• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan karakteristik wirausaha dengan kinerja industri Tempe di Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan karakteristik wirausaha dengan kinerja industri Tempe di Kabupaten Bogor"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK WIRAUSAHA DENGAN

KINERJA INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR

MAYANG NURHASANAH PRATIWI RAHAYU

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Hubungan Karakteristik Wirausaha dengan Kinerja Industri Tempe di Kabupaten Bogor” adalah karya saya sendiri dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

Mayang Nurhasanah PR

(4)
(5)

ABSTRAK

MAYANG NURHASANAH PRATIWI RAHAYU. Hubungan Karakteristik Wirausaha dengan Kinerja Industri Tempe di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh DWI RACHMINA.

Industri mikro dan kecil mengalami peningkatan kinerja usaha yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan industri menengah dan besar. Namun tidak semua industri mikro dan kecil mengalami peningkatan kinerja usaha, seperti industri tempe yang mengalami penurunan kinerja karena masih menghadapi kendala dalam menjalankan usahanya. Oleh karena itu, perlu diidentifikasi apakah kinerja usaha industri tempe mengalami penurunan akibat pengusaha tempe memiliki karateristik wirausaha yang rendah. Karakteristik wirausaha diduga berhubungan kuat dan positif dengan kinerja usaha. Tujuan dari penelitian untuk mengukur hubungan karakteristik wirausaha dengan kinerja usaha industri tempe. Karakteristik wirausaha yang digunakan dalam penelitian ini meliputi percaya diri, berorientasi hasil, pengambil risiko, kepemimpinan, keorisinilan dan berorientasi masa depan. Kinerja usaha industri tempe yang diukur antara lain produksi, omzet dan keuntungan. Alat analisis yang digunakan korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan terdapat korelasi positif antara berorientasi hasil dan keorisinilan dengan produksi dan omzet, sedangkan terdapat korelasi positif antara karakteristik wirausaha, kecuali percaya diri dan kepemimpinan dengan keuntungan.

Kata kunci: karakteristik wirausaha, kinerja usaha, industri tempe

ABSTRACT

MAYANG NURHASANAH PRATIWI RAHAYU. Entrepreneurial Characteristic Relationships with Tempeh Industry Performance in Bogor District. Supervised by DWI RACHMINA.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

HUBUNGAN KARAKTERISTIK WIRAUSAHA DENGAN

KINERJA INDUSTRI TEMPE DI KABUPATEN BOGOR

MAYANG NURHASANAH PRATIWI RAHAYU

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulai Mei 2014 dengan topik mengenai kewirausahaan, yaitu berjudul Hubungan Karakteristik Wirausaha dengan Kinerja Industri Tempe di Kabupaten Bogor.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Dwi Rachmina, MSi selaku pembimbing, Dr Ir Burhanuddin, MM selaku evaluator dan penguji utama, dan Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MSi selaku penguji komisi akademik, yang telah memberi banyak saran. Disamping itu penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh responden di Desa Citeureup dan Parung atas kesediaan waktu dan memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, serta penghargaan disampaikan kepada KOPTI Kabupaten Bogor yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi tentang gambaran umum pengusaha tempe di Kabupaten Bogor. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan teman-teman, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xiv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 7

Karakteristik Wirausaha 7

Pengukuran Kinerja Usaha 8

Hubungan Karakteristik Wirausaha dan Kinerja 9

KERANGKA PEMIKIRAN 10

Kerangka Pemikiran Teoritis 10

Wirausaha dan Kewirausahaan 10

Karakteristik Wirausaha 11

Indikator Karakteristik Wirausaha 12

Pengertian dan Pengukuran Kinerja 14

Indikator kinerja usaha 14

Kerangka Pemikiran Operasional 16

METODE PENELITIAN 17

Lokasi dan Waktu 17

Data dan Sumber Data 18

Metode Penentuan Sampel 18

Metode Pengumpulan Data 19

Metode Pengolahan Data 19

Analisis Deskriptif 19

Kriteria penilaian dan penentuan Skor Karakteristik Wirausaha 20

Analisis Korelasi Rank Spearman 31

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK

RESPONDEN 32

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 32

Lokasi Geografis 32

Kependudukan 33

Karakteristik Responden 34

Usia 34

Tingkat Pendidikan 35

Lama Usaha 36

Skala Produksi 36

Peralatan Produksi 37

Proses Produksi 38

(14)

HASIL DAN PEMBAHASAN 43

Karakteristik Wirausaha 43

Kinerja Usaha 51

Produksi 51

Omzet 51

Keuntungan Usaha 52

Hubungan Karakteristik Wirausaha dan Kinerja Usaha 54

SIMPULAN DAN SARAN 60

Simpulan 60

Saran 60

DAFTAR PUSTAKA 61

(15)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah industri, tenaga kerja, nilai input dan nilai output industri mikro,

kecil, menengah dan besar tahun 2011-2013 2

2 Penerimaan dan keuntungan sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai berdasarkan skala produksi industri tempe di Desa Citeureup

per 100 kg tahun 2012 6

3 Karakteristik wirausaha dan indikator karakteristik wirausaha 11 4 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha percaya diri 20 5 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha berorientasi hasil 22 6 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha pengambil risiko 24 7 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha kepemimpinan 26 8 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha keorisinilan 28 9 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha berorientasi masa

depan 29

10 Penentuan kategori jumlah skor berdasarkan persentase kategori

jawaban responden 31

11 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan Desa Citeureup dan

Parung tahun 2014 33

12 Sebaran responden berdasarkan usia di Kabupaten Bogor tahun 2014 34 13 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan di Kabupaten Bogor

tahun 2014 35

14 Sebaran responden berdasarkan lama usaha di Kabupaten Bogor tahun

2014 36

15 Sebaran responden berdasarkan skala produksi tempe per hari di

Kabupaten Bogor tahun 2014 37

16 Kriteria penilaian dan jumlah skor karakteristik wirausaha percaya diri 44 17 Kriteria penilaian dan jumlah skor karakteristik wirausaha berorientasi

hasil 44

18 Kriteria penilaian dan jumlah skor karakteristik wirausaha pengambil

risiko 45

19 Kriteria penilaian dan jumlah skor karakteristik wirausaha

kepemimpinan 46

20 Kriteria penilaian dan jumlah skor karakteristik wirausaha keorisinilan 47 21 Kriteria penilaian dan jumlah skor karakteristik wirausaha berorientasi

masa depan 47

22 Urutan hasil persentase skor karakteristik wirausaha pengusaha tempe 48 23 Jumlah produksi industri tempe di Kabupaten Bogor per 100 kg tahun

2014 51

24 Omzet industri tempe rata-rata per 100 kg di Kabupaten Bogor tahun

2014 52

25 Komponen biaya operasional rata-rata industri tempe di Kabupaten

Bogor per 100 kg per hari tahun 2014 53

26 Keuntungan rata-rata industri tempe di Kabupaten Bogor per 100 kg

tahun 2014 54

27 Hasil hubungan antara karakteristik wirausaha dengan kinerja industri

(16)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran operasional 17

2 Ragi biang dan ragi batangan 39

3 Perebusan menggunakan kayu bakar dan gas 40

4 Proses perendaman kacang kedelai 40

5 Penggilingan kacang kedelai 41

6 Proses pengayakan kedelai 41

7 Proses pencucian dan penirisan kedelai 41

8 Pengemasan tempe 42

9 Pengeraman atau fermentasi tempe 42

DAFTAR LAMPIRAN

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada awal abad ke-20, entrepreneurship atau kewirausahaan menjadi suatu kajian menarik karena perannya yang penting dalam pembangunan ekonomi. Kewirausahaan merupakan bagian penting dalam petumbuhan ekonomi. Schumpeter (1934) dalam Priyanto (2009) menyatakan bahwa jika suatu negara memiliki banyak entrepreneur maka pertumbuhan ekonomi negara tersebut akan tinggi dan akan melahirkan pembangunan ekonomi yang tinggi juga. Hal ini didukung dengan pernyataan Burhanuddin (2011) yang mengartikan wirausaha (entrepreneur) sebagai seorang inovator dan penggerak pembangunan. Oleh karena itu, keberadaan kewirausahaan mulai dari level individu, organisasi sampai masyarakat sangat terkait erat dengan kesejahteraan suatu masyarakat.

Kewirausahaan yang tinggi akan membuat angka pengangguran dan kemiskinan rendah. Semakin bertambahnya wirausahawan maka lapangan pekerjaan yang tersedia pun semakin variatif. Kewirausahaan sangat berperan dalam perkembangan industri mikro, kecil dan menengah dalam pembukaan lapangan pekerjaan maupun penyerapan tenaga kerja sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Menurut Priyanto (2009) jika seseorang memiliki sikap kewirausahaan, maka akan memiliki karakteristik motivasi yang tinggi, berani mencoba, inovatif dan independence. Sikap ini akan membantu dalam melihat peluang dan kesempatan baru yang akan mendorong untuk melakukan perubahan, menghasilkan sesuatu yang baru, menjalin relasi baru, akumulasi modal, yang pada akhirnya akan menghasilkan perbaikan usaha yang sudah ada serta menghasilkan usaha baru. Pada ilmu ekonomi, hal ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi akan memacu pembangunan.

Menurut Schumpeter dalam Burhanuddin (2011) terdapat lima alasan yang melatarbelakangi peningkatan jumlah wirausaha menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pertama, wirausaha mengenalkan produk baru dan kualitas baru suatu produk. Kedua, wirausaha yang mengenalkan metode baru produksi yang lebih komersial, baik berdasarkan pengalaman maupun hasil kajian ilmiah dari suatu penelitian. Ketiga, wirausaha yang membuka pasar baru. Keempat, wirausaha yang menggali sumber pasokan bahan baku baru bagi industri setengah jadi atau industri akhir. Kelima, wirausaha melakukan reorganisasi atau mengembangkan industri baru.

(18)

2

cenderung meningkat jumlahnya pada masa krisis yaitu: (1) sebagian besar UKM memproduksi barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastisitas permintaan terhadap pendapatan yang rendah, sehingga tingkat pendapatan rata-rata masyarakat tidak berpengaruh terhadap permintaan barang yang dihasilkan, (2) sebagian besar UKM menggunakan modal sendiri dan tidak mendapat modal dari bank, implikasinya pada masa krisis keterpurukan sektor perbankan dan naiknya suku bunga tidak berpengaruh terhadap UKM, (3) UKM mempunyai modal yang terbatas dan pasar yang bersaing, dampaknya UKM memiliki spesialisasi produksi yang ketat, sehingga memungkinkan UKM untuk pindah dari usaha satu ke usaha lainnya, (4) dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan menyebabkan sektor formal banyak memberhentikan pekerjanya, sehingga para penganggur tersebut memasuki sektor informal dengan melakukan kegiatan usaha yang berskala kecil, akibatnya jumlah UKM meningkat (Partomo 2004).

Tabel 1 Jumlah industri, tenaga kerja, nilai input dan nilai output industri mikro, kecil, menengah dan besar tahun 2011-2013

Skala usaha Jumlah

(19)

3 dengan rata-rata laju pertumbuhan 6.75 persen dan industri kecil sebesar 4 325 254 orang dengan rata-rata laju pertumbuhan 11.95 persen. Berbeda dengan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh industri menengah dan besar yang mengalami penurunan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 2.3 persen, meskipun jumlah tenaga kerjanya mencapai 4 382 908 orang. Di sisi lain industri mikro dan kecil memiliki jumlah unit yang besar dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak, tetapi industri mikro dan kecil ini memiliki nilai output dan nilai input yang rendah dibandingkan dengan usaha menengah dan besar karena skala usaha yang berbeda. Namun jika dilihat dari laju pertumbuhan nilai output dan nilai input industri mikro dan kecil lebih tinggi dibanding usaha menengah dan besar. Rata-rata laju pertumbuhan nilai output dan nilai input industri mikro masing-masing 210.85 persen dan 234.38 persen serta industri kecil masing-masing-masing-masing 152.5 persen dan 139.24 persen. Bebeda dengan rata-rata laju pertumbuhan nilai output dan nilai input yang dimiliki industri menengah dan besar yang masing-masing hanya sebesar 7.03 persen dan 6.93 persen. Hal ini menunjukkan perkembangan kinerja industri mikro dan kecil relatif lebih cepat dalam memberikan sumbangan terhadap laju pertumbuhan ekomomi dibanding dengan usaha menengah dan besar.

Data pada Tabel 1 menunjukkan kinerja industri mikro dan kecil sudah cukup baik dan memiliki kontribusi yang sangat besar dalam pembangunan perekonomian Indonesia karena mampu menyerap tenaga kerja dan menciptakan nilai tambah pada produknya. Sudah seharusnya UKM mendapat perhatian khusus dari para pengambil kebijakan terlebih lagi isu akan adanya ASEAN Economic Comunity (AEC) atau lebih dikenal Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dilaksanakan pada tahun 2015. UKM akan menghadapi persaingan yang sangat ketat. Pasar di dalam negeri yang terbuka akan menjadi ancaman bagi UKM karena semakin banyaknya barang dan jasa yang masuk dari luar akibat dampak dari globalisasi.

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan dan pemberdayaan UKM melalui Undang-Undang Nomor 32 tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008. Pelaku UKM diberikan kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan usaha seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakkan yang tegas kepada usaha ekonomi rakyat. Sasaran umum pembinaan dan pengembangan ini adalah terwujudnya usaha mikro dan kecil dengan gerakan ekonomi rakyat yang tangguh, mandiri dan memiliki daya saing tinggi serta dapat berkembang menjadi usaha menengah dan besar. Pembinaan dan pengembangan dari pemerintah ini berupa program pemberian modal, pelatihan, pemasaran maupun pengembangan kemitraan atau kelembagaan.

(20)

4

pemerataan usaha dan pendapatan karena jumlahnya yang tersebar di perkotaan maupun pedesaan.

Perkembangan UKM menuntut setiap pelaku UKM untuk memiliki sikap karakteristik wirausaha. Karakteristik wirausaha yang dimiliki setiap pelaku UKM akan menunjukkan kinerja usaha yang baik. Kewirausahaan merupakan suatu sikap yang diperlukan untuk memulai usaha dan mengembangkan usaha. Seorang wirausahawan akan memiliki cara berpikir yang berbeda dengan pengusaha pada umumnya dengan menunjukan sikap dan perilaku sebagai manusia yang unggul.

Kewirausahaan bisa berhubungan langsung dengan dengan kinerja usha. Kinerja usaha industri mikro dan kecil yang meningkat pada Tabel 1 kemungkinan karena pelaku usaha indutri mikro dan kecil memiliki karakteristik seorang wirausaha. Menurut Tarigan (2011) karakteristik wirausaha mempunyai hubungan yang kuat dan linear positif terhadap kinerja usaha. Menumbuhkan sikap kewirausahaan di masyarakat terutama bagi para pelaku usaha sangat diperlukan karena dapat meningkatkan kualitas SDM dan mendorong tumbuhnya wirausaha baru serta wirausaha yang berdaya saing. Dilihat dari ruang lingkupnya wirausaha memiliki dua fungsi yaitu fungsi makro dan mikro. Secara makro wirausaha berperan sebagai penggerak, pengendali dan pemacu perekonomian suatu bangsa. Secara mikro, peran wirausaha adalah menanggung risiko dan ketidakpastian, mengombinasikan sumber-sumber ke dalam cara yang baru dan berbeda untuk menciptakan nilai tambah dan usaha-usaha baru. Namun menurut Astamoen (2005) kinerja UKM tidak sebaik usaha besar dalam berbagai aspek, diantaranya daya saing produk, produktivitas maupun pendataan. Salah satu kendala internal kinerja UKM dari sistem teknologi, antara lain rendahnya kualitas sumberdaya manusia, rendahnya penguasaan teknologi, rendahnya kemampuan akses sumberdaya ekonomi, serta manajerial skill, yang termasuk didalamnya kurangnya jiwa kewirausahaan.

Salah satu langkah strategis untuk mempertahankan UKM dari ancaman dan krisis global dengan melakukan penguatan multi-aspek. Salah satu aspek yang dapat berperan adalah aspek kewirausahaan. Kewirausahaan dapat mendayagunakan segala sumber yang dimiliki dengan proses yang lebih kreatif, inovatif serta berani mengambil risiko dapat menjadikan UKM siap menghadapi tantangan global. Memiliki karakteristik wirausaha akan menumbuhkan sikap kemandirian dan mendorong peningkatan kinerja dari segi kualitas dan kuantitas produknya. Hal didukung dengan penelitian Mujib (2010) yang menyatakan nilai kewirausahaan mempunyai pengaruh secara langsung dan positif terhadap kinerja usaha.

(21)

5 Perumusan Masalah

Salah satu industri mikro dan kecil yang ada di Indonesia adalah industri tempe. Industri tempe adalah industri yang yang memiliki peranan besar dalam pemerataan kesempatan kerja, kesempatan usaha dan peningkatan pendapatan (Harvita 2007). Industri tempe ini umumnya dikelola dalam skala industri mikro dan kecil.

Tempe merupakan makanan asli Indonesia, ini terbukti dengan ditemukannya Manuskrip Serat Centhini. Makanan ini telah diproduksi dan dikonsumsi secara turun-temurun khususnya di daerah Jawa Tengah dan sekitarnya. Tempe memiliki peluang besar untuk menjadi salah satu makanan terkenal di pasar dunia, karena produk tempe berkembang cukup pesat dan sudah dikenal ke luar negeri, seperti di Amerika dan Eropa yang mengkonsumsi tempe. Negara tersebut memanfaatkan tempe baik sebagai menu makanan bagi vegetarian maupun makanan alternatif bagi yang alergi terhadap protein hewani. Sementara itu masyarakat Jepang, Malaysia dan Singapura mengkonsumsi tempe sebagai makanan diet. Peminat produk tempe yang telah menjangkau ke beberapa negara dan tingginya nilai kandungan zat gizi tempe yang tinggi (mengandung energi, protein, kalsium, fosfor, vitamin B1 dan zat gizi lainnya) menunjukkan industri tempe cukup potensial, karena produk ini dibutuhkan oleh masyarakat luas hingga ke mancanegara. Sudah saatnya tempe yang merupakan produk asli olahan Indonesia dapat mendunia.

Pemerintah melalui Badan Standarisasi Nasional (BSN) telah membuat standarisasi produk tempe, agar produk tempe yang dibuat terstandar dan memiliki daya saing yang lebih tinggi. Kementerian Negara Koperasi (Kemennegkop) Usaha Kecil dan Menengah (UKM) bekerjasama dengan Badan Standarisasi Nasional (BSN) Indonesia berencana akan memberikan sertifikasi gratis terhadap para pelaku UKM dalam upaya meningkatkan daya saing UKM Indonesia di pasar global1. Hal ini menjadi kesempatan emas sekaligus tantangan Indonesia khususnya para pengusaha tempe untuk membuat tempe “go

international”.

Perkembangan industri tempe di Indonesia tidak hanya dilihat dari bertambahnya jumlah industri secara keseluruhan, tetapi juga dari ditinjau dari kinerja dan skala produksinya. Desa Citeureup dan Parung merupakan salah satu sentra wilayah yang memproduksi tempe di Kabupaten Bogor. Kinerja industri tempe yang telah dijalankan pengusaha tempe di Bogor kurang mengalami kemajuan dan bahkan mengalami penurunan. Nursiah (2013) melakukan penelitian analisis pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap kinerja industri tempe di Desa Citeureup yang disajikan pada Tabel 2.

Berdasarkan penelitian Nursiah (2013) kenaikan harga kedelai menyebabkan penurunan kinerja industri tempe. Kenaikan harga kedelai berpengaruh besar terhadap penurunan keuntungan industri tempe, karena lebih dari 60 persen biaya pada industri tempe dikeluarkan untuk pembelian bahan baku kedelai. Selain peningkatan harga, sebagai industri kecil masih terdapat kendala lain yang dihadapai pengrajin tempe ini. Menurut Murhardjani (2004) masalah

1

Sertifikasi Produk UKM Gratis,

(22)

6

yang dihadapi pengrajin tempe yaitu (1) kurangnya fasilitas permodalan, (2) keterbatasan jejaring pemasaran, (3) rendahnya tingkat produktivitas, (4) kualitas sumberdaya pengrajin yang rendah, dan (5) peran kelembagaan kurang optimal. Tabel 2 Penerimaan dan keuntungan sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai

berdasarkan skala produksi industri tempe di Desa Citeureup per 100 kg tahun 2012

Uraian

Sebelum kenaikan harga Setelah kenaikan harga

Skala I

Meskipun kinerja industri tempe mengalami penurunan, tetapi pelaku usaha tetap dapat bertahan. Kemungkinan ada faktor lain yang membuat pengusaha tempe tetap bertahan, yang pada penelitian ini akan mengkaji dari sisi karakteristik wirausaha yang dimiliki pengusaha tempe. Oleh karena itu perlu diidentifikasi apakah penurunan kinerja industri tempe karena pengusaha tempe memiliki karakteristik seorang wirausaha yang rendah. Kondisi ini menarik untuk diteliti dalam hubungannya antara kepemilikan karakteristik wirausaha dengan kinerja usaha tempe yang dihasilkan. Karakteristik wirausaha diduga berhubungan positif dalam meningkatkan kinerja usaha. Indikator karakteristik wirausaha yang digunakan meliputi percaya diri, berorientasi hasil, pengambil risiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi ke masa depan. Indikator kinerja usaha yang diukur yaitu produksi, omzet, dan keuntungan usaha. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik wirausaha yang dimiliki industri tempe di Kabupaten Bogor?

2. Bagaimana kinerja (produksi, omzet, dan keuntungan) industri tempe di Kabupaten Bogor?

3. Bagaimana hubungan karakteristik wirausaha terhadap ketiga ukuran kinerja industri tempe di Kabupaten Bogor?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan karakteristik wirausaha industri tempe di Kabupaten Bogor 2. Mendeskripsikan kinerja industri tempe di Kabupaten Bogor

(23)

7 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak, diantaranya: 1. Bagi pelaku usaha penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mengetahui

sejauh mana karakteristik wirausaha berhubungan dengan kinerja usaha, khususnya pengusaha tempe.

2. Bagi kalangan akademisi diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi akademik dan bahan kajian atau acuan untuk penelitian selanjutnya. 3. Bagi penulis penelitian ini dapat melatih kemampuan analisis penulis serta

mengaplikasikan konsep-konsep ilmu pengetahuan yang diterima selama kuliah dengan mengamati gejala praktis yang terjadi di lapangan.

Ruang Lingkup Penelitian

Karakteristik wirausaha pada penelitian ini mengacu pada pendapat Meredith et al. (1989). Karakteristik ini meliputi percaya diri, berorientasi hasil, pengambil risiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi masa depan. Karakteristik ini dipilih karena merupakan sumber referensi yang relevan untuk menggambarkan karakteristik seorang wirausaha. Penilaian kinerja usaha pada penelitian ini menggunakan tiga ukuran, yaitu produksi, omzet, dan keuntungan usaha.

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Wirausaha

(24)

8

ketekunan/ kerja keras (hard working), Semangat (enthusiasm), toleransi terhadap ketidakpastian (tolerance for ambiguity). Indikator ketekunan dapat mendukung daya berpikir seseorang untuk berpikir secara inovatif dan kreatif. Sikap toleransi terhadap ketidakpastian dapat mendorong sikap tolerasi terhadap ketidakpastian dan menjadikannya sebagai tantangan.

Penelitian lainnya mengenai karaterstik kewirausahaan telah dilakukan oleh Neneh (2011), indikator yang digunakan lebih kompleks, yaitu menggunakan percaya diri, inovasi, pengambilan risiko, kebutuhan akan prestasi, locus of control, kepemimpinan, komitmen dan tekad, kreatif dan terbuka terhadap teknologi baru, dapat membaca peluang dan motivasi. Karakteristik kewirausahaan yang telah disebutkan tersebut idealnya dimiliki oleh setiap pelaku wirausaha agar dapat membentuk karakteristik personal atau psikologis seorang wirausaha yang positif, karena karakter personal seseorang yang dimiliki dapat mencerminkan keunikan nilai, sikap dan kebutuhan serta keinginan individu tersebut. Artinya, jika seseorang memiliki karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha maka seseorang tersebut berpotensi untuk menjadi wirausahawan yang baik.

Hasil penelitian terdahulu menekankan pada beberapa indikator karateristik wirausaha yaitu kepercayaan diri, keberanian mengambil risiko, dan inovasi. Karakteristik wirausaha yang digunakan pada penelitian ini akan dibatasi pada percaya diri, berorientasi hasil, berani mengambil risiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi ke masa depan.

Pengukuran Kinerja Usaha

Kinerja usaha merupakan indikator tingkatan prestasi yang dapat dicapai dan mencerminkan keberhasilan suatu usaha dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Terdapat berbagai macam pengukuran kinerja, karena kinerja dipengaruhi oleh berbagai faktor. Beberapa hasil penelitian mengenai kinerja usaha dibidang agrbisnis salah satunya adalah Puspitasari (2013), yang mengemukakan bahwa indikator kinerja usaha anggrek yang digunakan adalah meningkatnya pendapatan, perluasan wilayah pemasaran dan keunggulan bersaing. Sumantri (2013) mengukur kinerja usaha wanita berdasarkan pendapatan, volume penjualan dan wilayah pemasaran. Penelitian Muharastri (2013) mengukur produktivitas sapi perah laktasi, kepemilikan sapi perah laktasi dan pendapatan usaha ternak sapi perah untuk mengukur kinerja usaha.

Berkaitan dengan objek penelitian yang akan dilaksanakan yaitu industri tempe, penelitian Yosa (2009) menggunakan omzet dan mutu tempe sebagai alat untuk mengukur kinerja. Berbeda dengan penelitian Nurhayati et al. (2011) berpendapat bahwa kinerja usaha agroindustri dapat diukur dengan mengukur

profit, akses pengetahuan, akses pasar dan pengakuan dari pihak lain.

Berdasarkan penelitian terdahulu secara garis besar kinerja dapat diukur melalui pendapatan, volume penjualan atau omzet, produktivitas dan akses pasar. Pengukuran kinerja usaha yang digambarkan diatas merupakan ukuran tangible

(25)

9 kemampuan produksi dalam sehari. Pengukuran omzet (penerimaan penjualan) menjadi ukuran untuk menggambarkan pertumbuhan volume penjualan. Keuntungan digunakan untuk mengukur omzet yang dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan perusahaan.

Hubungan Karakteristik Wirausaha dan Kinerja

Selama ini belum banyak studi pustaka yang menganalisis hubungan karakteristik wirausaha dengan kinerja usaha. Terdapat beberapa penelitian yang telah menganalisis keterkaitan antara karakteristik wirausaha dengan kinerja usaha. Hasil penelitian Muharastri (2013) menyatakan jiwa kewirausahaan berpengaruh negatif dan kurang signifikan terhadap kinerja usaha. Hal ini dikarenakan meskipun memiliki sikap motivasi dan inovasi dalam menjalankan usahanya, belum tentu dikatakan berhasil jika tidak diikuti dengan pengetahuan yang cukup. Penelitian Yosa (2009) menggunakan tiga peubah untuk melihat hubungan kompetensi dengan kinerja industri tempe. Ketiga peubah yang digunakan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki pengrajin tempe. Berdasarkan hasil penelitian, industri tempe termasuk kategori berkompeten dan berhubungan nyata dengan kinerja industri tempe.

(26)

10

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Wirausaha dan Kewirausahaan

Wirausaha merupakan orang yang berbakat dalam melihat peluang produk baru, membuat proses produksi baru, mengatur permodalan usahanya serta memasarkannya. Meredith et al. (1989) menyatakan wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumberdaya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dari padanya dan mengambil tindakan yang tepat guna memastikan sukses. Para wirausaha ini merupakan individu-individu yang berorientasi kepada tindakan dan bermotivasi tinggi yang mengambil risiko dalam mengejar tujuannya. Menurut Schumpeter dalam Alma (2009), wirausaha adalah orang yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau mengolah bahan baku baru. Menurut Longnecker et al. (2001) menyatakan wirausaha adalah seorang pembuat keputusan yang membantu terbentuknya sistem ekonomi perusahaan yang bebas. Sebagian besar wirausaha berperan sebagai pendorong perubahan, inovasi dan kemajuan perekonomian, karena merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan untuk mengambil risiko dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Seseorang yang memiliki jiwa wirausaha dapat dikatakan sebagai wirausahawan. Menurut Widodo (2005) wirausahawan adalah seorang yang memahami akan adanya peluang bisnis, kemudian mengorganisasikan usaha untuk mewujudkan peluang tersebut sebagai kegiatan usahanya yang nyata. Kasmir (2006) mengatakan kewirausahaan adalah orang yang berjiwa berani mengambil risiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Berjiwa berani mengambil risiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti. Seorang wirausahawan akan berusaha mencari, memanfaatkan serta menciptakan peluang usaha yang dapat memberikan keuntungan.

(27)

11 Karakteristik Wirausaha

Para ahli mengemukakan karakteristik kewirausahaan dengan konsep yang berbeda-beda. Salah satunya teori wirausaha telah dikembangkan oleh Meredith et al. (1989). Meredith mengemukakan ciri dan watak kewirausahaan pada Tabel 3. Tabel 3 Karakteristik wirausaha dan indikator karakteristik wirausaha

Karakteristik wirausaha Indikator karakteristik wirausaha

Percaya diri Memiliki keyakinan yang kuat, ketidaktergantungan, individualis, optimisme.

Berorientasi Hasil

Kebutuhan akan prestasi, berorientasi laba, ketekunan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan yang kuat, energik dan inisiatif.

Pengambilan risiko Kemampuan mengambil risiko yang wajar, suka tantangan.

Kepemimpinan Berjiwa kepemimpinan, mudah beradaptasi dengan orang lain, terbuka terhadap saran dan kritik.

Keorisinilan Inovatif, kreatif, fleksible, memiliki banyak sumber, serba bisa dan pengetahuannya luas.

Berorientasi ke masa depan

Memiliki visi dan perspektif terhadap masa depan. Sumber : Meredith et al. 1989

Ahli lain seperti Scarborough dan Zimmerer (1993) dalam Suryana (2006) mengemukakan 8 karakteristik kewirausahaan sebagai berikut:

1. Desire for responsibility, yaitu memiliki rasa tanggung jawab atas usaha-usaha yang dilakukannya. Seseorang yang memiliki rasa tanggung jawab akan selalu mawas diri.

2. Preference for moderate risk, yaitu lebih memilih risiko yang moderat, artinya selalu menghindari risiko, baik yang terlalu rendah maupun yang terlalu tinggi.

3. Confidence in their ability to success, yaitu memiliki kepercayaan diri untuk memperoleh kesuksesan.

4. Desire for immediate feedback, yaitu selalu menghendaki umpan balik dengan segera.

5. High level of energy, yaitu memiliki semangat dan kerja keras untuk mewujudkan keinginannya demi masa depan yang lebih baik.

6. Future orientation, yaitu berorientasi serta memiliki perspektif dan wawasan jauh kedepan.

7. Skill at organizing, yaitu memiliki keterampilan dalam mengorganisasikan sumberdaya untuk menciptakan nilai tambah.

8. Value of achievement over money, yaitu lebih menghargai prestasi dari pada uang.

(28)

12

kemampuan dan kemauan untuk memulai usaha, mengerjakan suatu yang baru, kemauan dan mencari peluang, kemampuan dan keberanian menanggung risiko, dan kemampuan untuk mengembangkan ide serta memanfaatkan sumber daya. Kemauan dan kemampuan-kemampuan tersebut diperlukan terutama untuk:

1. Menghasilkan produk dan jasa baru 2. Menghasilkan nilai tambah baru 3. Merintis usaha baru

4. Melakukan proses atau teknik baru 5. Mengembangkan organisasi baru Indikator Karakteristik Wirausaha

Pengertian dari karakteristik wirausaha yang digunakan dijelaskan berdasarkan beberapa sumber berbeda-beda, yang diuraikan sebagai berikut:

1. Percaya diri

Seorang wirausaha harus memiliki sikap percaya diri. Kepercayaan diri adalah sikap dan keyakinan seseorang dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugasnya (Suryana 2006). Sikap percaya diri merupakan sikap dan keyakinan untuk memulai, melakukan, dan menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang dihadapi. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi relatif lebih mampu menghadapi dan menyelesaikan masalah sendiri tanpa menunggu bantuan orang lain. Kepercayaan diri berpengaruh terhadap gagasan, karsa, inisiatif, kreatifitas, keberanian, ketekunan, semangat kerja keras dan kegairahan berkarya. Sikap percaya diri ini dapat mendorong seorang wirausaha untuk terus maju agar mampu mencapai yang mereka inginkan. Selain itu percaya diri membuat seseorang tidak mudah terpengaruh oleh pendapat atau saran orang lain, tetapi bukan berarti tidak menerima saran. Oleh sebab itu, wirausaha yang sukses adalah wirausaha yang mandiri.

Longnecdeker et al. (2001) menambahkan orang yang memiliki keyakinan pada dirinya sendiri merasa dapat menjawab tantangan yang ada di depan mereka. Mereka mempunyai pemahaman atas segala jenis masalah yang mungkin muncul. Penelitian menunjukkan bahwa banyak wirausaha yang sukses adalah orang yang percaya pada dirinya sendiri, yang mengakui adanya masalah di dalam mendirikan usaha baru, tapi mempercayai kemampuan dirinya untuk mengatasi masalah tersebut. Selain itu menurut meredith et al. (1989) seorang wirausaha harus kreatif, terutama dalam pengambilan keputusan. Seorang pengusaha harus mempunyai kepercayaan diri yang teguh dan yakin bahwa mampu membuat keputusan-keputusan yang tepat. Kemampuan membuat keputusan inilah yang membedakan seorang wirausaha dari yang lain.

2. Berorientasi Hasil

(29)

13 memiliki orientasi ini akan mengutamakan hasil yang ingin dicapai. Setelah prestasinya di dapat, baru kemudian prestisenya akan naik.

3. Pengambil risiko

Kemauan dan kemampuan untuk mengambil risiko merupakan salah satu nilai utama dalam kewirausahaan. Menurut Meredith et al. (1989) para wirausaha merupakan pengambil risiko yang sudah diperhitungkan dan siap menghadapi tantangan. Wirausaha menghindari situasi risiko rendah karena tidak ada tantangannya dan dan menjauhi risiko tinggi karena mereka ingin berhasil. Para wirausaha menyukai tantangan yang dapat dicapai.

Seorang wirausahawan adalah penentu risiko dan bukan penanggung risiko. Drucker dalam Alma (2009) menyatakan seorang wirausaha ketika menetapkan sebuah keputusan, telah memahami secara sadar risiko yang dihadapi, dalam arti risiko tersebut sudah dibatasi dan terukur. Agar kemungkinan munculnya risiko dapat diperkecil. Risiko dalam kewirausahaan ini seperti persaingan, fluktuasi harga, barang tidak laku dan risiko lainnya.

4. Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan faktor kunci bagi seorang wirausaha. Seorang wirausaha yang berhasil selalu memiliki sifat kepemimpinan, kepeloporan, keteladanan, dan tampil beda (Suryana 2006). Menggunakan kemampuan kreativitas dan inovasi membuat seorang wirausaha selalu menampilkan barang dan jasa baru dan berbeda yang dihasilkan dengan cepat, lebih dulu berada di pasar sehingga menjadi pelopor dalam produk maupun pemasaran. Oleh karena itu perbedaan bagi seorang pengusaha yang memiliki jiwa kewirausahaan merupakan sumber pembaruan untuk menciptakan nilai. Efektivitas sebagai pemimpin ditentukan oleh hasil-hasil yang dicapai (Meredith et al. 1989). Memiliki keunggulan di bidang kepemimpinan, maka seorang wirausaha akan memperhatikan orientasi pada sasaran, hubungan kerja atau personal, dan efektivitas. Pemimpin yang berorientasi pada tiga faktor diatas senantiasa tampil hangat, mendorong perkembangan karir stafnya, disenangi bawahan, dan selalu ingat pada sasaran yang hendak dicapai.

5. Keorisinilan: kreatif dan inovatif

Menurut Alma (2009) yang dimaksud orisnil adalah tidak hanya mengekor orang lain, tetapi memiliki pendapat sendiri, ada ide orisinil, dan ada kemauan untuk melaksanakan sesuatu. Orisinil tidak berarti baru sama sekali, tetapi produk tersebut mencerminkan hasil kombinasi baru atau reintegrasi dari komponen-komponen yang sudah ada, sehingga melahirkan suatu yang baru yang menyebabkan berdayagunanya sumber ekonomi yang lebih produktif. Bobot kreativitas orisinil suatu produk akan tampak dan sejauh mana produk tersebut berbeda dari yang sudah ada sebelumnya.

(30)

14

inovasi dalam bisnis menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas lebih tinggi yang merupakan hasil dari tindakan para wirausaha, yang bersedia menerima tantangan-tantangan lebih besar dan memikul risiko yang sudah diperhitungkan. Rahasia kewirausahaan dalam menciptakan nilai tambah barang dan jasa terletak pada penerapan kreativitas dan inovasi untuk memecahkan masalah dan meraih peluang yang dihadapi.

6. Berorientasi ke masa depan

Seorang wirausaha haruslah memiliki perspektif visi ke depan, selalu mencari peluang dan tidak cepat puas dengan keberhasilan serta berpandangan jauh kedepan (Suryana 2006). Memiliki perspektif dan pandangan ke masa akan membuat seorang pengusaha selalu berusaha untuk berkarya. Kuncinya adalah kemampuan untuk menciptakan suatu yang baru dan berbeda dengan yang sudah ada saat ini. Visi pada hakikatnya merupakan cerminan antara komitmen, kompetensi dan konsistensi. Oleh sebab itu, faktor kontinyuitas harus dijaga dengan selalu berfikir ke depan. Seorang wirausaha akan menyusun perencanaan strategis yang matang, agar jelas langkah-langkah yang akan dilaksanakan. Meredith et al. (1989) menyatakan maksud utama perencanaan adalah agar mendapat informasi yang tepat dan pada waktu yang tepat, sehingga anda dapat mengambil keputusan yang tepat. Pengertian dan Pengukuran Kinerja

Kinerja merujuk pada tingkat pencapaian atau prestasi yang dapat dicapai oleh suatu usaha. Prestasi total sebuah bisnis ditentukan oleh sikap dan tindakan dari seorang wirausaha (Meredith et al. 1989). Smith dalam Sedarmayanti (2009) menyatakan bahwa performance atau kinerja adalah: “... output drive from

processes,human or otherwise”, jadi dikatakan bahwa kinerja merupakan hasil

atau keluaran dari suatu proses. Menurut Muis (2013) kinerja perusahaan adalah kemampuan suatu perusahaan untuk memperoleh laba (profit). Sebuah organisasi disebut produktif bila mencapai tujuannya dengan cara mentransfer input menjadi output pada biaya terendah. Jadi pengukuran kinerja yang digunakan pada penelitian ini adalah produksi, omzet, dan keuntungan. Penggunaan ukuran produksi digunakan untuk melihat kemampuan produksi industri tempe untuk satu kali produksi. Pengukuran omzet dan keuntungan digunakan untuk melihat penerimaan dan pendapatan industri tempe. Pengertian produksi, omzet, dan keuntungan yang digunakan berdasarkan beberapa sumber berbeda-beda. Teori produksi dijelaskan oleh Putong (2010), omzet usaha dijelaskan oleh Manurung (2006) dengan pendekatan teori penerimaan, dan teori keuntungan dijelaskan oleh Manurung (2006), Longnecdeker et al.(2001) dan Kasmir (2006).

Indikator kinerja usaha 1. Teori produksi

(31)

15 Kegunaan suatu barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari manfaat semula. Tingkat input dan total biaya yang digunakan dalam proses produksi akan berpengaruh tehadap jumlah output yang dihasilkan. Biaya produksi yang dikeluarkan tergantung berapa banyak skala produksi yang dilakukan untuk satu kali produksi. Skala produksi per hari akan berpengaruh terhadap biaya per unit outputnya. Jadi biaya produksi akan bervariasi menurut tingkat skala produksinya.

2. Omzet usaha

Setiap usaha memiliki keinginan untuk meningkatkan omzet penjualannya. Omzet adalah jumlah penjualan per hari yang dilihat dari jumlah total hasil penjualan barang dagang tertentu dalam waktu satu hari. Omzet merupakan penerimaan kotor yang belum dikurangi biaya. Penerimaan sama dengan jumlah unit output yang terjual dikalikan harga output per unit (Manurung 2006). Secara matematis pernyataan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

TR = Total revenue (total penerimaan atau omzet) P = Price (Harga tempe)

Q = Quantity (Jumlah tempe yang dihasilkan) 3. Keuntungan/ laba usaha

Wirausahawan adalah orang yang mengkombinasikan berbagai produksi untuk ditransformasikan menjadi output barang dan jasa. Pada proses tersebut, seorang wirausahawan harus menanggung risiko kegagalan. Atas keberaniannya tersebut, wirausaha mendapat balas jasa berupa laba. Semakin tingginya risiko, laba yang diharapkan semakin besar. Sebab tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan laba (Manurung 2006). Pengertian laba yang digunakan para ekonom adalah laba ekonomi (economic profit), yaitu kelebihan pendapatan dibandingkan jika memilih alternatif lain. Secara sederhana keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

Π = Keuntungan atau laba

TR = Total revenue (total omzet atau penerimaan)

TC = Total cost (total biaya)

(32)

16

2001). Faktor yang perlu dipertimbangkan adalah besarnya margin laba yang diinginkan (Kasmir 2006). Di samping itu, dalam hal laba yang perlu dipertimbangkan adalah jangka waktu memperoleh laba tersebut. Margin laba maksudnya jumlah laba yang diperoleh (dalam persentase tertentu), sedangkan jangka waktu adalah lama tidaknya memperoleh laba, sesaat atau terus menerus.

Biaya penyusutan alat dihitung dengan cara membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dibagi usia ekonomi dari alat tersebut. Secara matematis biaya penyusutan dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

Nb = Nilai beli (Rp)

Ns = Nilai sisa (Rp)

N = Umur ekonomis alat (tahun)

Kerangka Pemikiran Operasional

Salah satu indstri mikro dan kecil yang ada di Kabupaten Bogor adalah industri tempe. Industri tempe memiliki peluang besar untuk mengembangkan usahanya dan dituntut untuk dapat menjalankan usahanya secara mandiri untuk dapat menghadapi persaingan global. Agar dapat mendukung sikap kemandirian para pelaku UKM, pelaku usaha perlu melakukan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pengembangan jiwa kewirausahaan. Setiap pelaku usaha dapat berkembang dengan pengembangan individunya untuk lebih termotivasi dalam menjalankan usaha, khususnya bagi pengusaha tempe. Aspek kewirausahaan memiliki peran untuk mendayagunakan segala sumber yang dimiliki dengan proses yang lebih kreatif, inovatif serta berani mengambil risiko menjadikan pelaku industri tempe siap menghadapi tantangan global.

(33)

17 dilakukan dengan menggunakan metode korelasi Rank Spearman. Kerangka pemikiran operasional pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional Keterangan:

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian dilaksanakan pada industri tempe di Desa Parung dan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive location) dengan pertimbangan bahwa Desa Parung dan Citeureup merupakan dua lokasi yang memiliki industri tempe terbanyak dan

Karakteristik Wirausaha: 1. Percaya diri

2. Berorientasi hasil 3. Pengambil risiko 4. Kepemimpinan 5. Keorisinilan

6. Berorientasi ke masa depan

Kinerja Usaha: 1. Produksi 2. Omzet

3. Keuntungan usaha UKM tempe di Kabupaten Bogor

Analisis korelasi antara karakteristik wirausaha dengan kinerja industri tempe

Para pelaku UKM dituntut untuk mandiri agar dapat menghadapi

persaingan global

Pengembangan SDM pelaku UKM dengan pengembangan jiwa

kewirausahaan

(34)

18

salah satu sentra penghasil tempe di Kabupaten Bogor berdasarkan anggota KOPTI Kabupaten Bogor. Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai bulan Juni 2014 sedangkan upaya persiapan (prapenelitian) dan penjajagan mulai dilakukan sejak bulan Maret 2014.

Data dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama yang diperoleh dengan wawancara langsung, observasi dan diskusi yang berpedoman pada daftar pertanyaan (kuesioner) yang disesuaikan untuk menjawab masalah penelitian. Kuesioner yang dibuat merupakan pertanyaan terbuka, sehingga data yang dikumpulkan dalam bentuk narasi dan angka-angka. Data dianalisis untuk dijadikan bukti-bukti yang perlu diinterprestasi untuk digunakan mendukung kebenaran dari hipotesa yang digunakan dalam penelitian. Jadi data primer ini dapat dikatakan data yang dirancang atau dikumpulkan untuk penelitian yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Data sekunder adalah data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain, sehingga data telah terdokumentasi sebelumnya yang disajikan dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram. Data ini dapat diperoleh dari data BPS, dinas-dinas, lembaga-lembaga penelitian atau publikasi yang relevan dengan objek penelitian. Data sekunder yang diambil harus relevan dan dapat dipercaya.

Metode Penentuan Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik probability sampling melalui pendekatan simple random sampling dengan sampling frame anggota KOPTI aktif. Metode tersebut dipilih agar setiap responden memiliki peluang yang sama untuk diseleksi sebagai sampel. Tujuan dari penentuan sampel adalah untuk mendapatkan informasi dari sebagian kecil anggota populasi untuk memperoleh gambaran tentang populasi tersebut. Total populasi industri tempe dari dua Desa Parung dan Citeureup sebanyak 67 orang responden, yang terdiri dari 28 industri tempe di Desa Parung dan 39 usaha di Desa Citeureup. Jumlah sampel yang akan dipilih mengacu pada teknik pengambilan sampel yang digunakan menggunakan rumus Slovin (Umar, 2008) dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

n = Jumlah sampel

N = Ukuran populasi

e = Taraf kesalahan yaitu 10% atau 0.01

(35)

19 Populasi (N) berjumlah 67 industri tempe, sehingga jumlah sampel yang diambil sebanyak 40.11 atau 40 industri tempe, yang terdiri dari 17 industri tempe di Desa Parung dan 23 industri tempe di Desa Citeureup. Namun data yang dimiliki tidak sesuai dengan kondisi lapangan karena hanya 16 industri tempe yang memenuhi kriteria simple random sampling, maka sisa pengambilan sampel sebanyak 24 industri tempe dilakukan dengan non probability sampling melalui pendekatan snowball sampling. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel diminta untuk memilih responden lain untuk dijadikan responden lagi, begitu seterusnya hingga jumlah sampel yang dimiliki mencukupi. Jadi, sampel dipilih berdasarkan informasi yang diperoleh dari sampel sebelumnya. Pemilihan sampel ini cocok digunakan untuk mengumpulkan data kualitatif agar bisa mendapatkan informasi secara mendalam. Pengambilan sampel ini juga hanya mencakup pengusaha tempe dengan kriteria lokasi terdekat yang terletak 1 km dari pasar dan kantor desa karena pengusaha tempe ini memiliki kemudahan terhadap akses transportasi dan pasar.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan melalui sebuah prosedur yang sistematis. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara langsung, observasi dan diskusi. Teknik wawancara dilakukan dengan kegiatan tanya jawab antara peneliti dengan responden pengusaha tempe. Teknik observasi dilakukan dengan mengamati keadaan industri tempe untuk melengkapi data dari hasil wawancara. Teknik diskusi dilakukan dengan bertukar pikiran mengenai data yang telah diperoleh melalui wawancara dan observasi dengan ketua KOPTI Kabupaten Bogor.

Metode Pengolahan Data

Agar mendapatkan hasil sesuai dengan masalah penelitian, maka dilakukan pengolahan data dari jawaban responden yang telah terkumpul dari pengisian kuesioner. Pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif menggunakan metode deskriptif melalui pembuatan tabulasi frekuensi sederhana berdasarkan jawaban responden yang kemudian ditabulasi dan dipersentasekan. Data diolah menggunakan alat bantu software Microsoft Excel

2010 untuk mentabulasikan data. Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung pencapaian kinerja usaha dan mengukur hubungan karakteristik wirausaha dengan kinerja industri tempe. Perhitungan kinerja usaha menggunakan alat bantu softwareMicrosoft Excel 2010 dan menghitung hubungan karakteristik wirausaha dengan kinerja usaha menggunakan korelasi Rank Spearman pada program IBM SPSS Statistics 20.

Analisis Deskriptif

(36)

20

tempe di Kabupaten Bogor. Karakteristik wirausaha ini meliputi percaya diri, berorientasi hasil, pengambil risiko, kepemimpinan, keorisinilan dan berorientasi masa depan. Setelah jawaban diperoleh, kemudian jawaban responden diberikan pembobotan berdasarkan pengelompokkan jawaban responden yang kemudian skor dijumlah dan dipersentasekan. Setelah diperoleh hasil, penjumlahan karakteristik wirausaha dihubungkan dengan kinerja usaha dengan analisis korelasi Rank Spearman. Hasil korelasi Rank Spearman kemudian dideskripsikan kembali untuk menggambarkan hasil penelitian.

Kriteria penilaian dan penentuan Skor Karakteristik Wirausaha

Kriteria penilaian skor digunakan dalam kuesioner untuk menilai pemberian bobot pada karakteristik wirausaha pengusaha tempe. Penentuan bobot dan penjelasan kriteria pembobotan karakteristik wirausaha dijelaskan sebagai berikut:

1. Percaya diri (X1)

Penentuan bobot karakteristik wirausaha percaya diri disajikan pada Tabel 4. Kriteria pembobotan karakteristik wirausaha percaya diri dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 4 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha percaya diri

Kode Pembobotan

Tiga kali berhenti Dua kali berhenti Satu kali berhenti

X13 Lebih dari dua hari Dua hari Satu hari Kurang dari satu

a. Mampu memproduksi secara kontinyu dan konsisten (X11)

(37)

21 yang menjalankan usahanya tidak kontinyu atau berhenti sementara tetapi ketika akan berproduksi kembali jumlah yang diproduksinya turun akan mendapat bobot satu.

b. Berhenti produksi ketika ada kendala (X12)

Pengukuran sikap percaya diri yang kedua adalah dalam satu tahun berapa kali pengusaha tempe berhenti produksi. Kriteria ini merupakan pernyataan negatif dari sikap optimis yang ada pada indikator percaya diri. Penilaian kriteria ini menilai berapa kali pengusaha berhenti produksi dalam satu tahun ketika ada kendala yang dihadapi dalam menjalankan usahanya. Kendala yang dihadapi seperti kenaikan harga kedelai, pemilik atau karyawan tempe sakit, libur hari raya serta kendala lainnya yang menyebabkan pengusaha berhenti produksi. Sehingga penilaian pembobotanya semakin jarang pengusaha tempe melakukan berhenti produksi sementara dalam satu tahun, maka semakin tinggi nilai bobotnya dan begitu pula sebaliknya. Jadi, pengusaha tempe yang berhenti sementara hanya satu kali akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang berhenti produksi dua kali akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang berhenti produksi tiga kali akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang berhenti produksi lebih dari tiga kali akan mendapat bobot satu.

c. Tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan (X13)

Pengukuran sikap percaya diri yang ketiga adalah tidak ragu-ragu dalam pengambilan keputusan. Kriteria ini menggambarkan seseorang pengusaha yang memiliki keyakinan kuat yang ada pada indikator percaya diri. Kriteria ini menilai berapa lama waktu yang dibutuhkan pengusaha tempe dalam memutuskan jumlah yang diproduksi. Pengusaha tempe yang mengambil keputusannya tidak membutuhkan waktu yang lama akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang pengambilan keputusannya kurang dari satu hari akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang pengambilan keputusan membutuh waktu satu hari akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang pengambilan keputusan membutuh waktu dua hari akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang pengambilan keputusan membutuh waktu lebih dari dua hari akan mendapat bobot satu.

d. Berani berbicara di depan umum (X14)

(38)

22

2. Berorientasi hasil (X2)

Penentuan bobot karakteristik wirausaha berorientasi hasil disajikan pada Tabel 5. Kriteria pembobotan karakteristik wirausaha berorientasi hasil dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 5 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha berorientasi hasil

Kode Pembobotan

X22 Tidak diperhatikan Tidak, banyak yang

terbuang

Pengukuran berorientasi hasil yang pertama adalah memiliki target usaha. Kriteria ini menunjukkan pengusaha tempe yang berorientasi laba yang ada pada indikator berorientasi hasil. Kriteria ini menilai kepemilikan target serta pencapaian target yang telah ditetapkan pengusaha tempe. Penetapan target tersebut akan membuat seorang pengusaha terpacu dan termotivasi untuk bisa mencapai hasil yang diinginkan. Pengusaha tempe memiliki target dan dapat mencapai targetnya maka mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang memiliki target keuntungan dan dapat mencapai targetnya akan mendapat bobot empat. Target keuntungan mendapat bobot empat karena paling sesuai dengan sikap berorientasi laba. Pengusaha tempe yang memiliki target menghasilkan produk berkualitas akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang memiliki target usaha minimal produksi akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang tidak memiliki target dan hanya mementingkan usaha tetap dapat berjalan akan mendapat bobot satu.

b. Meminimalisir bahan baku kedelai yang terbuang (X22)

(39)

23 proses pengayakan, agar adanya kedelai yang terbuang dapat diminimalisir. Pengusaha tempe yang dapat meminimalisir bahan baku kedelai yang terbuang akan mendapat bobot tertinggi. Bahan baku kedelai yang terbuang semakin sedikit, semakin efisien pelaksanaan produksinya. Jadi, pengusaha tempe yang sudah mampu mengendalikan produksi dan tidak ada bahan baku kedelai yang terbuang maka akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang mengendalikan produksinya dan hanya sedikit bahan baku kedelai yang terbuang akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang tidak mengendalikan produksinya dan banyak bahan baku kedelai yang terbuang akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang tidak mengendalikan dan tidak memperhatikan bahan baku kedelai yang terbuang akan mendapat bobot satu.

c. Menjaga kualitas tempe yang dihasilkan (X23)

Pengukuran berorientasi hasil yang ketiga adalah menjaga kualitas tempe yang dihasilkan. Kriteria ini menunjukkan sikap ketekunan yang ada pada indikator berorientasi hasil. Kriteria ini menilai pengendalian produksi tempe agar kualitas tempe terjaga. Pengusaha tempe yang mampu menjaga kualitas produknya akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang selalu menjaga kualitas tempenya dengan melakukan pemisahan kedelai dengan kulit arinya akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang menjaga kualitas tempe tetapi ada kulit ari yang masuk akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang tidak menjaga kualitas karena tidak ada pemisahan kedelai dengan kuliat arinya akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang tidak pernah menjaga kualitas tempe dari pemisahan kulit ari maupun pada seluruh proses produksinya akan mendapat bobot satu.

d. Memiliki jadwal produksi (X24)

Pengukuran berorientasi hasil yang keempat adalah memiliki jadwal produksi. Kriteria ini menunjukkan sikap ketekunan yang ada pada indikator berorientasi hasil. Kriteria ini mengukur kepemilikan jadwal produksi dan pelaksanaan usaha sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. Pengusaha tempe yang memiliki jadwal produksi dan jam kerja sesuai jadwal maka akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang memiliki jadwal produksi dan jam kerja sesuai jadwal akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang tidak memiliki jadwal produksi tetapi jam kerja tetap akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang tidak memiliki jadwal dan jam kerja tidak tetap akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang jam kerja tidak tentu karena tergantung pegawai akan mendapat bobot satu.

e. Mencatat setiap pengeluaran dan pendapatan (X25)

(40)

24

bobot tertinggi. Jadi, pengusaha yang selalu mencatat pengeluaran dan pendapatan akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang tidak mencatat tetapi tetap memperhitungkan pengeluaran dan penerimaan akan mendapat bobot tiga. Pengusaha yang tidak pernah mencatat dan tidak memperhitungkan pengeluaran dan pendapatan akan mendapat bobot dua. Pengusaha yang tidak pernah memikirkan jumlah yang dikeluarkan dan pendapatan karena tidak ada pemisahan dengan pengeluaran rumah tangga akan mendapat bobot satu.

3. Pengambil risiko (X3)

Penentuan bobot karakteristik wirausaha pengambil risiko disajikan pada Tabel 6. Kriteria pembobotan karakteristik wirausaha pengambil risiko dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 6 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha pengambil risiko

Kode Pembobotan

a. Jika gagal produksi tidak perlu melanjutkan usaha (X31)

(41)

25 b. Meskipun harga naik tetap berproduksi (X32)

Pengukuran pengambil risiko yang kedua adalah tetap berproduksi meskipun harga kedelai mahal. Kriteria ini menunjukkan sikap berani mengambil risiko yang ada pada indikator pengambil risiko. Kriteria ini menilai upaya yang dilakukan pengusaha tempe saat menghadapi fluktuasi harga kedelai. Pengusaha yang berani meningkatkan harga tempenya karena ada kenaikan harga input kedelai akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang menetapkan ukuran sama, harga naik dan produksi tetap akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang mengurangi ukuran, harga dan produksi tetap akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang mengurangi ukuran, harga tetap dan produksi dikurangi akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang memilih berhenti sementara ketika ada kenaikan harga akan mendapat bobot satu.

c. Jika rugi tidak perlu melanjutkan usaha (X33)

Pengukuran pengambilan risiko yang ketiga adalah tidak perlu melanjutkan usaha jika mengalami kerugian. Kriteria ini menunjukkan sikap berani mengambil risiko yang ada pada indikator pengambil risiko. Kriteria ini menilai tanggapan pengusaha tempe ketika menghadapi kerugian saat menjalankan usahanya. Pengusaha tempe yang menanggapi dengan percaya diri bahwa usaha tempe masih menguntungkan akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha tempe yang menanggapi dengan optimis bahwa usaha tempe ini menguntungkan akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang menanggapi jika mengalami kerugian tetapi dapat ditutupi dari keuntungan yang diperoleh sebelum atau sesudah mengalami kerugian akan mendapat bobot tiga. Pengusaha tempe yang menanggapi wajar, dalam usaha pasti ada kerugian akan mendapat bobot dua. Pengusaha tempe yang menanggapi tetap menjalankan usaha karena sumber matapencaharian dan satu-satunya keahlian yang dimiliki akan mendapat bobot satu.

d. Tetap berproduksi meskipun tempe yang dijual sebelumnya tidak habis (X34)

(42)

26

4. Kepemimpinan (X4)

Penentuan bobot karakteristik wirausaha kepemimpinan disajikan pada Tabel 7. Kriteria pembobotan karakteristik wirausaha kepemimpinan dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 7 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha kepemimpinan

Kode Pembobotan

a. Ada kesalahan saat melakukan pembagian tugas kepada karyawan (X41) Pengukuran sikap kepemimpinan yang pertama adalah kemampuan pengusaha tempe dalam pendelegasian tugas kepada karyawan. Kriteria ini merupakan pertanyaa negatif yang menunjukkan memiliki jiwa kepemimpinan yang ada pada indikator kepemimpinan. Kriteria ini menilai ada atau tidaknya kesalahan pada saat pembagian tugas kepada karyawan dalam pengarahan proses produksi. Seorang pemimpin harus dapat mengarahkan karyawan agar dapat mencapai target atau sasaran yang ingin dicapai dalam menjalankan industri tempe. Pengusaha yang tidak pernah mengalami kesalahan pada saat pembagian tugas akan mendapat nilai bobot tinggi. Jadi, pengusaha yang dalam menjalankan usahanya tidak ada kesalahan tetapi karena produksi dilakukan oleh pemilik sendiri mendapat bobot empat. Pengusaha yang tidak pernah mengalami kesalahan karena produksi dilakukan pemilik bersama karyawan akan mendapat bobot tiga. Pengusaha yang pernah ada kesalahaan saat pembagian tugas dan karyawan diarahkan agar tidak terjadi kesalahan lagi akan mendapat bobot dua. Pengusaha yang pernah mengalami kesalahan saat pembagian tugas tetapi karyawan dipotong gaji atau pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja akan mendapat bobot satu.

b. Menjalin hubungan baik dengan pemasok (X42)

(43)

27 baik dengan pemasok dan pembayarannya dengan cara tunai akan mendapat bobot empat. Pengusaha yang selalu menjaga hubungan baik dan bayar secara kredit akan mendapat bobot tiga. Pengusaha yang menjaga hubungan baik tetapi jika ada masalah keuangan pengusaha transparan kepada pemasok akan mendapat bobot dua. Pengusaha yang tidak menjaga hubungan baik dengan pemasok akan mendapat bobot satu. c. Mampu menerima kritik dan saran dari pelanggan (X43)

Pengukuran sikap kepemimpinan yang ketiga adalah mampu menerima kritik saran dari pelanggan. Kriteria ini menunjukkan sikap terbuka terhadap kritik dan saran yang ada pada indikator kepemimpinan. Kriteria ini menilai tanggapan pengusaha tempe ketika mendapat kritik dan saran dari pelanggan. Pengusaha yang menjalin hubungan baik dengan pelanggan dapat menjamin konsumen melakukan pembelian ulang terhadap produk tempe yang dijual. Pengusaha tempe yang tidak pernah mengalami komplain dari pelanggan karena sudah mampu menghasilkan produk sesuai keinginan konsumen akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha yang tidak pernah mendapat komplain karena produk yang dihasilkan berkualitas akan mendapat bobot empat. Pengusaha tempe yang pernah mendapat komplain dari pelanggan karena pelanggan sudah mengerti ada penurunan ukuran disebabkan kenaikan harga mendapatkan bobot tiga. Pengusaha yang mendapat komplain kemudian menanggapi dengan memberikan pengertian dan transparansi mendapat bobot dua. Pengusaha yang mendapat komplain dari pelanggan tetapi tidak ditanggapi akan mendapat bobot satu.

5. Keorisinilan (X5)

Penentuan bobot karakteristik wirausaha keorisinilan disajikan pada Tabel 8. Kriteria pembobotan karakteristik wirausaha keorisinilan dijelaskan sebagai berikut:

a. Melakukan inovasi atau perubahan dalam usaha ke arah yang lebih baik (X51)

Pengukuran sikap keorisinilan yang pertama adalah melakukan inovasi atau perubahan kearah yang lebih baik. Kriteria ini menilai sikap inovatif yang ada pada indikator keorisnilan. Kriteria ini menilai banyaknya perubahan teknologi produksi yang dilakukan pengusaha. Sikap inovatif dinilai dari penggunaan teknologi terbaru yang membuat proses produksi lebih efisien. Pengusaha yang menjalankan usahanya lebih dari satu perubahan akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha yang melakukan lebih dari satu perubahan akan mendapat bobot empat. Pengusaha yang hanya melakukan satu perubahan akan mendapat bobot tiga. Pengusaha yang tidak melakukan perubahan dan tidak mengikuti teknologi akan mendapat bobot dua. Pengusaha yang tidak melakukan perubahan dan melakukan produksi dengan cara-cara tradisional akan mendapat bobot satu.

b. Menjalankan usaha dengan cara-cara yang kreatif (X52)

(44)

28

membuat mesin dengan ide sendiri akan mendapat bobot tertinggi. Jadi, pengusaha yang menggunakan mesin dengan ide dan dibuat sendiri akan mendapat bobot empat. Pengusaha yang menggunakan mesin buatan sendiri tetapi hanya menduplikasi mesin yang sudah ada akan mendapat bobot tiga. Pengusaha yang hanya menggunakan mesin siap pakai akan mendapat bobot dua. Pengusaha yang tidak melakukan perubahan akan mendapat bobot satu.

Tabel 8 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha keorisinilan

Kode Pembobotan

c. Memiliki banyak sumber pemasok (X53)

Pengukuran sikap keorisinilan yang ketiga adalah memiliki banyak sumber pemasok. Kriteria ini menilai pemilik usaha tempe yang memiliki banyak sumber yang ada pada indikator keorisinilan. Kriteria ini menilai banyaknya pilihan pemasok yang dimiliki pengusaha tempe dalam menjalankan usaha. Pilihan pemasok yang banyak dapat membantu pengusaha memilih pemasok yang menjual harga bahan baku kedelai dengan biaya termurah. Hal ini dapat membatu pengusaha tempe dalam menghemat biaya kedelai yang harus dikeluarkan pengusaha. Pengusaha tempe yang memiliki banyak pemilihan pemasok akan mendapat nilai bobot tertinggi. Jadi, pengusaha yang memiliki banyak pemasok dari KOPTI maupun agen kedelai akan mendapat bobot empat. Pengusaha yang sudah tidak aktif menjadi anggota KOPTI karena harga agen kedelai lebih murah akan mendapat bobot tiga. Pengusaha yang hanya memiliki satu pemasok tetap akan mendapat bobot dua. Pengusaha yang tidak memiliki pemasok tetap akan mendapat bobot satu.

d. Memiliki pengetahuan luas untuk pengembangan usaha (X54)

(45)

29 pengembangan usahanya akan mendapat nilai bobot tertinggi. Jadi, pengusaha yang memiliki pengetahuan untuk mengembangkan usaha tempe akan mendapat bobot empat. Pengusaha yang memiliki akses informasi untuk pengembangan usaha dari KOPTI maupun pihak terkait akan mendapat bobot tiga. Pengusaha yang memiliki pengetahuan tetapi pada bidang usaha lain akan mendapat bobot dua. Pengusaha yang tidak memiliki pengetahuan dan merasa pengetahuan untuk usaha tempenya ini sudah cukup akan mendapat bobot satu.

6. Berorientasi masa depan (X6)

Penentuan bobot karakteristik wirausaha berorientasi masa depan disajikan pada Tabel 9. Kriteria pembobotan karakteristik wirausaha berorientasi hasil dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 9 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha berorientasi masa depan

Kode Pembobotan

X63 Berlum terfikir Menurunkan

produksi

Menurunkan ukuran

Menaikan harga tempe

a. Menyisakan sebagian keuntungan untuk pengembangan usaha (X61) Pengukuran pada sikap berorientasi masa depan yang pertama adalah menyisakan keuntungan untuk pengembangan usaha. Kriteria ini menilai sikap seseorang yang memiliki visi dan perspektif ke depan yang merupakan indikator sikap berorientasi masa depan. Kriteria ini menilai pengusaha tempe yang menyisakan sebagian keuntungan dan digunakan untuk pengembangan usaha akan mendapat nilai bobot tinggi. Jadi, pengusaha yang menyisakan keuntungan untuk pengembangan usaha tempe akan mendapat bobot empat, pengusaha yang menyisakan sebagian keuntungan tetapi untuk usaha lain akan mendapat bobot tiga. Pengusaha yang tidak menyisakan keuntungan karena hanya cukup untuk modal dan kebutuhan sehari-hari akan mendapat bobot dua. Pengusaha yang tidak menyisakan keuntungan karena hanya cukup untuk perputaran modal saja akan mendapat bobot satu.

b. Memiliki perencaan jangka pendek, menengah dan panjang (X62)

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional
Tabel 4  Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha percaya diri
Tabel 5  Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha berorientasi hasil
Tabel 6 Penentuan bobot kriteria karakteristik wirausaha pengambil risiko
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data yang diperoleh dari proses pengumpulan data, akan diolah untuk mendapatkan besaran5besaran, debit lumpur tinja dan mendisain perencanaan dimensi IPLT yang

Penelitian ke- oleh ianny tahun 200' memperlihatkan $ah;a ekstrak $roto;ali(Tinospora crispa) dapat menurunkan jumlah plasmodium dalam darah mencit yang

Hal ini diduga bahwa penggunaan pupuk NPK pelet kotoran ayam 1 ton/h memenuhi kebutuhan nutrisi kedelai yang optimal dan lebih efisien sehingga memberikan berat 100 biji kering

Simulasi awal modul untuk tiga kondisi pendekatan hidrologi sawah terhadap data tata guna lahan 2006, 2009, dan 2013 menghasilkan debit periode harian dan

Tanda yang membentuk Makna Dari tanda-tanda yang terdapat dalam iklan 3 di televisi maka terbentuklah makna yaitu Kebebasan wanita dari burung dalam sangkar yang berada

Pengertian dari K-Means Clustering adalah, K dimaksudkan sebagai konstanta jumlah cluster yang diinginkan, Means dalam hal ini berarti nilai suatu rata-rata dari suatu

Mungkin saja cara-cara integrasi numerik yang sudah disampaikan sulit atau tidak bisa diterapkan untuk mengevaluasi suatu integral. Pada keadaan ini, integrasi Monte Carlo

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan utama yang akan dibahasa dalam penelitian adalah tentang perkembangan seni pertunjukan sandiwara di Indramayu pada tahun