggambarkan seseorang pengusaha yang memiliki keyakinan kuat yang ada pada indikator percaya diri. Kriteria ini menilai berapa lama waktu yang dibutuhkan pengusaha tempe dalam memutuskan jumlah yang diproduksi. Pengusaha tempe yang mengambil keputusannya tidak membutuhkan waktu yang lama akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang pengambilan keputusannya kurang dari satu hari akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang pengambilan keputusan membutuh waktu satu hari akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang pengambilan keputusan membutuh waktu dua hari akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang pengambilan keputusan membutuh waktu lebih dari dua hari akan mendapat bobot satu.
d. Berani berbicara di depan umum (X14)
Pengukuran percaya diri yang keempat adalah berani berbicara di depan umum. Kriteria ini menggambarkan pengusaha yang memiliki gagasan sendiri dan berani dalam mengemukakan pendapatnya pada saat ada perkumpulan kelompok tempe. Kriteria ini menilai pengusaha tempe yang berparisipasi aktif dalam kelompok industri tempe dan tahu. Pengusaha tempe yang aktif dan berani mengemukakan pendapatnya akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang ikut berpartisipasi dan memberi pendapat akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang ikut berpartisipasi tetapi tidak berani mengemukakan pendapat akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang tidak memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dan memberi pendapat akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang tidak berpatisipasi dan bersikap pasif akan mendapat bobot satu.
22
2. Berorientasi hasil (X2)
Penentuan bobot karakteristik wirausaha berorientasi hasil disajikan pada Tabel 5. Kriteria pembobotan karakteristik wirausaha berorientasi hasil dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 5 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha berorientasi hasil
Kode Pembobotan
1 2 3 4
X21 Tidak ada, yang
penting usaha tetap berjalan
Ya, target minimal produksi
Ya, target produk berkualitas
Ya, target keuntungan
X22 Tidak diperhatikan Tidak, banyak yang
terbuang
Ya, tapi hanya sedikit yang terbuang
Ya, tidak ada yang terbuang, sudah ada pengendalian
X23 Tidak menjaga
kualitas produk
Tidak, karena tidak ada pemisahan antara kulit ari dengan kedelai
Ya, tetapi ada kulit ari yang masuk mengurangi kualitas produk
Ya, selalu menjaga kualitas produk
X24 Jam kerja tidak tentu, tergantung pegawai
Tidak ada jadwal dan jam kerja tidak tetap
Tidak ada jadwal tapi jam kerja tetap
Ada jadwal dan jam kerja sesuai jadwal
X25 Tidak pernah
memikirkan jumlah yang dikeluarkan dan pemasukan
Tidak mencatat dan tidak memperhitungkan pengeluaran dan penerimaan Tidak mencatat tetapi tetap memperhitungkan pengeluaran dan penerimaan Selalu mencatat pengeluaran dan penerimaan
a. Memiliki target usaha (X21)
Pengukuran berorientasi hasil yang pertama adalah memiliki target usaha. Kriteria ini menunjukkan pengusaha tempe yang berorientasi laba yang ada pada indikator berorientasi hasil. Kriteria ini menilai kepemilikan target serta pencapaian target yang telah ditetapkan pengusaha tempe. Penetapan target tersebut akan membuat seorang pengusaha terpacu dan termotivasi untuk bisa mencapai hasil yang diinginkan. Pengusaha tempe memiliki target dan dapat mencapai targetnya maka mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang memiliki target keuntungan dan dapat mencapai targetnya akan mendapat bobot empat. Target keuntungan mendapat bobot empat karena paling sesuai dengan sikap berorientasi laba. Pengusaha tempe yang memiliki target menghasilkan produk berkualitas akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang memiliki target usaha minimal produksi akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang tidak memiliki target dan hanya mementingkan usaha tetap dapat berjalan akan mendapat bobot satu.
b. Meminimalisir bahan baku kedelai yang terbuang (X22)
Pengukuran berorientasi hasil yang kedua adalah meminimalisir bahan baku kedelai yang terbuang ketika sedang melakukan proses produksi. Kriteria ini menunjukkan sikap ketekunan yang ada pada indikator berorientasi hasil. Kriteria ini menilai pengendalian pada saat
23 proses pengayakan, agar adanya kedelai yang terbuang dapat diminimalisir. Pengusaha tempe yang dapat meminimalisir bahan baku kedelai yang terbuang akan mendapat bobot tertinggi. Bahan baku kedelai yang terbuang semakin sedikit, semakin efisien pelaksanaan produksinya. Jadi, pengusaha tempe yang sudah mampu mengendalikan produksi dan tidak ada bahan baku kedelai yang terbuang maka akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang mengendalikan produksinya dan hanya sedikit bahan baku kedelai yang terbuang akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang tidak mengendalikan produksinya dan banyak bahan baku kedelai yang terbuang akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang tidak mengendalikan dan tidak memperhatikan bahan baku kedelai yang terbuang akan mendapat bobot satu.
c. Menjaga kualitas tempe yang dihasilkan (X23)
Pengukuran berorientasi hasil yang ketiga adalah menjaga kualitas tempe yang dihasilkan. Kriteria ini menunjukkan sikap ketekunan yang ada pada indikator berorientasi hasil. Kriteria ini menilai pengendalian produksi tempe agar kualitas tempe terjaga. Pengusaha tempe yang mampu menjaga kualitas produknya akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang selalu menjaga kualitas tempenya dengan melakukan pemisahan kedelai dengan kulit arinya akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang menjaga kualitas tempe tetapi ada kulit ari yang masuk akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang tidak menjaga kualitas karena tidak ada pemisahan kedelai dengan kuliat arinya akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang tidak pernah menjaga kualitas tempe dari pemisahan kulit ari maupun pada seluruh proses produksinya akan mendapat bobot satu.
d. Memiliki jadwal produksi (X24)
Pengukuran berorientasi hasil yang keempat adalah memiliki jadwal produksi. Kriteria ini menunjukkan sikap ketekunan yang ada pada indikator berorientasi hasil. Kriteria ini mengukur kepemilikan jadwal produksi dan pelaksanaan usaha sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. Pengusaha tempe yang memiliki jadwal produksi dan jam kerja sesuai jadwal maka akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang memiliki jadwal produksi dan jam kerja sesuai jadwal akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang tidak memiliki jadwal produksi tetapi jam kerja tetap akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang tidak memiliki jadwal dan jam kerja tidak tetap akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang jam kerja tidak tentu karena tergantung pegawai akan mendapat bobot satu.
e. Mencatat setiap pengeluaran dan pendapatan (X25)
Pengukuran berorientasi hasil yang kelima adalah mencatat pengeluaran dan penerimaan. Kriteria ini menunjukkan sikap inisiatif dan berorientasi laba yang ada pada indikator berorientasi hasil. Kriteria ini mengukur apakah pengusaha tempe melakukan pencatatan pengeluaran dan pendapatan. Pencatatan ini membantu pengusaha dalam pengendalikan pengeluaran dan pendapatan dari hasil penjualan tempe. Pengusaha tempe yang melakukan pencatatan secara rutin akan mendapat
24
bobot tertinggi. Jadi, pengusaha yang selalu mencatat pengeluaran dan pendapatan akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang tidak mencatat tetapi tetap memperhitungkan pengeluaran dan penerimaan akan mendapat bobot tiga. Pengusaha yang tidak pernah mencatat dan tidak memperhitungkan pengeluaran dan pendapatan akan mendapat bobot dua. Pengusaha yang tidak pernah memikirkan jumlah yang dikeluarkan dan pendapatan karena tidak ada pemisahan dengan pengeluaran rumah tangga akan mendapat bobot satu.
3. Pengambil risiko (X3)
Penentuan bobot karakteristik wirausaha pengambil risiko disajikan pada Tabel 6. Kriteria pembobotan karakteristik wirausaha pengambil risiko dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 6 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha pengambil risiko
Kode Pembobotan
1 2 3 4
X31 Pernah gagal, hanya pasrah Pernah gagal, mengetahui penyebab tetapi tidak tahu penanganannya
Pernah gagal, tapi mengetahui penyebab dan penanganannya Tidak pernah gagal, ada pengendalian oleh pemilik X32 Berhenti produksi sementara
Ukuran turun, harga tetap dan produksi turun
Ukuran turun, harga dan produksi tetap
Ukuran sama, harga naik dan produksi tetap
X33 Sumber
matapencaha- rian dan satu-satunya keahlian
Wajar, dalam usaha pasti ada risiko kerugian
Jika rugi dapat ditutupi dengan keuntungan sesudah atau sebelumnya Optimis, lebih banyak untung dibanding rugi X34 Dijual besok,
kualitas dan harga turun
Dihutangin, ada risiko pembeli tidak bayar
Dititip ke pedagang lain, margin turun
Selalu habis terjual
a. Jika gagal produksi tidak perlu melanjutkan usaha (X31)
Pengukuran pengambilan risiko yang pertama adalah jika gagal produksi tidak perlu melanjutkan usaha. Kriteria ini merupakan pernyataan negatif dari sikap suka tantangan yang ada pada indikator pengambil risiko. Risiko produksi yang dihadapi umumnya terjadi saat proses peragian dan pencucian kedelai yang kurang bersih. Kriteria ini menilai bagaimana pengusaha tempe ketika mengalami risiko kegagalan produksi. Pengusaha tempe yang tidak mengalami kegagalan produksi dan mengetahui cara penanganannya akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang tidak pernah mengalami kegagalan produksi karena ada pengendalian oleh pemilik akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang pernah mengalami kegagalan produksi, tetapi mengetahui penyebab dan penanganannya akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang pernah gagal dan mengetahui penyebab tetapi tidak tahu penanganannya akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang pernah gagal, hanya pasrah dan tidak mencari tahu penyebab dan penanganannya akan mendapat bobot satu.
25 b. Meskipun harga naik tetap berproduksi (X32)
Pengukuran pengambil risiko yang kedua adalah tetap berproduksi meskipun harga kedelai mahal. Kriteria ini menunjukkan sikap berani mengambil risiko yang ada pada indikator pengambil risiko. Kriteria ini menilai upaya yang dilakukan pengusaha tempe saat menghadapi fluktuasi harga kedelai. Pengusaha yang berani meningkatkan harga tempenya karena ada kenaikan harga input kedelai akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang menetapkan ukuran sama, harga naik dan produksi tetap akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang mengurangi ukuran, harga dan produksi tetap akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang mengurangi ukuran, harga tetap dan produksi dikurangi akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang memilih berhenti sementara ketika ada kenaikan harga akan mendapat bobot satu.
c. Jika rugi tidak perlu melanjutkan usaha (X33)
Pengukuran pengambilan risiko yang ketiga adalah tidak perlu melanjutkan usaha jika mengalami kerugian. Kriteria ini menunjukkan sikap berani mengambil risiko yang ada pada indikator pengambil risiko. Kriteria ini menilai tanggapan pengusaha tempe ketika menghadapi kerugian saat menjalankan usahanya. Pengusaha tempe yang menanggapi dengan percaya diri bahwa usaha tempe masih menguntungkan akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang menanggapi dengan optimis bahwa usaha tempe ini menguntungkan akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang menanggapi jika mengalami kerugian tetapi dapat ditutupi dari keuntungan yang diperoleh sebelum atau sesudah mengalami kerugian akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang menanggapi wajar, dalam usaha pasti ada kerugian akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang menanggapi tetap menjalankan usaha karena sumber matapencaharian dan satu-satunya keahlian yang dimiliki akan mendapat bobot satu.
d. Tetap berproduksi meskipun tempe yang dijual sebelumnya tidak habis (X34)
Pengukuran pengambilan risiko yang keempat adalah tetap berproduksi meskipun dalam usaha tempe ada risiko tempe yang dijual tidak habis dalam satu hari. Kriteria ini menunjukkan sikap berani mengambil risiko yang ada pada indikator pengambil risiko. Kriteria ini menilai usaha-usaha yang dilakukan pengusaha tempe ketika tempe yang dijual tidak habis. Pengusaha tempe yang mampu menjual habis produknya sendiri, maka akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha yang mampu menjual habis produk tempenya sendiri dalam satu hari akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang menjual habis dengan menitipkan sisa tempe ke pedagang lain tetapi ada risiko margin keuntungan turun akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang menjual habis dengan pembayar tempe secara tidak tunai tetapi ada risiko pelanggan tidak bayar akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang menjual sisa tempe keesokan harinya tetapi ada risiko kualitas dan harga turun akan mendapat bobot satu.
26
4. Kepemimpinan (X4)
Penentuan bobot karakteristik wirausaha kepemimpinan disajikan pada Tabel 7. Kriteria pembobotan karakteristik wirausaha kepemimpinan dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 7 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha kepemimpinan
Kode Pembobotan
1 2 3 4
X41 Pernah ada
kesalahan, karyawan potong gaji atau PHK
Pernah ada kesalahan,
karyawan diarahkan agar tidak terjadi lagi Tidak ada kesalahan, produksi