• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di Desa Bingkawan, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang dan Laboratorium Biologi Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga Desember 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hutan rakyat, lahan agroforestri (berbasis tanaman cabai umur + 3 bulan), dan pertanian semusim (tanaman cabai umur + 3 bulan) yang memiliki kelerengan 70 - 80 %

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Chin- ong meter, abney level, meteran, tabung pengukur hujan, seng, selang, semen, plastik, water pass,

jerigen, corong, oven, pasak bambu, corong, gelas ukur, botol plastik, cawan aluminium, stiker, timbangan digital, erlenmeyer, kertas saring, hecter gun, alat tulis, dan kamera digital.

Metode Penelitian

Metode pengukuran erosi dan limpasan permukaan ini menggunakan metode alat penampung “Chin- ong meter”. Menurut Widianto dkk. (2004)

Chin-ong meter merupakan suatu penyalur limpasan permukaan yang dipasang di saluran pembuangan plot pengukur limpasan permukaan dan erosi. Chin-ong meter ini terbuat dari plat besi setebal 3 mm yang berbentuk persegi panjang dengan panjang 50 cm, lebar 25 cm dan tinggi 15 cm. Di bagian tengah dan bawah dari alat ini dibuat lubang selebar diameter dalam dari pipa besi berdiamater 5 cm. Di dalam pipa tersebut di buat lubang sempit memanjang guna

pembuangan air yang ditampung dalam jurigen untuk pengukuran limpasan permukaan dan erosi. Limpasan permukaan dan erosi yang lainnya diteruskan ke bawah dalam permukaan dasar Chin-ong meter menuju pembuangan. Untuk mencegah masuknya air hujan langsung digunakan penutup misalnya seng ataupun plastik (Widiyono, 2005).

Alat ini pada bagian yang panjang dipasang agak miring namun pada bagian lebar harus dipasang dalam posisi yang rata dan dicek dengan “water-pas”. Dengan teknik pemasangan tersebut, aliran air diasumsikan sebagai aliran laminer, sehingga sebagian aliran akan masuk silinder dan lainnya terus menuju pembuangan. Perbandingan antara jumlah air yang masuk silinder dan yang keluar setiap alat yang terpasang di lapangan harus dikalibrasikan melalui proses penuangan air 10 liter dari atas alat dan diukur limpasan yang masuk ke dalam jerigen. Selanjutnya jika sudah ada angka kalibrasi untuk setiap alat maka untuk pengamatan limpasan permukaan dan erosi cukup menampung aliran yang lewat

Chin-ong meter, kemudian diukur volume air dan sedimen di jerigen penampung.

Prosedur Penelitian

Gambar 1. Diagram plot erosi dan alat penampung limpasan permukaan dan erosi tanah (Widianto dkk, 2004)

Prosedur Penelitian

Pemilihan lokasi penelitian

Pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas tiga kriteria utama, yakni hutan, agroforestri, dan lahan semusim, dengan asumsi bahwa semakin jarang tutupan lahan, maka limpasan permukaan dan erosi yang terjadi semakin besar. Kelerengan pada masing-masing lahan yang akan dijadikan plot diseragamkan, sehingga faktor perbedaan kelerengan bukan menjadi faktor besar kecilnya limpasan permukaan dan erosi yang akan terjadi.

Pembuatan petak ukur dan pemasangan chin-ong meter

Limpasan permukaan dan erosi dimonitor dan diukur dari petak-petak erosi yang dibangun pada hutan rakyat, lahan agroforestri (berbasis tanaman cabai umur + 3 bulan), dan pada hutan yang sudah ditebang habis dan digantikan dengan tanaman semusim (tanaman cabai umur + 3 bulan). Petak erosi berukuran 40 m2, dengan panjang 10 m (searah lereng) dan lebar 4 m (searah kontur), dengan kemiringan sekitar 70-80 %.

Pembatas petak merupakan seng (pada bagian atas dan bawah petak) dan plastik (pada bagian samping kiri-kanan petak) yang kemudian disanggah oleh bambu. Dari luasan lahan tersebut setiap kejadian hujan diukur besarnya limpasan permukaan dengan menggunakan alat penampung “Chin-ong meter”. Chin-ong meter diletakkan di ujung bawah petak setelah plester semen datar. Limpasan permukaan dan partikel tanah yang melewati Chin-ong meter kemudian dialirkan melalui selang dan masuk ke dalam jerigen.

Pengukuran curah hujan

Alat pengukur hujan yang berdiameter 10 cm dengan tinggi 30 cm diletakkan pada lahan yang terbuka pada titik-titik lahan yang akan diukur erosinya. Alat pengukur hujan tersebut diletakkan pada ketinggian 1,5 m diatas permukaan tanah. Hal ini dilakukan untuk menghindari gangguan hewan, dan memperkecil turbulensi angin (Seyhan, 1990). Pengukuran curah hujan dilakukan selama masa penelitian, minimal 30 kali peristiwa hujan. Kemudian, untuk menghindari penguapan air hujan yang tertampung, pengukuran dilakukan pukul 07.00 WIB. Untuk menghitung curah hujan per hari (mm) digunakan rumus :

CH =

Curah hujan yang terjadi tersebut dihitung rata-ratanya : =

Dimana :

: Rata – rata curah hujan harian

CH : Curah hujan hasil pengukuran alat penakar (mm) CH1 : Curah hujan hari pertama

CH2 : Curah hujan hari kedua

CHn : Curah hujan hari ke- n

n : Jumlah total hari hujan (Seyhan, 1990)

Pengukuran limpasan permukaan

Pengukuran limpasan permukaan dan erosi dilakukan sesudah setiap peristiwa hujan selama masa penelitian. Sebelum dilakukan perhitungan dilakukan kalibrasi terlebih dahulu pada alat “Chin-ong meter”. Metode ini membutuhkan faktor koreksi/kalibrasi terhadap volume yang tertampung dalam alat penampung (jerigen). Faktor kalibrasi ini digunakan untuk mengkonversi besarnya air yang tertampung dalam jerigen menjadi volume air limpasan dari masing-masing tipe tutupan lahan. Kalibrasi dilakukan dengan cara menuangkan air sebanyak 10 liter ke dalam alat, kemudian dihitung air yang tertampung ke dalam jerigen. Untuk mendapatkan hasil yang representatif pengukuran diulang sebanyak 10 kali ulangan, lalu dirata-ratakan. Rumus untuk mendapatkan faktor koreksi adalah modifikasi dari Widianto dkk. (2004) sebagai berikut :

Dimana :

fk : faktor koreksi metode chin ong meter

Pengamatan limpasan permukaan dilakukan dengan cara mengukur air yang berada dalam jerigen penampung air pada setiap hari hujan untuk masing-masing petak erosi. Pengukuran dilakukan pada pukul 07.00 WIB jika sehari sebelumnya terjadi hujan yang menimbulkan limpasan permukaan, hasil pengukuran dalam liter. Kemudian dihitung volume total dari air yang tertampung pada jerigen dengan menggunakan rumus modifikasi dari Widianto dkk. (2004) :

Dimana :

V total :Volume total air tertampung (l)

V tertampung :Volume air yang tertampung pada jerigen (l) Fk : Faktor kalibrasi

Hasil pengukuran tersebut kemudian dihitung dalam satuan meter kubik (m3) dengan rumus :

Dimana :

V total (m3) : Volume total air tertampung dalam satuan m3 v total (l) : Volume total air tertampung dalam satuan liter

Selanjutnya untuk mendapatkan nilai run off, dipergunakan rumus berikut :

!" #$$ % & '

Dimana :

Run off : Limpasan permukaan (m)

V total : Volume total air tertampung (m3) Luas plot : Luas plot petak percobaan, yakni 40 m2

Hasil pengukuran tersebut kemudian dihitung dalam satuan mm dengan rumus :

!" #$$ !" #$$ (

Dimana :

Run Off (mm) :Limpasan permukaan dalam satuan milimeter

Run Off (m) :Limpasan permukaan dalam satuan meter

Kemudian dihitung koefisien run-off dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

) & !" #$$ !" #$$*+

Dimana :

Run Off (mm) : Limpasan permukaan

CH (mm) : Curah hujan hasil pengukuran alat penakar (Seyhan, 1990)

Pengukuran erosi tanah

Pengukuran jumlah tanah yang tererosi dilakukan setiap hari hujan untuk setiap petak erosi pada pukul 07.00 WIB dengan cara mengaduk-aduk tanah yang tererosi pada air limpasan permukaan yang berada pada jerigen. Dari hasil pengadukan tersebut, diambil suspensi air dan tanah tersebut sebanyak 1 liter, dari 1 liter tersebut diambil 250 ml kemudian dimasukkan ke dalam botol. Namun, jika jumlah limpasan permukaan < 250 ml, maka langsung disuspensikan dan dimasukkan ke dalam botol. Hal ini hanya dilakukan pada peristiwa hujan yang menimbulkan limpasan permukaan dalam 30 kali peristiwa hujan. Setelah selesai 30 kali peristiwa hujan, suspensi dalam botol-botol dibawa ke laboratorium untuk pengovenan.

Sebelum diovenkan, supensi dalam botol digoncang hingga tercampur merata. Suspensi tersebut kemudian disaring dengan kertas saring sehingga yang

tersisa hanya tanah hasil tampungan dari erosi yang terjadi kemudian diovenkan. Suhu yang dipakai saat pengovenan adalah 105o Celcius, selama 3 jam. Setelah selesai pengovenan, tanah yang terdapat pada kertas saring (BTKO) ditimbang, lalu hasilnya dikurangi dengan berat kertas saring (BKS), dapat disimpulkan sebagai berikut (Muklis, 2007):

,- ,-). / ,)0

Dimana :

BT : Berat tanah (g) untuk 250 ml contoh air dari plot BTKO : Berat tanah kering oven (g)

BKS : Berat kertas saring (g)

Selanjutnya untuk menghitung besarnya erosi untuk setiap kejadian hujan dari masing-masing plot, digunakan rumus :

,- ( !" #$$12

m : Massa tanah tererosi (g)

Run Off : Limpasan permukaan (ml) hasil dari pengukuran dengan Chin ong meter

BT : Berat tanah (g)

250 ml : Nilai pembanding (dari suspensi), dan jumlahnya bisa < 250 ml, jika limpasan permukaan yang terjadi kecil

Hasil pengukuran tersebut kemudian dihitung dalam satuan ton dengan rumus :

Dimana :

M ton : Massa tanah tererosi (ton) m : Massa tanah tererosi (g)

Untuk mendapatkan erosi aktual (A) dalam satuan ton ha-1 digunakan persamaan berikut :

4 35 6

Dimana :

A : Erosi aktual (ton ha-1)

Luas plot : 40 m2 atau setara dengan 0,004 Ha (Widianto dkk., 2004) Analisis tanah

Salah satu faktor penting dalam terjadinya erosi adalah erodibilitas tanah yakni kepekaan tanah terhadap erosi. Erodibilitas meliputi sifat tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah. Sehingga, mudah tidaknya tanah mengalami erosi ditentukan oleh sifat-sifat tersebut diatas (Arsyad, 2006).

Analisis tanah dilakukan setelah pengamatan 30 kali hujan, tanah diambil pada masing-masing plot. Pengambilan tanah dilakukan pada lima titik per plot, lalu dikompositkan, dengan berat + 0,5 kg. lalu dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Uji tanah meliputi tekstur dan bahan organik tanah.

Tekstur

Dalam menentukan tekstur tanah, dilakukan dengan menggunakan metode

Hydrometer (Bouyoucos) yakni dengan menimbang 25 g tanah kering udara kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, selanjutnya ditambahkan 50 ml larutan Natrium Pirofosfat kemudian dikocok dan didiamkan selama 24 jam, dituang ke dalam gelas ukur 500 ml dan ditambah dengan aquadest, kemudian dikocok sebanyak 20 kali (ditambahkan amyl alcohol untuk menghilangkan buih). Setelah 40 detik pengocokan dimasukkan hydrometer untuk pembacaan pertama, setelah 3 jam berikutnya dimasukkan lagi hydrometer untuk pembacaan kedua, selanjutnya ditentukan persentase liat, debu, dan pasir sebagai berikut :

7 % 8 9 : ; : <, < +=>@ @ ? ( 7 7 % ; : <, < +=>@ @ ?? ( 7

7 9 : 7 % 8 9 : / 7% 7 ; & 7 / 7 % 8 9 :

(Hanafiah dan Elfiati, 2005)

Untuk menentukan nama tekstur maka hasil (% pasir, debu, dan liat) dimasukkan ke dalam Segitiga Tekstur USDA.

Kandungan Bahan Organik

Penetapan bahan organik tanah (C-organik tanah) ditetapkan dengan metode Walkley-Black (C-organik tanah). Dilakukan dengan cara menimbang 0,1 g tanah kering udara (ayakan 10 mesh) kemudian dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml, lalu ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 1 N dan 10 ml H2SO4 pekat

ditambahkan 100 ml air, 5 ml H3PO4 85% dan NaF 4% 2,5 ml, 5 tetes

diphenilamine lalu digoncang (larutan berwarna biru tua), tahap berikutnya adalah titrasi dengan Fe(NH4)2(SO4)2 0,5 N dari buret hingga warna berubah menjadi hijau terang dan dibuat juga blanko serta titrasinya, kemudian dihitung % bahan organik dengan rumus :

7* 2 A / -0 B ( C5D

Dimana :

T = Vol titrasi Fe(NH4)2(SO4)2 0,5 N dengan tanah

S = Vol titrasi Fe(NH4)2(SO4)2 0,5 N blanko (tanpa tanah).

7 ,. 5E1 ( *

Dokumen terkait