• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi dan Waktu Penelitian

Persiapan bahan baku dilaksanakan di laboratorium THH Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, USU. Pembuatan papan semen di Laboratorium Kimia Polimer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, USU. Pengujian sifat fisis dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan, USU. Pengujian sifat mekanis di Laboratorium Keteknikan Kayu IPB. Penelitian ini dilaksanakan mulai Nopember 2010- Mei 2011.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kempa dingin, oven,

timbangan elektrik, plat besi berukuran 25 cm x 20 cm x 1 cm, saringan 40 mesh, terpal plastik, ember plastik kapasitas 40 kg dan 80 kg, kaliper, parang,

kamera digital, kalkulator, dan alat tulis. Sedangkan bahan yang akan digunakan adalah tiga jenis bambu yaitu bambu tali (Gigantochloa apus Kurz), bambu hitam

(Gigantochloa atroviolaceae Widjaja), bambu betung (Dendrocalamus asper

Becker ex Heyne), semen portland, magnesium klorida (MgCl2), alumunium foil, dan air.

Prosedur Penelitian

Persiapan bahan baku

Bambu dipotong tiap buku. Batang bambu kemudian digergaji menggunakan circular saw dengan cara memusatkan ujung bambu ke mata

gergaji untuk mendapatkan partikel dari hasil penggergajian. Partikel disaring dengan menggunakan saringan 40 mesh untuk menyeragamkan bentuk partikel. Selanjutnya, partikel direndam selama 48 jam untuk menghilangkan kandungan pati pada bambu. Partikel dikeringkan dengan dioven pada suhu 50oC sampai mencapai kadar air 15%. Proses persiapan bahan baku disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram persiapan bahan baku partikel

Pengadonan

Papan semen yang dibuat berukuran 25 cm x 20 cm x 1 cm dengan spilasi 10% dan kerapatan 1,2 g/cm3. Papan semen dibuat dengan perbandingan partikel, komposisi semen dan air yaitu 1:2,50:2, 1:2,75:2, dan 1:3,00:2 dengan

penambahan 5% magnesium klorida (MgCl2) dari berat semen (Sulastingsih et al., 2000). Kebutuhan bahan baku papan semen pada

Pemotongan bambu

Partikel dengan KA 15% Pembuatan Partikel

Pengeringan di oven pada suhu 50oC Penyaringan dengan saringan

ukuran 40 mesh

perbandingan partikel, semen, dan air yaitu 1:2,50:2, 1:2,75:2, dan 1:3,00:2 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kebutuhan bahan baku papan semen Jenis bambu Bambu: Semen: Air Bobot partikel

(g) Bobot semen (g) Air (g) MgCl2(g) Bambu tali 1: 2,50: 2 188,57 471,43 377,14 23,57 1: 2,75: 2 176,00 484,00 352,00 24,20 1: 3,00: 2 165,00 495,00 330,00 24,75 Bambu hitam 1: 2,50: 2 188,57 471,43 377,14 23,57 1: 2,75: 2 176,00 484,00 352,00 24,20 1: 3,00: 2 165,00 495,00 330,00 24,75 Bambu betung 1: 2,50: 2 188,57 471,43 377,14 23,57 1: 2,75: 2 176,00 484,00 352,00 24,20 1: 3,00: 2 165,00 495,00 330,00 24,75

Proses pembuatan papan adalah sebagai berikut: katalis dilarutkan dalam air, selanjutnya partikel bambu dibasahi dengan larutan katalis. Kemudian dicampur dengan semen sampai merata dan siap dibuat lembaran.

Pengukuran suhu hidrasi

Pengukuran suhu hidrasi mengacu pada metode Sanderman (Kamil, 1970)

dalam Dewi (2003). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan botol termos

yang kedalamnya dimasukkan suatu wadah berisikan partikel bambu, campuran semen dan air dengan perbandingan 20g (partikel); 200g (semen); 100g (air). Termometer dimasukan lewat tutup yang tertutup rapat agar tidak ada panas yang keluar.

Pengukuran suhu dilakukan pada setiap jenis perlakuan. Suhu hidrasi yang dijadikan kontrol adalah suhu hidrasi dari campuran semen dan air. Pengukuran suhu hidrasi dilakukan terhadap lima macam adonan, yaitu:

b. Semen+air+MgCl2

c. Semen+air+partikel (bambu tali)+MgCl2

d. Semen+air+partikel (bambu hitam)+MgCl2

e. Semen+air+partikel (bambu betung)+MgCl2

Kenaikan suhu dicatat tiap jam terus-menerus selama 24 jam. Dalam periode 24 jam itu suhu maksimum akan tercapai. Setelah itu suhu akan turun kembali. Suhu maksimum itulah yang dipergunakan sebagai ukuran dapat atau tidaknya suatu bahan dipakai sebagai bahan baku papan semen partikel.

Pembentukan lembaran

Pembentukan lembaran dilakukan secara manual. Bahan baku partikel yang telah siap dalam pengadonan kemudian dimasukkan ke dalam plat pencetak lembaran berukuran 25 cm x 20 cm x 1 cm dan dilakukan pengempaan dingin dengan tekanan 50 kg/cm2 selama ± 15 menit. Kemudian plat pencetak lembaran dikencangkan dengan menggunakan mur sampai mencapai ketebalan 1 cm.

Pengkondisian

Papan semen yang telah dibentuk menjadi lembaran pada plat pencetak lembaran, kemudian dikondisikan selama 2-3 hari hingga papan kering dan bersifat kaku. Selanjutnya papan semen tersebut dikeluarkan dari plat pencetak dan dikeringkan ke dalam oven selama 48 jam pada suhu 50oC sampai kekerasan papan semen merata. Papan semen yang telah kering ditumpuk selama ±2 minggu dengan tujuan agar kadar airnya seragam dan memiliki kekerasan yang cukup tinggi.

Pengujian kualitas

Pola pemotongan contoh uji untuk pengujian sifat fisis dan mekanik mengacu pada standar JIS A 5417-1992 untuk papan semen, seperti yang terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pola pemotongan contoh uji papan semen Keterangan :

A : contoh uji untuk kadar air dan kerapatan (10 cm x 10 cm x 1 cm ) B : contoh uji untuk untuk kuat pegang sekrup (10 cm x 5 cm x 1 cm) C : contoh uji daya serap air dan pengembangan tebal (5 cm x 5 cm x 1 cm) D : contoh uji internal bond (5 cm x 5 cm x 1 cm)

E : contoh uji untuk MOE dan MOR (20 cm x 5 cm x 1 cm) F : contoh uji untuk uji kubur (20 cm x 5 cm x 1 cm)

A B C D F E 25 cm 20 cm 10 cm 10 cm 5 cm 5 cm 5 cm 5 cm 5 cm 2,5 cm 2,5 cm 5 cm

Pengujian sifat fisis

1. Kerapatan

Kerapatan menunjukkan perbandingan antara massa atau berat benda terhadap volumenya. Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara. Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm ditimbang beratnya, lalu diukur rata-rata panjang, lebar dan tebalnya untuk menentukan volume contoh uji. Nilai kerapatan contoh uji dihitung dengan rumus:

Keterangan:

ρ = kerapatan (g/cm³)

B = berat contoh uji kering udara (g) V = volume contoh uji kering udara (cm³)

2. Kadar air

Kadar air menunjukkan besarnya kandungan air di dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Penetapan kadar air papan semen dilakukan dengan menghitung selisih berat awal (B0) dan berat kering (B1) setelah dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu (103±2)ºC. Pengukuran berat kering papan semen dilakukan sampai beratnya konstan. Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm. Nilai kadar air papan semen dihitung dengan rumus:

KA (%)= 100 1 1 0 × B B B = ρ V B

3. Pengembangan tebal

Pengembangan tebal merupakan besarnya nilai pertambahan tebal dari papan, setelah direndam dalam air. Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm. Pengembangan tebal didasarkan pada tebal papan sebelum perendaman (T1) dalam kondisi kering udara dan tebal papan setelah perendaman (T2) dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam. Pengukuran tebal papan dilakukan pada keempat sudut dan dirata-ratakan. Nilai pengembangan tebal dihitung dengan rumus:

4. Daya serap air

Daya serap air merupakan kemampuan papan untuk menyerap air dalam jangka waktu tertentu. Daya serap air papan dilakukan dengan mengukur selisih berat contoh uji sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam. Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm. Nilai daya serap air tersebut dihitung dengan rumus:

Keterangan:

DSA = daya serap air (%)

B1 = berat contoh uji sebelum perendaman (g) B2 = berat contoh uji setelah perendaman (g)

TS (%)= 100 1 1 2 x T T TDSA(%) = 100 1 1 2 x B B B

Pengujian sifat mekanis

1. Modulus elastisitas

Modulus elastisitas (MOE) menunjukkan ukuran ketahanan papan menahan beban dalam batas proporsi (sebelum patah). Pengujian MOE dilaksanakan bersamaan dengan pengujian modulus patah (MOR) dengan menggunakan Universal Testing Machine. Sifat ini sangat penting jika papan digunakan sebagai bahan konstruksi. Contoh uji berukuran 20 cm x 5 cm x 1 cm. Nilai MOE dihitung dengan rumus:

Keterangan :

MOE = modulus elastisitas (kg/cm2) ΔP = beban sebelum proporsi (kg) L = jarak sangga (cm)

ΔY = lenturan pada beban sebelum batas proporsi (cm) b = lebar contoh uji (cm)

h = tebal contoh uji (cm)

2. Modulus patah

Contoh uji berukuran 20 cm x 5 cm x 1 cm. Pengujian keteguhan patah (MOR) dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine dengan lebar bentang (jarak penyangga) 15 kali tebal nominal, tetapi tidak kurang dari 15 cm. Nilai MOR dihitung dengan rumus:

Keterangan:

MOR = modulus patah (kg/cm2) P = beban maksimum (kg) L = jarak sangga (cm) b = lebar contoh uji (cm) h = tebal contoh uji (cm)

2 2 3 bh PL MOR= Y bh PL MOE ∆ ∆ = 3 3 4

3. Keteguhan rekat

Keteguhan rekat (internal bond) diperoleh dengan cara merekatkan kedua permukaan contoh uji pada balok besi kemudian balok besi tersebut ditarik secara berlawanan sampai pada beban maksimum. Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm. Keteguhan rekat contoh uji dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

IB = keteguhan rekat (kg/cm2)

P = gaya maksimum yang bekerja (kg) A = luas permukaan contoh uji (cm2)

4. Kuat pegang sekrup

Kuat pegang sekrup merupakan kemampuan suatu produk komposit untuk menahan beban sekrup yang diberikan. Contoh uji berukuran 10 cm x 5 cm x 1 cm. Sekrup yang digunakan berdiameter 2,7 mm, panjang 16 mm, dimasukkan pada dua posisi contoh uji secara vertikal. Sekrup yang menempel kemudian dicabut dengan arah vertikal dan diukur beban maksimum saat pencabutan. Nilai kuat pegang sekrup adalah rata-rata beban dari dua daerah operasi yang dinyatakan dalam kilogram. Dalam pengujian ini beban pencabutan yang bekerja berkecepatan 10 mm/ menit.

Sifat Ketahanan Terhadap Serangan Rayap (Biodeteriorasi)

Pengujian ketahanan papan semen terhadap rayap tanah dilakukan dengan

menggunakan metode uji kubur (grave yard test). Contoh uji berukuran 20 cm x 5 cm x 1 cm. Pengujian dilakukan dengan cara mengubur contoh uji

secara vertikal selama 3 bulan. Seluruh contoh uji dikubur secara acak dengan

A P

jarak 0,5 m setiap contoh uji dengan membiarkan minimal 10 cm dari bagian ujung contoh uji terlihat di atas permukaan tanah.

Sebelum pengujian, terlebih dahulu diukur berat contoh uji dalam kondisi berat kering oven. Setelah 3 bulan, contoh uji diangkat, dibersihkan dan dikeringkan dengan oven sampai mencapai berat kering oven. Lalu ditimbang untuk mengetahui kehilangan beratnya. Keawetan papan semen terhadap rayap tanah melalui uji kubur diperoleh dengan menghitung persentase kehilangan berat (weight loss) papan semen berdasarkan SNI 01-7207-2006, dengan rumus :

Dilakukan penentuan kelas ketahanan papan semen berdasarkan klasifikasi SNI 01-7207-2006. Klasifikasi SNI 01-7207-2006 disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Klasifikasi penurunan berat papan semen terhadap serangan rayap berdasarkan SNI 01-7207-2006

Kelas Ketahanan Penurunan Berat (%)

I Sangat tahan < 3,52 II Tahan 3,52-7,50 III Sedang 7,50-10,96 IV Buruk 10,96-18,95 V Sangat buruk 18,95-31,89 Analisa Data

Hasil rerata pengujian sifat fisis dan mekanis dibandingkan dengan standar JIS A 5417–1992. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial, dengan dua faktor perlakuan dan masing-masing tiga ulangan, yaitu perlakuan jenis bambu, dan kadar semen. Analisis data yang dilakukan mengacu pada Sastrosupadi (2004).

Model statistik yang digunakan adalah: Yijk = µ + αi+ βj+ (αβ)ij + ∑ijk

Keterangan:

Yijk = Nilai pengamatan jenis bambu i, dengan kadar semen j pada ulangan ke-k

µ = Rataan umum/nilai tengah αi = Pengaruh jenis bambu ke-i βj = Pengaruh kadar semenke-j

(αβ)Ij = Pengaruh interaksi perlakuan jenis bambu ke-i dan kadar semen ke-j

∑ijk = Pengaruh acak pada perlakuan jenis bambu ke-i, dengan kadar semen ke-j serta

pada ulangan ke-k

Ada tidaknya pengaruh perlakuan terhadap respons maka dilakukan analisis sidik ragam berupa uji F pada tingkat kepercayaan 95%. Hipotesis yang diuji adalah:

H0 : Jenis bambu, kadar semen dan interaksinya tidak berpengaruh terhadap sifat fisis dan mekanis papan semen.

H1 : Jenis bambu, kadar semen dan interaksinya berpengaruh terhadap sifat fisis dan mekanis papan semen.

Untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan-perlakuan yang dicoba, dilakukan analisis keragaman dengan kriteria uji:

Jika F hitung ≤ F tabel maka H0 diterima Jika F hitung > F tabel maka H0 ditolak.

Jika hasil analisis sidik ragam memberikan perbedaan yang nyata baik pada jenis bambu, komposisi bahan baku, ataupun interaksinya maka dilakukan uji wilayah berganda Duncan (Duncan multiple range test) dengan tingkat kepercayaan 95 % untuk mengetahui perlakuan yang berpengaruh.

Dokumen terkait