• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. KAJIAN SISTEM PRODUKSI 1. Tahap Rancang Bangun

Langkah pertama dalam penelitian ini adalah merancang suatu sistem penyulingan asap untuk mendapatkan distilat asap. Alat yang dirancang merupakan alat yang didesain untuk skala industri kecil, bukan skala laboratorium. Sehingga dimensi alat yang dibuat cukup besar. Untuk itu diperlukan bahan-bahan penyusun alat yang sesuai untuk kebutuhan tersebut. Spesifikasi bahan-bahan penyusun alat penyuling asap ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Spesifikasi bahan penyusun alat penyuling asap

No. Bahan Spesifikasi Jumlah

1 Plat esser 2 mm 2 lembar 2 Pipa besi Ø 3 inci 2 unit @ 6 meter 3 Besi galvanis Ø 2,5 inci 2 unit @ 6 meter 4 Besi siku 4 cm x 4 cm 25 meter

5 Pompa air 125 watt, 2850 rpm 1 unit 6 Tangki air Volume 350 liter 1 unit 7 Selang air 4 meter 2 unit 8 Cat besi Warna perak disesuaikan

Bahan-bahan tersebut kemudian dibuat menjadi bagian-bagian alat penyuling di bengkel perakitan alat AP4 Fateta untuk kemudian dirangkai secara utuh menjadi alat penyuling di lokasi industri tempurung kelapa di Desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea. Sebelumnya, dimensi alat telah disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di lokasi industri, yang meliputi luasan area, jumlah tanur pembakaran, ergonomika untuk operator, ukuran tanur, serta kapasitas produksi harian.

Alat penyuling ini terdiri atas beberapa bagian dengan fungsi-fungsi tertentu. Bagian-bagian utama dari alat produksi distilat asap cair ini adalah tanur tempat pembakaran tempurung kelapa, sungkup penangkap asap, pipa penyalur asap, dan kondensor. Selain itu untuk mensuplai air ke kondensor dibuat juga suatu menara air. Sumber air diperoleh dengan pompa air yang mengambil air dari sumur berkedalaman 5 meter.

Berikut ini adalah gambar alat penyuling asap di lokasi industri.

Gambar 4. Alat penyuling di lokasi penelitian.

Gambar 5. Pemasangan sungkup penangkap asap pada tanur pembakaran.

Deskripsi dari beberapa bagian penting pada alat penyuling asap secara lengkap adalah sebagai berikut:

a. Drum

Bagian ini berfungsi sebagai tanur pembakaran. Drum yang digunakan sudah terdapat pada lokasi industri karena telah digunakan sebagai sarana produksi arang tempurung kelapa. Pada tiap unit pembakaran terdapat 4 buah tanur. Tanur diletakkan di tanah dengan jarak antar drum 25 cm. Ukuran drum seragam dengan diameter 60 cm, tinggi 90 cm dan volume 250 liter. Drum ini memiliki lubang kecil pada bagian bawahnya sebagai saluran udara masuk ketika pembakaran.

Gambar 7. Drum pembakar tempurung kelapa b. Sungkup

Bagian ini memiliki fungsi sebagai penutup tanur untuk menangkap asap hasil pembakaran. Sungkup terbuat dari plat esser dengan ketebalan 2 mm. Pemilihan ukuran plat dimaksudkan agar plat mudah dilas dan mampu menahan kerangka pipa pengumpul asap. Bentuk sungkup berupa kerucut dengan diameter bawah 70 cm, diameter atas 6.25 cm dan memiliki tinggi 30 cm. Sungkup tersebut disambungkan dengan pipa berdiameter 6.25 dengan tinggi 16 cm dan ditengahnya terdapat pengait.

c. Pipa penyambung

Bagian ini menghubungkan antara sungkup dengan Pipa penyambung terdiri dari dua ukuran pipa yaitu pipa dengan diameter 7.5 cm dengan ketinggian 15 cm dan pipa berdiameternya 6.25 cm dengan ketinggian 30 cm. Kedua ukuran pipa tersebut dirancang untuk disesuaikan dengan ukuran sungkup dan kerangka pengumpul asap.

Gambar 9. Pipa penyambung. d. Kerangka pipa pengumpul asap

Kerangka pipa terdiri dari dua ukuran pipa yaitu 6.25 cm dan 7.5 cm. Pemilihan pipa dengan dua ukuran tersebut dimaksudkan agar pipa 6.25 cm dapat masuk secara tepat ke pipa 7.5 cm sehingga tidak banyak asap yang terbuang. Disamping kanan dan kiri kerangka pipa pengumpul asap terdapat penyangga yang terbuat dari besi siku dengan ukuran 4x4 cm dengan ketinggian 191.98 cm

e. Kondensor

Kondensor yang dirancang untuk mengkondisikan asap terdiri dari dua pipa pendingin didalamnya. Hal ini bertujuan untuk menghambat laju uap yang masuk ke kondensor sehingga proses kondensasi menjadi sempurna. Bahan dari pipa pendingin terbuat dari pipa galvanis sehingga tahan karat. Panjang kondensor 180 cm dengan panjang pipa pendingin 140 cm. Selain itu didalam kondensor terdapat ruangan yang berfungsi sebagai penampung asap sehingga laju asap menjadi lambat dan hasil kondensasinya menjadi sempurna.

Gambar 11. Kondensor f. Tangki dan menara air

Tangki air yang digunakan dalam rancangan memiliki volume 350 ml. Ketinggian tangki lebih tinggi dari tinggi kondensor. Hal ini bertujuan agar air yang berfungsi sebagai pendingin dapat mengalir secara gravitasi ke kondensor. Bahan yang digunakan untuk menara terbuat dari besi siku 4x4 cm. Menara air tersebut terdiri dari 4 penyangga dengan jarak antar penyangga adalah 1 m dan memiliki ketinggian 3 m.

2. Pengujian Performansi Sistem Produksi Distilat Asap

Pengujian performansi sistem produksi distilat asap ini dilakukan untuk mengetahui kinerja alat yang meliputi analisis neraca bahan, laju pengeluaran distilat asap cair (liter/jam), laju air pendingin (liter/jam), suhu uap masuk dan keluar kondensor dan efisiensi kondensor. Perlakuan yang dicobakan adalah jumlah tanur tempurung kelapa (2, 3,dan 4 tanur). Percobaan masing-masing dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Respon yang diamati adalah rendemen distilat asap cair yang dihasilkan (R) dan efisiensi penyulingan (Ep).

a. Sistem Produksi Distilat Asap

Sistem produksi distilat asap yang dilakukan pada industri kecil arang tempurung kelapa di Desa Cihideungudik Kecamatan Ciampea Bogor yang diamati selama penelitian ini, memanfaatkan prinsip proses penyulingan atau destilasi. Produk utama yang dihasilkan industri kecil ini adalah arang tempurung kelapa yang disuplai ke industri pengecoran besi di Cilegon sebagai sumber karbon. Dalam satu hari industri tersebut mampu menghasilkan 4 hingga 5 kuintal arang tempurung kelapa sehingga dalam satu bulan industri ini mampu menghasilkan 10 – 12.5 ton arang untuk memenuhi permintaan pabrik pengecoran besi di Cilegon tersebut.

Pembakaran arang dimulai pada pukul 07.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Sampai disini proses pembakaran berhenti, setelah itu tanur pembakaran ditutup dengan rapat. Selanjutnya, pembakaran dilanjutkan keesokan harinya pada waktu yang sama di pagi hari hingga keseluruhan proses pembuatan arang selesai pada pukul 14.00 WIB. Total waktu yang dibutuhkan untuk membuat arang tempurung kelapa adalah 16 jam.

Gambar 13 . Penyiapan bahan baku pembuatan distilat asap

Sortasi tempurung kelapa Pengeringan tempurung kelapa Pembakaran tempurung kelapa

Bahan baku pembuatan arang pada industri berupa tempurung kelapa, diambil dari pedagang kelapa di beberapa pasar di Wilayah Bogor. Sebagaimana yang terlihat pada Gambar 12,ada beberapa langkah sebelum produksi arang dan distilat asap. Langkah pertama adalah sortasi bahan, yakni memisahkan bahan tempurung kelapa dari kotoran dan benda asing lainnya. Selanjutnya bahan baku tempurung kelapa dikeringkan dengan cara dijemur untuk menurunkan kadar air yang masih tinggi. Hal ini dimaksudkan supaya arang tempurung kelapa yang dihasilkan seragam dan memiliki kualitas yang baik. Selanjutnya, tempurung kelapa dibakar pada tanur pembakaran berupa drum volume 250 liter dengan suhu rendah. Kondisi di dalam tanur pembakaran dikondisikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kobaran api. Caranya ialah dengan memasukan bahan baku secara bertahap sehingga yang terjadi hanya asap hasil pembakaran.

Proses pembakaran pada tanur pembakaran akan menghasilkan asap. Asap ini ditangkap oleh sungkup dari alat penyuling untuk selanjutnya disalurkan menuju kondensor. Kemudian, asap ini dikondensasikan pada kondensor dengan memanfaatkan media pendingin air. Di dalam kondensor arah aliran air pendingin adalah berlawanan dengan arah aliran asap. Distilat asap dikeluarkan melalui pipa pengeluaran di ujung kondensor dan ditampung menggunakan wadah sebelum disaring dan dikemas untuk diendapkan.

(a) (b)

Gambar 14. (a) Sungkup penangkap asap dan (b) Kondensor.

Kelemahan yang masih terjadi pada sistem produksi distilat asap ini adalah asap yang dihasilkan dari pembakaran tidak seluruhnya dapat dialirkan ke kondensor. Sebagian asap tersebut telah terkondensasi pada pipa saluran pengumpul asap sehingga distilat asap yang dihasilkan menetes kembali ke tanur

pembakaran tempurung kelapa. Hal ini dikarenakan posisi pipa saluran pengumpul asap sejajar dengan tanur pembakaran, sehingga menyebabkan asap yang terkondensasi pada saluran ini terakumulasi kemudian mengalir kembali menuju tanur pembakaran. Selain itu, jumlah asap yang dihasilkan tidak sebanding dengan diameter pipa menuju kondensor yang masih terlalu kecil. Hal ini mengakibatkan asap telah terkondensasi bahkan sebelum masuk ke dalam kondensor.

Selanjutnya, setelah proses kondensasi, distilat asap ditampung pada wadah plastik (jerigen) berbagai ukuran dan disimpan untuk diendapkan. Proses pengendapan ini dilakukan di lokasi industri. Pengendapan dilakukan untuk memisahkan fraksi tar berat dan fraksi campuran antara tar ringan dan cairan distilat (Sari, 2004). Berdasarkan pengamatan, semakin lama pengendapan dilakukan, kualitas distilat akan semakin baik, karena pemisahan fraksi tar berat dan fraksi campuran antara tar ringan dan cairan distilat akan semakin baik.

Kemudian dilakukan proses penyaringan sebelum distilat asap dapat dimanfaatkan sebagai pengawet atau disenfektan. Proses penyaringan dilakukan 2-3 kali dengan menggunakan kertas saring. Hal ini bertujuan untuk memisahkan partikel-partikel kasar yang ada pada distilat asap selain itu penyaringan juga dapat menjadikan warna distilat asap menjadi bening.

b. Performansi Sistem Produksi Distilat Asap

Secara umum, pengujian performansi alat sistem produksi distilat asap dilakukan untuk mengetahui analisis neraca bahan, laju pengeluaran distilat asap (liter/jam), laju air pendingin (liter/jam) dan efisiensi penyulingan yang dilakukan dengan memberikan perlakuan yang berbeda pada jumlah tanur pembakaran yang digunakan yaitu 2, 3 dan 4.

Tabel 2. Hasil pengamatan sistem produksi distilat asap tempurung kelapa

Jumlah tanur Jumlah bahan (Kg) KA Bahan (%) Waktu Pembaka ran (jam) Laju air (Ltr/jam) Laju distilat (Ltr/ jam) Jumlah arang (Kg) KA Arang (%) Distilat Asap (Liter) Efisiensi penyuling an (%) 2 333 17.9 16 98.4 2.04 83 8.84 6.9 13,21 3 526 20.23 16 79.88 2.38 133 10.21 11.04 11,89 4 842 22.43 16 79.39 2.9 210 11.63 17.68 10,75

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa perbedaan jumlah tanur tidak berpengaruh terhadap laju distilat asap sehingga distilat asap yang dihasilkannya tidak berbeda jauh. Hal ini dikarenakan pengukuran laju distilat asap dilakukan pada saat awal pembakaran sehingga jumlah asap yang masuk ke kondensor baik yang menggunakan 2, 3, maupun 4 tanur hampir sama. Selain itu juga laju distilat asap dipengaruhi oleh suhu air pendingan, semakin dingin air yang digunakan sebagai media pendingin maka semakin besar pula laju distilat asapnya. Laju air pendingin relatif tetap karena air dialirkan dengan sistem gravitasi. Air dialirkan dari penampung air menuju pipa pemasukan pada kondensor dengan menggunakan selang.

Efisiensi penyulingan dapat diketahui dengan cara membandingkan jumlah uap yang terkondensasi dengan jumlah uap air pada tempurung kelapa dan dikalikan dengan 100%. Jumlah uap air pada tempurung kelapa dapat ditentukan dengan cara mengurangi kadar air bahan sebelum pembakaran dengan kadar air arang setelah proses pembakaran kemudian dikalikan dengan jumlah bahan baku yang digunakan. Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa efisiensi penyulingan untuk perlakuan 4 tanur adalah 10,75%, efisiensi penyulingan untuk 3 tanur adalah 11,89% dan efisiensi penyulingan untuk 2 tanur sebesar 13,21%

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kondensor yang dirancang pada penelitian ini hanya efektif untuk 1 atu 2 tanur pembakaran saja. Hal ini diduga karena semakin sedikit jumlah tanur yang digunakan maka asap yang dihasilkannya banyak yang terkondensasi oleh kondensor, lain halnya dengan jumlah tanur yang banyak maka semakin banyak asap yang keluar melalui celah- celah sambungan dan terkondensasi sebelum masuk ke kondensor. Selain itu dari Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa perbandingan bahan baku yang digunakan dengan arang yang dihasilkan adalah 1:4 dengan rendemen distilat asap rata-rata 2.087%.

Untuk menghasilkan sebanyak mungkin distilat asap sebaiknya digunakan bahan baku dengan kadar air yang tinggi. Hanendyo (2005) mengungkapkan, tingginya kandungan air dalam bahan baku sangat berpengaruh terhadap rendemen distilat asap yang dihasilkan. Semakin tinggi kandungan kadar air dalam bahan baku maka semakin tinggi pula jumlah rendemen distilat asap yang dihasilkan.

Selain itu semakin panjang kondensor yang digunakan maka kemungkinan mengkondensasikan asap hasil pembakaran dalam proses ekstrasi distilat asap akan lebih optimal. Hal ini dikarenakan asap dapat bergerak lebih lama dalam kondensor sehingga asap hasil pembakaran tersebut mengalami proses kondensasi yang lebih lama.

Selanjutnya, dilakukan pengukuran efisiensi kondensor. Untuk mengukur efisiensi kondensor ini diperlukan data mengenai keadaan kondensor. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 3 yang diambil pada pembakaran dengan 4 tanur.

Tabel 3. Data suhu uap, suhu air dan massa air pendingin dan massa uap.

Ulangan Menit Tu Tk Tm Td Mu Ma 20 64.3 58.3 27.1 37.3 40 65.8 58.7 27.5 38.3 1 60 71.3 58.8 28.4 38.8 20 71.3 59.2 28.5 39.5 40 69.3 59.8 28.3 39 2 60 68.5 59.8 28.7 38.5 20 68.6 60.1 29.1 38.2 40 41.7 49.6 28 34.1 3 60 44.9 42.8 27.3 29.5 16,44 79.39 Rataan 62.86 56,34 28,1 37,02 16,44 79.39

Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termokopel, sementara massa distilat didapatkan dengan menampung distilat asap pada suatu wadah selama satu jam, kemudian ditimbang massanya. Hasil pengukuran menghasilkan data suhu uap masuk kondensor rata-rata sebesar 62,86 ˚C, suhu distilat keluar kondensor rata-rata sebesar 37,02 ˚C, suhu air masuk kondensor rata-rata sebesar 28,1 ˚C, suhu air keluar kondensor rata-rata sebesar 56,34 ˚C.

Data tersebut kemudian dimasukkan dalam perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Welty,1978) :

Qu = Mu * Cu * (Tu – Td) + Mu* Ke

Qa = Ma * Ca * (Tk – Tm)

Dimana: Qu = energi yang dilepas uap air, kJ

Qa = energi yang diserap air pendingin, kJ

Mu = massa uap air, kg/jam

Ma = massa air pendingin, kg/jam

Cu = kalor jenis uap air,

Ca = kalor jenis air, 4190 J/kgoC Tu = suhu uap masuk kondensor, oC

Td = suhu distilat keluar kondensor, oC

Tm = suhu air pendingin masuk kondensor, oC

Tk = suhu air pendingin keluar kondensor, oC

Ke = kalor laten pengembunan, J/kg

Energi yang dilepas uap

Efisiensi Kondensor = _____________________________ x 100% Energi yang diserap air

Hasil perhitungan efisiensi kondensor (Lampiran 3) menunjukkan bahwa kondensor yang digunakan pada penelitian ini memiliki efisiensi sebesar 7,94 %. Nilai ini sangat kecil dan menunjukkan bahwa kondensor dengan spesifikasi dan rancangan seperti dalam penelitian ini belum efisien untuk digunakan. Angka ini menunjukkan bahwa kondensor ini hanya efektif digunakan untuk 1 atau 2 tanur pembakaran.

Dari keadaan kondensor di atas dapat disusun grafik perbedaan suhu logaritmik seperti pada Gambar 16 berikut ini:

ai ui uo ao Suhu (˚C) Tui 62,86 Tao 56,34 Tuo 37,02 Tai 28,1 0 1,8 Panjang Kondensor (m)

Gambar 16. Perbedaan suhu logaritmik alat penyuling

Sehingga, perbedaan suhu logaritmiknya dapat dihitung sebagai berikut:

∆TLMTD = (Tu – Tk) – (Td – Tm)

Ln (Tu – Tk) / (Td – Tm)

= (62,86 – 56,34) – (37,02 – 28,1) = 7,66 ˚C Ln [(62,86 – 56,34) / (37,02 – 28,1)]

Dengan menggunakan perhitungan pada Lampiran 12, angka perbedaan suhu logaritmik ini digunakan untuk mengetahui luas penampang pindah panas kondensor yang seharusnya digunakan. Luas penampang pindah panas pada kondensor secara teoritis seharusnya sebesar 6.95 m2. Sedangkan luas penampang aktual pada kondensor di alat penyuling pada penelitian ini adalah sebesar 0,0875 m2. Dari perhitungan ini terlihat bahwa luasan pindah panas pada kondensor belum memenuhi kebutuhan luasan yang sesungguhnya, bahkan masih terpaut jauh.. Rancangan kondensor yang disarankan disajikan pada Lampiran 14.

c. Rendemen Asap Cair

Pada langkah ini jumlah distilat asap yang dihasilkan dibandingkan dengan jumlah kandungan air pada tempurung kelapa :

Jumlah distilat asap

x 100% Jumlah bahan tempurung kelapa

Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: Tabel 4. Rendemen distilat asap Tanur Jumlah bahan (kg) Lama Pembakaran (jam) Jumlah distilat (kg) Rendemen (%) 2 tanur 3 tanur 4 tanur 333 526 842 16 16 16 6,9 11,04 17,68 2,07 2,09 2,10

Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa rendemen distilat asap masih sangat kecil jika dibandingkan dengan arang tempurung ataupun bahan yang digunakan. Hal ini disebabkan masih banyaknya asap yang tidak terkondensasikan, atau terlepas begitu saja ke udara. Jumlah asap yang dikondensasikan sangat sedikit dibandingkan asap yang lolos dari kondensor atau lewat sela-sela tanur pembakaran maupun pipa penghubung.

Hasil perhitungan ini bisa dikatakan sesuai dengan hasil perhitungan efisiensi kondensor dan efisiensi penyulingan yang menghasilkan jumlah yang masih kecil. Dengan efisiensi kondensor yang hanya sebesar 7,94 % serta efisiensi penyulingan yang hanya berkisar antara 10,75% hingga 13,21% amat wajar jika distilat asap yang dihasilkan pun masih amat kecil. Hal ini dikarenakan kondisi alat secara keseluruhan memiliki perbedaan pada masing-masing waktu pembakaran. Sebagai contoh, ketika awal pembakaran, asap yang dihasilkan akan sangat melimpah, sedang pada pertengahan dan akhir, jumlah asapnya tidak sebanyak kondisi awal tersebut.

Sementara, berdasarkan observasi di lokasi industri, berdasarkan data yang diperoleh dari penampungan distilat asap setiap harinya, jumlah distilat yang dihasilkan dapat mencapai kisaran 17 hingga 20 liter per hari dari sekitar 800 kg tempurung kelapa yang dibakar.

B. TAHAP IDENTIFIKASI KANDUNGAN KIMIA

Pada tahap ini dilakukan analisis kimia untuk mengetahui kandungan kimia dari distilat asap hasil penyulingan. Kandungan kimia ini kemudian akan digunakan untuk menentukan kualitas distilat asap yang dihasilkan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian sebelumnya, kandungan kimia yang paling berpengaruh dalam penentuan kualitas distilat asap adalah senyawa fenol. Selain itu juga akan dilakukan pengukuran total asam organik, serta kandungan alkohol.

Berdasarkan hasil analisis kimia di laboratorium, dihasilkan data kandungan kimia distilat asap tempurung kelapa pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 5. Hasil analisis komponen kimia distilat asap tempurung kelapa No Komponen kimia Kandungan Persentase

1 Total Fenol 5,5 gr / 100 gr 5,5 % 2 Methyl Alkohol 0,37 gr / 100 gr 0.37 % 3 Total Asam 7,1 ml / 100 ml 7,1%

Seperti yang terlihat pada tabel di atas, kandungan fenol dalam distilat asap tempurung kelapa pada penelitian ini sebesar 5,5%. Kandungan methyl alkoholnya sebesar 0,37% dan total asam yang terdapat dalam distilat asap tempurung kelapa ini adalah sebesar 7,1%.

Dari ketiga senyawa yang dianalisis tersebut, fenol dapat digunakan sebagai patokan dalam menentukan efektivitas pengasapan, karena sifatnya yang bakterisidal, sehingga mempunyai daya pengawet. Fenol juga berperan dalam menimbulkan rasa dan aroma yang khas dari produk asap. Selain itu, asam-asam organik (asam asetat dan asam format) yang melekat dan masuk ke dalam produk asap dapat menurunkan pH sehingga suasana pH produk akan menjadi rendah dan pertumbuhan bakteri akan terhambat (Nurhayati, 2000).

Penelitian tentang komposisi asap pertama kali dilakukan oleh Pettet dan Lane pada tahun 1940. Mereka mendapati sekitar 1000 jenis senyawa kimia yang terkandung di dalam asap, 300 diantaranya telah dapat diidentifikasi. Senyawa- senyawa yang dapat dideteksi diantaranya: 85 jenis fenol dalam kondensat dan 20 jenis dalam asap, 45 jenis karbonil, keton, aldehid, 35 jenis asam, 11 macam

furan, 15 macam alkohol dan ester, 13 macam lakton serta hidrokarbon alifatik sebanyak 1 jenis dalam kondensat dan 20 jenis dalam asap (Djatmiko,1985).

Maga (1988) menyebutkan bahwa komposisi distilat asap adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Komposisi distilat asap menurut Maga (1988) Komposisi Kimia Persentase (%)

Air Fenol Asam Karbonil Ter 11 - 92 0.2 - 2.9 2.8 – 4.5 2.6 – 4.6 1 - 17

Trenggono,dkk (1996) menyatakan bahwa distilat asap mengandung 7 komponen dominan yakni fenol, 3-metil-1,2-siklopentadion, 2-metoksifenol, 2- metoksi-4-metilfenol, 4-etil-2-metoksifenol, 2,6-dimetoksifenol, 2,5-dimetoksi benzil alkohol. Mereka juga menemukan bahwa dari beberapa jenis kayu lain (jati, lamtorogung, mahoni, kamper, bangkirai, kruing dan glugu) asap cair yang dihasilkan memiliki kandungan sebagai berikut:

Tabel 7. Komposisi distilat asap menurut Trenggono,dkk.(1996) No Komponen kimia Persentase

1 Fenol 2,10 – 5,13 % 2 Senyawa karbonil 8,56 – 15,23 % 3 Total Asam 4,27 – 11,3 %

Yulistiani (1997) menemukan kandungan fenol dalam distilat asap tempurung kelapa sebesar 1,28 %. Sedangkan Hanendyo (2005) mendapatkan dua hasil pengukuran kadar fenol, masing-masing pada panjang kondensor yang berbeda, yakni 1,38% pada panjang kondensor 2,5 meter dan 1,41% pada panjang kondensor 4 meter.

Hasil penelitian terbaru dari Febriani (2006) dalam menganalisis komponen volatil distilat asap tempurung kelapa dengan menggunakan metode GCMS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) adalah sebagai berikut:

Tabel 8. Komposisi fenol distilat asap tempurung kelapa menurut Febriani (2006) Komponen kimia (Fenol) Rumus Molekul Jumlah (%)

2-methoxy-4-methyl 4-ethyl-2-methoxy-(CAS)p-ethylguaiacol 2-6-dimethoxy 2-methoxy-4-(2-propenyl)-(CAS)-eugenol C8H10O2 C9H12O2 C8H10O C10H12O2 14,44 5,89 10,50 0,86

Keempat senyawa fenol di atas merupakan senyawa yang bertanggung jawab terhadap cita rasa asap dan juga sebagai antibakteri.

Sebagaimana yang telah disebutkan di atas dan dalam beberapa penelitian terdahulu, dapat dibandingkan kualitas distilat asap tempurung kelapa yang dihasilkan berdasarkan kandungan fenol yang dimiliki. Hal ini dikarenakan kandungan fenol sangat berpengaruh terhadap daya awet distilat asap. Makin tinggi kandungan fenol maka pH produk akan semakin rendah yang akhirnya menurunkan aktivitas bakteri.

Tabel 9 . Perbandingan hasil pengukuran kandungan fenol distilat asap tempurung kelapa

No. Penelitian Kandungan fenol (%) 1 Febriani (2006) 2-methoxy-4-methyl = 14,44 %

4-ethyl-2-methoxy-(CAS)p-ethylguaiacol = 5,89 % 2-6-dimethoxy = 10,50 %

2-methoxy-4-(2-propenyl)-(CAS)-eugenol = 0,86 %

2 Tim Fateta IPB (2006) 5,5 %

3 Trenggono,dkk (1996) 2,10 – 5,13 % 4 Maga (1988) 0.2 - 2.9

5 Hanendyo (2005) 1,38% hingga 1,41% 6 Yulistiani (1997) 1,28 %.

Dilihat dari perbandingan di atas, hasil penelitian ini (Tim Fateta IPB) menghasilkan distilat asap dengan kandungan fenol yang cukup tinggi. Sehingga, distilat asap tempurung kelapa yang dihasilkan termasuk distilat asap dengan kualitas yang cukup baik, dengan kandungan fenol yang di atas rata-rata kandungan fenol distilat asap tempurung kelapa pada penelitian sebelumnya. Hal

ini kemungkinan besar disebabkan oleh besarnya kandungan zat-zat mudah terbakar yang terdapat pada bahan baku tempurung kelapa yang digunakan. Karena, kualitas maupun kuantitas unsur kimia dalam distilat asap sangat tergantung pada jenis bahan baku yang digunakan, tepatnya pada kandungan zat- zat yang mudah terbakar seperti selulosa, hemiselulosa, lignin, resin protein dan abu (Daun,1989). Secara khusus, Daun (1989) menyebutkan bahwa perbedaan kandungan fenol sangat ditentukan oleh banyaknya lignin yang terkandung dalam bahan baku distilat asap tersebut. Semakin tinggi kandungan lignin dalam bahan baku maka kandungan fenol dalam distilat asap akan semakin tinggi pula (Firmansyah,2004). Data kandungan kimia tempurung kelapa dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 10. Komposisi kimia sabut kelapa dan batok kelapa (Hanendyo,2005). Komposisi Sabut Kelapa (%) Tempurung Kelapa (%) Pektin

Hemiselulosa Lignin Selulosa Mineral

Komponen larut air Komponen tidak larut air

14,06 7,69 30,02 18,42 5 5,8 19,19 15,07 8,8 35,02 19,24 7,1 6,4 20,1

C. TAHAP PENGKAJIAN PENGGUNAAN ASAP CAIR SEBAGAI PENGAWET MIE BASAH

1. Pembuatan Mie Basah dan Penambahan Bahan Pengawet

Tahapan selanjutnya dari penelitian ini adalah untuk mengkaji penggunaan distilat asap sebagai pengawet pada bahan pangan. Pada tahap ini bahan pangan

Dokumen terkait