• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan Stud

Tahap pertama dalam penelitian ini adalah melihat sejauh mana tingkat disparitas perekonomian di Provinsi Sumatera Barat melalui analisis Indeks Williamsons dan Indeks Theill. Indeks Williamson digunakan untuk mengetahui tingkat ketimpangan suatu wilayah dari data PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) harga berlaku dan konstan, PAD (Pendapatan Asli Daerah), serta pendapatan total. Sementara Indeks Theill digunakan untuk melihat dekomposisi ketimpangan antara dan dalam wilayah perbatasan dengan wilayah bukan perbatasan di Provinsi Sumatera Barat.

Tahapan selanjutnya adalah menentukan tingkat perkembangan dan karakteristik setiap wilayah kabupaten/kota dari berbagai faktor seperti biofisik wilayah, sarana prasarana wilayah, serta tingkat perekonomian dari wilayah bersangkutan. Pertama dilakukan analisis spasial faktor fisik wilayah berdasarkan kemampuan lahan untuk mengetahui karakteristik wilayah yang mencakup sifat tanah, topografi, drainase, dan kondisi lingkungan lain. Selanjutnya hasil analisis peta kemampuan lahan tersebut dilakukan tumpang tindih dengan peta tutupan lahan aktual guna mengetahui kecocokan lahan yang ada di Provinsi Sumatera Barat. Faktor fisik berikutnya adalah dengan melihat tingkat kerawanan bencana dari setiap kabupaten/kota dari indikator bencana gempa bumi, gelombang tsunami, banjir, letusan gunung berapi, longsor, dan kekeringan.

Tingkat perkembangan wilayah dilihat dengan menggunakan analisis skalogram dari data sarana prasarana sehingga nanti dapat menentukan tingkatan hirarki dan jumlah indek perkembangan wilayah. Selanjutnya dilihat sejauh mana keragaman yang dimiliki oleh kabupaten/kota yang ada dengan analisis Indek Entropy. Tahapan analisis berikutnya digunakan untuk mengelompokkan wilayah atas empat kategori yaitu wilayah maju, wilayah maju tapi tertekan, wilayah berkembang, dan wilayah relatif terbelakang berdasarkan analisis Tipologi Klassen.

Terakhir, digunakan metode Factor Analysis (FA) dengan data PODES 2008 dan Sumatera Barat dalam angka 2008 untuk mengetahui faktor utama dalam perkembangan wilayah tersebut.

Setelah diketahui tingkat disparitas antar wilayah maka langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi sektor – sektor yang menjadi unggulan dari wilayah kabupaten/kota bersangkutan. Analisis ini digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang kedua dengan menggunakan metode analisis LQ (Location Quotions) dan SSA (Shift Share Analysis). Analisis LQ berguna untuk menentukan sektor – sektor yang kompetitif dari masing – masing wilayah dengan menggunakan data PDRB tahun 2008 atas dasar harga berlaku 2000. Untuk melihat sektor yang komparatif dari kabupaten/kota dengan wilayah yang lebih luas dalam hal ini provinsi maka digunakan analisis SSA. Hasil analisis LQ akan digabungkan dengan analisis SSA untuk melihat ada tidaknya sektor unggulan yang dimiliki oleh setiap kabupaten/kota bersangkutan.

Analisis berikutnya dilakukan untuk menjawab tujuan penelitian yang ke- empat yaitu mengetahui faktor yang menjadi penyebab disparitas pembangunan di Provinsi Sumatera Barat. Analisis yang digunakan adalah regresi berganda dengan variabel respon diperoleh dari indek perkembangan wilayah hasil analisis skalogram. Sementara itu untuk variabel independent nya digunakan hasil factor score dari analisis FA.

Langkah terakhir adalah merumuskan strategi kebijakan pembangunan yang dapat diterapkan di Provinsi Sumatera Barat untuk mengurangi terjadinya disparitas. Analisis yang digunakan untuk membantu adalah metode SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threats) yang terdiri dari faktor internal dan eksternal. Data yang digunakan dalam analisis SWOT adalah dokumen kebijakan yang dikeluarkan pemerintah provinsi dan daerah berupa RPJM, RPJP, RTRW, RPB, dan dokumen lainnya serta hasil analisis sebelumnya. Kerangka pendekatan studi dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Provinsi Sumatera Barat dengan unit wilayah meliputi seluruh kabupate/kota yang ada. Wilayah administrasi Provinsi Sumatera Barat terdiri dari 19 daerah tingkat II, dengan 12 wilayah kabupaten dan tujuh wilayah kota. Penelitian ini direncanakan berlangsung selama enam bulan mulai bulan Agustus 2009 sampai Januari 2010. Secara spasial lokasi wilayah penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Peta wilayah administrasi Provinsi Sumatera Barat.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini antara lain bersumber dari Badan Pusat Statistik Sumatera Barat (data Sumatera Barat dalam angka, PDRB Sumatera Barat, potensi desa Sumatera Barat), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sumatera Barat (data Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Rencana Pembangunan

Jangka Menengah, dan Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Penanggulangan Bencana Sumatera Barat), Dinas Pekerjaan Umum Sumatera Barat (Peta Satuan Lahan, Peta Penggunaan Lahan), Word Bank (Peta Tingkat Kerawanan Bencana), dan instansi/dinas lain yang terkait.

Metode analisis yang digunakan adalah Indeks Williamsons dan Indeks Theill untuk menentukan tingkat disparitas perekonomian antar wilayah, Skalogram, Indeks Entropy, Analisis Fisik, Tipologi Klassen, dan Factor Analysis untuk menentukan tingkat perkembangan dan karakteristik wilayah, Indeks Location Quotion dan Shift Share Analysis untuk identifikasi sektor unggulan, Analisis Multiple Regresion untuk menentukan penyebab tingkat perkembangan wilayah, dan analisis SWOT untuk perumusan strategi. Rincian tujuan, metode, data, dan sumber disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Matrik tujuan, metode, data, dan sumber data dalam penelitian

Tujuan Metode Analisis Variabel Data dan Sumber Data

Menentukan tingkat disparitas

perekonomian antar wilayah

Indek Williamson dan Indek Theill

PDRB Kab/Kota, Jumlah Penduduk per Kab/Kota

PDRB kabupaten, Prov. Sumbar Dalam Angka Tahun 2008 (BPS Sumbar) Menentukan tingkat perkembangan dan karakteristik wilayah Skalogram, Indek Entropy, Analisis Fisik (Kemampuan Lahan, Penggunaan Lahan, Tingkat Bencana), Tipologi Klassen, dan FA

Jumlah sarana dan Prasarana, PDRB Kab/Kota, Potensi Fisik Wilayah

PODES Tahun 2007, PDRB 2008, DDA, Peta Landsystem, Peta Landuse, Peta Bencana (BPS Sumbar, Bappeda Sumbar, Dinas PU Sumbar, Word Bank)

Mengidentifikasi sektor unggulan

LQ dan SSA PDRB Kab/Kota, Jumlah Penduduk per Kab/Kota

PDRB kabupaten, Prov. Sumbar Dalam Angka Tahun 2008 (BPS Sumbar)

Menentukan faktor penyebab tingkat perkembangan wilayah

Multiple Regresi IPK dan Factor

Score

Hasil Analisis Skalogram dan Analisis FA

Merumuskan strategi yang dapat diterapkan

Analisis SWOT IPK, PDRB per kapita,

Produktivitas lahan.

RPJM, RPJP, RTRW, RPB (Bappeda Sumbar), dan

dokumen lain yang relevan serta penggabungan analisis

Gambar 4. Diagram Alir Penelitian

Perumusan Strategi Pengembangan Wilayah Analisis Williamson

dan Indek Theill Unit Kabupaten/Kota

Analis Disparitas Pembangunan Provinsi Sumatera Barat

Pengumpulan Data Studi Literatur

Analisis teoritis dan empiris

Tingkat Disparitas Perekonomian Antar Wilayah

Analisis Skalogram, Indek Entropy, Analisis Kemampuan Lahan, Tipologi Klassen, dan FA

Faktor Penyebab Tingkat Perkembangan Wilayah

Analisis Regresi Berganda & Deskriptif

Identifikasi Sektor Unggulan

Tingkat Perkembangan & Karakteristik Wilayah

Analisis LQ dan SSA unit Kabupaten/Kota

Metode Analisis

Penentuan Tingkat Disparitas Pembangunan

Disparitas yang terjadi di Provinsi Sumatera Barat diduga disebabkan oleh banyak hal, diantaranya dari faktor ekonomi, infrastruktur, dan sosial. Untuk melihat tingkat disparitas ekonomi wilayah di Sumatera Barat digunakan Indeks Williamson dan untuk mendekomposisi disparitas yang terjadi digunakan Indeks Theill.

Indeks Williamsons

Indeks Williamsons merupakan indek yang paling sering digunakan untuk mengetahui tingkat ketimpangan antar wilayah secara horizontal. Wiliamsons mengembangkan indek kesenjangan wilayah ini pada tahun 1975 (Rustiadi, et al.

2009) yang diformulasikan sebagai berikut :

__ 2 __ Y Y

p

Y

V

i i w

       dimana:

V

w = Indeks kesenjangan Williamson (Iw)

Y

i = PDRB per kapita kabupaten ke –i

Y

= Rata-rata PDRB per kapita kabupaten

p

i = fi/n (fi jumlah penduduk kab/kota ke i dan n total penduduk provinsi Indeks kesenjangan Williamson akan menghasilkan indeks yang lebih besar atau sama dengan nol. Jika

Y

i=

Y

maka akan dihasilkan indeks = 0, yang berarti tidak adanya kesenjangan ekonomi antar wilayah. Indeks lebih besar dari 0 menunjukkan adanya kesenjangan ekonomi antar wilayah. Semakin besar indeks yang dihasilkan semakin besar tingkat disparitas ekonomi yang terjadi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat.

Data yang digunakan dalam melakukan analisis ini adalah PDRB harga berlaku dan PAD kabupaten/kota tahun 2007 dan 2008. Unit wilayah yang dianalisis terdiri dari empat kelompok yaitu : Provinsi Sumatera Barat secara keseluruhan,

wilayah perbatasan dengan wilayah bukan perbatasan, wilayah kabupaten dengan wilayah kota, dan wilayah pemekaran dengan wilayah induk (Tabel 3).

Tabel 3. Pembagian Kelompok Wilayah Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat

Perbatasan/Bukan Perbatasan Kabupaten/Kota Pemekaran/Induk Perbatasan Bukan Perbatasan Kabupaten Kota Pemekaran Induk Kep. Mentawai Solok Kep. Mentawai Kota Padang Kep. Mentawai Solok Pesisir Selatan Tanah Datar Pesisir Selatan Kota Solok Solok Selatan Sijunjung Sijunjung Pd. Pariaman Solok Kota Sawahlunto Dharmasraya Pd. Pariaman Lima Puluh Kota Agam Sijunjung Kota Pd.Panjang Pasaman Barat Pasaman Pasaman Kota Padang Tanah Datar Kota Bukittinggi Kota Pariaman

Solok Selatan Kota Solok Pd. Pariaman Kota Payakumbuh Dharmasraya Kota Sawahlunto Agam Kota Pariaman Pasaman Barat Kota Pd.Panjang Lima Puluh Kota

Kota Bukittinggi Pasaman Kota Payakumbuh Solok Selatan Kota Pariaman Dharmasraya Pasaman Barat

Indeks Theill

Selain indeks Wiliamson, untuk mendekomposisi total disparitas menjadi kontribusi disparitas oleh kabupaten/kota atau untuk melihat kontribusi disparitas oleh sektor perekonomian (disparitas parsial), digunakan indeks Theil yang pernah dilakukan oleh Fujita dan Hu (2001), dengan persamaan :

i i N i i

x

y

y

log

I

0

Dimana : I = Indeks Theil (disparitas total)

yi = PDRB kab/kota ke-i / PDRB provinsi atau PDRB

sektor ke-i /PDRB sektor ke-i provinsi

xi = Penduduk kab/kota ke-i / penduduk provinsi atau jumlah tenaga

kerja sektor ke-i / jumlah tenaga kerja sektor ke-i provinsi yi [log(yi/xi)] = Disparitas parsial

Data yang digunakan dalam melakukan analisis ini adalah PDRB harga berlaku, PDRB harga konstan 2000, PAD, dan pendapatan total kabupaten/kota tahun 2008. Pengelompokkan wilayah untuk melihat sumber disparitas yang terjadi terdiri dari wilayah perbatasan dengan wilayah bukan perbatasan, wilayah kabupaten dengan wilayah kota, dan wilayah pemekaran dengan wilayah induk (Tabel 3).

Manfaat dari pemakaian Indeks Theil adalah : (1) memungkinkan kita untuk membuat perbandingan selama kurun waktu tertentu; (2) Indeks ketimpangan entropi Theil juga dapat menyediakan pengukuran ketimpangan secara rinci dalam sub unit geografis selama periode tertentu; (3) mengkaji gambaran yang lebih rinci mengenai ketimpangan spasial, misalnya ketimpangan antar daerah dalam suatu negara dan antar sub unit daerah dalam suatu kawasan. Indeks Theil yang semakin membesar menunjukkan ketimpangan yang semakin membesar pula, demikian sebaliknya, bila indeks semakin kecil, maka ketimpangan akan semakin rendah atau semakin merata.

Penentuan Tingkat Perkembangan Wilayah

Untuk menentukan tingkat perkembangan suatu wilayah terdapat berbagai metode analisis. Dalam penelitian ini, antara lain dilakukan metode skalogram, indeks entropy, tipologi Klassen, dan faktor analisis (FA).

Tipologi Klassen

Analisis tipologi Klassen dapat digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing – masing wilayah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi wilayah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita tiap wilayah sebagaimana diungkapkan oleh Sjafrizal (2008). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah rata – rata laju pertumbuhan ekonomi per tahun Provinsi Sumatera Barat (G) dan rata – rata laju pertumbuhan kabupaten/kota (Gi) yang dikombinasi dengan data PDRB per kapita Provinsi Sumatera Barat (Gk) dan PDRB per kapita setiap kabupaten/kota (Gki). Pengelompokkan wilayah berdasarkan keempat karakteristik tersebut dapat diilustrasikan pada tabel berikut.

Tabel 4. Klasifikasi Tipologi Klassen kabupaten/kota Sumatera Barat Laju Pertumbuhan Ekonomi

Di Atas Rata-Rata Di Bawah Rata-Rata

PDRB P er K a p ita Di Ata s Ra ta -Ra ta Kuadran I : Wilayah Maju Gi > G, Gk1 > Gk Kuadran II : Wilayah Maju, Tapi Tertekan

Gi < G, Gk1 > Gk Di B a wa h R a ta -Ra ta Kuadran III

Wilayah Berkembang Cepat

Gi > G, Gk1 < Gk

Kuadran III

Daerah Relatif Terbelakang:

Gi < G, Gk1 < Gk

Sumber : Syafrizal (2008)

Melalui analisis ini diperoleh empat karakteristik pola dan struktur pertumbuhan ekonomi yang berbeda yaitu : 1) wilayah cepat maju dan cepat tumbuh dengan laju pertumbuhan dan PDRB per kapita yang lebih besar dari provinsi; 2) wilayah maju tapi tertekan dengan laju pertumbuhan lebih kecil dari provinsi tapi PDRB per kapita lebih besar; 3) wilayah berkembang cepat dengan laju pertumbuhan lebih besar dari provinsi namun PDRB per kapitanya lebih kecil; 4) dan daerah relatif tertinggal dengan laju pertumbuhan dan PDRB per kapita lebih kecil dari provinsi.

Indeks Entropy

Analisis Entropy Model merupakan salah satu konsep analisis yang dapat menghitung tingkat keragaman (diversifikasi) komponen aktivitas. Keunggulan dari konsep ini karena dapat digunakan untuk: 1) memahami perkembangan suatu wilayah; 2) memahami perkembangan atau kepunahan kenekaragaman hayati; 3) memahami perkembangan aktivitas perusahaan; dan 4) memahami perkembangan aktivitas suatu sistem produksi pertanian dan lain-lain (Saefulhakim, 2006). Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan sektor – sektor perekonomian antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat.

Prinsip pengertian indeks entropy ini adalah semakin beragam aktifitas atau semakin luas jangkauan spasial, maka semakin tinggi entropy wilayah. Artinya wilayah tersebut semakin berkembang (S = tingkat perkembangan). Analisis ini digunakan untuk mengetahui perkembangan sektor-sektor perekonomian antar

kabupaten/kota sehingga dapat dibandingkan perkembangan perekonomian antar wilayah tersebut. Data yang dianalisis adalah data PDRB per kabupaten/kota terhadap PDRB Provinsi Sumatera Barat Tahun 2008. Jika S semakin tinggi maka tingkat perkembangan semakin meningkat, dimana nilai S akan selalu  0.

Analisis Skalogram

Metode skalogram merupakan pentipologian wilayah berdasarkan konsep wilayah nodal, dimana wilayah tersebut dianggap sebagai sel hidup yang terdiri dari inti dan plasma. Asumsi yang digunakan bahwa penduduk mempunyai kecenderungan untuk bergerombol disuatu lokasi dengan kondisi fisik, sosial, dan ekonomi yang secara relatif terbaik untuk komunitasnya, sehingga wilayah dengan fasilitas umum terlengkap dijadikan sebagai pusat/inti dan wilayah yang kekurangan fasilitas sebagai hinterland/plasma. Keunggulan metode ini, menurut Budiharsono (2001) antara lain : 1) memperlihatkan dasar diantara jumlah penduduk dan tersedianya fasilitas pelayanan; 2) secara cepat dapat mengorganisasikan data dan mengenal wilayah; 3) membandingkan pemukiman dan wilayah berdasarkan ketersedian fasilitas pelayanan; 4) memperlihatkan hirarki pemukiman atau wilayah; 5) secara potensial dapat untuk merancang fasilitas baru atau memantaunya.

Metode skalogram dalam penelitian ini digunakan untuk menentukan hirarki antar wilayah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Pada penelitian ini, indeks perkembangan kabupaten/kota dikelompokkan ke dalam tiga kelas hirarki, yaitu hirarki I (tinggi), hirarki II (sedang), dan hirarki III (rendah). Penentuan kelas hirarki didasarkan pada nilai standar deviasi (St Dev) IPK dan nilai rataan, seperti terlihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5. Nilai Selang Hirarki Indeks Perkembangan Wilayah (IPW)

Hirarki Nilai Selang (X) IPW

I X > [rataan +(2*St Dev IPK)] Tinggi

II rataan ≤ X ≤ (2*St Dev) Sedang

Data yang digunakan adalah data dari Potensi Desa tahun 2008 yang dikombinasi dengan data Sumatera Barat dalam angka dengan parameter yang diukur meliputi : bidang pendidikan, kesehatan, dan perekonomian (Lampiran 1).

Factor Analysis (FA)

Analisis FA merupakan salah satu asumsi (prasyarat) untuk memperbolehkan melakukan analisis regresi berganda (multiple regresion). Data yang akan dianalisis adalah data kabupaten/kota di Sumatera Barat tahun 2008 dalam angka yang bersifat kuantitatif melalui proses rasionalisasi yaitu variabel – variabel yang dapat mencirikan tipologi wilayah kabupaten/kota bersangkutan, diantaranya : varibel – variabel bidang kependudukan, keuangan, komunikasi dan informasi, kesehatan, pendidikan, ekonomi, aksesibilitas dan faktor-faktor fisik wilayah (Lampiran 2).

Maksud dari analisis FA ini adalah untuk mengelompokkan variabel-variabel menjadi beberapa kelompok. Ada dua tujuan dasar dari FA, yaitu:

Ortogonalisasi Variabel: mentransformasikan suatu struktur data dengan variabel- variabel yang saling berkorelasi menjadi struktur data baru dengan variabel-variabel baru (disebut sebagai Komponen Utama atau Faktor) yang tidak saling berkorelasi.

Penyederhanaan Variabel: banyaknya variabel baru yang dihasilkan, jauh lebih sedikit dari pada variabel asalnya, tapi total kandungan informasinya (total ragamnya) relatif tidak berubah.

Teknik ekstraksi data dengan PCA/FA pada dasarnya adalah dengan memaksimalkan keragaman dalam 1 (satu) variabel/faktor yang baru dan meminimalkan keragaman dengan variabel/faktor yang lain, menjadi variabel yang saling bebas (independent). Manfaat dari analisis ini adalah untuk menyelesaikan fenomena saling berkorelasi antar variabel penjelas (multicollinearity) dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas penanganan masalah. Varibel baru yang dihasilkan dalam analisis FA dijadikan sebagai variabel bebas dalam analisis regresi berganda untuk mengetahui faktor penyebab disparitas.

Identifikasi Karakteristik Potensi Fisik Wilayah

Perbedaan limpahan sumberdaya alam yang merupakan faktor fisik suatu wilayah, menurut Anwar (2005), merupakan salah penyebab terjadinya disparitas antar wilayah. Pada penelitian ini akan dilakukan beberapa analisis fisik secara spasial diantaranya mengenai penggunaan lahan, kemampuan lahan, dan tingkat kerawanan bencana. Analisis penggunaan lahan dikelompokan atas sepuluh kelas utama berdasarkan pada peta yang dibuat oleh Bappeda Provinsi Sumatera Barat. Peta yang dimiliki tersebut dianalisis secara deskriptif tentang penggunaan lahan dari masing – masing kabupaten/kota yang ada.

Analisis kemampuan lahan digunakan untuk melihat karakteristik lahan yang mencakup sifat tanah, topografi, drainase, dan kondisi lingkungan lain. Kemampuan lahan sangat berkaitan dengan tingkat bahaya kerusakan dan hambatan dalam pengelolaan lahan. Kemampuan lahan tersebut juga dapat dibagi ke dalam kategori subkelas yang didasarkan pada jenis faktor penghambat atau ancaman dalam penggunaannya yaitu subkelas (t) dengan faktor penghambat lereng, subkelas (s) dengan faktor penghambat kedalaman tanah, subkelas (e) dengan faktor penghambat erosi, dan subkelas (w) dengan faktor penghambat kelebihan air.

Analisis ini juga bisa diperinci dengan menambahkan kemampuan lahan pada tingkat unit pengelolaan. Klasifikasi pada kategori ini memperhitungkan faktor – faktor penghambat yang bersifat permanen atau sulit diubah seperti tekstur tanah, lereng permukaan, drainase, kedalaman efektif tanah, tingkat erosi yang telah terjadi, batuan di atas permukaan tanah, dan ancaman banjir. Tingkat unit kemampuan lahan diberi simbol dengan menambahkan angka dibelakang simbol subkelas. Angka ini menunjukkan besarnya tingkat faktor penghambat yang ditunjukkan dalam sub kelas.

Analisis berikutnya untuk melihat faktor fisik dari Provinsi Sumatera Barat adalah dengan mengetahui tingkat kerawanan bencana. Data yang digunakan adalah Peta Bencana Sumatera Barat dan dokumen rencana penanggulangan bencana Provinsi Sumatera Barat 2008 – 2012. Jenis bencana yang dianalisis adalah bencana

gempa bumi, gelombang tsunami, banjir sebagai kategori bencana tingkat pertama, bencana letusan gunung api dan longsor sebagai kategori bencana tingkat kedua, dan bencana kekeringan sebagai kategori bencana tingkat ketiga. Kriteria penentuan tingkat kategori bencana pada setiap kabupaten/kota yang ada disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Kategori Tingkat Kerawanan Bencana

Kabupaten /Kota

Tingkatan Kerawanan Bencana

Skor (tingkat x kategori) Kategori (skor : 3) Rendah, Sedang, Tinggi Kategori 1 (x 3) Kategori 2 (x 2) Kategori 3 (x 1)

A B C A B C A B C

1 2

Dst

Setiap tingkatan kerawanan bencana untuk kategori 1 dikalikan tiga, kategori 2 dikalikan dua, dan kategori 3 dikalikan satu. Akamulasi dari hasil penggabungan seluruh bencana tersebut akan menghasilkan skor untuk setiap wilayah kabupaten/kota bersangkutan. Selanjutanya jumlah dari skor tersebut dibagi tiga menjadi kategori rendah, sedang, dan tinggi.

Mengidentifikasi Sektor Unggulan

Identifikasi sektor unggulan diperlukan oleh setiap wilayah agar dapat memacu pertumbuhannya dan mampu bersaing dengan wilayah lain dalam era otonomi daerah saat ini. Penentuan sektor unggulan seharusnya tidak hanya ditentukan dari kondisi terkini suatu wilayah tetapi juga melihat pola dinamikanya dengan perbandingan antar waktu. Untuk mengidentifikasi sektor unggulan yang ada di Provinsi Sumatera Barat dilakukan pendugaan tingkat pemusatan aktivitas suatu wilayah dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ) dan dekomposisi pertumbuhan dengan menggunakan Shift Share Analysis (SSA).

Location Quotient (LQ)

Analisis dengan model LQ ini digunakan untuk melihat sektor basis atau non basis pada suatu wilayah perencanaan dan dapat mengidentifikasi sektor unggulan

atau keunggulan komparatif suatu wilayah. Metode analisis LQ pada penelitian ini menggunakan data PDRB harga konstan 2000 kabupaten/kota dengan 9 sektor utama di Provinsi Sumatera. Metode LQ dirumuskan sebagai berikut :

Dimana : LQij : Indeks kuosien lokasi kabupaten/kota i untuk sektor j Xij : PDRB masing-masing sektor j di kabupaten/kota i

Xi. : PDRB total di kecamatan i

X.j : PDRB total sektor j di Provinsi Sumatera Barat

X.. : PDRB total seluruh sektor di Provinsi Sumatera Barat

Analisis LQ merupakan suatu indek yang membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktifitas tertentu dengan pangsa total aktifitas tersebut dalam total aktifitas wilayah. Kriteria penilaian dalam penentuan ukuran derajat basis adalah jika nilai indeks LQ lebih besar atau sama dengan satu (LQ≥1), maka sektor tersebut merupakan sektor basis, sedangkan apabila nilainya kurang dari satu (LQ<1), berarti sektor yang dimaksud termasuk ke dalam sektor non basis pada kegiatan perekonomian wilayah Provinsi Sumatera Barat. Asumsi dalam analisis LQ adalah bahwa 1) kondisi geografis relatif seragam; 2) pola – pola aktifitas bersifat seragam; dan 3) setiap aktifitas menghasilkan produk yang sama.

Shift Share Analysis (SSA)

Shift Share Analysis merupakan salah satu dari sekian banyak teknik analisis untuk memahami pergeseran struktur aktivitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (dengan cakupan wilayah lebih luas) dalam dua titik waktu. Pemahaman struktur aktivitas dari hasil analisis SSA juga menjelaskan kemampuan berkompetisi (competitiveness) aktivitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan aktivitas dalam cakupan wilayah lebih luas.

Metode analisis SSA pada penelitian ini menggunakan data PDRB kabupaten/kota dengan sembilan sektor di semua wilayah Sumatera Barat. Data yang

digunakan bersumber dari BPS Sumatera Barat tahun 2004–2008. Dari hasil analisis SSA akan diperoleh gambaran kinerja aktivitas di suatu wilayah. Gambaran kinerja ini dapat dijelaskan dari 3 komponen hasil analisis, yaitu :

1. Komponen Laju Pertumbuhan Total (komponen share). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan

Dokumen terkait