Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari berbagai instansi dan lembaga pemerintah yang terkait. Jenis data yang digunakan adalah data deret waktu (time series) dengan periode waktu dari bulan Januari 1985 hingga Desember 2011. Dalam estimasi volatilitas harga yang merupakan tujuan pertama, data yang digunakan adalah harga komoditi beras, jagung dan kedelai di tingkat konsumen. Sumber ketiga data tersebut berasal dari BULOG. Sumber data untuk tujuan kedua yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi volatilitas harga pangan berasal dari International Financial Statistics (IFS), Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), Kementerian Pertanian, World
Development Indicator (WDI), dan lembaga nasional maupun internasional lainya
yang terkait. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi volatilitas harga pangan adalah: harga minyak dunia, harga beras; jagung; dan kedelai dunia, produksi, iklim atau cuaca, nilai tukar dan suku bunga. Faktor iklim atau cuaca akan didekati dengan variabel curah hujan.
Data yang digunakan untuk menjawab tujuan ketiga yaitu analisis pengaruh volatilitas terhadap indikator makroekonomi dibagi menjadi dua yaitu untuk menganalisis inflasi dan PDB sektor pertanian. Data yang digunakan pada bagian inflasi adalah data inflasi, volatilitas harga ketiga komoditas, suku bunga, nilai tukar dengan jenis data bulanan. Khusus untuk analisis PDB sektor pertanian periode waktu yang dipakai berupa data kuartalan dikarenakan rentang waktu terkecil dari Produk Domestik Bruto (PDB) dalam bentuk kuartal dimulai dari kuartal satu tahun 1985 higga kuartal empat tahun 2011. Variabel yang digunakan untuk menganalisis dampak PDB pertanian adalah volatilitas harga ketiga komoditas, suku bunga, nilai tukar, investasi dalam negeri, dan investasi luar negeri sektor pertanian. Data tersebut bersumber dari BPS, BI dan IFS serta lembaga internasional dan nasional lainnya. Penentuan inflasi dan pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat merepresentasikan indikator makroekonomi khususnya di Indonesia.
Metode Pengolahan Data Estimasi Volatilitas Harga Pangan
Model ARCH-GARCH digunakan untuk menghitung besaran volatilitas harga pangan pokok yaitu beras, jagung, dan kedelai. Harga pangan pokok dinilai mengalami peningkatan dan penurunan tajam, sehingga perlu dilakukan perhitungan nilai volatilitas. Volatilitas terjadi karena varians residual tidak konstan sehingga homoskedastisitas tidak dapat dipenuhi.
Model ARCH digunakan untuk mengestimasi data yang memiliki volatilitas tinggi. Volatilitas tinggi artinya data pada suatu periode memiliki fluktuasi dan residual yang tinggi dan pada periode berikutnya fluktuasi serta residualnya rendah, sehingga ragam residual akan sangat bergantung pada ragam residual periode sebelumnya. Model ARCH pertama kali diperkenalkan oleh Engle (1982) yang menganalisis adanya masalah ragam residual dalam data deret waktu. Ragam
residual yang berubah-ubah terjadi karena ragam residual tidak hanya fungsi dari peubah bebas, tetapi juga tergantung pada residual di masa lalu. Persamaan dalam model ARCH adalah sebagai berikut:
2
t= α0 + α1e2t-1 ... (3.1)
Persamaan (3.1) terdiri dari ragam residual ) 2t) yang memiliki unsur
konstanta )α0) dan kuadrat residual periode yang lalu (e2t-1). Model dari residual et
adalah conditional heteroscedasticity pada residual e2t-1. Persamaan (3.1)
merupakan model ARCH (1) karena ragam dari residual et hanya dari fluktuasi
residual kuadrat satu periode sebelumnya. Jika ragam residual tergantung dari fluktuasi residual kuadrat beberapa periode sebelumnya (lag p), maka model ARCH dapat disimbolkan dengan ARCH (p) yang persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut:
2
t= α0 + α1e2t-1 + α1e2t-2 + α1e2t-3 + ... + αpe2t-p...(3.2)
Model ARCH mengalami perkembangan dengan adanya generalisasi model menjadi GARCH yang diperkenalkan oleh Bollerslev (1986). Model GARCH menyatakan bahwa ragam residual tidak hanya tergantung dari residual periode sebelumnya, namun juga tergantung pada ragam residual periode sebelumnya. Berdasarkan Bollerslev (1986) model GARCH dapat dirumuskan sebagai berikut:
... (3.3) Analisis grafik dengan plot time series dilakukan terlebih dahulu yang bertujuan untuk melihat kecenderungan data variabel harga pangan. Terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam menghitung volatilitas menggunakan model ARCH-GARCH:
Tahap Identifikasi
Identifikasi digunakan untuk mengetahui apakah data yang akan dianalisis mengandung unsur heteroskedastisitas atau tidak. Langkah identifikasi yang harus dilakukan adalah membentuk model deret waktu dengan metode Box-Jenkin. Berdasarkan model Box-Jenkin yang telah dibangun, dapat dideteksi ada tidaknya efek ARCH pada residualnya. Dua metode yang digunakan untuk menguji efek ARCH ( Juanda dan Junaidi 2012) yaitu:
(1) Pola Residual Kuadrat melalui Korelogram
Ada atau tidaknya unsur ARCH dalam model dapat diketahui dari koefisien autokorelasi (ACF) dan autokorelasi parsial (PACF). Kedua koefisien tersebut memiliki unsur ARCH apabila keduanya signifikan secara statistik. Kedua koefisien tersebut didapat dari korelogram residual kuadrat dan perhitungan Ljung
Box Q statistics sampai lag tertentu.
(2) Uji ARCH-LM
Terdapat beberapa tahapan dalam uji ARCH-LM, yaitu:
a) Esimasi persamaan Yt= 0+ 1Xt + et menggunakan metode Ordinary Least
Square (OLS) untuk memperoleh nilai residual dan residual kuadrat.
b) Regresikan residual kuadrat dengan lag residual kuadrat seperti pada persamaan 2t= α0 + α1e2t-1 + α1e2t-2 + α1e2t-3 + ... + αpe2t-p.
c) Persamaan pada tahap (b) akan mengikuti distribusi chi-square dengan derajat bebas p dengan syarat sampel yang digunakan adalah sampel besar
, jika χ2hitung lebih besar dibandingkan nilai kritis χ2
pada selang kepercayaan tertentu, maka tolak H0. Tolak H0 menunjukkan bahwa
model memiliki unsur ARCH. Tahap Estimasi
Estimasi dan simulasi beberapa model persamaan ragam yang telah dibentuk dari persamaan awal. Pilih model terbaik dengan memperhatikan signifikansi parameter estimasi menggunakan goodness of fit karena menggunakan metode Maximum Likelihood (ML). Goodness of fit yang dilihat berdasarkan nilai Log Likelihood dan kriteria Akaike Information Criterion (AIC)
dan Schwartz Criterion (SC) terkecil.
(1) Akaike Information Criterion (AIC)
AIC = ln (MSE) + 2 x K/N ... (3.4)
(2) Schwartz Criterion (SC)
SC = ln (MSE) + [K x log (N)/N] ... (3.5) dimana:
MSE = Mean Square Error
K = banyaknya parameter N = banyaknya data pengamatan Tahap Evaluasi
Beberapa uji yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi model yang telah didapat dengan menggunakan beberapa pengujian, yaitu (1) pengujian normalitas
error, (2) pengujian keacakan residual, dan (3) pengujian efek ARCH. Uji Jarque
Bera (JB) digunakan untuk menguji normalitas residual baku model. Uji JB menguji antara kemenjuluran (skewness) dan keruncingan (kurtosis) data dari sebaran normal dan memasukkan ukuran keragaman. Hipotesis yang dibangun adalah:
H0: residual baku menyebar normal
H1: residual baku tidak menyebar normal
Tolak H0 jika JB > χ22 )α) atau jika P )χ22 > JB) kurang dari α. Persamaan Uji JB
sebagai berikut:
... (3.6) dimana:
S = kemenjuluran K = keruncingan
k = banyaknya koefisien penduga N = banyaknya data pengamatan
Model ARCH-GARCH dianggap baik jika dapat menghilangkan autokorelasi yaitu bila residual baku merupakan proses white noise. Cara yang digunakan untuk memeriksa koefisien autokorelasi residual baku dengan uji statistik Ljung-Box. Uji Ljung-Box (Q*) merupakan pengujian kebebasan residual baku. Persamaan Ljung-Box dengan menggunakan data deret waktu dapat dituliskan sebagai berikut:
dimana:
r1)εt) = autokorelasi contoh pada lag 1
k = maksimum lag yang diinginkan
Jika nilai Q* lebih besar dibandingkan nilai χ22 )α) dengan derajat bebas k-p-q
atau jika P )χ2
(k-p-q) > Q*) lebih kecil dari taraf nyata maka model tersebut
dianggap tidak layak.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Volatilitas Harga Pangan
Faktor-faktor yang mempengaruhi volatilitas harga pangan akan dianalisis menggunakan model ekonometrika. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi volatilitas harga pangan adalah harga minyak dunia, harga dunia untuk ketiga komoditas pangan, produksi ketiga jenis pangan, nilai tukar, suku bunga dan iklim atau cuaca. Kenaikan harga minyak dunia berdampak terhadap produksi pertanian. Tingginya harga minyak dunia menyebabkan harga input pertanian juga meningkat seperti pupuk. Meningkatnya harga minyak dunia menyebabkan permintaan energi terbarukan (bio-energi) yang berasal dari komoditas pertanian meningkat (Tangermann 2011). Meningkatnya harga minyak dunia diduga akan meningkatkan volatilitas harga pangan.
Harga dunia untuk ketiga komoditas pangan diduga memiliki pengaruh positif terhadap volatilitas harga pangan. Apabila harga pangan dunia meningkat, maka volatilitas harga pangan akan ikut naik. Harga pangan dunia akan berdampak terhadap harga domestik. Tingginya harga pangan dunia akan membuat harga pangan dalam negeri juga meningkat. Hal ini diperkuat apabila sebagian besar kebutuhan pangan domestik diimpor.
Produksi pangan yang bervariasi disebabkan oleh variasi lahan yang digunakan untuk menanam dan perbedaan hasil panen karena pengaruh cuaca. Guncangan terhadap produksi yang mengakibatkan volatilitas harga disebabkan oleh elastisitas permintaan dan penawaran. Elastisitas penawaran dan permintaan memperlihatkan respon dari produsen maupun konsumen terhadap perubahan harga (Gilbert dan Morgan 2010). Produksi pangan yang tinggi diharapkan dapat menurunkan volatilitas harga beras.
Nilai tukar dan suku bunga riil merupakan variabel makroekonomi yang dapat mempengaruhi harga pangan. Rendahnya suku bunga menyebabkan investasi bergeser dari investasi di bidang aset keuangan menjadi investasi di bidang aset fisik (Tangermann 2011). Nilai tukar mata uang suatu negara banyak bergantung terhadap dollar Amerika, sehigga harga komoditas dipengaruhi oleh nilai tukar terhadap dollar Amerika (Helbling et al. 2008). Apabila nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika rendah diduga akan meningkatkan volatilitas harga pangan. Apabila suku bunga riil meningkat diduga akan menurunkan volatilitas harga pangan.
Cuaca adalah faktor yang paling sering mempengaruhi kenaikan harga pangan terutama pada tahun 2006 hingga 2008. Pada tahun 2008, Australia sebagai eksportir utama gandum di dunia mengalami musim kemarau panjang. Pada tahun 2006 dan 2007, Kanada yang juga berperan sebagai eksportir gandum dunia mengalami penurunan produksi yang disebabkan oleh faktor cuaca (Tangermann 2011). Cuaca yang ekstrim membuat produksi output menjadi bervariasi sehingga harga juga bervariasi yang menyebabkan volatilitas.
Banyaknya bencana alam seperti kemarau panjang dan banjir akibat cuaca yang ekstrim diduga akan meningkatkan volatilitas harga pangan.
Model ekonometrika yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi volatilitas harga pangan adalah ARCH-GARCH. Model ini digunakan untuk menghilangkan permasalahan asumsi klasik dalam model regresi yaitu heteroskedastisitas. Model ARCH-GARCH selain berguna untuk menghilangkan heteroskedastisitas, juga dapat digunakan untuk menghilangkan masalah autokorelasi. Masalah autokorelasi dapat dihilangkan dengan menambahkan variabel auto regressive pada variabel bebasnya atau mendiferensiasikan variabel terikat dan variabel bebasnya. Suatu persamaan dalam model ARCH-GARCH dikatakan telah terbebas dari autokorelasi dengan melihat hasil korelogram atau melalui uji akar unit.
Model ARCH-GARCH telah dituliskan dalam persamaan 3.1 sampai 3.3. Dalam perkembangannya, model ini memiliki banyak variasi diantaranya model ARCH in mean (ARCH-M), Treshold ARCH (TARCH), Eksponensial ARCH/GARCH (EGARCH), Simple asymmetric (SAARCH) dan masih banyak lagi. Pada penelitian ini, selain model ARCH-GARCH secara umum yang sudah dituliskan dalam bentuk persamaan, model lainnya yang akan dibahas adalah TARCH. Persamaan model TARCH sebagai berikut (Nachrowi dan Usman 2006):
Setelah mendapatkan model ARCH-GARCH yang sesuai, model harus diuji dahulu menggunakan uji-F maupun uji-t, uji akar unit (unit root) untuk memeriksa kestasioneran data, dan uji asumsi klasik.
Uji-F
Uji-F bertujuan untuk menguji model secara keseluruhan. Tahapan dalam uji-F adalah sebagai berikut (Juanda 2007):
Hipotesis statistik:
Ho: = (atau ≤ ) atau ) 2= 3=0)
H1: > (atau / >1) atau ) 2atau 3≠0)
Statistik uji yang digunakan adalah Fhit = KTR/KTS ~ F(dbr, dbe), secara matematis
dapat dituliskan sebagai berikut:
F(K-1, N-K) = ... (3.9)
dbr = banyaknya peubah bebas X = (k-1)
dbe = n-k
Kriteria keputusan dalam uji-F adalah: Jika Fhit > F α)dbr,dbe) maka terima H1
Jika Fhit < F α)dbr,dbe) maka terima H0
Uji-t
Uji-t berfungsi untuk menguji apakah koefisien slope k nyata secara
statistik ) k≠0). Hipotesis yang digunakan untuk melakukan uji-t yaitu (Juanda
2007):
Ho: j = 0
Secara matematis, uji-t dapat dituliskan sebagai berikut: thit = ... (3.10)
Kriteria penarikan kesimpulan untuk uji-t adalah: Jika thit > tα/β,dbe=n-k atau P-value < α maka tolak H0
Jika thit < tα/β,dbe=n-k atau P-value > α maka terima H0
Uji Stasioneritas Data
Data deret waktu dikatakan stasioner jika nilai tengah dan ragamnya konstan dari waktu ke waktu dan peragam (covariance) antara dua data deret waktu hanya tergantung dari lag antara dua periode waktu terebut. Cara yang dilakukan untuk mengatasi data yang tidak stasioner pada nilai tengah menggunakan proses diferensiasi terhadap deret data asli. Data yang tidak stasioner pada ragamnya dapat diatasi dengan mengubah bentuk data asli menjadi bentuk logaritma natural (ln). Apabila data tidak stasioner pada ragam dan nilai tengah dapat dilakukan proses diferensiasi dan transformasi ln atau akar kuadrat.
Pengujian stasioneritas data dilakukan dengan menguji akar-akar unit. Pengujian akar unit dapat dilakukan dengan dua metode yaitu: (a) Dickey Fuller Test (DF) dan (b) Augmented Dickey Fuller Test (ADF).
a. Dickey Fuller Test (DF)
Dickey dan Fuller membangun tiga persamaan regresi yang dapat digunakan untuk menguji akar unit (Enders 1995) yaitu:
Model Random Walk: ... (3.11) Model Random Walk dengan intersep: ... (3.12) Model Random Walk dengan intersep dan trend:
... (3.13)
Uji Dickey Fuller dilakukan dengan menghitung nilai statistik dengan
rumus:
... (3.14) Hipotesis yang dibangun untuk pengujian Dickey Fuller adalah:
H0: = 0 )yt tidak stasioner)
H1: < 0 )yt stasioner)
Nilai statistik yang diperoleh dari hasil perhitungan dibandingkan dengan τ
McKinnon Critical Values. Data dikatakan stasioner jika statistik > τMcKinnon
Critical Values, sehingga tolak H0.
b. Augmented Dickey Fuller Test (ADF)
Pengujian Augmented Dickey Fuller dapat dilakukan dengan menambahkan trend dan intersep. Kriteria penerimaan hipotesis sama seperti pengujian DF dengan membandingkan antara statistik dengan τ McKinnon Critical Values. Persamaan Augmented Dickey Fuller Test menurut Enders (1995) dapat dituliskan sebagai berikut:
Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya pelanggaran dalam model yang dibangun. Terdapat empat macam uji asumsi klasik yaitu, uji multikolinearitas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji normalitas. Masing-masing dari setiap uji akan dijelaskan sebgai berikut:
a. Uji terhadap Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah salah satu pelanggaran asumsi klasik dalam analisis regresi. Semakin tinggi korelasi antar dua atau lebih variabel-variabel independen dalam sebuah model yang benar, semakin sulit memperkirakan secara akurat koefisien-koefisien pada model yang benar Sarwoko (2005). Ada tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dengan memeriksa koefisien-koefisien korelasi sederhana antar variabel-variabel penjelas. Apabila r adalah tinggi nilai absolutnya, maka diketahui bahwa ada dua variabel penjelas tertentu berkorelasi dan masalah multikolinearitas ada di dalam persamaan tersebut.
Cara lain yang dapat ditempuh untuk mendeteksi adanya multikolinearitas menurut Sarwoko (2005) dengan melihat nilai variance inflation factor (VIF). VIF merupakan cara untuk mendeteksi multikolinearitas dengan melihat sejauh mana sebuah variabel penjelas dapat diterangkan oleh semua variabel penjelas lainnya. Semakin tinggi VIF suatu variabel tertentu, semakin tinggi varian koefisien estimasi pada variabel tersebut. Pada umumnya multikolinearitas dikatakan berat apabila angka VIF dari suatu variabel melebihi 10.
b. Uji terhadap Autokorelasi
Pelanggaran asumsi klasik lainnya adalah autokorelasi. Autokorelasi dapat terjadi jika dalam pengamatan-pengamatan yang berbeda tidak terdapat korelasi antar error term. Uji d Durbin-Watson merupakan salah satu cara untuk mendeteksi adanya autokorelasi. Beberapa tahapan untuk melakukan uji Durbin- Watson adalah sebagai berikut (Sarwoko 2005):
i. Cari nilai residu dengan OLS dari persamaan yang akan diuji dan hitung statistik d dengan menggunakan persamaan: d =
... (3.16) ii. Tentukan ukuran sampel dan jumlah variabel independen, kemudian lihat tabel
statistik Durbin-Watson untuk mendapatkan nilai kritis d yaitu nilai Durbin- Watson Upper dU dan nilai Durbin-Watson Lower dL.
iii. Susun hipotesis Ho dan H1 seperti:
Ho : ρ ≤ 0 )tidak ada autokorelasi positif)
H1: ρ > 0 )ada autokorelasi positif)
Kriteria keputusan dalam autokorelasi: Tolak Ho, jika d < dL
Terima H1, jika d > dU
Tidak disimpulkan, jika dL≤ d≤ dU
Pada keadaan tertentu untuk menguji persamaan beda pertama, uji d dua sisi akan lebih tepat. Langkah-langkah 1 dan 2 tetap dilakukan, sedangkan langkah 3 adalah menyusun hipotesis nol bahwa tidak ada autokorelasi.
Ho: ρ = 0
H1: ρ ≠ 0
Tolak Ho, jika d < dL Tolak H0, jika d > 4 –dL
Terima H1, jika 4 –dU > d > dU
Selain tiga hal diatas maka tidak ada kesimpulan c. Uji terhadap Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah pelanggaran asumsi klasik lainnya dalam analisis regresi. Pada analisis regresi seharusnya varian residual bersifat homoskedastik atau bersifat konstan, namun apabila terjadi pelanggaran asumsi klasik, maka varian residual tidak lagi bersifat konstan atau disebut heteroskedastisitas. Terdapat banyak cara untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dalam model menurut Sarwoko (2005) diantaranya adalah, metode grafik nilai residu, uji
Goldfeld-Quandt, Uji Glestjer dan uji Park. Pada output komputer dapat
menggunakan berbagai macam pilihan uji-uji yang ada sesuai dengan kebutuhan penelitian.
d. Uji Normalitas
Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah suatu data yang dianalisis menyebar normal atau tidak. Asumsi distribusi normal merupakan asumsi tambahan yang bersifat pilihan bagi variabel disturbance. Pelanggaran asumsi kenormalan terjadi ketika galat )εi) tidak menyebar normal dengan nilai
tengah nol dan ragam 2. Hal ini dapat dilihat dari plot )ε
t) dengan yang masih
berpola. Menurut Sarwoko (2005) untuk menguji hipotesis atau untuk menghitung probabilitas distribusi diperlukan standar distribusi normal. Standar distribusi normal suatu variabel random, Z memiliki nilai rata-rata, u = 0 dan standar deviasi, = 1, dapat ditulis Z ~ σ)0,12).
Analisis Pengaruh Volatilitas Harga Pangan terhadap Indikator Makroekonomi
Dampak volatilitas harga pangan terhadap indikator makroekonomi dianalisis menggunakan error correction model (ECM). ECM adalah model alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah non stasioner dari data deret waktu dan spurious correlation (Thomas 1997). Selain itu, tujuan umum digunakan model ECM untuk mengoreksi perbedaan hasil antara jangka panjang dengan jangka pendek. Manfaat menggunakan ECM adalah informasi yang diperoleh sempurna karena menggabungkan informasi dari jangka pendek maupun jangka panjang. Model ECM dapat digunakan apabila salah satu variabelnya tidak stasioner, tetapi jika semua variabel stasioner maka cukup menggunakan model regresi biasa. Oleh karena itu sebelum memutuskan menggunakan ECM, semua variabel harus diuji kestasioneran datanya terlebih dahulu. Uji stasioneritas data dapat menggunakan uji DF ataupun ADF seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Setelah melakukan uji stasioneritas data, selanjutnya dilakukan uji kointegrasi.
Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi bertujuan untuk menunjukkan bahwa persamaan yang dibangun bukan merupakan regresi semu (spurious regression). Apabila model
yang dibangun terkointegrasi, maka model dikatakan memiliki hubungan jangka panjang. Menurut Thomas (1997), apabila dua peubah dalam data deret waktu tidak stasioner namun kombinasi linier keduanya stasioner, maka kedua peubah tersebut adalah terkointegrasi. Jika bentuk kombinasi tersebut adalah persamaan, maka dapat dikatakan bahwa persamaan tersebut terkointegrasi dan peubah- peubahnya mencerminkan hubungan jangka panjang.
Uji kointegrasi dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode seperti,
Engle-Granger Cointegration Test, dan Cointegration Regression Durbin-Watson
Test. Metode yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah metode Engle-
Granger Cointegration Test. Metode ini dikerjakan melalui dua tahap yaitu,
pertama menguji kestasioneran data masing-masing peubah yang ada pada model. Kedua adalah meregresikan peubah dependen dengan peubah penjelas dan kemudian melakukan pengujian terhadap residual dari persamaan regresi tersebut yang dituliskan sebagai berikut:
………... (3.17)
dimana :
ui = residual
= lag optimal dari peubah dependen
et = error term
Setelah didapatkan hasil pengujian terhadap residual dari persamaan regresi kemudian hasil uji residual tersebut dibandingkan dengan nilai kritis τMcKinnon dengan hipotesis yang dipakai adalah H0 apabila tidak terkointegrasi dan H1
apabila terkointegrasi. Jika hasil uji yang didapat adalah tolak H0 maka ui stasioner dan peubah yang ada pada model terkointegrasi dan regresi antara peubah dependen dan peubah penjelas disebut sebagai regesi yang terkointegrasi. Terdapat dua syarat dalam regresi yang terkointegrasi yaitu syarat perlu dan syarat cukup. Syarat perlu dalam hubungan tersebut adalah peubah yang ada dalam model minimal satu peubah stasioner pada ordo satu (first difference) dan syarat cukup pada hubungan regresi adalah residual harus stasioner (Juanda dan Junaidi 2012). Oleh karena itu peubah-peubah yang ada dalam moodel memiliki hubungan jangka panjang dan dapat dikatakan dalam keadaan long run
equilibrium. Persamaan jangka panjang dapat dituliskan sebagai berikut:
Y = α + 1X1t+ 2X2t + 3X3t+ ... + nXnt + et... (3.18) dimana: α = konstanta = koefisien Y = peubah dependen X = peubah penjelas e = residual
Model jangka panjang yang diestimasi dalam penelitian ini terdiri dari dua yaitu model inflasi dan model PDB sektor pertanian. Model inflasi dalam jangka panjang adalah:
INFt = α + 1VOLTBt + 2VOLTJt + 3VOLTKt + 4EXCt + 5INTt + et... (3.19) t j t j t t u c u e u
1 1 1dengan 1> 0, 2> 0, 3> 0, 4 < 0 dan 5 > 0
dimana:
INF = inflasi α = konstanta
1-5 = koefisien
VOLTBt = volatilitas harga beras pada periode t
VOLTJt = volatilitas harga jagung pada periode t
VOLTKt = volatilitas harga kedelai pada periode t
EXCt = nilai tukar riil pada periode t
INTt = suku bunga riil pada periode t et = residual
Model PDB sektor pertanian dalam jangka panjang dapat dituliskan sebagai berikut:
PDB_Pt = α+ 1VOLTBt + 2VOLTJt + 3VOLTKt + 4INV_DNt + 5INV_LNt + 6INTt + 7EXCt + et... (3.20) dengan 1>0, 2<0, 3<0, 4<0, 5<0, 6<0, 7>0 dimana: PDB_P = PDB sektor pertanian α = konstanta 1-7 = koefisien
VOLTBt = volatilitas harga beras pada periode t
VOLTJt = volatilitas harga jagung pada periode t
VOLTKt = volatilitas harga kedelai pada periode t
INV_DNt = investasi dalam negeri sektor pertanian pada periode t
INV_LNt = investasi luar negeri sektor pertanian pada periode t
INTt = suku bunga riil pada periode t
EXCt = nilai tukar riil pada periode t et = residual
Error Correction Model (ECM)
Model ECM memiliki kelebihan yaitu dapat menggabungkan antara jangka panjang dan jangka pendek, sehingga model ini banyak digunakan dalam penelitian-penelitian. Model ECM dapat dibangun dari pembentukan fungsi awal sebagai berikut:
Y = f(X1, X2, X3)...(3.21)
Apabila persamaan 3.21 dirubah ke dalam model linier, maka persamaan baru dapat ditulis sebagai berikut :
Y= b0+ b1X1+ b2X2 + b3X3 + u ...(3.22)
Persamaan 3.22 akan dibentuk persamaannya menjadi persamaan dinamis yang mengikutsertakan lag atau kelambanan. Persamaan tersebut sering disebut sebagai
Error Correction Model yang dijabarkan sebagai berikut:
DY= b0+ b1DX1+ b2DX2 + b3DX3+ b4BX1 + b5BX2 + b6BX3 +
b7ECT...(3.23)
dimana :
D = First Difference
ECT = Error Correction Term
Persamann 3.23 dapat dijabarkan sebagai berikut:
DYt = b0+ b1DX1t+ b2DX2t + b3DX3t+ b4X1t-1 + b5X2t-1 + b6X3t-1 +
b7ECT...(3.24)
Indikator makroekonomi yang digunakan adalah inflasi dan PDB sektor pertanian, sehingga model ECM yang dibentuk dalam penelitian ini dibagi