H. Inflasi dan Nilai Waktu Uang
III. METODE PENELITIAN
Lampung.
Bab IV Hasil Perhitungan dan Pembahasan.
Bab V Simpulan dan Saran.
DAFTAR PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri terutama berkaitan dengan pemerintahan umum maupun pembangunan, yang
sebelumnya diurus pemerintahan pusat. Untuk itu, selain diperlukan kemampuan keuangan, diperlukan juga adanya sumber daya manusia
berkualitas, sumber daya alam, modal, dan teknologi (Rudini, 1995:48 dalam Silalahi, et al, 1995).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
dibutuhkan dalam rangka mewujudkan otonomi daerah. Sumber daya
manusia yang dibutuhkan tersebut antara lain adalah (Silalahi, et al, 1995:12):
1. Mempunyai wadah, perilaku, kualitas, tujuan dan kegiatan yang dilandasi dengan keahlian dan ketrampilan tertentu.
2. Kreatif dalam arti mempunyai jiwa inovatif, serta mampu mengantisipasi tantangan maupun perkembangan, termasuk di dalamnya mempunyai etos kerja yang tinggi.
3. Mampu sebagai penggerak swadaya masyarakat yang mempunyai rasa solidaritas sosial yang tinggi, peka terhadap dinamika masyarakat, mampu kerja sama, dan mempunyai orientasi berpikir people centered orientation.
4. Mempunyai disiplin yang tinggi dalam arti berpikir konsisten terhadap program, sehingga mampu menjabarkan kebijaksanaan nasional menjadi program operasional pemerintah daerah sesuai dengan rambu-rambu pengertian program urusan yang ditetapkan.
Tujuan otonomi daerah menurut Smith (1985) dalam analisa CSIS yang dikemukakan oleh Syarif Hidayat dibedakan dari dua sisi kepentingan, yaitu kepentingan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dari kepentingan Pemerintah Pusat tujuan utamanya adalah pemdidikan politik, pelatihan kepemimpinan, menciptakan stabilitas politik dan mewujudkan demokratisasi sistem pemerintahan di daerah. Sementara, bila dilihat dari sisi kepentingan Pemerintah Daerah ada tiga tujuan, yaitu:
melalui otonomi daerah diharapkan akan lebih membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai aktifitas politik di tingkat lokal atau daerah.
2. Untuk menciptakan local accountability, artinya dengan otonomi akan meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memperhatikan hak-hak masyarakat.
3. Untuk mewujudkan local responsiveness, artinya dengan otonomi daerah diharapkan akan mempermudah antisipasi terhadap berbagai masalah yang muncul dan sekaligus meningkatkan akselerasi pembangunan sosial dan ekonomi daerah.
Selanjutnya jika dilihat dari tujuan otonomi daerah menurut UU No. 22 Tahun 1999 pada dasarnya adalah sama yaitu otonomi daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif
masyarakat serta peningkatan pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu secara nyata, dinamis dan bertanggungjawab sehingga
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan di daerah yang akan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal.
Nyata berarti pemberian otonomi pada daerah didasarkan pada faktor-faktor, perhitungan, tindakan dan kebijaksanaan yang benar-benar menjamin daerah yang bersangkutan dapat mengurus rumah tangganya sendiri. Sedangkan
bertanggungjawab adalah pemberian otonomi yang diupayakan untuk memperlancar pembangunan di pelosok tanah air. Uraian di atas merupakan tujuan ideal dari otonomi daerah. Pencapaian tujuan tersebut tentunya tergantung dari kesiapan masing-masing daerah yang menyangkut
ketersediaan sumber daya atau potensi daerah, terutama adalah sumber daya manusia yang tentunya akan berperan dan berfungsi sebagai motor penggerak jalannya pemerintahan daerah.
B. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Berdasarkan UU NO 33 Tahun 2004 bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah Pendapatan yang diperoleh dan dipungut berdasarkan peraturan daerah berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan perundang-undangan. Dalam kenyataannya PAD belum bisa memberikan kontribusi yang siginifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan, tidak signifikannya peran PAD dalam anggaran daerah tidak lepas dari system tax assigment di Indonesia yang masih memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah pusat untuk mengumpulkan pajak-pajak potensial.
Menurut Warsito (2001:128) Pendapatan Asli Daerah “Pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah daerah. Sumber PAD terdiri dari: pajak daerah, restribusi daerah, laba dari badan usaha milik daerah (BUMD), dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah”.
(PAD) Merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah ,hasil distribusi hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain- lain pendapatan asli daerah yang sah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otoda sebagai perwujudan asas desentralisasi.
Sebagaimana telah diuraikan terlebih dahulu bahwa pendapatan daerah dalam hal ini pendapatan asli daerah adalah salah satu sumber dana pembiayaan pembangunan daerah pada kenyataannya belum cukup memberikan sumbangan bagi pertumbuhan daerah, hal ini mengharuskan pemerintah daerah menggali dan meningkatkan pendapatan daerah terutama sumber pendapatan asli daerah.Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi Daerah, basil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai mewujudan asas desentralisasi. (Penjelasan UU No.33 Tahun 2004)
Faktor keuangan merupakan hal yang penting dalam setiap kegiatan pemerintahan, karena hamper tidak ada kegiatan pemerintahan yang tidak membutuhkan biaya (Kaho, 1997: 61; Suparmoko, 2002:16). Sehubungan dengan posisi keuangan ini, ditegaskan bahwa pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan terhadap masyarakat dan melaksanakan pembangunan. Sehubungan hal tersebut, daerah hendaknya memiliki
mengembangkan potensi sumber keuangannya sendiri.
Menurut Davey (1988), sumber pendapatan pemerintah regional adalah sebagai berikut:
1. Alokasi dari pemerintah pusat: a) Anggaran pusat (votes); b) Bantuan pusat (grants); c) Bagi-hasil pajak; d) Pinjaman; e) Penyertaan modal. 2. Perpajakan. 3. Retribusi (charging). 4. Pinjaman.
5. Perusahaan (badan usaha).
Menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, sumber pendapatan daerah terdiri atas:
1. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Pajak daerah digolongkan ke dalam dua kategori menurut tingkat Pemerintahan Daerah, yaitu: 1) Pajak Provinsi yang terdiri dari: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; dan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. 2) Pajak Kabupaten/Kota yang terdiri dari: Pajak Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Reklame; Pajak
Penerangan Jalan; Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; dan Pajak Parkir.
b. Hasil Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi daerah dibagi atas tiga golongan, yaitu:
Retribusi Jasa Umum; Retribusi Jasa Usaha; dan Retribusi Perizinan Tertentu.
Hasil perusahaan milik daerah merupakan bagian dari
keuntungan/laba bersih Perusahaan Daerah baik bagi Perusahaan Daerah yang modalnya untuk seluruhnya terdiri dari kekayaan daerah, maupun yang modalnya untuk sebagian terdiri dari kekayaan daerah yang dipisahkan.
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah antara lain terdiri dari hasil penjualan asset tetap daerah dan jasa giro.
2. Dana Perimbangan
Dana perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintahan daerah dalam mencapai tujuan pemeberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik (PP No.104 Tahun 2000).
Adapun pos-pos dana perimbangan tersebut terdiri dari:
a. Bagian daerah dari Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari Sumber Daya Alam, seperti: kehutanan, perikanan, pertambangan, minyak, dan gas bumi.
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
c. Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. Selanjutnya bagi daerah yang sumber daya alamnya terbatas namun memiliki jumlah penduduk yang besar maka memperoleh maka memperoleh DAK yang cukup besar demikian pula sebaliknya. Pembagian DAK akan menciptakan
horizontal equity bagi daerah sedangkan pembagiannya disebut
vertical equity yaitu antar pusat dan daerah.
3. Pinjaman Daerah
Pinjaman daerah berasal dari dalam negeri dan dari luar negeri. Pinjaman daerah dari dalam negeri bersumber dari pemerintah pusat, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, masyarakat dan sumber lainnya. Sedangkan pinjaman dari luar negeri dapat berupa pinjaman bilateral atau pinjaman multilateral.
Lain-lain pendapatan daerah yang sah bersumber dari hibah atau penerimaan dari daerah provinsi atau daerah kabupaten/kota lainnya.
C. Pengertian Pemerintah Daerah
Menurut Undang-undang nomor 32 tahun 2004 Pasal 1 ayat 2 yang dimaksud pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Negara tahun 1945. Sesuai dengan Undang-undang Dasar Negara Repubik Indonesia Tahun 1945 dalam penjeasannya di Undang-undang nomor 32 tahun 2004, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.
Disamping itu melalui otonomi luas daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan
kekhususan dan keragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aspek hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Disamping itu, perlu diperhatikan pula peluang dan tantangan dalam persaingan global dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar mampu menjalankan perannya tersebut, daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
D. Pengertian Retribusi
Didalam buku Perpajakan Indonesia Edisi 10 ; salemba empat, dijelaskan bahwa Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut dengan Retribusi sesuai dengan Undang-Undang DPRD adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemberian Daerah unutk kepentingan orang pribadi atau badan. Pemungutan Retribusi ini juga memperhatikan objek dan subjek Retribusi seperti halnya Pungutan Pajak Daerah.
1. Objek Retribusi
Pemungutan Retribusi dilakukan terhadap objek retribusi yaitu :
1. Jasa Umum
Retribusi jasa umum yang dikenakan atas jasa umum yang
Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan bermanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan termasuk dalam kategori retribusi jasa umum :
a. Retribusi Pelayanan Kesehatan.
b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan
c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk Dan Akta Catatan Sipil.
d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat. e. Retribusi Pelayanan Parkir Di Tepi Jalan Umum.
f. Retribusi Pelayanan Pasar
g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta
j. Retribusi Penyediaan dan Penyedotan Kakus k. Retribusi Pengelolaan Limah Cair
l. Retribusi Pelayanan Tera / Tera Ulang m. Retribusi Pelayanan Pendidikan
n. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi
Jenis Retribusi Umum dimaksud dapat juga tidak dipungut bila ternyata potensi penerimaannya kecil dan atas kebijakan
Retribusi jasa usaha ini dikenakan atas jasa usaha sebagai objek retribusi jasa usaha ini yaitu :
a. Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal
b. Pelayanan oleh pemerintah daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta.
Termasuk kategori retribusi Jasa Usaha :
a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah b. Retribusi Pasar Grosir dan Pertokoan c. Retribusi Tempat Pelelangan
d. Retribusi Terminal
e. Retribusi Tempat Khusus Parkir f. Retribusi Tempat Penginapan/Vilaa g. Retribusi Rumah Potong Hewan h. Retribusi Pelayanan Kepelabuhan
i. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga j. Retribusi Penyebrangan di Air dan,
k. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah
3. Retribusi Perizinan Tertentu
Sebagai objek retribusi perizinan tertentu ini yaitu perizinan pelayanan tertentu oleh pemerintah daerah kepada orang pribadi atau pribadi
pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis Retribusi perizinan tertentu ini meliputi :
a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol c. Retribusi Izin Gangguan
d. Retribusi Izin Trayek e. Retribusi Izin Periklanan
2. Retribusi Daerah
Terdapat dua karakteristik yang penting dalam retribusi (menurut Adolf Wagner C.Goedhart) yaitu:
a. Adanya sifat kontraprestasi tertentu yang langsung dapat ditunjuk bagi jasa yang diberikan oleh negara.
b. Prestasi negara yang bersangkutan dilakukan berdasarkan tugas spesifik negara.
Menurut cara menentukan jumlah pungutan, maka retribusi dapat dibagi menjadi :
ditentukan atau tergantung pada pendapatan dari para pembayar retibusi. Sedangkan retribusi menurut cara pembayarannya dapat dibedakan dalam retribusi kontan dan retribusi materi.
Di dalam pelaksanaan pemungutan retribusi haruslah diperhatikan norma-norma hukum yang berlaku, atas pemungutan retribsui tersebut. Menurut Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1957, tentang Peraturan umum retribusi daerah yang menyebutkan batasan dan azas pengenaan retribusi daerah :
1. Retribusi tidak boleh merupakan rintangan keluar masuknya atau pengangkatan barang keluar dan kedalam daerah
2. Dalam peraturan retribusi daerah tidak boleh diadakan perbedaan, atau memberikan keistimewaan yang menguntungkan perorangan, golongan atau keagamaan.
Penarikan pemungutan yang merupakan keterkaitan antara pemerintah dengan warga negara dalam hubungan yang bersifat hukum publik, maka pemungutan tersebut bagi Pemerintah paling sedikit harus memenuhi prasyarat-prasyarat yang berlaku secara umum.
3. Ketentuan Umum Retribusi Daerah
Ketentuan yang dimaksud adalah ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang undangan pajak dan retribusi daaerah yaitu meliputi:
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
2. Wajib Retribusi adalah orang atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.
3. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,
persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, koperasi yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya.
4. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
5. Jasa Umum adalah jasa yang diberikan atau disediakan oleh
Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan pemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
6. Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 8. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan
batas waktu bagi Wajib Retribusi diwajibkan untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan. 9. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara
teratur untuk mengumpulkan data dan informasi.
10. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan danretribusi berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi.
11. Penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah dan retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
Sesuai dalam peraturan daerah Kota Bandar Lampung No. 6 Tahun 2011 tentang retribusi terminal tertuang di dalamnya bahwa: (Dishub , 2011)
1. Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat, menurunkan orang, barang, mengatur kedatangan, dan pemberangkatan kendaraan umum yang merupakan wujud simpul jaringan transportasi. 2. Retribusi terminal adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
fasilitas yang diberikan kepada umum didalam lingkungan terminal.
1. Nama, Objek dan Subjek Retribusi menurut Perda No.6 tahun 2011
Pasal 19
Dengan nama Retribusi Terminal dipungut Retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan dan pemakaian fasilitas terminal yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 20
a) Objek Retribusi Terminal adalah pelayanan penyediaan Tempat Parkir untuk kendaraan penumpang, Bus Umum, Tempat kegiatan Usaha, dan fasilitas lainnya di lingkungan Terminal yang disediakan, dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah Daerah.
b) Dikecualikan dari objek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah terminal yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah, BUMN, BUMD dan Pihak Swasta.
Subjek Retribusi Terminal adalah Orang Pribadi atau Badan yang menggunakan fasilitas terminal yang disediakan oleh Pemerintah Daerah.
2. Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa menurut Perda No.6 tahun 2011
Pasal 22
Tingkat penggunaan jasa Terminal diukur berdasarkan jenis fasilitas yang digunakan, ukuran tempat dan frekuensi waktu penggunaan fasilitas Terminal.
3. Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Struktur dan besarnya tarif Retribusi Terminal ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan daerah ini.
RETRIBUSI TERMINAL
Jenis pelayanan Jenis kendaraan/Fasilitas Tarif (Rp)
Tempat Memuat dan Menurunkan Penumpang Umum dan Mobil Bus Umum 1. Angkutan Kota : a. Mobil Penumpang b. Bus c. Taxi 2. Angkutan perbatasan : a. Mobil Penumpang 1.500/hari 1.000/sekali masuk 1.000/sekali masuk 1.000/sekali masuk 3. Angkutan Antar Kota
Dalam Provinsi (AKDP) a. Mobil penumpang b. Bus  Ekonomi  Eksekutive/AC 2.000/sekali masuk 2.000/sekali masuk 5.000/sekali masuk 4. Angkutan antar kota antar
provinsi (AKAP) a. Mobil penumpang b. Bus  Ekonomi  Eksekutive/AC 5.000/sekali masuk 5.000/sekali masuk 10.000/sekali masuk Tempat Bongkar Muat Mobil Barang atau Non Bus 5.000/sekali masuk
Tempat Parkir
1. Kendaraan tidak Umum:  Mobil Penumpang  Bus
 Mobil Angkutan Barang  Sepeda motor
2. Kendaraan yang menginap
2.000/sekali masuk 5.000/sekali masuk 5.000/sekali masuk 1.000/sekali masuk 5.000/hari
Kios Tempat usaha 5.000/m2 /bulan
Sarana kebersihan umum
Pemakaian Fasilitas Kamar Mandi Umum WC Umum Pengambilan Air 2.000/sekali masuk 2.000/sekali masuk 1.000/pikul Kebersihan lingkungan terminal Tempat Usaha/Kios: 1. Kecil (luas < 16 m2) 2. Sedang (luas 16 s/d 25 m2) 3. Besar (luas > 25 m2) 2.000/hari 3.000/hari 5.000/hari Tempat istirahat awak
kendaraan umum Per Orang 3.000/sekali masuk
1. Pengertian Tarif
Pengertian tarif sering kali diartikan sebagai daftar harga (sewa, ongkos dan sebagainya) sehingga dengan kata lain tarif sama dengan harga. Dalam kamus bahasa indonesia tarif merupakan harga satuan jasa, aturan pungutan dan daftar bea masuk. Dapat disimpulkan bahwa tarif
merupakan kebijakan daftar harga atas pembayaran jasa, sewa, ongkos dan sebagainya, tarif juga menjadi dasar aturan pungutan tertentu dan sebagai daftar bea masuk.
2. Jenis-jenis Tarif
Selanjutnya akan dijelaskan beberapa jenis-jenis tarif:
1. Tarif nominal : adalah besarnya presentase tarif suatu barang tertentu yang tercantum dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI). Buku Tarif Bea Masuk Indonesia yang digunakan saat ini adalah buku tarif berdasarkan ketentuan harmonized system atau HS yang menggunakan penggolongan barang dengan sistem 9 digit.
Penggolongan barang dengan sistem digit ini akan mempermudah dan memperlancar arus perdagangan internasional karena adanya kesatuan kode barang untuk seluruh negara, terutama yang telah menjadi anggota World Customs Organization (WCO) yang bermarkas di Brussel.
Effective Rate of Protection (ERP), yaitu kenaikan Value Added Manufacturing (VAM) yang terjadi karena perbedaan antara presentase tarif nominal untuk barang jadi atau CBU (Completely Built-Up) dengan tarif nominal untuk bahan baku/ komponen input impornya atau CKD (Completely Knock Down).
3. Tarif berdasarkan harga (burden rate) : tarif yang digunakan dalam pembebanan overhead pra produksi.
4. Tarif bunga efektif (effective rate of interest) : adalah tarif bunga di pasaran pada saat pengeluaran obligasi.
5. Tarif dasar (basing rate):