• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air tambak yang di ambil dari pertambakan bandeng, berdasarkan tambak yang tercemar, tidak tercemar lumpur dan air dari gorong-gorong (endapan dari lumpur lapindo). III. 2 Alat yang digunakan

Spectroquant, Erlemeyer 250 ml, Botol winkler 250 ml, Buret 50 ml, Pipet ukur, Corong, Karet penghisap, Pipet tetes dan Gelas ukur..

III. 3 Kerangka Penelitian

Secara umum kerangka penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 3.1

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian Identifikasi Permasalahan

Studi Literatur

Pengambilan Sampel Persiapan Alat dan Bahan

Air tambak tidak tercemar rembesan air Lumpur Lapindo Air tambak tercemar

rembesan air Lumpur Lapindo

Analisa hasil dan Permasalahan

III.4 Langkah-langkah kerja

1. Pengambilan sample pada air gorong-gorong 2. Pengambilan sampel pada tambak tercemar 3. Pengambilan sampel pada tambak tidak tercemar 4. Menganalisa sampel

III.5 Var iabel

1. Amonia

2. Phospat 3. Nitrat 4. Nitrit

5. Oksigen Terlarut III.6 Analisis Data

1. Analisis parameter amonia, nitrat, nitrit dan phospat menggunakan alat spektrofotometer .

2. Analisis Oksigen Terlarut

1) Air sampel dimasukkan pada botol winkler sampai tidak ada gelembung udaranya

2) Ditambahkan MnSO4

3) Ditambahkan Alkali iodida acida 4) Ditambahkan H2SO4

5) Ditambahkan indikator amilum 6) Titrasi Na2S2O3

20

III.7 Peta Lokasi Penelitian

Gambar 3.2 Lokasi Penelitian Tambak Tercemar dan Air dari gorong-gorong

Gambar 3.3 Lokasi Penelitian Tambak tidak tercemar (Kalanganyar) Air Gor ong-Gor ong

Tambak Ter cemar Banjar Panji Pusat Semburan Lumpur Lapindo Tambak Tidak Ter cemar (kalang anyar )

IV.1 Analisa Awal

Dalam penelitian ini kita ketahui bahwa lumpur lapindo dibuang secara langsung tanpa danya proses terlebih dahulu. Pembuangan lumpur dilakukan melewati pipa yang dipasang pada bawah tanah sehingga dibuang pada sungai porong atau kali porong dan air dari sisa endapan lumpur lapindo tersebut dibuang melalui pipa (dari gorong-gorong) yang kemudian di alirkan pada sungai kecil. Pembuangan air dari sisa endapan lumpur lapindo merupakan sumber pencemaran awal, karena disekitar pembuangan tersebut terdapat tambak, persawahan dan pemukiman penduduk. Secara tidak langsung air yang dikonsumsi sehari- hari oleh penduduk juga sudah tercemar sehingga tidak layak untuk dikonsumsi, perlu adanya ketersediaan air bersih untuk keperluan penduduk baik buat dikonsumsi dan mandi.

Sejak kasus semburan lumpur panas ini muncul, telah dilakukan uji kandungan air lumpur oleh berbagai pihak untuk mengetahui kandungan air lumpur tersebut. Hasil penelitian ini untuk menunjukkan ketentuan baku mutu sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

22

Tabel 4.1 Hasil Uji Awal Air dari sisa endapan Lumpur lapindo

Parameter Hasil Pengukuran Baku Mutu

NH3 9,11 ppm 0,02 PO4 0,24 ppm 1 Nitrat (NO3) 43,05 ppm 20 Nitrit (NO2) 11,52 ppm 0,06 DO 2,37 ppm >3 9,11 0,24 43,05 11,52 2,37 0,02 1 20 0,06 >3 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Amonia Phospat Nitrat Nitrit DO

H a si l Pengukur a n

Hasil Pengukuran Baku Mutu PP No. 82 tahun 2001

Gambar 4.1 Hasil Uji Awal Air dari sisa endapan Lumpur lapindo

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa kandungan amonia (NH3) pada

gorong-gorong (air dari sisa endapan lumpur lapindo) 9,11 ppm, sedangkan baku mutu dalam PP No.82 tahun 2001 sebesar 0,02 ppm. Dapat diketahui bahwa hasil analisa lebih dari baku mutu yang ditentukan, sehingga akan menyebabkan keracunan pada ikan dan biota lain.

Kandungan phospat (PO4) pada gorong-gorong (air dari sisa endapan

lumpur lapindo) 0,24 ppm, sedangkan baku mutu dalam PP No.82 tahun 2001 sebesar 1 ppm. Kandungan phospat pada air gorong-gorong tersebut masih dibawah baku mutu yang ditentukan, jadi apabila dibuang secara langsung tidak

terdapat dampak yang dikhawatirkan. Jika dampak phospat yang berlebih di lingkungan antara lain merangsang pertumbuhan ganggang dan eceng gondok. Pertumbuhan ganggang dan eceng gondok yang tidak terkendali menyebabkan permukaan air danau atau sungai tertutup sehingga menghalangi masuknya cahaya matahari dan mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis. Jika tumbuhan air ini mati, akan terjadi proses pembusukan yang menghabiskan persediaan oksigen dan pengendapan bahan-bahan yang menyebabkan pendangkalan (Hardiningtyas, 2008).

Kandungan Nitrat (NO3) pada gorong-gorong (air dari sisa endapan

lumpur lapindo) sebesar 43,05 ppm, sedangkan baku mutu yang ditentukan dalam PP No.82 tahun 2001 sebesar 20 ppm. Nitrat pada konsentrasi tinggi dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang yang tak terbatas (bila beberapa syarat lain seperti konsentrasi phospat terpenuhi), sehingga air kekurangan oksigen terlarut yang menyebabkan kematian ikan dan pencemaran pada tanah apabila air tersebut digunakan untuk irigasi sawah.

Kandungan Nitrit (NO2) pada gorong-gorong (air dari sisa endapan lumpur

lapindo) sebesar 11,52 ppm, sedangkan baku mutu yang ditentukan dalam PP No.82 tahun 2001 sebesar 0,06 ppm. Nitrit yang berlebih dari sisa pembuang lumpur dan air endapan lumpur akan mengalir bersama air menuju sungai atau meresap ke dalam air tanah, sehingga akan mencemari tanah.

Kandungan DO pada gorong-gorong (air dari sisa endapan lumpur lapindo) sebesar 2,37 ppm, baku mutu yang ditentukan dalam PP No.82 tahun

24

2001 sebesar ≤ 3 ppm. Kadar oksigen terlarut dari analisa dibawah baku mutu yang ditentukan sehingga tidak bias dipergunakan untuk budidaya ikan bandeng.

Banyaknya zat pencemar pada air limbah akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut dalam air tersebut. Sehingga akan mengakibatkankehidupan

dalam air yang membutuhkan oksigen terganggu serta mengurangi

perkembangannya. Selain itukematian dapat pula disebabkan adanya zat beracun yang juga menyebabkan kerusakan pada tanaman dan tumbuhan air. Oleh sebab itu, pemerintah harus membuat pengolahan untuk lumpur lapindo sebelum di buang kebadan air, sehingga akan mengurangi kandungan zat-zat yang berada didalamnya dan agar tidak merusak biota yang ada di dalam air.

IV.2 Hasil Pengujian Pada Tambak

Untuk penunjang hasil analisa dilakukan pengujian beberapa parameter, meliputi Oksigen Terlarut (DO) , NH3 ,PO4 , Nitrat dan Nitrit.

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Pada Tambak Tercemar dan Tidak Tercemar

Parameter Lokasi Pengambilan Sampel Air Tambak

Tambak Tercemar Tambak Tidak Tercemar

NH3 12,32 ppm 1,35 ppm

PO4 0,11 ppm 0,13 ppm

Nitrat 38,24 ppm 22,56 ppm

Nitrit 9,31 ppm 2,34 ppm

IV.2.1 Amonia (NH3)

Amoniak yang terdapat dalam air tambak adalah sebagai hasil dari perombakan senyawa-senyawa nitrogen organik oleh bakteri. Senyawa ammonia yang ada pada media pemeliharaan berasal dari sisa pakan, kotoran ikan atau udang dan perombakan bahan organik melalui proses nitrifikasi (Asih, 2008). 12,32 1,35 0,3 0 2 4 6 8 10 12 14 Hasil Pengukuran A m o n ia ( N H3 )

Tambak Tercemar Tambak Tidak Tercemar Standar Mutu Air Tambak Gambar 4.2 Hasil Uji Pengukuran Amonia (NH3)

Berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa kadar amonia pada tambak tercemar 12,32 ppm dan tidak tercemar 1,35 ppm sehingga tidak memenuhi kriteria untuk budidaya. Menurut Muh.M Raswin (2003), kadar amonia ditambak pembesaran bandeng sebaiknya tidak lebih dari 0,1 ppm – 0,3 ppm. Apabila kadar amoniak yang terlalu tinggi akan menyebabkan rusaknya jaringan insang, dimana lempeng insang membengkak sehingga fungsinya sebagai alat pernafasan akan terganggu (Haryati at all, 2010).

26

Amonia pada tambak tercemar terlalu tinggi jika dibandingkan dengan amonia pada tambak tidak tercemar. Penyebab terjadinya amonia tinggi yaitu meningkatnya jumlah sisa pakan yang tidak terkonsumsi akibat pemberian pakan yang berlangsung secara terus menerus setiap hari. Sisa pakan yang tidak terkonsumsi mengandung senyawa nitrogen yang akan mengalami proses dekomposisi, sehingga jumlah amonia semakin meningkat (Izzati, 2011) . Pada tambak tercemar memiliki amonia yang tinggi karena selain dari sisa pakan juga dipengaruhi oleh rembesan lumpur lapindo.

Akan tetapi amonia di dalam air dibutuhkan oleh phytoplankton dan organisme air (rumput laut) sebagai sumber nitrogen untuk sintesa protein. Sehingga mereka bisa digunakan sebagai biofilter. Bila terkena sinar matahari mereka akan berkembang dan bisa blooming. Alga yang banyak mati akan kembali didekomposisi menjadi amonia dan terlarut di dalam air. Tingginya amonia akan bersamaan dengan berkembangnya populasi bakteri vibrio. Bakteri tersebut akan menginfeksi dan membunuh udang dan ikan. Upaya pengendaliannya adalah dengan memberikan penggantian air, membuang endapan lumpur bahan organik tanah, membalikan tanah dan melakukan pengeringan (Nana, 2008).

IV.2.2 Phosphat (PO4)

Fosfor dalam bentuk fosfat merupakan mikronutrien yang diperlukan dalam jumlah kecil namun sangat esensial bagi organisme akuatik (Bahri, 2010). Fosfor yang ada yang ada dalam tambak budidaya berasal dari pupuk

seperti ammoniumfosfat dan calsiumfosfat serta dari pakan. Fosfor yang ada dalam pakan tidak semua dikonversi menjadi daging ikan/udang. Dua pertiga fosfor dalam pakan terakumulasi di tanah dasar, sebagian besar diikat oleh tanah dan sebagian kecil larut dalam air. Fosfor dimanfaatkan oleh fitoplankton dalam bentuk ortofosfat (PO43-) dan terakumulasi dalam tubuh ikan/udang

melalui rantai makanan. Phosphat yang tidak diserap oleh fitoplankton akan diikat oleh tanah. Kemampuan mengikat tanah dipengaruhi oleh kandungan liat (clay) tanah. Semakin tinggi kandungan liat pada tanah, semakin meningkat kemampuan tanah mengikat fosfat (Supono, 2008).

Menurut Ranoemiharjo dalam Amin Budi Raharjo (2003), phosphat merupakan nutrient utama selain nitrat yang diperlukan untuk pertumbuhan normal fitoplakton dalam perairan, selain itu phosphat essensial untuk pernafasan, produksi protein, pembelahan sel dan pertumbuhan.

0,11 0,13 0,2 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 Hasil Pengukuran P h os p a t (P O4 )

Tambak Tercemar Tambak Tidak Tercemar Standar Mutu Air Tambak

28

Dari hasil tersebut diketahui bahwa kadar phosphat dalam tambak tercemar 0,11 ppm dan tambak tidak tercemar 0,13 ppm.

Sedangkan nenurut Amin Budi Rahajo (2003), untuk air tambak hanya diperbolehkan 0,2 mg/l phospat, sehingga hasil dari penelitian tersebut phosphat pada tambak tercemar maupun tidak tercemar masih berada dibawah standart mutu ikan bandeng.

Apabila tedapat pospat yang tinggi maka akan menyebabkan pertumbuhan tanaman dan gangga tidak terbatas lagi dimana akan dapat menghabiskan oksigen pada malam hari (Siregar, 2009). Posphat yang berlebih dapat menimbulkan blooming fitoplankton. Blooming fitoplankton berbahaya jadi jika terjadi die-off akan menyebabkan penurunan oksigen pelarut yang besar dan timbul senyawa beracun. Sehingga diharapkan kepada para budidaya ikan dan udang untuk mengurangi pupuk dan makanan yang berlebih.

IV.2.3 Nitrat (NO3)

Menurut Effendi dalam Suminaring Asih (2008), Nitrat yang optimal bagi perairan pertumbuhan bandeng kurang dari 0,1 mg/l. Dalam keadaan tanpa oksigen, banyak mikroorganisme memanfaatkan nitrat atau bentuk nitrogen teroksidasi yang lain untuk respirasi sebagai ganti oksigen (Raharjo,2003).

38,24 22,56 0,1 0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 Hasil Pengukuran N it a rt ( N O 3 )

Tambak Tercemar Tambak Tidak Tercemar Standar Mutu Air Tambak

Gambar 4.4 Hasil Uji Pengukuran Nitrat

Berdasarkan hasil penelitian pada tambak tercemar terdapat 38,24 ppm dan tidak tercemar terdapat 22,56 ppm, jumlah nitrat tersebut terlalu tinggi, sehingga tidak sesuai dengan standart mutu pada ikan bandeng.

Menurut Pillay dalam Amin Budi Raharjo (2003), kandungan nitrat dan phosphat yang berlebihan akan menyebabkan tingginya kelimpahan alga terutama dari jenis yang beracun, sehingga secara tidak langsung akan mengakibatkan berkurangnya oksigen secara cepat terutama pada malam hari yang mengakibatkan kematian ikan.

Menurut pendapat Hutagalung dan Rozak dalam Hendrawati, dkk (2007), menyatakan bahwa peningkatan kadar nitrat di perairan disebabkan oleh masuknya limbah domestik atau pertanian (pemupukan) yang umumnya banyak mengandung nitrat.

30

Tindakan bisa dilakukan adalah dengan mengurangi volume pemberian pakan dan melakukan pergantian air hingga 50% yang kemudian bisa dilanjutkan dengan pemberian probiotik yang mampu mengikat amonia.

IV.2.4 Nitr it (NO2)

Nitrit merupakan hasil dari oksidasi amonia dengan bantuan bakteri nitrisomonas dan nitrat hasil dari oksidasi nitrit dengan bantuan bakteri nitrobacter. Keduanya slalu ada dalam konsentrasi rendah karena tidak stabil akibat proses oksidasi dan sangat tergantung pada keberadaan bahan yang dioksidasi dan bakteri (Nana, 2008).

Nitrit (NO2) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit di

perairan alami, kadarnya lebih kecil daripada nitrat karena nitrit bersifat tidak stabil jika terdapat oksigen (Irawan at all, 2009).

9,31 2,34 0,5 0 2 4 6 8 10 Hasil Pengukuran N it ri t (N O 2 )

Tambak Tercemar Tambak Tidak Tercemar Standar Mutu Air Tambak

Menurut Ir. Gentur Handoyo Msi (1996), kandungan nitrit yang berada pada tambak bandeng maksimal 0,5 ppm. Dari hasil pengukuran kandungan nitrit yang diperoleh pada tambak tercemar 9,31 ppm dan tambak tidak tercemar 2,34 ppm, dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa kandungan nitrit dari kegiatan tambak tidak layak untuk suatu perairan karena tingkat nitrit sangat tinggi sehingga tingkat keracunan pada ikan juga semakin tinggi.

Nitrit adalah senyawa nitrogen anorganik yang terbentuk oleh adanya oksidasi amonia oleh bakteri Nitrosomonas . Oleh karena itu konsentrasi nitrit tergantung pada jumlah amonia. Semakin tinggi jumlah amonia, maka konsentrasi nitrit dalam perairan semakin meningkat (Izzati, 2011). Bila kadar nitrit dan phosphat terlalu tinggi bisa menyebabkan perairan bersangkutan mengandung unsur hara tinggi (eutrof) sehingga terjadi blooming pada salah satu jenis fitoplakton yang akan mengeluarkan toksin (Siregar, 2009).

Tingkat racun dari nitrit sangat bergantug pada kondisi internal dan eksternal ikan seperti spesies, umur ikan, kualitas air, ion nitrit masuk ke dalam ikan dengan bantuan sel klorida insang. Di dalam darah nitrit akan bersatu dengan hemoglobin, yang berakibat pada peningkatan methaemoglobin. Ini akan mengurangi kemampuan transportasi oksigen dalam darah. Bila terus meningkat maka ikan akan kehilangan kemampuan bergerak dan tidak akan merespon terhadap stimulant (Nana, 2008).

32

IV.2.5 Ok sigen Ter lar ut (DO)

DO adalah jumlah oksigen terlarut di dalam air. Maksimum oksigen yang terlarut di dalam air dikenal dengan “oksigen jenuh”. Oksigen masuk ke dalam air ketika permukaan air bergejolak dan berasal dari proses fotosintesis. Peningkatan salinitas dan suhu air akan menurunkan tingkat oksigen jenuh di dalam air. Air yang mengandung oksigen jenuh cukup untuk mendukung kehidupan organisme air, tetapi oksigen akan cepat habis bila ikan dalam jumlah yang padat (Nana, 2008).

Ikan bandeng membutuhkan oksigen yang cukup untuk kebutuhan pernafasannya. Oksigen tersebut harus dalam keadaan terlarut dalam air, karena ikan tidak dapat mengambil oksigen langsung dari udara.

Menurut Suminaring Asih (2008), fungsi oksigen terlarut di perairan selain untuk pernafasan organisme, juga untuk mengoksidasi bahan organik yang terdapat didasar perairan menjadi bahan anorganik yang dapat dimanfaatkan. Jumlah oksigen yang di butuhkan untuk pernafasan ikan bandeng bergantung dari ukuran, suhu, dan tingkat aktivitasnya.

1,38 3,66 >3 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 Hasil Pengukuran O k si ge n T er la ru t (D O )

Tambak Tercemar Tambak Tidak Tercemar Standar Mutu Air Tambak

Gambar 4.6 Hasil Uji Pengukuran Oksigen Terlarut (DO)

Kadar oksigen terlarut (DO) perairan tambak tercemar 1,38 ppm dan tambak tidak tercemar 3,66 ppm, sesuai dengan baku mutu air perikanan yang diisyaratkan ≥ 3 ppm. Muh.M Raswin (2003),menyatakan bahwa untuk kehidupan ikan bandeng dengan nyaman diperlukan kadar oksigen minimum 3 mg/L.

Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa oksigen terlarut pada tambak tercemar tidak memenuhi standar air tambak karena tambak tersebut sudah terkena rembesan lumpur lapindo, dan tambak tidak tercemar memiliki tingkat oksigen yang bagus, sehingga ikan dapat memperoleh udara atau oksigen dengan baik.

34

IV. 3 Hasil Pr oduksi Ikan Bandeng

Berdasarkan dari sumber laporan tahunan Kec. Tanggulangin dan Kec. Sedati, pada tahun 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010 dan 2011. Hasil ikan bandeng selama tahun 2005 sampai dengan 2011, dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Jumlah Hasil Produksi Setiap Tahunnya

Desa Banjar panji Desa Kalanganyar

Tahun Luas (Ha) Hasil Bandeng (Kg) Tahun Luas (Ha) Hasil Bandeng (Kg) 2005 290 245.000 2005 2.400 268.000 2006 290 220.300 2006 2.585 289.000 2007 253 195.220 2007 2.600 212.500 2008 177 132.700 2008 2.720 264.300 2009 103 102.380 2009 2.754 320.000 2010 57 98.640 2010 2.800 342.700 2011 21 10.500 2011 2.800 457.100

Dari tabel tersebut terdiri dari dua kecamatan yaitu Kec. Tanggulangin dan Kec. Sedati, yang setiap tahunnya mempunyai jumlah produksi yang berbeda-beda. Pada Kec. Sedati produksi ikan badeng dari tahun ketahun seimbang atau rata. Tetapi pada Kec. Tanggulangin, produksi atau hasil ikan bandeng mengalami penurunan. Penurunan tersebut terjadi karena penurunan kualitas air tambak sebagai dampak dari lumpur lapindo, dan pengaruh pemasaran produk budidaya. Penurunan perikanan secara umum dikarenakan Pembuangan Lumpur ke laut melalui sungai Porong akan berdampak terhadap lingkungan pesisir dan laut. Apabila air Lumpur dibuang secara tidak terkendali, maka tingginya kandungan zat-zat tersebut dapat mengganggu kehidupan biota perairan dan ekosistem pesisir, seperti tambak, mangrove, padang lamun, terumbu karang dan lain-lain.

Berdasarkan luas tambaknya juga dapat dilihat, bahwa sebagaian tambak pada Kec. Tanggulangin tidak dapat lagi digunakan atau berproduksi lagi karena sebagaian tambak sudah terendam dengan lumpur lapindo dan tercemar lumpur lapindo. Oleh karena itu, para petani tambak beralih pada ikan nila untuk menutupi kerugian tersebut.

BAB V

Dokumen terkait