• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian mengenai Kajian Desain taman dan rumah tinggal hemat energi ini tidak ditentukan secara pasti, namun menggunakan asumsi. Asumsi lokasi untuk penelitian ini dibatasi pada lokasi beriklim tropis basah Indonesia, dengan kondisi iklim yang digunakan sebagai acuan adalah kota Bogor.

Kota Bogor sendiri secara letak geografis berada pada letak lintang 6° 34' 48" LS dan letak bujur 106° 47' 24" BT. Kota Bogor ketinggian minimum 190 m dan maksimum 330 m dari permukaan laut (Anonim 2009a). Kondisi tanah relatif subur. Kondisi iklim di Kota Bogor, meliputi suhu tertinggi rata-rata tiap bulannya sekitar 30,2 ºC. Kelembaban udara rata-rata sekitar 80 %, curah hujan

rata-rata setiap tahun sekitar 3.000 – 4000 mm/tahun, kecepatan angin rata-rata

per tahun adalah 2 km/jam (skala Beaufort masuk dalam kategori skala 1, tingkatan teduh, tanda-tanda di darat asap mengepul miring, tetapi alat anemo meter tidak berputar) dengan dominasi arah angin dari Timur Laut (BMKG 2011).

Waktu penelitian yang meliputi tahapan pengumpulan data sekunder, penyusunan kriteria, survei pakar, analisis dan sintesis serta konsepsi desain dan visualisasi desain dilakukan selama lima bulan dimulai bulan Desember 2010 sampai dengan bulan April 2011.

Alat dan Data penelitian Alat Penelitian

Penelitian ini menggunakan peralatan baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Alat Penelitian

Hardware dan Software Fungsi

Hardware

Notebook Pengolahan data

Software

Microsoft Office

(Word, Excel, Powerpoint)

Analisis data tabular, pelaporan, presentasi

Expert Choice v.11 Pengolahan Analythical Hierarchy Process

(AHP)

AutoCad 2010 Visualisasi 2 D

Data Penelitian

Jenis dan Sumber Data. Dalam penelitian kajian konsep desain taman dan rumah tinggal hemat energi ini, dibutuhkan data sekunder dan data primer. Data sekunder merupakan data-data dari instansi terkait dan data yang terkait mengenai komponen lanskap rumah tinggal dan arsitektur rumah tinggal yang

terkait dan mendukung tema konsep hijau (green design). Data primer diperoleh

survei pakar, melalui wawancara dan dengan instrumen kuesioner AHP oleh pakar terpilih.

Tahapan dan Metode Penelitian

Proses atau tahapan yang dilakukan dalam melaksanakan penelitian ini terdiri dari tiga tahapan besar, yaitu:

1. Tahap penetapan komponen hemat energi. 2. Tahap pengujian komponen hemat energi. 3. Tahap konseptualisasi desain hemat energi.

Tahapan penelitian tersebut terangkum dalam Gambar 5.

Gambar 5. Skema tahapan penelitian

Tahap Penetapan Komponen Hemat Energi

Pada tahap ini dilakukan studi pustaka (desk study) yang relevan sebagai

bahan analisis komponen-komponen pembentuk unit lanskap rumah tinggal yang berpengaruh terhadap penghematan energi dalam mencapai tujuan penelitian desain taman dan rumah tinggal hemat energi. Analisis dilakukan dengan teknik

34

analisis deskriptif. Penetapan komponen tersebut didasari atas pertimbangan desain yang berkaitan dengan isu desain berkelanjutan dengan pendekatan

green design dan strategi desain pasif (passive design strategy) (Kibert 2008). Hasil dari analisis tersebut, ditetapkanlah komponen-komponen desain hemat energi yang terangkum pada Tabel 6 dibawah ini.

Tabel 6. Penetapan komponen- komponen desain hemat energi

No. Komponen Variabel Pengaruh terhadap penghematan energi

Sumber referensi

1 Tapak Orientasi Perbedaan orientasi terhadap arah mata angin mempengaruhi kondisi termal bangunan. Orientasi yang menghadap ke sisi barat-timur akan mendapatkan panas yang lebih tinggi di banding sisi utara-selatan.

Karyono (2010)

Intensitas tutupan lahan

Intensitas tutupan lahan digunakan

sebagai instrument untuk

mengendalikan kepadatan bangunan (KDB) dan ruang terbuka hijau (KDH). Tujuan hal ini adalah untuk menciptakan keserasian kawasan Perumahan dan Permukiman yang harmonis, sepadan, dan ekologis,

pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan sosial budaya untuk

pencapaian pembangunan

perumahan dan permukiman yang manusiawi dan berkelanjutan.

KEMENPERA (2008)

Topografi Klasifikasi kemiringan lahan yang berpengaruh terhadap proses dan biaya pembangunan.

KEMENTAN (1980)

Jenis tanah Terkait dengan tingkat kesuburan dan kondisi ekologis tanah agar

dapat mendukung pertumbuhan

tanaman. Hanafiah (2010) Bebas dari gangguan geo-biologis

Variabel ini berimplikasi pada kenyamanan karena situasi tapak yang relatif aman & sehat.

Frick dan Mulyani (2006)

Sistem utilitas

Konsep 3R Frick dan

Mulyani (2006)

Tabel 6. Lanjutan

No. Komponen Variabel Pengaruh terhadap penghematan energi

Sumber referensi

2 Tanaman Jenis

tanaman

Terkait strata ekologis tanaman yang dapat membantu ameliorasi iklim khususnya pada RTH Pekarangan dan penggunaan tanaman budidaya lokal sehingga dapat dengan mudah tumbuh pada lokasi yang diinginkan.

KEMENPU (2008) dan Reed (2010)

Tata letak tanaman

Tata letak tanaman terhadap arah penyinaran matahari guna membantu menyerap panas dan juga fungsinya sebagai penaung tanpa memblokir aliran udara kedalam bangunan untuk penghawaan alami. Sitawati (1994) dan Reed (2010) Jumlah tanaman

Jumlah tanaman peneduh optimum dalam RTH Pekarangan rumah kecil terkait dengan luasan kanopi untuk mengendalikan fluktuasi suhu.

KEMENPU (2008)

Jarak tanaman

Tanaman memiliki jarak jangkau dalam mengendalikan fluktuasi suhu yang diaplikasikan dengan jarak tanam terhadap bangunan agar tetap dapat meneduhkan tanpa membloking aliran udara dan terkait pula dengan

keamanan bangunan dan tanaman itu sendiri. KEMENPU (2008) dan Reed (2010) Kerapatan tajuk

Persentase sinar matahari yang tertahan oleh tajuk pohon. Manfaat lain kerapatan tajuk yang tinggi adalah intersepsi air hujan untuk mencegah longsor.

Suryatmojo dan

Soedjoko (2008)

36

Tabel 6. Lanjutan

No. Komponen Variabel Pengaruh terhadap penghematan energi Sumber referensi 3 Air (water features) Air statis (static water)

Keberadaan badan air berpengaruh positif terhadap pembentukan suhu udara ruang luar di sekitarnya akibat proses evaporasi.

Booth (1983); Laurie (1986); Laurens dan Hendrayani (2002); Fatimah (2004) dan Silalahi (2008) Air mancur (jets)

Air yang dinamis memiliki luas bidang permukaan yang lebih luas, sehingga energi panas yang diserap serta kadar evaporasinya akan lebih tinggi sehingga lebih dapat

memperbaiki kondisi termal

disekitarnya serta dapat juga dijadikan penjerap polutan.

Air terjun (falling water) Air mengalir (flowing water) 4 Perkerasan (non bangunan) Perkerasan (pavement)

Pengaruh jenis penutupan

permukaan lahan. terhadap

pembentukan iklim mikro setempat dan infiltrasi air dan limpasan permukaan. Prasodyo dan Nurisjah (1998); Fatimah, Arifin dan Widjaya (1999); Mariana (2008) dan Karyono (2010) Pagar & tembok pembatas

Rancangan pagar yang masih berperan terhadap ameliorasi iklim (tidak menghalangi aliran udara)

Frick dan Mulyani (2006) dan

Werdiningsih (2007) 5 Bangunan Bentuk &

konfigurasi ruang

Proporsi panjang dan lebar bangunan terkait dengan perolehan paparan sinar matahari.

Yuuwono (2007) dan Karyono (2010) Bukaan Rasio luas bidang jendela (kaca)

yang tepat untuk mencapai

konservasi energi melalui selubung bangunan dan luas bukaan untuk mencapai “cooling ventilation” .

Mediastika (2002) dan Loekita (2006)

Tritisan

(overhang)

Memperoleh desain tritisan beton yang merespon iklim dan hemat energi

Anonim (2009b)

Atap Pengaruh berbagai faktor

rancangan atap terhadap suhu udara ruangan.

Hidayat (2005) dan Karyono (2010)

Tabel 6. Lanjutan

No. Komponen Variabel Pengaruh terhadap penghematan energi

Sumber referensi

Dinding Rancangan dinding beserta

material penyusunnya yang

mempunyai efisiensi energi untuk mendapatkan temperatur yang rendah dalam ruangan.

Noerwarsito dan Santosa (2006); Frick dan Mulyani (2006) dan Karyono (2010)

Lantai Rancangan lantai yang mempunyai

efisiensi energi untuk mendapatkan temperatur yang rendah dalam ruangan. Lippsmeier (1994); Frick dan Mulyani (2006) Mekanikal & elektrikal

Penghematan pemakaian energi listrik

BSN (2000), Elyza et al.. (2005); Savitri (2010)

Tahap Pengujian Komponen Hemat Energi

Tahapan berikutnya adalah pengujian komponen-komponen hemat energi

dengan menggunakan metode sistem pengambilan keputusan Analytical

Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan bobot komponen prioritas desain hemat energi (Saaty 1993).

Tahapan dalam Analysis Hierarchy Process (AHP). Berdasar Saaty

(1993) tahapan penerapan model dengan Analytical Hierarchy Process (AHP)

adalah:

1. Penetapan sasaran studi yaitu kriteria atau faktor apa yang paling berpengaruh dalam suatu desain taman dan rumah tinggal hemat energi 2. Membuat struktur hierarki yang terdiri dari empat level. Level pertama,

merupakan tujuan utama dari kajian ini yaitu taman dan rumah tinggal hemat

energi. Level kedua, merupakan level komponen utama pembentuk lanskap

hemat energi. Komponen utama tersebut terdiri dari: 1) tapak, 2) tanaman, 3) air, 4) perkerasan (non bangunan), dan 5) bangunan. Level ketiga, merupakan variabel komponen pembentuk lanskap hemat energi. Variabel komponen tersebut terdiri dari: 1) variabel komponen tapak: a) orientasi, b) intensitas tutupan lahan, c) topografi, d) jenis tanah, e) bebas dari gangguan geo-biologis, dan f) sistem utilitas; 2) variabel komponen tanaman: a) jenis tanaman, b) tata letak tanaman, c) jumlah tanaman, d) jarak tanaman, dan

38

e) kerapatan tajuk; 3) variabel komponen air (water features): a) air statis

(static water), b) air mancur (jets), c) air terjun (falling water), dan d) air mengalir (flowing water); 4) variabel perkerasan (non bangunan): a)

perkerasan (pavement), dan b) pagar dan tembok pembatas; 5) variabel

bangunan: a) bentuk dan konfigurasi ruang, b) bukaan, c) tritisan (overhang),

d) atap, f) dinding, g) lantai, dan h) mekanikal dan elektrikal. Level keempat, merupakan alternatif keputusan berupa aspek yang paling berperan dalam mencapai sebuah desain taman dan rumah tinggal hemat energi yaitu site design atau building design.

3. Hierarki yang telah disusun kemudian dinilai oleh 7 orang responden pakar

terpilih. Penilaian dilakukan dengan cara komparasi berpasangan (pairwise

comparison) yaitu dengan membandingkan setiap elemen dengan elemen yang lainnya pada setiap kriteria sehingga di dapat nilai kepentingan elemen dalam bentuk pendapat yang bersifat kualitatif menjadi kuantitatif dengan menggunakan skala penilaian Saaty berdasarkan skema hierarki AHP yang dirancang (Saaty 1993). Penilaian komparasi berpasangan terdapat dalam kuesioner AHP yang berada dalam Lampiran 1. Skema hierarki AHP yang dirancang terangkum pada Gambar 6.

Latar Belakang Responden Pakar. Responden yang dipilih adalah para pakar yang dipilh secara sengaja (purposive sampling). Penentuan pakar sebagai responden dilakukan berdasarkan kriteria:

1. Memiliki keahlian atau menguasai secara akademik bidang yang diteliti 2. Memiliki reputasi kedudukan atau jabatan dan sebagai ahli pada bidang

yang diteliti.

3. Memiliki pengalaman dalam bidang kajian yang dimiliki.

Jumlah responden dalam AHP tidak ditentukan (bebas). Responden tersebut berjumlah tujuh orang yang ditentukan berdasarkan kepakaran. Rincian responden dapat dilihat pada Tabel 7. Secara lebih detail, latar belakang responden pakar dijabarkan pada Lampiran 2.

Analisis Data AHP. Data yang ada kemudian dianalisis dengan

bantuan software Expert Choice V.11 dalam implementasi model-model Sistem

Penunjang Keputusan (SPK).

Produk yang dihasilkan. Dari proses ini akan didapatkan bobot komponen-komponen prioritas dari elemen-elemen desain yang paling berpengaruh dalam desain taman dan rumah tinggal hemat energi. Hasil

pembobotan AHP tersebut berguna dalam tahapan penelitian konseptualisasi kriteria desain hemat energi selanjutnya.

Tabel 7. Rincian Jumlah Responden

No Kriteria Pakar Asal Insitusi/Lembaga Jumlah

Responden

1. Pakar di bidang Arsitektur Lanskap

Departemen Arsitektur Lanskap FAPERTA IPB Bogor

3 2. Pakar di bidang

Arsitektur

Departemen Arsitektur FTUI Depok 2

3. Pakar dibidang Biomaterial

Departemen Teknologi Hasil Hutan FAHUTAN IPB Bogor

1

4. Pakar di bidang Energi terbarukan

KEMENRISTEK RI 1

Jumlah 7

Tahap Konseptualisasi Kriteria Desain Hemat Energi

Hasil analisis AHP dikembangkan kedalam konsep kriteria desain yang lebih detil yang dirumuskan ke dalam matriks kriteria desain taman dan rumah tinggal hemat energi berupa indikator-indikator penting yang sangat berperan dalam konsep penghematan energi.

Matriks Assessment. Konsep desain tersebut dikelompokkan kedalam tiga kelompok kriteria klasifikasi yang dinilai dengan skor 1, 2 dan 3. Skor 1 (rendah) mengindikasikan sebagai pencapaian minimum dalam pemenuhan persyaratan kriteria hemat energi. Skor 2 (sedang) mengindikasikan sebagai

pencapaian rata-rata (average) dalam pemenuhan persyaratan kriteria hemat

energi. Skor 3 (tinggi) mengindikasikan sebagai pencapaian optimum dalam pemenuhan persyaratan kriteria hemat energi. Ilustrasi matriks konsep kriteria desain tersebut dijelaskan melalui Tabel 8.

Klasifikasi Skenario Model. Dalam menterjemahkan konsep tertulis ke dalam sebuah media gambar, diperlukan skenario berupa pengelompokan kombinasi komponen dan variabel pembentuk lanskap hemat energi. Kombinasi yang direncanakan tertuang pada Tabel 9.

Σ

Tabel 8. Ilustrasi matriks konsepsi kriteria desain taman dan rumah tinggal hemat

energi No. Komponen Prioritas Bobot komponen Variabel Bobot variabel Skor 1 (rendah) 2 (sedang) 3 (tinggi) 1. a x1 a1 y1 ... ... ... a2 y2 ... ... ... a3 y3 ... ... ... a4 y4 ... ... ... a5 y5 ... ... ...

Tabel 9. Ilustrasi kombinasi skenario model taman dan rumah tinggal hemat energi

No. Kombinasi Nilai Klasifikasi

1 Kombinasi komponen bernilai skor rendah dengan komponen pembentuk taman dan rumah hemat energi lain bernilai skor rendah

x1 y1

2 Kombinasi komponen bernilai skor sedang dengan komponen pembentuk taman dan rumah hemat energi lain bernilai skor sedang

x2 y2

3 Kombinasi komponen bernilai skor tinggi dengan komponen pembentuk taman dan rumah hemat energi lain bernilai skor tinggi

x3 y3

Selanjutnya, perolehan nilai kombinasi komponen dan variabel pembentuk lanskap hemat energi tersebut dihitung melalui perkalian bobot-bobot dan skornya. Perhitungan penilaian kelas kombinasi komponen hemat energi tersebut, adalah sebagai berikut:

Ki • Vij • S...(5)

Keterangan:

Ki = Komponen desain taman dan rumah tinggal hemat energi ke-i

Vij = Variabel komponen desain taman dan rumah tinggal hemat energi ke-i

dan jumlah variabel masing masing komponen ke-j

42

Melalui perhitungan nilai kombinasi komponen hemat energi diatas, akan didapatkan nilai-nilai, diantaranya nilai maksimum dan nilai minimun dari kombinasi tertentu. Untuk menentukan klasifikasi tingkat hemat energi diperlukan nilai interval kelas yang diperoleh melalui perhitungan nilai skor maksimum dikurangi nilai skor minimum dibagi tiga tingkat skor kriteria klasifikasi, seperti yang tertera di bawah ini:

Nilai Interval Kelas = Nilai Maksimal – Nilai Minimal ...(6)

N Tingkat Klasifikasi

Keterangan:

Nilai maksimal

= Jumlah nilai maksimum yang dihasilkan dari kombinasi-kombinasi skenario model Nilai minimal

= Jumlah nilai minimum yang dihasilkan dari kombinasi-kombinasi skenario model N tingkat klasifikasi = Jumlah tingkat klasifikasi

Dari penghitungan skor masing-masing komponen, maka dapat ditentukan klasifikasi kelas hemat energi apakah tergolong dalam tingkat yang

rendah (0,999-1,665) atau sedang (1,665-2,331) atau tinggi (2,331-2,997).

Visualisasi Model 3 Dimensi

Langkah selanjutnya adalah memvisualisasikan konsep desain tersebut

dengan menggunakan pemodelan 3 dimensi dibantu dengan software desain

grafis Google sketch-up V.8.1 Visualisasi dalam tahapan ini berupa upaya untuk

mentransformasikan gagasan kriteria desain taman dan rumah tinggal hemat energi kedalam bentuk media gambar yang bersifat mudah di pahami.

1

Dalam mencapai sebuah desain taman dan rumah tinggal hemat energi

faktor yang sangat berperan adalah aspek site design (0,67) yang berarti bahwa

67 % dari tujuan utama dapat dicapai berkat aspek ini, sisanya berupa aspek

building design (0,33) yang berarti 33%, jika digabung maka tujuan utama tersebut diatas dapat tercapai 100%. Pencapaian tersebut diperkuat dengan

temuan Prianto (2007) yang menyebutkan bahwa aspek site design seperti

aspek iklim eksterior, tanaman dan air berkonstribusi terhadap penghematan energi berupa penekanan konsumsi listrik dalam rumah tinggal. Lebih jauh lagi,

site design yang diinterpretasikan sebagai lanskap dinilai merupakan strategi yang potensial dalam mewujudkan konsep desain berkelanjutan (Pranoto 2008).

Beberapa komponen-komponen yang mendukung alternatif keputusan tersebut berdasarkan urutan prioritasnya yaitu komponen tanaman (48,3%),

komponen air (water features) (24,2%), komponen bangunan (10,9%), komponen

tapak (10,7%), dan yang terakhir adalah komponen perkerasan (5,8%). Hal tersebut dapat di interpretasikan, bahwa menurut para pakar komponen tanaman menjadi komponen prioritas utama dalam mencapai sebuah desain taman dan rumah tinggal hemat energi dan mutlak keberadaanya karena bobotnya yang sangat signifikan dibandingkan komponen-komponen yang lain, namun harus tetap dikombinasikan dengan komponen-komponen lanskap lainnya.

Bobot-bobot komponen maupun variabel tersaji pada skema Analytical Hierarchy

Process (AHP) beserta pembobotannya yang dapat dilihat pada Gambar 7. Selebihnya hasil pembobotan AHP ini dapat dilihat pada Lampiran 3. Selanjutnya komponen desain taman dan rumah tinggal hemat energi dijabarkan pada subbab berikut dibawah ini.

Komponen Desain Taman dan Rumah Tinggal Hemat Energi Tanaman

Pada gambar 7 terlihat bahwa komponen pembentuk desain hemat energi terdiri dari lima komponen utama yaitu, tanaman, air, bangunan, tapak dan perkerasan. Melalui perhitungan AHP diperoleh komponen prioritas utama untuk desain hemat energi adalah komponen tanaman (0,483). Elemen utama dari taman (lanskap) masuk dalam kategori soft material. Tanaman dalam hal ini

44

Overall Inconsistency 0,03

adalah tanaman lanskap yang didefinisikan sebagai tanaman yang dibudidayakan untuk penataan lanskap dan mencakup tumbuhan alami jika

terdapat pada suatu tapak (site). Para pakar menilai kehadiran tanaman menjadi

sangat penting disebabkan kemampuannya secara aktif (alamiah) dalam

memperbaiki kondisi lingkungan dari segi ekologis, estetis, sosial-ekonomi dan

kesehatan. Pohon dianalogikan sebagai AC alami. Melalui mekanisme

evapotranspirasi, sebatang pohon soliter dapat menguapkan 400 liter air per hari. Hal ini setara dengan 5 unit AC ruangan yang berkapasitas 2500 kcal/hr, dan beroperasi selama 20 jam per hari (Federer 1976).

Pohon berpengaruh positif terhadap temperatur udara berdasarkan

mekanisme pembayangan (canopy effect), di mana pohon memayungi area atau

ruang di bawahnya dari sinar matahari langsung sehingga mengurangi derajat panas dan berpengaruh pada pendinginan udara sekitar berdasarkan

mekanisme evapotranspiration, di mana pelepasan air dari permukaan daun

mendinginkan permukaan daun dan mempengaruhi temperatur udara di sekitarnya. Pohon berpengaruh negatif terhadap proses pemanasan (naiknya

temperatur udara pagi hari) berdasarkan mekanisme ‘selimut’ di mana kanopi

pohon menghalangi pertukaran panas dengan daerah sekitarnya sehingga lingkungan di bawahnya tidak cepat menjadi panas. Sebegitu pentingnya tanaman dalam penghematan energi karena potensi yang dimilikinya. Menurut Heisler (1986) kita akan dapat merasakan dan menerima secara rutin efek penghematan energi maksimum hingga 25% pada rumah tinggal konvensional yang ternaungi oleh tanaman.

Komponen tanaman tersebut didukung oleh variabel-variabel yang dijadikan sublevel dalam AHP ini. Variabel tersebut berdasarkan urutan prioritasnya adalah kerapatan tajuk, jumlah tanaman, jarak dari bangunan, tata letak tanaman dan jenis tanaman. Hasil analisis pendapat para pakar menunjukkan hasil sebagai berikut:

a. Kerapatan tajuk (32,6%)

Bentuk tajuk tanaman berbagai macam, namun tajuk yang diklasifikasikan berfungsi sebagai penaung adalah tajuk berbentuk bulat (round), kubah

(dome), menyebar (spreading) karena dari pohon dengan tajuk tersebut memiliki lebar atau diameter yang cukup lebar disertai dengan percabangan yang menyebar sehingga terbentuk kanopi pohon yang berfungsi sebagai penaung. Kerapatan tajuk yang dimaksud adalah kerimbunan, rapat, tebal

46

suatu tajuk pohon yang disebabkan oleh daunnya sehingga tajuk tersebut dapat berfungsi sebagai filter atau penangkal sinar dan radiasi matahari. Kerapatan tajuk pohon dikelompokkan berdasarkan persentase cahaya matahari yang tertahan oleh tajuk tanaman dalam hal ini pohon.

b. Jumlah tanaman (19,5%)

Peran tanaman yang begitu penting, hingga PERMENPU No.5/PRT/M/2008 mewajibkan menghadirkan tanaman ke dalam ruang terbuka pada rumah tinggal, disesuaikan dengan luasan lahan yang rumah yang ada. Menurut peraturan tersebut, pada rumah tinggal dengan luasan kecil yaitu dengan klasifikasi luasan lahan kurang dari 200 m2 diwajibkan ditanam minimal 1 pohon pelindung dan dilengkapi oleh strata tanaman lain yang lebih rendah. Lahan terbuka yang sempit dapat diatasi dengan penggunaan tanaman

perdu atau semak, tanaman pemanjat (climbers), tanaman pencekik

(stranglers) dan tanaman yang masuk dalam kategori Crassulacean Acid Metabolism (CAM). Tanaman-tanaman tersebut dapat diaplikasikan untuk menghijaukan dinding rumah tinggal (greenwall/vertical greenery). Jumlah tanaman berpotensi menambah luasan tajuk tanaman dalam memfilter radiasi matahari disesuaikan dengan potensi lahan yang ada.

c. Jarak dari bangunan (17,9%)

Penanaman tanaman harus berjarak dalam hal ini dengan bangunan. Jarak tanaman dari bangunan terkait erat dengan kelembaban dan sirkulasi udara yang dapat membantu ameliorasi iklim. Jarak yang terlalu dekat relatif membloking aliran udara menuju bangunan, namun jarak yang terlalu jauh efek peneduhan tanaman akan kurang optimum. Jarak tanaman ini juga disesuaikan dengan peraturan bangunan yaitu garis sempadan bangunan. Besar jarak atau lebar sempadan bangunan di Indonesia adalah setengah dari lebar jalan di depannya. Hal ini berdampak pada rumah dengan luasan area yang terbatas, biasanya berada di lingkungan dengan lebar jalan yang tidak terlalu lebar maksimum antara 6-8 meter yang berarti garis sempadan bangunan yang diijinkan adalah selebar 3 – 4 meter. Jika lebar jalan lebih sempit lagi, maka kondisi tersebut membuat garis sempadan bangunannya akan semakin lebih pendek.

d. Tata letak tanaman (16,5%)

Tata letak tanaman, terkait dengan orientasi bangunan dan ketersediaan RTH Pekarangan. Ruang terbuka yang tersedia dan memungkinkan pada

rumah tinggal dihijaukan menjadi RTH Pekarangan dengan tanaman seperti pada halaman depan rumah dan atau halaman samping, utamanya jika berorientasi Timur-Barat, sebagai penangkal sinar matahari (ameliorasi iklim) sekaligus buffer dan barier polutan serta elemen estetis. Pada halaman belakang yang biasanya menjadi area servis, hijauan tanaman dapat sebagai barier pandangan ke arah area servis, area therapeutic, sekaligus menjalankan fungsi utamanya sebagai penangkal panas (ameliorasi iklim). e. Jenis tanaman (13,5%)

Jenis tanaman yang memiliki kemampuan dalam ameliorasi iklim pada RTH Pekarangan. Tanaman pada dasarnya terbagi atas beberapa kelompok besar, yaitu pohon, semak dan perdu serta herba yang biasanya

diaplikasikan sebagai tanaman penutup tanah (ground cover plant) dan

rumput. Secara fungsi vegetasi, strata tanaman paling bawah yang akan banyak berfungsi sebagai vegetasi untuk perbaikan kondisi lahan (perintis) dan dapat mengantisipasi erosi, selain fungsi teknis dan estestis dimana vegetasi berupa pohon akan lebih banyak berfungsi sebagai pembentuk dan penaung ruang lanskap. Pohon yang terpilih untuk penghijauan pekarangan rumah dalam kajian ini dibatasi dengan menggunakan pohon sedang berukuran 6 -15 meter. Pohon sedang tersebut di duga tepat untuk lahan yang terbatas dengan asumsi luasan area terbuka pekarangan sekitar 40 %- 70% dari luas lahan,

Air (water features)

Air menjadi komponen prioritas kedua dalam desain taman dan rumah tinggal hemat energi (0,242). Elemen air sering dihadirkan sebagai elemen estetis dan dinilai dapat menciptakan kesan sejuk. Kesan sejuk tersebut diperoleh karena air bertindak sebagai elemen stabilitator suhu (climate control).

Air menyerap sinar matahari dan kemudian melalui proses evaporasi

Dokumen terkait