• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007, penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dari perencanaan tata ruang dihasilkan RTRW yang pada hakekatnya menjadi arahan pemanfaatan ruang di suatu wilayah termaksud didalamnya RTH. Akan tetapi seiring dengan perkembangan wilayah perubahan pemanfaatan ruang berupa RTH menjadi kawasan terbangun akan sulit untuk dihindari sebagai bagian dari pemenuhan dari kegiatan pembangunan yang dilakukan.

Kedudukan Kota Bandar Lampung sebagai pusat kota dan pusat pelayanan bagi daerah lain di sekitarnya akan menyebabkan perkembangan yang sangat pesat bagi Kota Bandar Lampung sebagai efek dari kegiatan pembangunan yang dilaksanakan. Perkembangan kota menimbulkan pertambahan jumlah penduduk yang ada, baik yang disebabkan karena adanya pertumbuhan penduduk secara alami maupun karena adanya migrasi. Jumlah penduduk yang terus meningkat ini tentu saja membutuhkan ruang yang implikasinyanya berdampak pada konversi lahan yang semula berfungsi sebagai RTH menjadi lahan terbangun. Penurunan luasan RTH biasanya terjadi secara bertahap sesuai dengan perkembangan suatu wilayah. Perkembangan wilayah yang cepat secara tidak langsung akan berimbas terhadap penurunan RTH yang cepat pula akibat kebutuhan akan ruang terbangun yang semakin tinggi. Kondisi ini menyebabkan semakin padatnya kawasan terbangun yang pada akhirnya dapat mengganggu keseimbangan lingkungan. Tidak konsistennya pemanfaatan ruang yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat yakni dalam bentuk konversi lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menjadi salah satu penyebab berkurangnya luasan RTH yang ada di Kota Bandar Lampung setiap tahunnya. Kecenderungan bergesernya pemanfaatan ruang yang awalnya berfungsi sebagai RTH menjadi ruang terbangun atau pemanfaatan lainnya banyak terjadi karena RTH dianggap tidak memberikan keuntungan secara ekonomis. Perubahan pemanfaatan ruang berupa RTH selain merupakan efek dari adanya perkembangan wilayah juga sangat erat kaitannya dengan kurangnya sistem pengendalian pemanfaatan ruang yang merupakan upaya untuk

mewujudkan tata tertib ruang terutama RTH yang keberadaannya sangat penting bagi pembangunan yang berkelanjutan.

Dinamika perubahan pemanfaatan ruang berupa RTH dapat diidentifikasi dengan menganalisis perubahan penutupan/penggunaan lahan dan hasilnya dapat digunakan untuk melihat ketercukupan ketersediaan RTH di seluruh wilayah Kota Bandar Lampung. Identifikasi pemusatan perubahan RTH menjadi kawasan terbangun, sejauh mana perkembangan wilayah berpengaruh terhadap perubahan RTH dan faktor- faktor yang menjadi penyebabnya, semuanya merupakan hal yang dilakukan untuk mendapatkan informasi yang berguna sebagai arahan dalam menyusun strategi untuk mempertahankan dan mengembangkan RTH yang ada di Kota Bandar Lampung. Secara garis besar bagan alir kerangka pemikiran dan bagan alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5 di bawah ini.

Gambar 4. Kerangka Pemikiran RTRW

Arahan Pemanfaatan Ruang

Dinamika Perubahan RTH Kurangnya Pengendalian Pemanfaatan ruang Perkembangan Wilayah Identifikasi Kebutuhan RTH berdasarkan UU No. 26/2007

dan Jumlah Penduduk

Identifikasi Pemusatan Perubahan RTH Identifikasi Penyebab Perubahan RTH Arahan Pengembangan RTH

Gambar 5. Tahapan Penelitian

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah administratif Kota Bandar Lampung dan kecamatan yang ada berada di Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Pesawaran yang berbatasan langsung dengan Kota Bandar Lampung. Wilayah administratif Kota Bandar Lampung terdiri dari 13 kecamatan dan 98 kelurahan. Secara geografis Kota Bandar Lampung berada pada posisi 5 20’- 5 30’ LS dan 105 28’ - 105 37’ BT dengan luas wilayah daratan 19.722 Ha. Pelaksanaan penelitian pada Bulan November 2008 s/d Maret 2009.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah Citra Landsat ETM 7 pada 2 titik tahun yaitu tahun 2000 dan 2007 dari BIOTROP. Peta Administrasi, Peta RTRW dan Peta Lereng yang berasal dari Bappeda Kota Bandar Lampung. Data Potensi Desa (Podes) Tahun 2006 dari Laboratorium Pengembangan Wilayah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB dan data demografi atau kependudukan dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software : ERDAS Imagine versi 9.1, ArcView versi 3.3, Google Earth, dan Microsoft Excel. Peralatan penunjang lainnya yang digunakan pada saat turun lapang adalah GPS dan kamera digital.

Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini baik data primer maupun data sekunder didapatkan melalui metoda pengumpulan yang berbeda. Data sekunder didapatkan dengan menginventarisasi dan penelusuran data baik pada buku, peta, internet, perundang-undangan, penelitian terdahulu maupun dari instansi pemerintah. Data primer diperoleh dari hasil survey/cek lapangan. Jenis, sumber data, ringkasan tujuan, cara analisis, jenis variabel dan output yang ingin dicapai disajikan pada Tabel 2.

25

Tabel 2. Matrik Hubungan Antara Tujuan, Data, Metode dan Keluaran Pada Setiap Tahapan Penelitian

No. Tujuan Variabel Data dan Sumber Data Metode/Analisis Keluaran

1. Mengidentifikasi dinamika perubahan RTH Tahun 2000-2007 - Tipe penggunaan lahan

- Citra Landsat ETM 7 tahun

2000 & 2007 (Path/row

123/064).

- Peta Administrasi desa dan

kecamatan Sumber data :

Biotrop

Bappeda Kota Bandar Lampung

Bappeda Kabupaten Lampung Selatan

Interpretasi dengan menggunakan software Erdas 9.1

Verifikasi akurasi :

 Ground check dengan GPS

dari lapangan.

 Peta penutupan lahan tahun

sebelumnya

 Penutupan lahan dari Google

earth

Peta penggunaan

lahan tahun 2000 dan 2007.

Matrik perubahan

penggunaan lahan

2. Menganalisis kebutuhan

RTH berdasarkan luas dan jumlah penduduk

Luas wilayah

Jumlah penduduk

Peta Administrasi kecamatan dan kelurahan Kota Bandar Lampung

KDA 2007 Sumber data :

BPS Kota Bandar Lampung

Studi literatur

 Undang-Undang Penataan

Ruang No. 26 Tahun 2007.

 Standar ruang terbuka hijau

berdasarkan jumlah

penduduk dikemukakan oleh Simonds (1983). Standar Kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah Standar kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk

Tabel 2 (lanjutan)

No. Tujuan Variabel Data dan Sumber Data Metode/Analisis Keluaran

3. - Mengidentifikasi pusat- pusat perubahan RTH menjadi kawasan terbangun. - Tipe penggunaan lahan

- Citra Landsat 2000, 2005 &

2007 (Path/row 123/064).

- Peta Administrasi desa dan

kecamatan Sumber data :

Biotrop

Bappeda Kota Bandar Lampung Analisis LQ Pemusatan/konsentrasi perubahan RTH menjadi kawasan terbangun Mengidentifikasi perkembangan wilayah terkait perubahan RTH Infrastruktur Jumlah Penduduk Aksesibilitas

Data Podes tahun 2006 Sumber data :

Lab. Bangwil

Analisis Skalogram Indeks

Perkembangan Kelurahan (IPK) Hirarki Kelurahan Mengetahui faktor-faktor penyebab perubahan RTH. Proporsi RTH dan Ruang Terbangun per unit wilayah Kepadatan Penduduk Jarak dari Pusat Kota

IPK

Variabel dummy

Peta penutupan/penggunaan

lahan tahun 2000 dan 2007.

Data Podes 2006

Peta Administrasi Kota Bandar

Lampung dan Kabupaten

Lampung Selatan Data PODES 2006

Didalam Kota dan di luar Kota Bandar Lampung

Sumber data :

Bappeda Kota Bandar Lampung & Bappeda Lamsel Lab. Bangwil

Hasil analisis

Analisis Regresi Berganda Diperolehnya faktor-

faktor penyebab

terjadinya perubahan RTH

27 Tabel 2 (lanjutan)

No. Tujuan Variabel Data dan Sumber Data Metode/Analisis Keluaran

4. Mengidentifikasi

penyimpangan perubahan RTH terhadap RTRW.

- Tipe penggunaan

lahan

RTRW Kota Bandar Lampung Sumber data :

Bappeda Kota Bandar Lampung Overlay Peta Penutupan/Penggunaan Lahan dengan Peta RTRW Peta Penyimpangan terhadap RTRW

5. Menyusun strategi untuk

mempertahankan dan mengembangkan RTH

Ketersediaan RTH eksisting

Hasil analisis ketercukupan RTH berdasarkan luas maupun jumlah penduduk Hasil análisis sebelumnya antara lain analisis pemusatan perubahan RTH, perubahan RTH terkait perkembangan wilayah, faktor-faktor penyebab perubahan RTH, penyimpangan terhadap RTRW.

Permasalahan yang berkaitan dengan RTH di lapangan

Analisis Deskriftif Strategi mempertahankan

dan mengembangan

RTH di Kota Bandar Lampung

Analisis dan Pengolahan Data

Analisis Penutupan/Penggunaan Lahan dan Deteksi Perubahannya

Analisis yang dilakukan yakni analisis penutupan/penggunaan lahan guna mengetahui kondisi existing RTH di Kota Bandar Lampung. Untuk mendapatkan informasi penutupan/penggunaan lahan disajikan seperti pada bagan alur pengolahan data seperti yang tersaji pada gambar 6.

Selain untuk mengetahui kondisi existing analisis ini juga digunakan untuk mendeteksi perubahan penutupan/penggunaan lahan terutama perubahan RTH yang ada. Deteksi perubahan penutupan/penggunaan lahan dilakukan dengan cara menumpangtindihkan peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2000 dan 2007 dengan peta administrasi. Hasil proses ini kemudian dapat diinterpretasi secara deskriptif dan tampilannya dalam bentuk peta output (peta overlay) sedangkan data atributnya

Gambar 6. Tahapan Pengolahan Data Spasial

Citra Landsat ETM 7 Tahun 2000 & 2007 Peta Administrasi Koreksi Geometrik Klasifikasi Peta Penutupan/ Penggunaan Lahan 2000 &

2007 Overlay

Pola Spasial RTH Cek Lapang

RTRW Penajaman Citra

29 digunakan untuk analisis yang lain. Tahapan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi spasial RTH di Kota Bandar Lampung dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Koreksi Geometri

Data penginderaan jauh pada umumnya mengandung kesalahan (distorsi) geometrik, untuk itu diperlukan proses rektifikasi atau perbaikan sebelum dilakukan pengolahan lebih lanjut. Kesalahan geometri antara lain disebabkan karena pengaruh rotasi bumi selama akuisisi, kelengkungan bumi, kecepatan scanning dari beberapa sensor yang tidak normal dan efek panoramik yang menyebabkan posisi citra tidak sama posisinya dengan posisi geografis yang sebenarnya. Koreksi geometri bertujuan untuk meningkatkan kualitas citra yang semaksimal mungkin sesuai dengan keadaan aslinya. Koreksi terhadap distorsi geometri tersebut dapat dilakukan dengan transformasi koordinat citra ke koordinat bumi dan resampling citra. Transformasi koordinat dilakukan dengan menggunakan titik control tanah (Ground Control Point) yang didapat dari peta referensi atau secara langsung di lapangan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System). Rektifikasi citra yang umum digunakan adalah fungsi transformasi Polinomial dengan tingkatan ordo. Hal yang perlu diperhatikan dari koreksi geometri adalah keakuratan hasil koreksi yang ditunjukkan dengan nilai RMS (Root Mean Square) yang kecil yaitu dengan memilih GCP yang kesalahan geometrinya kecil dan membuang GCP yang menyebabkan nilai RMS besar.

2. Penajaman Citra (Image Enhancement)

Penajaman citra merupakan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas tampilan citra agar informasi penting yang dibutuhkan dapat lebih ditonjolkan sehingga interpretasi terhadap citra dapat dengan lebih mudah untuk dilakukan. Penajaman citra dilakukan sebelum penampilan citra atau sebelum dilakukan interpretasi dengan maksud menambah jumlah informasi yang dapat diinterpretasi secara digital sehingga diperoleh tampilan citra yang tajam dan jelas.

3. Klasifikasi

Klasifikasi merupakan proses pengelompokan piksel-piksel yang mempunyai ciri yang sama ke dalam kelas penutupan/penggunaan lahan tertentu. Klasifikasi citra dilakukan dengan dengan menggunakan software ERDAS dengan metode klasifikasi yang digunakan adalah supervised (terbimbing) dengan pendekatan Maximum Likelihood Clasification (MLC). Klasifikasi terbimbing dilakukan berdasarkan area contoh (training area) yang telah ditetapkan sebelumnya terhadap obyek-obyek yang

mudah dikenali dan representatif pada citra/permukaan bumi yang diketahui katagorinya dengan cara membuat poligon-poligon. Klasifikasi penutupan/penggunaan lahan pada penelitian ini terdiri dari 11 (sebelas) tipe yaitu pemukiman, tubuh air, hutan, kebun campuran, ladang/tegalan, sawah, perkebunan, tanah terbuka, semak belukar, mangrove dan tambak. Informasi kelas penutupan/penggunaan lahan yang ada di Kota Bandar Lampung dan kecamatan yang ada disekitarnya, didapatkan dengan melakukan interpretasi terhadap citra landsat yang berpedoman pada kunci interpretasi citra (Menuju Indonesia Hijau), dimana pedoman kunci interpretasi tersebut antara lain :

1. Hutan

Kelas penutupan/ penggunaan lahan hutan biasanya mempunyai ciri berwarna hijau gelap dan hijau gelap kehitaman di area yang melingkar. Tekstur dari penutupan/ penggunaan lahan hutan ini ada yang bertekstur kasar ada yang bertekstur halus, tekstur kasar biasanya untuk hutan lahan kering dan tekstur lebih halus untuk hutan alam. 2. Kebun Campuran

Kebun Campuran merupakan daerah yang ditanami pepohonan dengan berbagai jenis tanaman tahunan seperti rambutan, durian dan lainnya yang bercampur dengan semak belukar. Pada citra kebun campuran berwarna hijau tua, bertekstur kasar dengan pola tidak teratur membentuk suatu kelompok dengan berbagai ukuran yang menyebar dan berbaur menjadi satu kelompok dengan permukiman.

3. Semak/Tegalan

Semak merupakan daerah yang terdapat di sekitar kaki gunung atau perbukitan, biasanya ditumbuhi dengan tanaman keras yang tidak terlalu tinggi dengan diameter yang tidak begitu besar (± 10 - 15 cm). Pada citra semak belukar berwarna coklat kemerahan dengan tekstur kasar, berpola tidak teratur dan menyebar. Penggunaan lahan ini umumnya beralih fungsi menjadi tegalan/ladang tergantung musim.

Tegalan merupakan areal yang ditanami tanaman sejenis/tumpangsari seperti umbi-umbian, kacang-kacangan dan sebagainya yang pada umumnya terletak pada daerah yang datar. Pada citra ladang/tegalan berwarna coklat kehijauan dengan tekstur yang kasar, berpola tidak teratur dan menyebar. Penggunaan lahan ini umumnya

31 beralih fungsi menjadi sawah tergantung musim. Ladang/tegalan mempunyai warna magenta kehijauan dan letaknya berdekatan dengan pemukiman.

4. Perkebunan

Kelas penutupan/ penggunaan lahan perkebunan biasanya mempunyai ciri berwarna hijau kecoklatan sampai hijau yang mengikuti kelas umur tanamannya. Biasanya meliputi daerah yang luas dengan batas yang jelas dan reguler.

5. Permukiman

Pada citra, permukiman berwarna magenta tua, bertekstur halus dan kasar, dengan pola teratur memanjang mengikuti jalan atau sungai. Obyek ini dengan pola yang tidak teratur biasanya disebut perkampungan/pedesaan sedangkan apabila membentuk pola yang teratur disebut perumahan.

6. Sawah

Sawah merupakan hamparan areal pertanian yang ditanami tanaman padi. Persawahan dimana padi berada pada fase air, bera, vegetatif dan generatif yang tergantung pada musim tanam. Obyek ini terlihat dengan bentuk petak-petak kecil dan pola teratur. Sawah dengan irigasi teknis memiliki pola teratur mengikuti saluran irigasinya. Sedangkan sawah tadah hujan memiliki pola acak karena sumber air bergantung dari adanya hujan. Pada citra penggunaan lahan sawah tergantung pada musim. Karena perubahan musim nilai spektral sawah berbeda seperti sawah bera berwarna magenta, dengan tekstur halus, pada sawah fase generatif berwarna kuning dengan tekstur halus berpola tidak teratur menyebar dengan berbagai ukuran.

7. Mangrove

Kelas penutupan/ penggunaan lahan mangrove berada pada daerah pantai/pesisir. Pada citra hutan mangrove dicirikan berwarna hijau pucat dengan tekstur medium/sedang.

8. Tanah Terbuka

Tanah terbuka merupakan suatu hamparan lahan dimana di atasnya tidak terdapat vegetasi dan kegiatan manusia. Pada citra tanah terbuka berwarna putih kemerahan bertekstur halus. Tanah terbuka ada pada hampir semua kecamatan yang ada di wilayah penelitian.

9. Tambak

Tambak biasanya terdapat di sekitar pinggiran pantai. Pada citra tambak berwarna biru muda dengan tekstur halus, berpola teratur dan menyebar. Penggunaan lahan ini umumnya beralih fungsi menjadi tanah terbuka atau permukiman penduduk. 10. Tubuh Air

Kenampakan tubuh air pada citra berwarna biru tua/kehitaman dan memiliki bentuk memanjang yang lebarnya berbeda-beda dan berkelok-kelok.

Hasil klasifikasi tersebut kemudian diverifikasi di lapangan, dengan tujuan untuk mengidentifikasi obyek-obyek atau penggunaan lahan yang masih diragukan juga untuk menguji akurasi hasil klasifikasi. Dengan menggunakan data yang telah ada, kemudian dilakukan analisis sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian sehingga dapat menjawab permasalahan yang ada. Setelah diperoleh peta penutupan lahan pada masing masing tahun kemudian dilakukan analisis deteksi perubahan lahan. Teknik analisis perubahan dilakukan dengan menggunakan software ERDAS. Matrik perubahan yang dihasilkan ditunjukan pada Tabel 3.

Tabel 3. Matrik Transformasi Perubahan Penutupan Lahan Penggunaan

Lahan Tahun 2007 Total

Tahun 2000 Pmk Tba Htn Kbc Smk/Ldg Swh Pkbn Ttb Mgv Tbk Pemukiman (Pmk) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pmk (ha) 2000 Tubuh Air (Tba) 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Tba (ha) 2000 Hutan (Htn) 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Htn (ha)2000 Kebun Campuran (Kbc) 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 Kbc (ha) 2000 Semak/Tegalan (Smk/Ldg) 41 42 43 44 45 46 47 48 49 40 Smk/Ldg (ha) 2000 Sawah (Swh) 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 Swh (ha) 2000 Perkebunan (Pkbn) 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 Pkbn (ha) 2000 Tanah Terbuka (Ttb) 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 Ttb(ha) 2000 Mangrove (Mgv) 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 Mgv (ha) 2000 Tambak (Tbk) 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 Tbk (ha) 2000 Total Pmk (ha) 2007 Tba (ha) 2007 Htn (ha) 2007 Kbc (ha) 2007 Smk/Ldg (ha) 2007 Swh (ha) 2007 Pkbn (ha) 2007 Ttb (ha) 2007 Mgv (ha) 2007 Tbk (ha) 2007 Keterangan : = Tidak berubah

33

Analisis Standar Kebutuhan RTH

1. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007

Keberadaan RTH kota diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-Undang Penataan Ruang tersebut menjadi acuan bagi Pemerintah daerah untuk merencanakan dan menata RTH, yang mengamanatkan penyediaan RTH di kawasan perkotaan minimal sebesar 30 % dari wilayah kota. 2. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk

Standar ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk dikemukakan oleh Simonds (1983), dimana kebutuhan ruang terbuka hijau dibagi menjadi empat kelas. Standar luas ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Standar Luas RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk

Hirarki Wilayah Jumlah KK

Wilayah Jumlah Jiwa Wilayah RTH (m²/1.000 jiwa) Penggunaan Ruang Terbuka Ketetanggaan 1.200 4.320 1.200 Lapangan bermain, areal rekreasi, taman

Komunitas 10.000 36.000 20.000

Lapangan bermain, lapangan atau taman, (termaksud ruang terbuka

ketetanggaan)

Kota 100.000 40.000

Ruang terbuka umum, taman areal bermain (termaksud ruang terbuka untuk komuniti) Wilayah/ Region 1.000.000 80.000 Ruang terbuka umum, taman rekreasi, berkemah (termaksuk ruang terbuka kota)

Identifikasi Pusat-Pusat Perubahan RTH

Untuk mengetahui pusat perubahan penggunaan lahan khususnya perubahan RTH digunakan metode Location Quotient (LQ). LQ dapat menjelaskan lokasi atau daerah mana yang menjadi konsentrasi aktifitas perubahan penggunaan lahan tertentu

(Andriyani, 2007). LQ merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktifitas tertentu dengan pangsa total aktifitas tersebut dalam total aktifitas wilayah. Secara lebih operasional, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktifitas pada sub wilayah ke-i terhadap persentase aktifitas total terhadap wilayah yang diamati.

Persamaan dari LQ ini adalah :

LQij =

Xij / X i.

X.j / X ..

Dimana:

Xij : Perubahan penggunaan lahan (RTH) ke-j di wilayah ke-i

Xi. : total luas perubahan penggunaan lahan (RTH) di wilayah ke-i

X.j : Perubahan penggunaan lahan (RTH) ke-j di semua wilayah

X.. : total luas perubahan penggunaan lahan (RTH)

Untuk dapat menginterprestasikan hasil analisis LQ, adalah sebagai berikut :

Jika nilai LQij > 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi perubahan

penggunaan lahan (RTH) di sub wilayah ke-i secara relatif dibandingkan dengan total wilayah.

Jika nilai LQij = 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai perubahan

penggunaan lahan (RTH) yang sama dengan rata-rata total wilayah

Jika nilai LQij < 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai perubahan

penggunaan lahan (RTH) yang lebih kecil dibandingkan dengan perubahan yang secara umum ditemukan diseluruh wilayah.

Analisis Perkembangan Wilayah

Untuk mengidentifikasikan hirarki wilayah dan Indeks Perkembangan Kelurahan (IPK) di Kota Bandar Lampung dilakukan dengan menggunakan metode skalogram. Data yang digunakan adalah data Podes tahun 2006 sebagai pendekatan perkembangan wilayah tahun 2007 mengingat data tahun 2007 tidak tersedia. Selain mengindentifikasi hirarki wilayah di Kota Bandar Lampung, analisis ini juga dilakukan untuk melihat hirarki wilayah pada wilayah yang berbatasan langsung dengan Kota Bandar Lampung. Dikarenakan data spasial untuk wilayah yang berbatasan langsung adalah kecamatan sehingga digunakan pendekatan bahwa data

35 kecamatan tersebut adalah sebagai data kelurahan. Parameter yang diukur meliputi bidang pendidikan, kesehatan, transportasi, perekonomian dan aksesibilitas. Analisis ini dilakukan pada unit wilayah kelurahan dan hasil analisisnya digambarkan pada peta administrasi untuk dianalisa secara spasial.

Prosedur kerja penyusunan hirarki daerah berdasarkan infrastruktur dengan menggunakan Skalogram adalah sebagai berikut (Saefulhakim, 2005):

a. Melakukan pemilihan terhadap data Podes tahun 2006 sehingga yang tinggal hanya data yang bersifat kuantitatif;

b. Melakukan seleksi terhadap data-data kuantitatif tersebut sehingga hanya yang relevan saja yang digunakan;

c. Melakukan rasionalisasi data;

d. Melakukan seleksi terhadap data-data hasil rasionalisasi hingga diperoleh 89 variabel untuk analisa skalogram yang mencirikan tingkat perkembangan kecamatan di Kota Bandar Lampung;

e. Melakukan standardisasi data terhadap variabel-variabel tersebut dengan menggunakan rumus yang dimodifikasi:

j j ij ij

s

x

x

y

yij adalah variabel baru untuk kecamatan ke-i dan jenis sarana ke-j xij adalah jumlah sarana untuk kecamatan ke-i dan jenis sarana ke-j xj adalah nilai minimum untuk jenis sarana ke-j

sj adalah simpangan baku untuk jenis sarana ke-j

f. Menentukan Indeks Perkembangan Kelurahan (IPK) beserta kelas hirarkinya. Pada penelitian ini, IPK dikelompokkan ke dalam tiga kelas hirarki, yaitu hirarki I (tinggi), hirarki II (sedang), dan hirarki III (rendah). Penentuan kelas hirarki didasarkan pada nilai standar deviasi (St Dev) IPK dan nilai median, seperti terlihat pada Tabel 5. Variabel yang dipergunakan untuk analisis skalogram, terlihat pada lampiran 1.

Tabel 5. Nilai Selang Hirarki IPK

No. Hirarki Nilai Selang (X) Tingkat Hirarki

1 I X>[median +(2*St Dev IPN)] Tinggi

2 II Median < X (2*St Dev) Sedang

3 III X < median Rendah

Analisis Faktor-Faktor Penyebab Perubahan RTH

Perubahan RTH menjadi kawasan terbangun di Kota Bandar Lampung disebabkan beberapa faktor penyebab. Analisis regresi berganda merupakan salah satu pendekatan untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan RTH menjadi kawasan terbangun. Dalam menggunakan model analisis ini terlebih dahulu ditentukan beberapa variabel yang dianggap mempengaruhi perubahan RTH. Variabel-variabel tersebut antara lain kepadatan penduduk, jarak ke pusat kota, Indeks Perkembangan Kelurahan (IPK) dan variabel dummy. Dari hasil analisis, persamaan yang dihasilkan sebagai berikut :

Y = A0 + A1X1 + A2X2 + A3X3 + …….. + AnXn dimana Y = Dependent Variabel

An = Koefisien regresi

X = Variabel bebas (X1 = Kepadatan Penduduk, X2 = Jarak ke Pusat Kota, X3 = IPK, X4 = variabel dummy)

Analisis Penyimpangan Pemanfaatan RTH Terhadap RTRW

Penyimpangan pemanfaatan ruang khususnya penyimpangan pemanfaatan kawasan yang pada dasarnya merupakan kawasan lindung termaksud di dalamnya RTH merupakan hal yang harus dihindari apabila kita menginginkan pembangunan yang berkesinambungan. Untuk melihat penyimpangan yang terjadi pada RTRW yang telah ditetapkan dilakukan dengan cara menumpangtindihkan antara peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2007 dengan peta RTRW. Dari proses tersebut akan dihasilkan peta penyimpangan pemanfaatan ruang, khususnya terhadap kawasan- kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung yang pada dasarnya berfungsi

Dokumen terkait