KARAKTERISTIK PAPAN SEMEN DARI TIGA JENIS
BAMBU DENGAN PENAMBAHAN KATALIS MAGNESIUM
KLORIDA (MgCl
2)
SKRIPSI
Oleh:
Irvan Panogari Sibarani 071203007/ Teknologi Hasil Hutan
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Karakteristik Papan Semen dari Tiga Jenis Bambu dengan Penambahan Katalis Magnesium Klorida (MgCl2)
Nama : Irvan Panogari Sibarani
NIM : 071203007
Program Studi : Kehutanan
Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing
Evalina Herawati, S.Hut, M.Si Tito Sucipto, S.Hut, M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui,
Irvan Panogari Sibarani. Karakteristik Papan Semen dari Tiga Jenis Bambu dengan Penambahan Katalis Magnesium Klorida (MgCl2). Dibimbing oleh
Evalina Herawati dan Tito Sucipto
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah mengevaluasi kualitas papan semen berupa sifat fisis dan mekanis papan semen serta ketahanannya terhadap serangan rayap. Papan dibuat dengan ukuran 25 cm x 25 cm x 1 cm dan kerapatan 1,2 g/cm3 dari tiga kombinasi jenis bambu (bambu tali, bambu betung, bambu hitam), dan kadar semen (2,50%, 2,75%, 3,00%) dengan penambahan katalis magnesium klorida. Sifat fisis papan semen yang memenuhi standar JIS A 5417-1992 adalah kadar air
dan pengembangan tebal sedangkan kerapatan yang memenuhi standar JIS A 5417-1992 hanya perlakuan kombinasi bambu hitam dengan kadar semen
2,50%, 2,75% dan 3,00% dan kombinasi bambu tali dengan kadar semen 3,00%. Pengujian sifat mekanis papan semen yang dihasilkan tidak memenuhi standar JIS A 5417-1992 untuk nilai MOR dan MOE dan untuk internal bond dan kuat pegang sekrup tidak dipersyaratkan dalam standar JIS A 5471-1992. Papan semen memiliki keawetan yang cukup tinggi terhadap serangan rayap dengan ketahanan seluruh papan sangat tahan dan pada kelas I berdasarkan standar SNI 01-7207-2006. Dari hasil penelitian papan semen yang terbaik dihasilkan dari bambu hitam dengan kombinasi kadar semen 3,00% dilihat dari sifat fisis, sifat mekanis dan ketahanan terhadap serangan rayap seluruh papan semen yang dihasilkan.
Irvan Panogari Sibarani. Characteristics of Cement Board made from Three Types of Bamboo with Magnesium Chloride (MgCl2) Catalyst Addition. Supervised by Evalina Herawati and Tito Sucipto
ABSTRACT
The research objective was to evaluate the quality of cement board about physical and mechanical properties of cement board and its resistance to termite attack. Boards were made with size 25 cm x 25 cm x 1 cm and 1,2 g/cm3 density variations on a combination of three bamboo species (Tali bamboo, Betung bamboo, Hitam bamboo), and levels of cement (2,50%, 2,75%, 3,00%) with the addition of magnesium chloride catalyst. Physical properties of cement board completed JIS A 5417-1992 was the moisture content and the thickness swelling, while density completed JIS A 5417-1992 just for Hitam Bamboo combination
treatment with level of cements 2,50%, 2,75% and 3,00%, and Tali Bamboo
combination with level of cements 3,00%. The result of mechanics properties cement board did not complete JIS A 5417-1992 for MOR and MOE value and for internal bond and screw holding strength were not regulationed in JIS A 5471-1992. Cement board had an enough high durability that resistance to termite attack by the entire board was highly resistant and the first class based on SNI 01-7207-2006 standard. From the results of research, the best cement boards are produced from Hitam Bamboo with cements level combination 3.00% based on physical properties, mechanic properties and that resistance to termite attack all of the cement board resulted.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan Provinsi Sumatera Utara pada tanggal
25 April 1988 dari Ayah Drs. P. Sibarani dan Ibu E. Siregar. Penulis adalah anak
pertama dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Swasta Taman Siswa Tanjung
Sari, Medan, Sumatera Utara pada tahun 2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
(SLTP) di SLTP Swasta Nasrani 1 Medan, Sumatera Utara tahun 2003, dan
Sekolah Menengah Umum (SMU) di SMU Negeri 7 Medan, Sumatera Utara
tahun 2006. Pada tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk Universitas Sumatera
Utara (USU) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis
memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan.
Penulis mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan dan Pengelolaan Hutan
(P3H) di Hutan Mangrove Pulau Sembilan dan Hutan Dataran Rendah Aras Napal
pada tahun 2009, kegiatan tersebut dilaksanakan selama 10 hari. Penulis juga
melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. AUSTRAL BYNA – DPH
Camp Sikui Km 27-Muara Teweh selama 1 bulan, terhitung mulai tanggal
20 Januari 2011 s/d 20 Februari 2011. Penulis melaksanakan penelitian dengan
judul ”Karakteristik Papan Semen Dari Tiga Jenis Bambu dengan Penambahan
Katalis Magnesium Klorida (MgCl2)”, di bawah bimbingan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sebab
atas kasih dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Karakteristik Papan Semen dari Tiga Jenis Bambu dengan Penambahan Katalis
Magnesium Klorida (MgCl2)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
menjadi Sarjana Kehutanan.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang
selalu mendoakan, memberi dukungan, kasih sayang dan materi serta
menginspirasi penulis untuk tetap semangat dalam mewujudkan skripsi ini serta
kedua adik penulis yang selalu membantu, menemani, mendoakan dan memberi
dorongan dalam mengerjakan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada komisi pembimbing skripsi yaitu Ibu Evalina Herawati, S.Hut, M.Si
sebagai ketua dan Bapak Tito Sucipto, S.Hut, M.Si sebagai anggota yang telah
membimbing dan memberikan berbagai masukan serta saran dalam pembuatan
skripsi selama ini.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi,
oleh karena itu penulis memohon maaf atas kekurangan tersebut. Penulis
mengharapkan agar skripsi ini dapat menjadi panduan belajar dan bacaan yang
bermanfaat bagi mahasiswa/i kehutanan secara khusus dan masyarakat secara
umum. Akhir kata penulis menyampaikan terima kasih.
Medan, Nopember 2011
DAFTAR ISI
Komposisi kimia semen Portland ... 16
Faktor pengerasan semen ... 17
Magnesium Klorida ... 18
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20
Alat dan Bahan ... 20
Prosedur Penelitian ... 20
Persiapan bahan baku ... 20
Pengadonan ... 21
Pengukuran suhu hidrasi ... 22
Pembentukan lembaran ... 23
Pengkondisian ... 23
Pengujian sifat fisis ... 25
Pengujian sifat mekanis ... 27
Sifat ketahanan terhadap serangan rayap (biodeteriorasi) ... 28
Analisa data ... 29
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran Suhu Hidrasi ... 31
Sifat Fisis Papan Papan Semen Kerapatan ... 34
Kadar air ... 36
Daya serap air ... 38
Pengembangan tebal ... 40
Sifat Mekanis Papan Semen Modulus of elasticity (MOE) ... 42
Modulus of rupture (MOR) ... 44
Internal bond (IB) ... 46
KuatPegangSekrup ... 48
Sifat ketahanan terhadap serangan rayap (biodeteriorasi) ... 50
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 53
Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 55
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Diagram persiapan bahan baku partikel ... 21
2. Pola pemotongan contoh uji papan semen ... 24
3. Grafik suhu hidrasi papan semen pada berbagai perlakuan ... 31
4. Papan semen yang dihasilkan ... 32
5. Grafik rerata nilai kerapatan papan semen ... 34
6. Grafik rerata kadar air papan semen ... 36
7. Grafik rerata daya serap air papan semen ... 39
8. Grafik rerata pengembangan tebal papan semen ... 41
9. Grafik rerata MOE papan semen ... 43
10. Grafik rerata MOR papan semen ... 45
11. Grafik rerata IB papan semen ... 47
12. Grafik rerata kuat pegang skrup papan semen ... 49
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Perbandingan sifat mekanis papan semen dengan produk panil lainnya ... 4
2. Sifat fisis dan mekanis papan semen dengan berbagai standar ... 4
3. Sifat-sifat fisik MgCl2dan MgCl2.6H2O ... 19
4. Komposisi kebutuhan bahan baku papan semen ... 22
5. Klasifikasi penurunan berat papan semen terhadap serangan rayap berdasarkan SNI 01-7207-2006 ... 29
6. Nilai sifat fisis dan mekanis papan semen dalam standar JIS A 5417-1992 ... 33
7. Nilai sifat fisis papan semen yang dihasilkan ... 33
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Kebutuhan bahan baku papan semen ... 59
2. Hasil pengukuran suhu hidrasi adonan semen pada seluruh perlakuan ... 60
3. Data hasil pengukuran kerapatan dan kadar air ... 61
4. Data hasil sifat fisis pengukuran daya serap air dan pengembangan tebal papan semen ... 62
5. Data hasil pengukuran MOE dan MOR papan semen ... 63
6. Data hasil pengukuran internal bond (IB) papan semen ... 64
7. Data hasil pengukuran kuat pegang skrup (KPS) papan semen ... 65
8. Hasil analisis sidik ragam kerapatan dan Uji lanjut Duncan kerapatan papan semen ... 66
9. Hasil analisis sidik ragam kadar air dan Uji lanjut Duncan kadar air papan semen ... 67
10. Hasil analisis sidik ragam daya serap air dan Uji lanjut Duncan daya serap air papan semen selama 2 jam ... 68
11. Hasil analisis sidik ragam daya serap air dan Uji lanjut Duncan daya serap air papan semen selama 24 jam ... 69
12. Hasil analisis sidik ragam pengembangan tebal papan semen selama 2 jam ... 70
13. Hasil analisis sidik ragam pengembangan tebal papan semen selama 24 jam ... 71
14. Hasil analisis sidik ragam MOE papan semen ... 72
15. Hasil analisis sidik ragam MOR papan semen ... 73
16. Hasil analisis sidik ragam internal bond (IB) Uji lanjut Duncan internal bond (IB) papan semen ... 74
17. Hasil analisis sidik ragam kuat pegang skrup (KPS) papan semen ... 75
Irvan Panogari Sibarani. Karakteristik Papan Semen dari Tiga Jenis Bambu dengan Penambahan Katalis Magnesium Klorida (MgCl2). Dibimbing oleh
Evalina Herawati dan Tito Sucipto
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah mengevaluasi kualitas papan semen berupa sifat fisis dan mekanis papan semen serta ketahanannya terhadap serangan rayap. Papan dibuat dengan ukuran 25 cm x 25 cm x 1 cm dan kerapatan 1,2 g/cm3 dari tiga kombinasi jenis bambu (bambu tali, bambu betung, bambu hitam), dan kadar semen (2,50%, 2,75%, 3,00%) dengan penambahan katalis magnesium klorida. Sifat fisis papan semen yang memenuhi standar JIS A 5417-1992 adalah kadar air
dan pengembangan tebal sedangkan kerapatan yang memenuhi standar JIS A 5417-1992 hanya perlakuan kombinasi bambu hitam dengan kadar semen
2,50%, 2,75% dan 3,00% dan kombinasi bambu tali dengan kadar semen 3,00%. Pengujian sifat mekanis papan semen yang dihasilkan tidak memenuhi standar JIS A 5417-1992 untuk nilai MOR dan MOE dan untuk internal bond dan kuat pegang sekrup tidak dipersyaratkan dalam standar JIS A 5471-1992. Papan semen memiliki keawetan yang cukup tinggi terhadap serangan rayap dengan ketahanan seluruh papan sangat tahan dan pada kelas I berdasarkan standar SNI 01-7207-2006. Dari hasil penelitian papan semen yang terbaik dihasilkan dari bambu hitam dengan kombinasi kadar semen 3,00% dilihat dari sifat fisis, sifat mekanis dan ketahanan terhadap serangan rayap seluruh papan semen yang dihasilkan.
Irvan Panogari Sibarani. Characteristics of Cement Board made from Three Types of Bamboo with Magnesium Chloride (MgCl2) Catalyst Addition. Supervised by Evalina Herawati and Tito Sucipto
ABSTRACT
The research objective was to evaluate the quality of cement board about physical and mechanical properties of cement board and its resistance to termite attack. Boards were made with size 25 cm x 25 cm x 1 cm and 1,2 g/cm3 density variations on a combination of three bamboo species (Tali bamboo, Betung bamboo, Hitam bamboo), and levels of cement (2,50%, 2,75%, 3,00%) with the addition of magnesium chloride catalyst. Physical properties of cement board completed JIS A 5417-1992 was the moisture content and the thickness swelling, while density completed JIS A 5417-1992 just for Hitam Bamboo combination
treatment with level of cements 2,50%, 2,75% and 3,00%, and Tali Bamboo
combination with level of cements 3,00%. The result of mechanics properties cement board did not complete JIS A 5417-1992 for MOR and MOE value and for internal bond and screw holding strength were not regulationed in JIS A 5471-1992. Cement board had an enough high durability that resistance to termite attack by the entire board was highly resistant and the first class based on SNI 01-7207-2006 standard. From the results of research, the best cement boards are produced from Hitam Bamboo with cements level combination 3.00% based on physical properties, mechanic properties and that resistance to termite attack all of the cement board resulted.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang semakin pesat,
kebutuhan kayu sebagai bahan bangunan semakin meningkat. Kondisi hutan yang
ada sekarang ini sulit untuk memenuhi peningkatan permintaan akan kebutuhan
kayu. Dengan perkembangan teknologi saat ini, telah banyak diciptakan
produk–produk turunan dari kayu atau dari bahan berlignoselulosa selain kayu.
Salah satu produk turunan dari kayu tersebut merupakan produk komposit seperti
papan partikel, papan semen, papan serat, comply dan lain- lain.
Salah satu bahan berlignoselulosa yang dapat dijadikan sebagai alternatif
pengganti kayu adalah bambu. Bambu dapat tumbuh dalam berbagai kondisi,
mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Bambu memiliki sifat yang tidak
jauh berbeda dengan kayu serta relatif lebih mudah dibentuk dan dikerjakan.
Bambu merupakan bahan berlignoselulosa yang potensial untuk dikembangkan
karena masa panennya relatif cepat.
Pemanfaatan bambu menjadi produk yang lebih ekonomis dan menjadi
alternatif pengganti kayu perlu dilakukan, karena selama ini pemanfaatannya
belum maksimal. Salah satu caranya adalah pemanfaatan bambu menjadi papan
semen yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan dengan penambahan katalis
MgCl2.
Papan semen merupakan salah satu bentuk papan tiruan yang dibuat dari
potongan kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya dengan semen sebagai bahan
perekatnya. Pembuatan papan semen dari bahan-bahan berlignoselulosa
yang dapat digunakan adalah magnesium klorida (MgCl2). Penambahan katalis
dilakukan untuk mempercepat proses pengeringan dan pengerasan papan semen.
Pemilihan MgCl2 sebagai katalis didasarkan penelitian Sulastingsih et al. (2000)
yang telah berhasil membuat papan semen yang sifat fisis dan mekanisnya baik
dengan tambahan katalisator MgCl2 dan pertimbangan harga MgCl2 cukup murah.
Bambu yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga jenis yaitu
bambu tali, bambu hitam, dan bambu betung. Semen yang dipakai merupakan
jenis semen yang banyak di pasaran yaitu portland cement.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sifat fisis, mekanis dan
ketahanan terhadap rayap papan semen yang dihasilkan dari tiga jenis bambu
dengan variasi kadar semen dengan penambahan katalis MgCl2.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini berguna untuk memberikan informasi mengenai sifat fisis,
mekanis, dan ketahanan terhadap rayap papan semen dari ketiga jenis bambu
dengan variasi kadar semen dengan penambahan katalis MgCl2.
Hipotesis Penelitian
Jenis bambu, kadar semen, serta interaksi keduanya berpengaruh terhadap
sifat fisis dan mekanis papan semen.
TINJAUAN PUSTAKA
Papan Semen
Papan semen adalah salah satu produk komposit kayu yang terbuat dari
campuran partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya dengan semen
sebagai bahan perekatnya. Perekat yang biasa digunakan adalah semen jenis
portland cement karena mudah didapat serta memberikan kekuatan yang cukup
baik. Seperti halnya dengan papan partikel maka bentuk partikel untuk papan
semen antara lain dapat berupa selumbar (flake), serutan (shaving), untai (strand),
suban (splinter) atau wol kayu (excelsior). Papan semen mempunyai sifat yang
lebih baik dibanding papan partikel yaitu lebih tahan terhadap jamur, tahan air dan
tahan api (Maloney, 1977).
Papan semen juga lebih tahan terhadap serangan rayap tanah dibanding
bahan baku kayunya (Sukartana et al., 2000). Dengan demikian papan semen
merupakan salah satu bahan bangunan yang tahan lama dalam penggunaannya
sehingga biaya pemeliharaan rumah yang terbuat dari papan semen akan lebih
murah.
Papan semen di samping memiliki kelebihan juga memiliki kelemahan
dibanding papan tiruan lainnya antara lain adalah berat dan penggunaannya lebih
terbatas. Menurut Moslemi dan Pfister (1987) diperlukan waktu yang lama bagi
papan semen untuk benar-benar mengeras sebelum mencapai kekuatan yang
cukup. Kelemahan lainnya adalah tidak semua jenis kayu atau bahan
berlignoselulosa dapat digunakan sebagai bahan baku papan semen karena adanya
zat ekstraktif seperti gula, tanin dan minyak yang dapat mengganggu pengerasan
Berdasarkan kesesuaian jenis kayu sebagai bahan papan semen dikenal
tiga macam mutu yaitu baik, sedang dan jelek. Pengujiannya dilakukan
berdasarkan uji hidrasi, yaitu mengukur suhu maksimum yang terjadi pada saat
reaksi antara semen, kayu dan air. Bila suhu maksimum lebih dari 41°C termasuk
baik, 36°C–41°C termasuk sedang dan kurang dari 36°C termasuk jelek
(Sulastiningsih dan Sutigno, 2008).
Perbandingan sifat-sifat papan semen dengan produk panil kayu lainnya
dilihat dari sifat mekanisnya, seperti yang tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan sifat mekanis papan semen dengan produk panil lainnya
Tipe panil Keraptan (kg/m3) MOR (MPa) MOE (GPa)
Wood Wool Cement Board (non-structural) Wood Wool Cement Board (Structural) Wood Wool Cement Board (oriented) Resin-bonded particleboard
Plywood
Orientated Strand Board (OSB) Cement-bonded OSB Sumber : Semple dan Evans, 2004
Beberapa standar yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengujian
sifat-sifat papan semen, seperti yang tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Sifat fisis dan mekanis papan semen dengan berbagai standar No. Sifat fisis dan mekanis BISON JIS A
5417-1992
Komersial DIN 1101
1 Kuat pegang sekrup (kg)
Proses pembuatan papan semen
Tahap-tahap pembuatan papan partikel menurut paten BISON (1975)
dalam Dewi (2001) adalah sebagai berikut:
1. Penyimpanan kayu
Kayu yang sudah dikuliti (debarking) disimpan selama lebih kurang dua
bulan di tempat penyimpanan kayu(wood yard) untuk menghindari serangan
jamur yang dapat menyebabkan kebusukan kayu. Penyimpanan ini bertujuan
untuk menyeragamkan kadar air dan menghilangkan cement poisons yang
terdapat dalam kayu.
2. Pembuatan partikel (flaking process)
Pembuatan partikel umumnya menggunakan drum flakers. Sebagian serpih
yang dihasilkan dapat diproses dalam knife ring flakes. Hasilnya berupa
partikel panjang dan tipis, dengan ketebalan 0,2 mm–0,3 mm dan panjang
antara 10 mm dan 20 mm.
3. Penggilingan (miling)
Partikel yang berasal dari drum flakes kemudian digiling supaya halus.
Partikel yang telah halus digunakan sebagai bahan baku lapisan permukaan.
4. Penyimpanan (storage)
Partikel yang telah halus disimpan didalam wadah (bin) untuk jangka waktu
sementara. Pemasukan partikel kedalam bin secara terus-menerus dijamin
5. Penyaringan (screening)
Pemisahan partikel untuk lapisan tengah dan permukaan papan menggunakan
alat yang disebut screening machine. Partikel yang kasar digiling kembali
menjadi halus untuk bahan baku lapisan permukaan panil.
6. Pembuatan adonan (mixing)
Bahan-bahan dasar dalam pembuatan papan semen partikel seperti : kayu,
semen, air, dan zat tambahan lainnya dicampur dalam satu tangki
pencampuran (mixing station). Semua bahan-bahan dasar yang dibutuhkan
untuk pembuatan adonan (furnish) harus ditimbang secara seksama. Adonan
terdiri dari campuran bahan-bahan dasar dengan perbandingan semen : kayu:
air dan zat tambahan adalah 60% : 20% : 20%. Porsi semen dalam adonan
dapat dikurangi dan porsi bahan organik lainnya ditambah secara
proporsional, dan akibatnya sifat-sifat akhir dari panil akan berubah.
7. Pembuatan lembaran (formatting)
Kualitas lapik yang dibentuk secara langsung terkait dengan toleransi ukuran
tebal akhir panil. Oleh karenanya dalam pembentukan lapik mutlak
diperlukan toleransi penyebaran adonan yang homogen diatas cetakan.
Adonan ditebar diatas conveyor cauls secara terus menerus. Berat adonan
dalam membentuk satu lembaran dikontrol oleh isotopic khusus dan lembaran
yang tidak memiliki tingkat toleransi diproses kembali di forming station.
Lembaran yang dihasilkan dari forming machine dipotong-potong
8. Pengempaan (pressing)
Tekanan yang dibutuhkan pada proses pengempaan sampai 25 kg/cm2. Tingkat tekanan tergantung pada ukuran papan dan ketebalan caul serta
jumlah papan per stack. Proses ini membutuhkan waktu yang cukup lama.
9. Pengerasan awal (hardening)
Pada pengerasan awal panil diberi tekanan dan panas yang dikontrol.
Pemberian panas dilakukan selama 6 jam-8 jam. Panil yang telah jadi
dipindahkan ketempat pemotongan (pre-timming) dan ditumpuk atau disusun.
Material sisa dari proses pemotongan diproses kembali dan ditambahkan
untuk lapisan tengah pada proses mixing.
10.Pematangan (maturing)
Proses selanjutnya adalah proses pematangan. Proses pematangan minimal 18
hari. Setelah proses pematangan panil yang dihasilkan hampir menjadi
produk jadi.
11.Pengkondisian (Climatizing)
Pada climatizing process kesesuaian kadar air panil dengan lingkungan sangat
perlu untuk menghasilkan panil yang baik.
12.Penyelesaian (finishing)
Proses terakhir yang dilakukan adalah finishing. Finishing yang dilakukan
adalah mengamplas panil pada satu sisi atau dua sisi sesuai permintaan
customer. Pengamplasan pada satu atau dua sisi harus memperhatikan tingkat
ketebalan. Pada umumnya untuk meratakan tepi papan menggunakan mesin
Bambu
Menurut Berlian dan Rahayu (1995) bambu secara botanis dapat
digolongkan pada famili Gramineae (rumput). Famili Gramineae kemudian dibagi
atas lima suku, yaitu Dendrocalaminae, Melocanninae, Bambusinae,
Arundinaiinae serta Puellinae. Arinasa (2005) menyatakan bahwa marga pada
bambu yang terbesar adalah Gigantochloa, Schizostachyum, Bambusa, dan
Dendrocalamus.
Benua Asia merupakan daerah penyebaran bambu terbesar.
Penyebarannya meliputi wilayah Indoburma, India, Cina dan Jepang. Daerah
Indoburma dianggap sebagai daerah asal tanaman ini. Selain di daerah tropik,
bambu juga menyebar ke daerah subtropik dan daerah beriklim sedang di dataran
rendah sampai dataran tinggi (Berlian dan Rahayu, 1995).
Jumlah bambu yang ada di daerah Asia Selatan dan Asia Tenggara
kira-kira 80% dari keseluruhan yang ada di dunia. Kurang lebih 1.000 spesies bambu
dalam 80 genera, sekitar 200 spesies dari 20 genera ditemukan di Asia Tenggara.
Sedangkan di Indonesia ditemukan sekitar 60 jenis, tetapi tidak semuanya
merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman bambu Indonesia ditemukan di
dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian sekitar 300 m dpl. Pada
umumnya ditemukan ditempat-tempat terbuka dan daerahnya bebas dari genangan
air (Dransfield dan Widjaja, 1995).
Sifat fisis bambu
Kadar air bambu bervariasi dalam suatu batang yang dipengaruhi oleh
jenis. Kandungan air bambu lebih tinggi pada bagian dalam dibandingkan bagian
luar pada arah melintang batang (Liese, 1986).
Menurut Dransfield dan Widjaya (1995) kadar air bambu ditentukan oleh
berat air yang terkandung dalam batang. Kadar air batang bambu yang segar
berkisar 50% sampai 99% dan pada bambu muda 80%–150% sementara pada
bambu kering bervariasi antara 12% dan 18%.
Sifat mekanis bambu
Sharma dan Mehra (1970) dalam Haris (2008) menyatakan bahwa sifat
mekanis adalah sifat yang berhubungan dengan kekuatan bahan, merupakan
ukuran kemampuan bahan untuk menahan beban yang bekerja padanya dan
cenderung untuk merubah bentuk dan ukurannya. Sifat mekanis meliputi
keteguhan lentur statis, keteguhan tarik, keteguhan geser, sifat kekerasan dan
lain-lain. Sifat mekanis bambu dipengaruhi oleh jenis, umur, tempat tumbuh dan posisi
dalam batang. Keteguhan lentur, tekan dan tarik dari dinding bambu bagian luar
lebih besar dari pada bagian.
Dransfield dan Widjaja (1995) dalam Haris (2008) menyatakan semua
nilai sifat-sifat kekuatan bambu meningkat seiring dengan menurunnya kadar air
dan berkolerasi positif dengan berat jenis. Modulus of elasticity (MOE) bambu
berhubungan secara langsung dengan jumlah serat, oleh karena itu pada batang
bambu nilai parameter ini menurun dari sisi luar menuju bagian dalam. Kisaran
Krisdianto et al., (2007) menyatakan bahwa bambu adalah termasuk
golongan bahan yang kurang baik sebagai bahan papan wol, tetapi percobaan
dengan direndam dahulu selama 2 hari, memperlihatkan hasil yang baik, yaitu
dengan suhu maksimum 56oC dalam tempo 9 jam. Pembuatan papan dengan serutannya direndam dahulu dalam air selama 48 jam menghasilkan keteguhan
rekat papan semen 21,3% dan keteguhan lengkung 6,4 kg/cm2
Sifat kimia bambu
Berdasarkan penelitian Gusmailina dan Sumadiwangsa (1988) dalam
Krisdianto et al. (2007) menunjukkan bahwa sifat kimia bambu untuk kadar
selulosa berkisar 42,4%–53,6%, kadar lignin bambu berkisar 19,8%–26,6%,
sedangkan kadar pentosan 1,24%–3,77%, kadar abu 1,24%–3,77%, kadar silika
0,10%–1,78%, kadar ekstraktif (kelarutan dalam air dingin) 4,5%–9,9%, kadar
ekstraktif (kelarutan dalam air panas) 5,3%–11,8%, kadar ekstraktif (kelarutan
dalam alkohol benzena) 0,9%–6,9%.
Bambu tali (Gigantochloa apus Kurz)
Bambu tali dikenal juga dengan sebutan bambu apus, awi tali, atau pring
tali. Bambu ini termasuk dalam genus Gigantochloa yang umumnya mempunyai
rumpun rapat. Jenis bambu ini diduga berasal dari Burma dan sekarang tersebar
luas di seluruh Indonesia. Bambu tali umumnya tumbuh di daerah dataran rendah
tetapi dapat juga tumbuh dengan baik di daerah pegunungan sampai ketinggian
1.000 m dpl. Bambu ini diperbanyak dengan rimpang atau potongan buluhnya
Menurut Berlian dan Rahayu (1995) dalam Ismail (2010) bambu tali
dalam klasifikasi botanis dapat diuraikan sebagai berikut:
Klasifikasi
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu/monokotil)
Sub kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili
Genus
Spesies : Gigantochloa apus Kurz
Berlian dan Rahayu (1995) juga menyatakan bahwa tinggi bambu tali
dapat mencapai 20 m dengan warna batang hijau cerah sampai
kekuning-kuningan. Diameter batang 2,5 cm–15 cm, tebal dinding 3 mm–15 mm, dan
panjang ruasnya 45 cm–65 cm. Bentuk batang bambu tali sangat teratur. Pada
buku-bukunya tampak adanya penonjolan dan berwarna agak kuning dengan
miang berwarna cokelat kehitam-hitaman. Pelepah batangnya tidak mudah lepas
meskipun umur batang sudah tua.
Bambu tali berbatang kuat, liat dan lurus. Jenis ini terkenal paling bagus
untuk dijadikan bahan baku kerajinan anyaman karena seratnya yang panjang,
kuat dan lentur. Berdasarkan penelitian Haris (2008) bambu tali memiliki nilai
Bambu hitam (Gigantochloa atroviolaceae Widjaja)
Menurut Berlian dan Rahayu (1995) dalam Ismail (2010) bambu hitam
dalam klasifikasi botanis dapat diuraikan sebagai berikut:
Klasifikasi
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu/monokotil)
Sub kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili
Genus
Spesies : Gigantochloa atroviolacea Widjaja
Bambu hitam dikenal juga dengan sebutan bambu wulung, pring wulung,
pring ireng, atau awi hideung. Jenis bambu ini termasuk dalam genus
Gigantochloa yang umumnya mempunyai rumpun yang agak panjang. Jenis ini
disebut bambu hitam karena warna batangnya hijau kehitam-hitaman atau ungu
tua (Berlian dan Rahayu, 1995).
Bambu hitam memiliki jarak ruas panjang seperti pada bambu tali, akan
tetapi tebalnya sampai dengan 20 mm dan tidak liat (getas). Bambu hitam
batangnya bergaris kuning muda. Garis tengah bambu ini berkisar 40 mm sampai
100 mm dengan panjang batang yang dapat dimanfaatkan sekitar 7 m–18 m.
Rumpun bambu hitam agak panjang. Pertumbuhannya pun agak lambat. Buluhnya
tegak dengan tinggi 20 m dan panjang ruas-ruasnya 40 cm–50 cm. Pelepah batang
berbentuk bulat dan berukuran kecil dan pelepah ini mudah gugur
(Berlian dan Rahayu, 1995).
Bambu hitam memiliki berat jenis sebesar 0,71, keteguhan lentur
maksimum sebesar 533,05 kg/cm2, MOE sebesar 89152,5 kg/cm2, dan keteguhan tekan sejajar serat sebesar 584,31 kg/cm2 (Pangajow dan Howardi, 2007).
Bambu betung (Dendrocalamus asper Becker ex Heyne)
Menurut Berlian dan Rahayu (1995) dalam Ismail (2010) bambu betung
dalam klasifikasi botanis dapat diuraikan sebagai berikut:
Klasifikasi
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu/monokotil)
Sub kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili
Genus
Spesies : Dendrocalamus asper Backer
Bambu betung dikenal juga dengan sebutan awi bitung, pring petung, atau
pereng petong. Jenis bambu ini termasuk dalam genus Dendrocalamus yang
mempunyai rumpun yang agak sedikit rapat. Bambu betung mempunyai warna
batang hijau kekuning-kuningan (Berlian dan Rahayu, 1995).
Bambu betung merupakan bambu yang amat kuat tetapi dengan
bambu betung berkisar 80 mm–130 mm, panjang batang 10 m–20 m
(Widjaja, 2001). Berlian dan Rahayu (1995), melanjutkan bahwa bambu betung
mempunyai rumpun yang agak sedikit rapat. Ukurannya lebih besar dan lebih
tinggi dari pada jenis bambu lainnya. Tinggi batang mencapai 20 m dan ruas
bambu betung cukup panjang dan tebal, panjangnya antara 40 cm dan 60 cm dan
ketebalan dindingnya 1 cm–1.5 cm. Pelepah batang bambu betung panjangnya
sekitar 20 cm–55 cm dengan pelepah buluh sempit dan melipat ke bawah.
Selanjutnya, Berlian dan Rahayu (1995), menyatakan bahwa bambu
betung sifatnya keras dan baik untuk bahan bangunan karena seratnya besar-besar
dan ruasnya panjang. Bambu ini dapat digunakan untuk saluran air, penampung
aren yang disadap, dinding rumah yang dianyam (bilik), dan berbagai jenis barang
kerajinan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Haris (2008), bambu betung
memiliki kadar air rata-rata sebesar 27,75%, kerapatan sebesar 0,86 g/cm3, MOE sebesar 178.758 kg/cm2, MOR sebesar 886kg/cm2 dan tekan sejajar serat sebesar 347 kg/cm2.
Semen
Menurut Sagel et al. (1994) semen adalah hidrolik binder (perekat
hidrolik) yang berarti bahwa senyawa-senyawa yang terkandung di dalam semen
tersebut dapat bereaksi dengan air dan membentuk zat baru yang bersifat sebagai
perekat terhadap batuan. Semen merupakan hasil industri dari campuran bahan
baku batu gamping/kapur sebagai bahan utama, yaitu bahan alam yang
mengandung senyawa kalsium oksida (CaO) dan lempung/tanah liat yaitu bahan
besi oksida (Fe2O3) dan magnesium oksida (MgO) atau bahan pengganti lainnya
dengan hasil akhir berupa padatan bentuk bubuk (bulk), tanpa memandang proses
pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air
(Sihotang, 2010).
Semen dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu semen hidrolik dan
semen non hidrolik. Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan
mengeras di dalam air. Contoh semen hidraulik antara lain kapur hidraulik, semen
pozzolan, semen terak, semen alam, semen portland, semen alumina dan semen
expansif. Sedangkan semen non-hidraulik adalah semen yang tidak dapat
mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh
utama dari semen non-hidraulik adalah kapur (Mulyono, 2004).
Semen portland
Semen portland didefenisikan sebagai semen hidraulik yang dihasilkan
dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidraulik, yang
umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan
tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya. Semen portland
dibuat dari serbuk halus mineral yang komposisi utamanya adalah kalsium dan
alumunium silikat. Perbandingan bahan-bahan utama penyusunannya adalah
kapur (CaO) sekitar 60%–65%, silika (SiO2) sekitar 20%–25% dan oksida besi
serta alumina (Fe2O3 dan Al2O3) sekitar 7%–12% (Mulyono, 2004).
Material ini digiling, diaduk dan dilebur hingga menjadi butiran dalam
sebuah tanur, didinginkan dan kemudian digiling hingga mencapai kehalusan
memerlukan waktu kurang lebih dua minggu untuk mencapai kekuatan yang
cukup pada saat cetakan-cetakan dari gelagar dan plat dapat dibuka dan dapat
memikul beban yang sesuai struktur beton tersebut akan mencapai kekuatan
rencana setelah 28 hari dan setelah masa tersebut kekuatannya akan terus
bertambah sedikit demi sedikit (Mulyono, 2004).
Komposisi kimia semen portland
Komposisi utama semen portland terutama oksida kapur (CaO), oksida
silika (SiO2), oksida alumina (Al2O3) dan oksida besi (FeO) akan membentuk
senyawa-senyawa berikut:
1. Tri kalsium silikat (C3S) yang bersifat hampir sama dengan sifat semen yaitu
apabila ditambahkan air akan menjadi kaku dan dalam beberapa jam saja pasta
akan mengeras. C3S menunjang kekuatan awal semen dan menimbulkan panas
hidrasi ±58 cal/gram setelah 3 hari.
2. Di kalsium silikat (C2S) pada penambahan air segera terjadi reaksi,
menyebabkan pasta mengeras dan menimbulkan panas hidrasi yang tinggi
yaitu 12 cal/gram setelah 3 hari. Pasta yang mengeras perkembangan
kekuatannya stabil dan lambat pada beberapa minggu kemudian kekuatan
tekan akhir hampir sama dengan C3S
3. Tri kalsium aluminat (C3A) dengan air bereaksi menimbulkan panas hidrasi
yang tinggi yaitu 212 cal/gram setelah 3 hari. Perkembangan kekuatan terjadi
pada satu sampai dua hari tetapi sangat rendah.
4. Tetra kalsium alumino ferrite (C4AF) dengan air bereaksi dengan
hidrasi 69 cal/gram. Warna abu-abu pada semen disebabkan C4AF
(Petra Christian University Library, 2003).
Faktor Pengerasan Semen
a. Kehalusan (finese)
Kehalusan semen mempengaruhi waktu pengerasan pasta semen, kualitas
semen baik ketika butirannya makin halus, dan luas permukaan yang dapat
dihidrasi semakin luas sehingga banyak gel semen yang terbentuk pada umur
muda, maka kekuatan awal yang dicapai akan lebih tinggi.
b. Waktu pengikat semen
Pada proses ini terjadi reaksi kimia antara semen dan air supaya proses
tersebut berlangsung dengan sempurna. Batas waktu pengikatan terbagi dua yaitu
waktu ikat awal (45 menit) yaitu waktu yang diperlukan pasta semen untuk mulai
pengikatan dan waktu akhir, yaitu waktu yang diperlukan semen untuk mengikat
sempurna pada umumnya dalam waktu 480 menit.
c. Panas hidrasi
Ketika semen dan air bereaksi timbul panas, panas ini dinamakan panas
hidrasi, semakin tinggi panas hidrasi dari semen maka dapat mengakibatkan
keretakan pada beton dan reaksi dari komponen dasar semen membentuk
komponen lain. Reaksi panas hidrolis adalah
2 (3CaOSiO2) + 6H2O 3CaO(SiO2)2 3H2O + 3Ca(OH)2
Trikalsium silikat hidrat
2 (2CaOSiO2) + 4H2O 3CaO(SiO2)2 3H2O + Ca(OH)
3 CaAl2O3 + 10 H2O + CaSO4 2H2O CaAl2O3 Ca(OH)2 12 H2O
3 CaAl2O3 + 12 H2O + Ca(OH)2 4 CaAl2O3 Ca(OH)2 12 H2O
Tetrakalsium aluminat hidrat
4 CaOAl2O3 Fe2O3 + 10 H2O + Ca(OH)2 6CaOAl2O3 Fe2O3 12 H2O
Kalsium alumino ferri hidrat
d. Faktor air semen (FAS)
Aspek lain yang besar pengaruhnya terhadap pembentukan panas hidrasi
adalah faktor air semen. Faktor air semen (FAS) perbandingan antara berat air dan
berat semen, dapat dihitung dengan rumus:
FAS =
Faktor air semen yang rendah (kadar air sedikit) menyebabkan air diantara
bagian-bagian semen sedikit, sehingga jarak antara butiran semen pendek. Semen
dapat mengikat air semen sekitar 40% dari beratnya, dengan kata lain air sebanyak
0,4 kali semen telah cukup untuk membentuk seluruh semen berhidrasi
(Sagel et al., 1994).
Magnesium Klorida
Salah satu kegunaan yang paling penting dari MgCl2, selain dalam
pembuatan logam magnesium, adalah pembuatan semen magnesium oksiklorida,
dibuat melalui eksotermik larutan MgCl2 20% terhadap suatu ramuan magnesia
yang didapatkan dari kalsinasi magnesit dan magnesia yang terdapat dalam
larutan garam. Reaksi yang terjadi:
5 MgO + MgCl2 + 13 H2O 5 MgO MgCl2.8 H2O
(Kirk-Othmer, 1964)
klorida juga digunakan sebagai desinfektan (bahan pembersih lantai), sebagai
masukan untuk mencukupi kebutuhan magnesium dalam tubuh, bahan pemati api,
sebagai zat tahan api pada kayu, sebagai katalis dalam kimia organik serta sebagai
bahan baku dalam pembuatan senyawa magnesium yang lain. Magnesium klorida
dapat dalam bentuk anhidrat dan heksahidrat MgCl2.6H2O (Kirk-Othmer, 1964).
Sifat-sifat fisik senyawa-senyawa ini dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3. Sifat-sifat fisik MgCl2 dan MgCl2.6H2O
Uraian MgCl2 MgCl2.6H2O
Berat molekul 95,22 203,31
Warna Putih Tidak Berwarna
Bentuk kristal Heksagonal Monosiklik
Titik didih 1412oC Mengurai
Kerapatan(g/cm3) 2,333 1,585
Sumber : Kirk-Othmer, 1964
Pembuatan papan semen menggunakan bambu betung sebagai partikel dan
MgCl2 sebagai katalisator pada konsentrasi 0%; 2,5%; 5%; 7,5%; 10%
menghasilkan nilai maksimum MOR, MOE dan Internal Bond (IB) pada
konsentrasi 5%. Perbandingan semen dan partikel yang digunakan adalah 2,4:1
dan 2,5:1 (Sulastiningsih et al., 2000). Dari penelitian tersebut konsentrasi yang
paling efektif adalah 5%, meskipun umumnya konsentrasi katalis yang digunakan
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Persiapan bahan baku dilaksanakan di laboratorium THH Program Studi
Kehutanan, Fakultas Pertanian, USU. Pembuatan papan semen di Laboratorium
Kimia Polimer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, USU.
Pengujian sifat fisis dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan,
Program Studi Kehutanan, USU. Pengujian sifat mekanis di Laboratorium
Keteknikan Kayu IPB. Penelitian ini dilaksanakan mulai Nopember 2010-
Mei 2011.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kempa dingin, oven,
timbangan elektrik, plat besi berukuran 25 cm x 20 cm x 1 cm, saringan
40 mesh, terpal plastik, ember plastik kapasitas 40 kg dan 80 kg, kaliper, parang,
kamera digital, kalkulator, dan alat tulis. Sedangkan bahan yang akan digunakan
adalah tiga jenis bambu yaitu bambu tali (Gigantochloa apus Kurz), bambu hitam
(Gigantochloa atroviolaceae Widjaja), bambu betung (Dendrocalamus asper
Becker ex Heyne), semen portland, magnesium klorida (MgCl2), alumunium foil,
dan air.
Prosedur Penelitian
Persiapan bahan baku
Bambu dipotong tiap buku. Batang bambu kemudian digergaji
gergaji untuk mendapatkan partikel dari hasil penggergajian. Partikel disaring
dengan menggunakan saringan 40 mesh untuk menyeragamkan bentuk partikel.
Selanjutnya, partikel direndam selama 48 jam untuk menghilangkan kandungan
pati pada bambu. Partikel dikeringkan dengan dioven pada suhu 50oC sampai mencapai kadar air 15%. Proses persiapan bahan baku disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram persiapan bahan baku partikel
Pengadonan
Papan semen yang dibuat berukuran 25 cm x 20 cm x 1 cm dengan spilasi
10% dan kerapatan 1,2 g/cm3. Papan semen dibuat dengan perbandingan partikel, komposisi semen dan air yaitu 1:2,50:2, 1:2,75:2, dan 1:3,00:2 dengan
penambahan 5% magnesium klorida (MgCl2) dari berat semen
(Sulastingsih et al., 2000). Kebutuhan bahan baku papan semen pada Pemotongan bambu
Partikel dengan KA 15% Pembuatan Partikel
Pengeringan di oven pada suhu 50oC Penyaringan dengan saringan
ukuran 40 mesh
perbandingan partikel, semen, dan air yaitu 1:2,50:2, 1:2,75:2, dan 1:3,00:2 dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi kebutuhan bahan baku papan semen Jenis bambu Bambu: Semen: Air Bobot partikel
(g)
Proses pembuatan papan adalah sebagai berikut: katalis dilarutkan dalam
air, selanjutnya partikel bambu dibasahi dengan larutan katalis. Kemudian
dicampur dengan semen sampai merata dan siap dibuat lembaran.
Pengukuran suhu hidrasi
Pengukuran suhu hidrasi mengacu pada metode Sanderman (Kamil, 1970)
dalam Dewi (2003). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan botol termos
yang kedalamnya dimasukkan suatu wadah berisikan partikel bambu, campuran
semen dan air dengan perbandingan 20g (partikel); 200g (semen); 100g (air).
Termometer dimasukan lewat tutup yang tertutup rapat agar tidak ada panas yang
keluar.
Pengukuran suhu dilakukan pada setiap jenis perlakuan. Suhu hidrasi yang
dijadikan kontrol adalah suhu hidrasi dari campuran semen dan air. Pengukuran
suhu hidrasi dilakukan terhadap lima macam adonan, yaitu:
b. Semen+air+MgCl2
c. Semen+air+partikel (bambu tali)+MgCl2
d. Semen+air+partikel (bambu hitam)+MgCl2
e. Semen+air+partikel (bambu betung)+MgCl2
Kenaikan suhu dicatat tiap jam terus-menerus selama 24 jam. Dalam
periode 24 jam itu suhu maksimum akan tercapai. Setelah itu suhu akan turun
kembali. Suhu maksimum itulah yang dipergunakan sebagai ukuran dapat atau
tidaknya suatu bahan dipakai sebagai bahan baku papan semen partikel.
Pembentukan lembaran
Pembentukan lembaran dilakukan secara manual. Bahan baku partikel
yang telah siap dalam pengadonan kemudian dimasukkan ke dalam plat pencetak
lembaran berukuran 25 cm x 20 cm x 1 cm dan dilakukan pengempaan dingin
dengan tekanan 50 kg/cm2 selama ± 15 menit. Kemudian plat pencetak lembaran dikencangkan dengan menggunakan mur sampai mencapai ketebalan 1 cm.
Pengkondisian
Papan semen yang telah dibentuk menjadi lembaran pada plat pencetak
lembaran, kemudian dikondisikan selama 2-3 hari hingga papan kering dan
bersifat kaku. Selanjutnya papan semen tersebut dikeluarkan dari plat pencetak
dan dikeringkan ke dalam oven selama 48 jam pada suhu 50oC sampai kekerasan papan semen merata. Papan semen yang telah kering ditumpuk selama ±2 minggu
dengan tujuan agar kadar airnya seragam dan memiliki kekerasan yang cukup
Pengujian kualitas
Pola pemotongan contoh uji untuk pengujian sifat fisis dan mekanik
mengacu pada standar JIS A 5417-1992 untuk papan semen, seperti yang terlihat
pada Gambar 2.
Gambar 2. Pola pemotongan contoh uji papan semen
Keterangan :
A : contoh uji untuk kadar air dan kerapatan (10 cm x 10 cm x 1 cm ) B : contoh uji untuk untuk kuat pegang sekrup (10 cm x 5 cm x 1 cm) C : contoh uji daya serap air dan pengembangan tebal (5 cm x 5 cm x 1 cm) D : contoh uji internal bond (5 cm x 5 cm x 1 cm)
E : contoh uji untuk MOE dan MOR (20 cm x 5 cm x 1 cm) F : contoh uji untuk uji kubur (20 cm x 5 cm x 1 cm)
A
B
C D F E
25 cm
20 cm
10 cm
10 cm
5 cm
5 cm
5 cm 5 cm 5 cm
2,5 cm 2,5 cm
Pengujian sifat fisis
1. Kerapatan
Kerapatan menunjukkan perbandingan antara massa atau berat benda
terhadap volumenya. Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara.
Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm ditimbang beratnya, lalu diukur
rata-rata panjang, lebar dan tebalnya untuk menentukan volume contoh uji. Nilai
kerapatan contoh uji dihitung dengan rumus:
Keterangan:
ρ = kerapatan (g/cm³)
B = berat contoh uji kering udara (g) V = volume contoh uji kering udara (cm³)
2. Kadar air
Kadar air menunjukkan besarnya kandungan air di dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Penetapan kadar air papan semen dilakukan dengan
menghitung selisih berat awal (B0) dan berat kering (B1) setelah dikeringkan
dalam oven selama 24 jam pada suhu (103±2)ºC. Pengukuran berat kering papan
semen dilakukan sampai beratnya konstan. Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x
1 cm. Nilai kadar air papan semen dihitung dengan rumus:
KA (%)= 100
1 1
0 − ×
B B B
=
ρ
3. Pengembangan tebal
Pengembangan tebal merupakan besarnya nilai pertambahan tebal dari
papan, setelah direndam dalam air. Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm.
Pengembangan tebal didasarkan pada tebal papan sebelum perendaman (T1)
dalam kondisi kering udara dan tebal papan setelah perendaman (T2) dalam air
dingin selama 2 jam dan 24 jam. Pengukuran tebal papan dilakukan pada keempat
sudut dan dirata-ratakan. Nilai pengembangan tebal dihitung dengan rumus:
4. Daya serap air
Daya serap air merupakan kemampuan papan untuk menyerap air dalam
jangka waktu tertentu. Daya serap air papan dilakukan dengan mengukur selisih
berat contoh uji sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin selama 2 jam
dan 24 jam. Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm. Nilai daya serap air
tersebut dihitung dengan rumus:
Keterangan:
DSA = daya serap air (%)
B1 = berat contoh uji sebelum perendaman (g) B2 = berat contoh uji setelah perendaman (g)
Pengujian sifat mekanis
1. Modulus elastisitas
Modulus elastisitas (MOE) menunjukkan ukuran ketahanan papan
menahan beban dalam batas proporsi (sebelum patah). Pengujian MOE
dilaksanakan bersamaan dengan pengujian modulus patah (MOR) dengan
menggunakan Universal Testing Machine. Sifat ini sangat penting jika papan
digunakan sebagai bahan konstruksi. Contoh uji berukuran 20 cm x 5 cm x 1 cm.
Nilai MOE dihitung dengan rumus:
Keterangan :
MOE = modulus elastisitas (kg/cm2) ΔP = beban sebelum proporsi (kg) L = jarak sangga (cm)
ΔY = lenturan pada beban sebelum batas proporsi (cm) b = lebar contoh uji (cm)
h = tebal contoh uji (cm)
2. Modulus patah
Contoh uji berukuran 20 cm x 5 cm x 1 cm. Pengujian keteguhan patah
(MOR) dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine dengan lebar
bentang (jarak penyangga) 15 kali tebal nominal, tetapi tidak kurang dari 15 cm.
Nilai MOR dihitung dengan rumus:
3. Keteguhan rekat
Keteguhan rekat (internal bond) diperoleh dengan cara merekatkan kedua
permukaan contoh uji pada balok besi kemudian balok besi tersebut ditarik secara
berlawanan sampai pada beban maksimum. Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x
1 cm. Keteguhan rekat contoh uji dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
IB = keteguhan rekat (kg/cm2)
P = gaya maksimum yang bekerja (kg) A = luas permukaan contoh uji (cm2)
4. Kuat pegang sekrup
Kuat pegang sekrup merupakan kemampuan suatu produk komposit untuk
menahan beban sekrup yang diberikan. Contoh uji berukuran 10 cm x 5 cm x 1
cm. Sekrup yang digunakan berdiameter 2,7 mm, panjang 16 mm, dimasukkan
pada dua posisi contoh uji secara vertikal. Sekrup yang menempel kemudian
dicabut dengan arah vertikal dan diukur beban maksimum saat pencabutan. Nilai
kuat pegang sekrup adalah rata-rata beban dari dua daerah operasi yang
dinyatakan dalam kilogram. Dalam pengujian ini beban pencabutan yang bekerja
berkecepatan 10 mm/ menit.
Sifat Ketahanan Terhadap Serangan Rayap (Biodeteriorasi)
Pengujian ketahanan papan semen terhadap rayap tanah dilakukan dengan
menggunakan metode uji kubur (grave yard test). Contoh uji berukuran
20 cm x 5 cm x 1 cm. Pengujian dilakukan dengan cara mengubur contoh uji
secara vertikal selama 3 bulan. Seluruh contoh uji dikubur secara acak dengan
A P
jarak 0,5 m setiap contoh uji dengan membiarkan minimal 10 cm dari bagian
ujung contoh uji terlihat di atas permukaan tanah.
Sebelum pengujian, terlebih dahulu diukur berat contoh uji dalam kondisi
berat kering oven. Setelah 3 bulan, contoh uji diangkat, dibersihkan dan
dikeringkan dengan oven sampai mencapai berat kering oven. Lalu ditimbang
untuk mengetahui kehilangan beratnya. Keawetan papan semen terhadap rayap
tanah melalui uji kubur diperoleh dengan menghitung persentase kehilangan berat
(weight loss) papan semen berdasarkan SNI 01-7207-2006, dengan rumus :
Dilakukan penentuan kelas ketahanan papan semen berdasarkan klasifikasi
SNI 01-7207-2006. Klasifikasi SNI 01-7207-2006 disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Klasifikasi penurunan berat papan semen terhadap serangan rayap berdasarkan SNI 01-7207-2006
Kelas Ketahanan Penurunan Berat (%)
I Sangat tahan < 3,52
II Tahan 3,52-7,50
III Sedang 7,50-10,96
IV Buruk 10,96-18,95
V Sangat buruk 18,95-31,89
Analisa Data
Hasil rerata pengujian sifat fisis dan mekanis dibandingkan dengan standar
JIS A 5417–1992. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
faktorial, dengan dua faktor perlakuan dan masing-masing tiga ulangan, yaitu
perlakuan jenis bambu, dan kadar semen. Analisis data yang dilakukan mengacu
Model statistik yang digunakan adalah:
Yijk = µ + αi+ βj+ (αβ)ij + ∑ijk
Keterangan:
Yijk = Nilai pengamatan jenis bambu i, dengan kadar semen j pada ulangan ke-k
µ = Rataan umum/nilai tengah αi = Pengaruh jenis bambu ke-i βj = Pengaruh kadar semenke-j
(αβ)Ij = Pengaruh interaksi perlakuan jenis bambu ke-i dan kadar semen ke-j
∑ijk = Pengaruh acak pada perlakuan jenis bambu ke-i, dengan kadar semen ke-j serta
pada ulangan ke-k
Ada tidaknya pengaruh perlakuan terhadap respons maka dilakukan
analisis sidik ragam berupa uji F pada tingkat kepercayaan 95%. Hipotesis yang
diuji adalah:
H0 : Jenis bambu, kadar semen dan interaksinya tidak berpengaruh terhadap sifat
fisis dan mekanis papan semen.
H1 : Jenis bambu, kadar semen dan interaksinya berpengaruh terhadap sifat fisis
dan mekanis papan semen.
Untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan-perlakuan yang dicoba,
dilakukan analisis keragaman dengan kriteria uji:
Jika F hitung ≤ F tabel maka H0 diterima
Jika F hitung > F tabel maka H0 ditolak.
Jika hasil analisis sidik ragam memberikan perbedaan yang nyata baik
pada jenis bambu, komposisi bahan baku, ataupun interaksinya maka dilakukan
uji wilayah berganda Duncan (Duncan multiple range test) dengan tingkat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengukuran Suhu Hidrasi
Pengujian suhu hidrasi dilakukan untuk melihat variasi suhu hidrasi dan
waktu hidrasi partikel bambu jika dicampur dengan semen portland pada
jenis-jenis bambu. Suhu hidrasi campuran semen dan partikel merupakan indikator
kesesuaian partikel sebagai bahan baku papan semen partikel. Semakin tinggi
suhu hidrasi dan semakin cepat waktu pengerasan maksimum, maka jenis partikel
tersebut semakin cocok digunakan sebagai bahan baku papan semen partikel,
pengukuran suhu hidrasi dilakukan selama 24 jam. Hubungan antara suhu hidrasi
dengan waktu pengukuran dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan data hasil
pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 2.
Keterangan: SA = Semen + Air
SAM = Semen + Air + MgCl2
SAMT = Semen + Air + MgCl2 + Bambu Tali SAMB = Semen + Air + MgCl2 + Bambu Betung SAMH = Semen + Air + MgCl2 + Bambu Hitam
Gambar 3. Grafik suhu hidrasi papan semen pada berbagai perlakuan 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324
S
SA SAM SAMT SAMB SAMH
Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa suhu hidrasi untuk adonan SA
(semen + air) tertinggi adalah 43,00ºC, SAM (semen + air + MgCl2) tertinggi
adalah 50,00ºC, SAMT (Semen + Air + MgCl2 + Bambu Tali) tertinggi adalah
47,33ºC, SAMB (Semen + Air + MgCl2 + Bambu Betung) tertinggi adalah
43,66ºC, dan untuk SAMH (Semen + Air + MgCl2 + Bambu Hitam) tertinggi
adalah 44,33ºC untuk hasil seluruh pengukuran suhu hidrasi adonan semen dapat
dilihat pada Lampiran 2. Mengacu pada kriteria yang ditetapkan LPHH-Bogor
(Kamil, 1970) diketahui bahwa suhu hidrasi yang baik adalah lebih besar dari
41°C, yang sedang adalah 36°C-41°C, dan yang tidak baik adalah lebih kecil dari
36°C. Waktu pengerasan dan suhu hidrasi ini dipengaruhi oleh kandungan air,
bahan kimia maupun zat ekstraktif yang terdapat pada kayu, dan bahan tambahan
lain yang akan mempercepat waktu pengerasan semen (Dewi, 2003). Berdasarkan
kriteria tersebut dapat disimpulkan bahwa ketiga jenis bambu tersebut dapat
dipakai sebagai salah satu bahan baku pembuatan papan semen mengingat suhu
hidrasi ketiga jenis bambu tersebut berkisar 43°C-47°C.
Sifat Fisis Papan Semen Partikel
Sifat fisis papan semen merupakan sifat yang tidak berhubungan dengan
Hasil pengujian yang dilakukan di laboratorium terhadap papan semen
yang dihasilkan menunjukkan hasil yang berbeda-beda baik pada sifat fisis, sifat
mekanis maupun keawetan papan semen terhadap rayap. Hasil pengujian sifat
fisis dan mekanis papan semen dibandingkan dengan JIS A 5417-1992, sedangkan
hasil pengujian keawetan papan semen terhadap rayap dibandingkan dengan
SNI 01-7207-2006. Nilai standar JIS A 5417-1992 ditampilkan pada Tabel 6 dan
hasil sifat fisis papan semen yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 6. Nilai sifat fisis dan mekanis papan semen dalam standar JIS A 5417-1992 No. Sifat Fisis dan Mekanis JIS A 5417-1992
1. Kerapatan (g/cm3) ≥1,2
2. Kadar air (%) ≤ 16
3. Daya serap air (%) Tidak dipersyaratkan
4. Pengembangan tebal (%) ≤ 8,3
5. MOR (kg/cm2) ≥ 63
6. MOE (kg/cm2) ≥ 24.000
7. Internal bond (kgf/cm2) Tidak dipersyaratkan
8. Kuat pegang sekrup (kgf) Tidak dipersyaratkan
Tabel 7. Nilai sifat fisis papan semen yang dihasilkan Perlakuan Kerapatan
(g/cm3)
Kerapatan
Hasil pengujian kerapatan papan semen yang dihasilkan pada penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik rerata nilai kerapatan papan semen
Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai kerapatan papan semen yang
dihasilkan berkisar antara 1,11 g/cm3 dan 1,26 g/cm3. Kerapatan yang tertinggi dengan nilai 1,26 g/cm3 terdapat pada perlakuan T 1:3,00 (campuran partikel bambu tali dengan kadar semen 3,00%). Sedangkan kerapatan terkecil 1,11 g/cm3 terdapat pada T 1:2,50 (campuran partikel bambu tali dengan kadar semen 2,5%).
Dari Gambar 5 dapat diketahui bahwa tidak semua kerapatan papan semen
partikel yang dibuat mencapai target kerapatan sasaran yaitu 1,2 g/cm3. Menurut Heckhel (2007) kerapatan papan yang tidak sesuai dengan kerapatan sasaran juga
dapat dipengaruhi oleh bentuk partikel yang bervariasi dalam hal panjang dan
tebalnya. Dari hasil penelitian terlihat bahwa ada kecenderungan kerapatan papan
semen akan bertambah dengan meningkatnya nilai kadar semen. Adapaun
pengaruh kadar semen sesuai dengan hasil penelitian Miswanto (1995) dalam
Dewi (2001) bahwa semakin tinggi kadar semen akan semakin tinggi kerapatan
yang dihasilkan.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa faktor jenis
bambu (bambu tali, bambu betung, dan bambu hitam), kadar semen (2,50, 2,75,
3,00), dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap
kerapatan papan semen dimana nilai F hitung yaitu 8,046 lebih besar dari nilai
F tabel yaitu 2,51. Setelah dilakukan uji lanjut Duncan (Lampiran 8), nilai
kerapatan papan semen pada perlakuan T1:3,00 tidak berbeda nyata dengan
perlakuan H1:3,00. Perlakuan T1:2,50 tidak berbeda nyata dengan perlakuan
B1:2,50. Perlakuan B1:2,75 tidak berbeda nyata dengan T1:2,75, B1:3,00,
H1:2,50, dan H1:2,75. Perlakuan T1:20 berbeda nyata dengan T1:3,00 dan
B1:2,75. Perlakuan T1:3,00 berbeda nyata dengan B1:2,75.
Hal ini diduga karena kerapatan bambu pada masing-masing jenis berbeda
dan nilai kerapatan bambu dipengaruhi oleh struktur anatomisnya seperti
distribusi dan kuantitas serat di sekitar vaskuler bundle (Haris, 2008), kerapatan
akhir papan semen partikel dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis kayu
(kerapatan kayu), besarnya tekanan kempa, jumlah partikel-partikel kayu dalam
lapik, kadar perekat serta bahan tambahan lainnya
(Kelly, 1997 dalam Sidabutar, 2000). Nilai kerapatan T1:3,00 lebih tinggi
dibandingkan perlakuan lainnya diduga karena diameter serat-serat pada bambu
tali lebih besar dari bambu betung dan bambu hitam dan pengaruh kadar semen
yang tinggi sekitar 3,00%. Berdasarkan penelitian Fatriasari dan Hermiati (2006)
Rerata nilai kerapatan papan semen hasil penelitian sebagian besar belum
memenuhi nilai standar JIS A 5417-1992 yang dipersyaratkan, yaitu lebih besar
dari 1,2 g/cm3 dan hanya nilai kerapatan papan semen bambu hitam dengan kadar semen 2,50, 2,75 dan 3,00 dan bambu tali dengan kadar semen 3,00 yang
memenuhi nilai standar JIS A 5417-1992.
Kadar air
Kadar air merupakan berat air yang terdapat pada kayu yang dinyatakan
dalam persen dari berat kering tanur (Haygreen dan Bowyer, 1992). Grafik nilai
rerata kadar air disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik rerata kadar air papan semen.
Nilai rerata kadar air papan semen yang dihasilkan berkisar antara 9,93 %
- 12,03 % seperti yang terlihat pada Gambar 6. Papan semen dengan perlakuan
bambu hitam dengan kadar semen 3,00% memiliki nilai kadar air tertinggi yaitu
12,03 %. Pada Gambar 6 terlihat bahwa kadar air papan semen hasil pengujian
berhubungan dengan sifat dasar dari kedua bahan yang dipergunakan yaitu semen
dan partikel bambu yang keduanya bersifat higroskopis. Menurut Dewi (2001)
akibat adanya air sebagai pengganti zat ekstraktif, dilakukan perlakuan
pendahulan terhadap ke-tiga jenis partikel bambu yaitu perendaman dengan air
dingin selama ±48 jam yang dilakukan untuk menghilangkan zat-zat ekstraktif
yang terkandung didalam partikel bambu sebelum dilakukan pembuatan papan
semen.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 9), bahwa jenis bambu dan kadar
semen dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap kadar air papan semen
dimana nilai F hitung yaitu 5,293 lebih besar dari nilai F tabel yaitu 2,51. Setelah
dilakukan uji lanjut Duncan (Lampiran 9), nilai kadar air perlakuan H1; 3,00 yang
bernilai 12,03% tidak berbeda nyata dengan perlakuan T1:3,00 dan H1:2,75
dengan nilai kadar air masing-masing 11,29% dan 11,49%. Nilai kadar air
perlakuan B1:3,00 tidak berbeda nyata terhadap nilai kadar air T1:2,50, T1:2,75,
B1:2,50, dan H1:2,50. Nilai kadar air perlakuan B1:3,00 berbeda nyata dengan
B1:2,75, dan H1:2,75. Nilai kadar air B1:2,75 berbeda nyata dengan H1:2,75, dan
H1:3,00.
Nilai kadar air papan semen yang dihasilkan bervariasi. Variasi nilai kadar
air papan semen lebih dipengaruhi oleh faktor kadar air adonan, besarnya tekanan
kempa yang diberikan pada lapik serta cara dan waktu klem (Maloney, 1997).
Bambu memiliki kadar air yang tinggi, hal ini dipengaruhi oleh umur, musim pada
waktu penebangan dan jenis bambu itu sendiri (Liese, 1986), kandungan air dalam
bambu dipengaruhi oleh isi sel parenkim dalam bambu dimana pada waktu musim
kemarau (Haris, 2008). Berdasarkan penelitian Haris (2008) kadar air bambu
betung paling tinggi dan kadar air paling rendah adalah jenis bambu tali,
berdasarkan penelitian Fatriasari dan Hermiati (2006) kadar air bambu betung
paling tinggi, diikuti bambu tali dan bambu hitam.
Nilai kadar air papan semen yang dihasilkan semakin meningkat dengan
berkurangnya kadar air bambu. Dimana nilai kadar air papan semen bambu hitam
lebih tinggi dari seluruh nilai kadar papan semen bambu betung dan tali.
Peningkatan kadar air diduga akibat partikel bambu merupakan bahan yang
bersifat higroskopis yaitu dapat melepaskan atau menyerap air dari lingkungan
sekitarnya sampai mencapai kadar air keseimbangan.
Berdasarkan JIS A 5417-1992 yang mensyaratkan nilai kadar air maksimal
yang dimiliki oleh papan semen partikel sebesar 16%, maka semua papan semen
partikel yang dibuat memiliki kadar air yang memenuhi persyaratan standar.
Daya serap air
Daya serap air merupakan sifat fisis papan semen yang menunjukan
kemampuan papan untuk menyerap air setelah direndam dalam air selama 2 jam
dan 24 jam. Berikut grafik rerata pengujian daya serap air selama 2 jam dan 24
Gambar 7. Grafik rerata daya serap air papan semen
Dari Gambar 7 memperlihatkan nilai rerata persentase daya serap air pada
papan semen selama 2 jam dan 24 jam yang dihasilkan yaitu masing-masing
17,53% - 33,05% dan 20,89% - 38,22%. Berdasarkan Gambar 7 hasil penelitian
rerata daya serap air memperlihatkan daya serap air papan semen cenderung lebih
rendah seiring dengan bertambahnya kadar semen pada masing-masing perlakuan.
Kandungan semen yang tinggi pada papan semen menyebabkan papan yang
dihasilkan sulit untuk ditembus air dan mengurangi papan untuk menyerap air.
Menurut Fernandes dan Vanessa (1996) kandungan semen yang tinggi akan
menyebabkan pengembangan kristal-kristal semen dari partikel semen selama
proses hidrasi dan mempenetrasi permukaan serat dan menembus ruang-ruang
kosong yang ada dan mengisi tempat tersebut.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 10 dan Lampiran 11) menunjukkan
bahwa jenis bambu tidak berpengaruh nyata terhadap daya serap air selama 2 jam
dan 24 jam dimana nilai F tabel lebih besar dari F hitung, sedangkan kadar semen
dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap daya serap air papan semen dimana
10 dan Lampiran 11) nilai daya serap air selama 2 jam perlakuan B1:2,50 berbeda
nyata dengan H1:2,75 dan H1:3,00. H1:2,75 berbeda nyata dengan H1:3,00.
Nilai daya serap air selama 24 jam perlakuan H1:3,00 berbeda nyata
dengan T1:2,75, T1:3,00, H1:2,50 dan H1:2,75. Nilai daya serap air perlakuan
B1:2,50 berbeda nyata dengan T1:2,50, T1:2,75, T1:3,00, B1:2,75, B1:3,00, dan
H1:2,50. Hal ini disebabkan oleh pengaruh kerapatan papan semen yang
dihasilkan. Semakin besar kerapatan papan yang dihasilkan semakin kecil daya
serap airnya (Haygren dan Bowyer, 1992). Kerapatan jenis bambu berpengaruh
terhadap daya serap air, berdasarkan penelitian Fatriasari dan Hermiati (2008)
menyatakan besarnya nilai daya serap air dipengaruhi besarnya diameter serat,
dan panjang serat jenis bambu. Berdasrkan standar JIS A5417-1992 tidak
mensyaratkan besarnya daya serap air pada papan semen.
Pengembangan tebal
Pengembangan tebal papan semen merupakan salah satu sifat fisis yang
akan menentukan apakah suatu papan dapat digunakan untuk keperluan interior
ataupun eksterior. Grafik pengujian nilai rerata pengembangan tebal papan semen
Gambar 8. Grafik rerata pengembangan tebal papan semen
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai keseluruhan persentase
pengembangan tebal pada papan semen selama 2 jam dan 24 jam yang dihasilkan
yaitu masing-masing 0,86% - 2,89% dan 1,53% - 3,86%. Grafik pengembangan
tebal papan semen (Gambar 8) menunjukan adanya perbedaaan yang signifikan
pada masing-masing perbandingan jenis bambu dan kadar semen. Hal ini
berhubungan dengan variabel-variabel pengolahan produk papan semen itu sendiri
seperti kerapatan bahan baku, ketebalan partikel, kadar perekat dan besarnya
tekanan yang diberikan pada lapik papan semen itu sendiri. Menurut
Haygreen dan Bowyer (1992) bahwa pengembangan produk panel berkaitan
dengan bahan baku panel itu sendiri, yaitu kemampuan bahan baku tersebut untuk
mengikat molekul air. Berdasarkan penelitian Sulastiningsih et al. (2000) bambu
dan rasio kadar semen secara signifikan mempengaruhi pengembangan tebal
papan semen.
Menurut Haygreen dan Bowyer (1992) pengembangan linier yang dialami
produk panel berkaitan dengan sifat adsortif dari bahan baku penel itu sendiri.
kerapatan papan) akan menyerap air lebih banyak dibanding papan semen yang
struktur lembarannya padat, sehingga pengembangan papan semen partikel akan
lebih tinggi (Dewi, 2001).
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 12dan Lampiran 13) menunjukkan
bahwa jenis bambu, kadar semen dan interaksinya tidak berpengaruh nyata
terhadap pengembangan tebal selama 2 jam dan 24 jam dimana nilai F tabel lebih
besar dari F hitung. Berdasarkan standar JIS A5417-1992, nilai pengembangan
tebal rerata papan semen seluruh contoh memenuhi standar dengan ketentuan nilai
maksimal ± 8,3% tidak mensyaratkan besarnya daya serap air pada papan semen.
Sifat MekanisPapan Semen
Sifat mekanis yang diuji pada sampel papan semen yang dihasilkan yaitu
keteguhan lentur (modulus of elasticity), keteguhan patah (modulus of rupture),
keteguhan rekat internal (internal bond), dan kuat pegang sekrup. Pengujian sifat
mekanis ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kemampuan papan semen
yang dihasilkan untuk penggunaan struktural. Hasil pengujian sifat mekanis
sampel papan semen yang dihasilkan akan dibandingkan dengan standar sifat
mekanis JIS A 5417-1992.
Modulus of elasticity (MOE)
MOE merupakan sifat mekanis papan yang menunjukkan kemampuan
papan dalam menahan beban sampai batas proporsi yang sering disebut keteguhan
lentur. Pengujian MOR adalah untuk mengetahui tingkat kekuatan papan semen
dalam menahan beban yang bekerja terhadap papan semen tersebut hingga patah