Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2006 sampai dengan bulan Juli 2006. Tempat pelaksanaan penelitian adalah di industri kecil arang tempurung kelapa di Desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea, laboratorium Lingkungan dan Bangunan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan laboratorium AP4 (Agricultural Processing Pilot Plants) Fateta IPB.
B. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
a. Bahan untuk produksi distilat asap; terdiri atas arang tempurung kelapa pada industri kecil penghasil arang tempurung kelapa, air sebagai pendingin pada kondensor.
b. Bahan pembuatan mie basah; terdiri dari tepung terigu merek ”Cakra Kembar”, soda abu (natrium karbonat dan kalium karbonat), garam, natrium asetat, kalsium propionat, parabens dan air.
2. Alat-alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian sistem produksi distilat asap ini antara lain:
a. Drum sebagai tanur arang b. Alat ekstrasi distilat asap c. Penampung distilat asap d. Pompa air
e. Destilator
Sedangkan peralatan untuk pembuatan mie dan analisis meliputi : a. Cawan petri
b. Timbangan digital c. Mesin pencetak mie d. Tungku perebusan mie e. Loyang
C. PROSEDUR PENELITIAN
Dalam penelitian ini akan dilakukan tiga tahapan utama yakni tahapan rancang bangun alat produksi distilat asap, tahapan identifikasi kandungan kimia distilat asap serta tahapan pengkajian penggunaan distilat asap sebagai bahan pengawet mie basah. Diagram alir penelitian ini selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.
Sistem produksi distilat asap yang akan digunakan pada penelitian ini adalah sistem produksi yang efisien dan mudah pengoperasiannya serta tidak mengganggu proses pembuatan arang yang sedang berlangsung. Rancangan alat terdiri dari sungkup penangkap asap, pipa pengumpul asap, kondesor tipe ‘tubular condensor’ dengan pipa pendingin, penampung distilat asap, pompa air dan tangki air serta menara air sebagai penyedia air pendingin. Pengujian performansi alat meliputi analisis neraca bahan, laju pengeluaran distilat asap (liter/jam), laju air pendingin (liter/jam), suhu uap masuk dan keluar kondensor, kehilangan panas melalui kondensor, dan efisiensi penyulingan.
Distilat asap yang dihasilkan akan diidentifikasi kandungan kimianya baik dalam bentuk distilat asap kasar (crude liquid smoke) maupun setelah melalui proses redestilasi di laboratorium. Selanjutnya akan dikaji penggunaan distilat asap hasil redestilasi sebagai pengawet mie basah, dalam hal ini mie basah yang akan digunakan adalah produk mie basah yang diproduksi sendiri.
1. Tahap Rancang Bangun
Bahan yang digunakan untuk pembuatan sistem penyulingan distilat asap terdiri dari besi plat esser dengan ketebalan 2 mm untuk sungkup penangkap asap, pipa besi diameter 3 inchi untuk pengumpul asap, besi galvanis diameter 2½ inchi untuk kondensor, besi siku 4x4 cm untuk menara air, pompa air dan tangki air. Bagian-bagian utama dari alat produksi distilat asap ini adalah tanur tempat pembakaran tempurung kelapa, sungkup penangkap asap, pipa penyalur asap, dan kondensor. Selain itu untuk mensuplai air ke kondensor dibuat juga suatu menara air.
Rancangan sistim penyulingan distilat asap secara skematik diperlihatkan pada Gambar 1.
Pengujian performansi sistem produksi asapa cair ini dilakukan untuk mengetahui kinerja alat yang meliputi analisis neraca bahan, laju pengeluaran distilat asap (liter/jam), laju air pendingin (liter/jam), suhu uap masuk dan keluar kondensor, efisiensi kondensor, dan efisiensi penyulingan. Perlakuan yang akan dicobakan adalah jumlah tanur tempurung kelapa (2,3,dan 4 tanur). Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Respon yang diamati adalah efisiensi kondensor (Ek) dan efisiensi penyulingan (Ep) serta rendemen distilat asap yang dihasilkan (R).
a). Efisiensi Kondensor
Energi yang dilepaskan oleh uap air pada waktu mengembun di dalam kondensor dapat dihitung dengan persamaan berikut (Welty, 1978):
Qu = Mu * C * (Tu – Td) + Mu* Ke
Sedangkan energi yang diserap air pendingin adalah: Qa = Ma * C * (Tk – Tm)
Dimana: Qu = energi yang dilepas uap air, kJ
Qa = energi yang diserap air pendingin Kondensor
Tanur Pembakaran
Rangka Penyangga Pipa penyalur asap
Saluran Pengeluaran Distilat
Mu = massa air distilat, kg
Ma = massa air pendingin, kg
C = kalor jenis air, 4190 J/kgoC Tu = suhu uap masuk kondensor, o
C Td = suhu distilat keluar kondensor, oC
Tm = suhu air pendingin masuk kondensor, oC
Tk = suhu air pendingin keluar kondensor, oC
Ke = kalor laten pengembunan, J/kg
Jadi efisiensi kondensor dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:
Energi yang dilepas uap
Efisiensi Kondensor (Ek) = _____________________________ x 100% Energi yang disediakan air
b). Efisiensi Penyulingan (Ep)
Untuk menentukan efisiensi penyulingan, harus diketahui jumlah uap air aktual yang terdapat pada tempurung kelapa yang akan dibakar:
∑ uap aktual = [ ∑air tempurung - ∑air arang ]
Ua = [ (KAt x berat tempurung) – (KAa x berat arang) ]
Selanjutnya, jumlah uap aktual ini dibandingkan dengan jumlah distilat yang dihasilkan pada proses penyulingan:
Efisiensi penyulingan (Ep) = ( ∑distilat / Ua) x 100%
c). Rendemen Distilat asap
Jumlah distilat asap yang dihasilkan dibandingkan dengan jumlah kandungan air pada tempurung kelapa :
Jumlah distilat asap
Rendemen = x 100% Jumlah bahan tempurung kelapa
2. Tahap Identifikasi Kandungan Kimia
Pada tahap ini akan dilakukan pengujian terhadap kualitas distilat asap yang dihasilkan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian sebelumnya, kandungan kimia yang paling berpengaruh dalam penentuan kualitas distilat asap adalah senyawa fenol. Selain itu juga akan dilakukan pengukuran nilai pH distilat asap yang dihasilkan, total asam organik, kandungan alkohol, aldehid dan keton.
Penentuan kadar fenol dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Siapkan sampel 0.5-0.6 gr + 30 ml aquades, masukkan dalam labu 250 ml b. Tambahkan 5 ml NaOH 0.2 N, encerkan sampai dengan tanda garis c. Ambil sebanyak 25 ml dengan pipet, masukkan dalam Erlenmeyer 500 ml d. Tambahkan 25 ml Bromat bromida 0.2 N, 50 ml aquades, 5 ml HCl pekat,
tutup lalu goyangkan 1 menit agar homogen. e. Tambahkan 5 ml KI 15%, goyang 1 menit
f. Titrasi dengan thio (Na2S2O3) 0.1 N (a ml) dengan amilum sebagai
indikator, bila warna berubah dari hitam menjadi bening
g. Siapkan pula blanko (b ml) dengan prosedur sama tanpa sampel Kadar fenol dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
oh bobot cont Fenol BM x NThio x a b KadarFenol x 0.1 x1000] /6 ) [( − =
Dimana : a = ml titrasi larutan thio pada blanko b = ml titrasi larutan thio pada filtrat
6 = jumlah atom Brom pada proses bromisasi 5-30 menit
3. Tahap Pengkajian Penggunaan Distilat Asap sebagai Pengawet Mie Basah Tahapan selanjutnya dari penelitian ini adalah untuk mengkaji penggunaan distilat asap sebagai pengawet pada bahan pangan. Pada tahap ini bahan pangan yang akan digunakan adalah mie basah yang diproduksi sendiri. Untuk itu sebelumnya akan dilakukan pembuatan sampel mie dengan prosedur sebagai berikut :
a).Pencampuran bahan; bahan-bahan yang telah disiapkan dicampurkan seluruhnya hingga terbentuk adonan homogen, adonan ini diberi perlakuan
penambahan bahan pengawet dengan dua taraf perlakuan. Yang pertama adalah penambahan distilat asap dengan konsentrasi 300, 900 dan 1500 ppm dari berat keseluruhan adonan. Kemudian yang kedua adalah penambahan 0.075% Ca- Propionat, 2.5% Na-Asetat dan 0.025% Paraben. Sebagai kontrol adalah tanpa penambahan bahan pengawet.
b).Pengulenan adonan; pengulenan dengan silinder kayu berulang selama 15 menit
c).Pembentukan lembaran; adonan dimasukkan ke mesin pembentuk lembaran dengan mengatur ketebalan selama 20 menit
d).Pembentukan mie; dilakukan dengan alat pencetak mie (roll press)
e).Perebusan; masak mie pada api besar selama 2 menit sambil diaduk perlahan f).Pendinginan; tiriskan mie hasil rebusan kemudian dinginkan
Setelah mie selesai dibuat, sampel mie diambil sebanyak 500 gram dan akan dilakukan pengamatan dengan faktor-faktor yang diamati sebagai berikut: a. Keadaan fisik mie
Berdasarkan standar mutu mie dari Departemen Perindustrian (Astawan, 2002), mie yang bermutu baik harus memiliki keadaan bau, warna dan rasa yang normal. Artinya mie tersebut harus tetap dalam kondisi yang baik, dengan target masa simpan selama 48 jam.
Pengamatan akan dilakukan dengan tes organoleptik dengan uji hedonik (kesukaan) menggunakan 30 orang panelis dengan skala penilaian 1-5 terhadap warna, aroma, penampakan, rasa dan tekstur sampel. Skala penilaian diberikan untuk sampel dengan keterangan sebagai berikut: nilai 1 diberikan untuk tingkat sangat tidak suka, nilai 2 untuk tingkat tidak suka, nilai 3 untuk kurang suka, nilai 4 untuk tingkat suka serta nilai 5 untuk tingkat sangat suka.
Sebelum digunakan pada tes organoleptik, sampel direbus terlebih dahulu. Perebusan ini dilakukan dengan menggunakan air mendidih selama 2 menit. Setelah ditiriskan dan didinginkan, tanpa penambahan bahan lainnya, tiap sampel kemudian masing-masing ditempatkan pada wadah plastik transparan untuk disajikan pada panelis. Dengan 5 perlakuan dan 30 orang panelis, maka jumlah keseluruhan sampel pada uji organoleptik berjumlah 150 buah.
b. Kadar air mie
Mie basah yang baik harus memiliki kadar air antara 20-35 % basis basah. Semakin tinggi kadar air maka masa simpannya akan semakin singkat. Pengukuran kadar air akan dilakukan dengan metode oven. Sampel diambil sebanyak 5 gram dan diletakkan pada cawan sebanyak 3 kali ulangan. Oven diset pada suhu 105˚ C. Pengukuran kadar air dilakukan dalam persen basis basah dan dihitung dengan rumus :
K.A (% bb) = [(A – B) / A] x 100%
Dimana ; A = berat bahan sebelum dikeringkan (gram) B = berat bahan setelah dikeringkan (gram)
c. Masa simpan mie basah
Pengamatan dilakukan dengan memperhatikan kondisi mie dengan selang pengamatan tiap satu hari. Kondisi mie yang diamati adalah hingga mie menunjukkan gejala kerusakan fisik yang berbeda dengan kondisi semula. Hal ini dapat ditentukan saat indikator kerusakan yang pertama muncul pada sampel mie. Beberapa indikator kerusakan yang biasa timbul pada produk mie diantaranya tumbuhnya kapang, bau asam, timbulnya lendir (mie menjadi lengket), serta perubahan tekstur.
Mie disimpan pada suhu kamar di rak penyimpanan. Pengemasan sampel mie yang diamati dilakukan dengan menggunakan wadah plastik transparan pengemas makanan yang umum digunakan sebagai pembungkus. Untuk mengamati kerusakan yang terjadi, wadah diambil kemudian diperhatikan kondisi mie untuk melihat pertumbuhan kapang atau timbulnya lendir serta dengan sedikit membuka wadah untuk mencium baunya.
D. RANCANGAN PERCOBAAN
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan model linier aditif. Jumlah perlakuan sebanyak 2 yakni perlakuan penambahan pengawet kimia dengan 1 taraf yakni penambahan Ca-propionat 0.075% + Paraben 0.025% + Na-Asetat 2.5%, serta perlakuan penambahan distilat asap dengan 3 taraf yakni 150 ppm, 900 ppm dan 1500 ppm. Model matematikanya adalah sebagai berikut:
Yij = µ + αi + εij
Dalam hal ini : Yij = hasil pengawatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = perata umum
αi = penyimpangan hasil dari nilai µ yang disebabkan
oleh pengaruh perlakuan ke-i
εij = pengaruh acak yang masuk ke dalam percobaan
Apabila hasilnya menunjukkan berpengaruh nyata, dilakukan uji lanjut Duncan.
Secara umum, prosedur penelitian adalah sebagai berikut :
Gambar 3. Bagan alir penelitian.
Industri Arang Asap Penyulingan Distilat asap Pengawet Mie Basah Pengamatan : Organoleptik Kadar Air Masa simpan Penyimpanan Suhu Ruang Perlakuan Penambahan Distilat asap Dengan konsentrasi 300, 900, 1500 ppm Kontrol Tanpa Penambahan Bahan Pengawet Perlakuan Penambahan 0.075% Ca-Propionat 2.5% Na-Asetat 0.025% Paraben