• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk mengungkap permasalahan dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif yang diuraikan sebagai berikut :

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah kabupaten Kuantan Singingi yang penelitian dilaksanakan selama 6 Bulan.

3.2 Cara Penentuan Ukuran Sampel dan Teknik Sampling

Penelitian ini menggunakan teknik purpossive sampling dengan mewawancara informan yang dianggap mempunyai pengetahuan tentang Penguatan Komitmen Politik Pemerintah kabupaten Kuantan Singingi dalam Penetapan hak ulayat daerah aliran sungai Singingi. Gambaran penarikan Sampel dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini :

Tabel 4 : Informan Penelitian

No Kelompok Informan Jumlah Informan

1 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI 1

2 Anggota DPRD Kuantan Singingi 2

3 Pengurus Partai Politik di kabupaten Kuantan Singingi 2 4 Kepala UPT DLHK Propinsi Riau Cabang Kuantan Singingi 1

5 Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Riau 1

6 LAM R Singingi dan Singingi Hilir 2

7 Datuk Pemilik Tanah Ulayat 4

8 Pemuka Masyarakat Adat 3

9 Dinas Pertanahan kabupaten Kuantan Singingi 1

10 Camat Singingi 1

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini dirinci sebagai berikut :

i. Data primer. Adalah data yang diperoleh langsung dari informan penelitian melalui proses wawancara.

ii. Data Sekunder. Adalah data pendukung yang diambil oleh peneliti dari data-data resmi instansi pemerintah maupun non pemerintah serta data dari media massa yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yakni : 1) Untuk mendapatkan data primer, peneliti akan melakukan wawancara tatap muka dengan menggunakan daftar pertanyaan kepada informan penelitian yang disebutkan dalam tabel 4; 2) untuk mendapatkan data sekunder penelitian, penulis akan mengumpulkan dokumen yang berhubungan dengan Penguatan Komitmen Politik Pemerintah kabupaten Kuantan Singingi dalam Penetapan hak ulayat daerah aliran sungai Singingi dan pemetaan aktor aktor yang mendukung dan menentang penetapan hak ulayat baik dari unsur Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi maupun unsur di luar pemerintah daerah.

3.5 Teknik Analisa Data

Proses pengumpulan data dan analisa data dalam penelitian kualitatif menurut Meriam merupakan sebuah proses yang dilakukan secara bersamaan.31 Oleh karena itu semua data yang berhasil dikumpulkan dari berbagai sumber yang majemuk berupa wawancara yang dilakukan secara berkesinambungan maupun berupa dokumen, pada saat yang sama akan selalu berusaha diperdalam dianalisa selanjutnya akan digambarkan untuk menghasilkan

interprestasi data secara tepat dan akurat. Adapun analisa data kualitatif yang akan digunakan adalah analisa data narative sebagaimana diungkapkan Neuman yang meliputi 5 tahap, yakni : 1) sort and classify ; 2) open coding; 3) Axial coding; 4) Selective Coding); 5) interpret & elaborate. 32

Sejalan dengan pendapat Neuman tersebut maka peneliti akan melakukan langkah-langkah: Pertama, melakukan pemilahan dan klasifikasi data terhadap data-data yang diperoleh dari key informan dari unsur yang telah ditentukan. Kedua, peneliti akan membuat pengkodean data secara terbuka tentang sesuai jawaban informan bentuk komitmen pemerintah kabupaten Kuantan Singingi menurut masing informan penelitian. Ketiga, peneliti akan melakukan wawancara tentang kecenderungan sikap aktor terhadap penetapan hak ulayat daerah aliran sungai Singingi.

Keempat, melakukan seleksi data yang telah dikodekan dengan memilih data-data yang sesuai tema dan kerangka pemikiran sehingga diperoleh sekumpulan data yang utuh untuk diinterprestasikan (Selective Coding); 5) Melakukan interprestasi dan elaborasi terhadap kumpulan data sehingga dapat ditarik kesimpulan yang akurat (interpret & elaborate).

BAB. IV GAMBARAN UMUM DAERAH SEPANJANG SUNGAI SINGINGI

Dulu di sepanjang Sungai singingi terdapat sebuah kerajaan yang dinamakan kerajaan Singingi. Di masa Penjajahan Belanda, kewenangan kerajaan Singingi di kurangi, raja singingi di jadikan pejabat setingkat camat Oleh Belanda di Tahun 1905. Di era kemerdekaan dibentuk kecamatan Singingi dan kemudian di era reformasi dimekarkan menjadi kecamatan Singingi dan Kecamatan Singingi Hilir, yang digambarkan sebagai berikut :

32 Neuman, W. Lawrence Social Research Methods : Qualitative and Quantitative Approaches. Boston : Perason Education, Inc, 2003., hal 448.

A. Kecamatan Singingi

Kecamatan Singingimerupakan salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Kuantan Singingi yang terdiri dari 1 (satu) kelurahan dan 13 (tiga belas) desa dengan luas wilayah 2.240,21 km2 dengan jumlah penduduk tahun 2017 sebanyak 32.951 jiwa, laki-laki 17.157 jiwa, perempuan 15.794 jiwa dengan jumlah kepala keluarga (KK) 9.434 KK, dengan batas wilayah sebagai berikut :

• Sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Singingi Hilir • Sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Kuantan Tengah • Sebelah barat berbatasan dengan propinsi sumatera barat • Sebelah timur berbatasan dengan logas tanah darat

Iklim kecamatan singingi tropis dengan suhu udara 20-40 C dengan kondisi alam datar, berbukit dan bergelombang dan mata pencaharian sebagian besar penduduk adalah petani. Budaya sngat kental dengan adat istiadat yang dikenal dengan pepatah Tali sapilin Tigo, yaitu adat, agama dan pemerintahan. Tabel 4.1 berikut menggambarkan jumlah penduduk dan luas wilayah desa dan kelurahan di kecamatan Singingi.

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kecamatan Singingi Tahun 2017

NO Desa/ Kelurahan Penduduk (Dalam Jiwa

Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Pangkalan Indarung 1.090 931 2.021 2 Pulau Padang 682 613 1.295 3 Muara Lembu 2.246 2.363 4.789 4 Logas 1.127 1.088 2.215 5 Kebun Lado 831 779 1.610 6 Sungai Kuning 1.949 1.788 3.737 7 Sungai Sirih 1.705 1.455 3.160

8 Sungai Bawang 660 624 1.284 9 Air Mas 1.164 1.117 2.281 10 Pasir Emas 1.280 1.186 2.446 11 Petai Baru 825 743 1.567 12 Sungai Keranji 1.404 1.267 2.671 13 Sumber Datar 954 877 1.831 14 Logas Hilir 1.401 930 1.971 Jumlah 17.137 15.761 32.898

Sumber Data : Data Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2017 Kantor Camat Singingi hal.3

Berdasarkan tabel 4.1 di atas , dapat dilihat bahwa desa/ kelurahan yang penduduknya mayoritas adalah kelurahan Muara Lembu.

B. Gambaran Umum Kecamatan Singingi Hilir

Kecamatan Singingi Hilir merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Kuantan Singingi yang mempunyai penduduk 41.367 Jiwa dengan luas wilayah 1.244,42 km2 dan terdiri dari 12 desa/ kelurahan. Mempunyai posisi strategis pada jalur lintas propinsi antara kabupaten Kuantan Singingi dan pekanbaru yang dilewati jalur lintas utara.

Kecamatan Singingi Hilir dengan batas-batas sebagai berikut : • Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Kampar

• Sebelah Timur : Berbatasan dengan kecamatan Logas Tanah Darat • Sebelah Barat : Berbatasan dengan propinsi Sumatera Barat • Sebelah Selatan : Berbatasan dengan kecamatan Singingi

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kecamatan Singingi Hilir Tahun 2017

NO Desa/ Kelurahan Penduduk (Dalam Jiwa

Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 Koto Baru 2.096 1.946 4.042 2 Petai 1.814 1.647 3.461 3 Sungai Paku 1.096 1.003 2.099 4 Tanjung Pauh 1.423 1.349 2.772 5 Simpang Raya 1.769 1.592 3.361 6 Sungai Buluh 2.845 2.585 5.430 7 Sumber jaya 1.649 1.519 3.168 8 Suka Damai 1.017 985 2.002 9 Muara Bahan 1.745 1.610 3.355 10 Bukit Raya 1.131 982 2.113 11 Beringin jaya 2.719 2.565 5.284 12 Suka Maju 3.561 3.111 6.672 Jumlah 22.865 20.894 43.759

Sumber Data : Data Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2017 Kantor Camat Singingi Hilir Berdasarkan tabel 4.2 di atas , dapat dilihat bahwa desa/ kelurahan yang penduduknya mayoritas adalah Suka Maju

C. Sejarah Kerajaan Singingi dan Tanah Ulayat Sepanjang Sungai Singingi33

a. Batas Wilayah Adat

Batas-batas wilayah Singingi menurut keadaan semenjak purbakala sampai dengan sekarang tetap seperti semula34, yaitu :

33 Tulisan sejarah dan tanah Ulayat Sepanjang Aliran Sungai Singingi di ambil dari catatan Sejarah oleh Datuk Mangkuto Sinaro pada tanggal 22 Maret 1957, yang ditulis Kembali oleh Ikatan Keluarga Singingi Rengat tahun 1983.

1. Ke Timur dengan wilayah Kampar Kiri ( hingga Sei Nopan 5 km di Hilir Tanjung Pauh);

2. Ke utara dengan Subayang wilayah Kampar Kiri hingga Sianik Putih; 3. Ke barat dengan negeri Sumpur Kudus hingga bukit Penyabungan;

4. Ke selatan dengan wilayah Kuantan Hulu ( Teluk Kuantan) hingga Tobek Sigadobang, Kompe Buahan Batu dan Bukit Padang Terbakar di Mudik Ulo. Wilayah adat Singingi ini merupakan gabungan ulayat adat dari dua Kelompok suku Piliang Nan Limo (Piliang Yang Lima) dan Melayu Nan Ompek ( Melayu yang empat)35 sebagai berikut :

1. Piliang Nan Limo :

• Datuk Bandaro, datuk Maharajo beserta datuk Sinaro Nan Putih keduanya dalam kandungan Datuk Bandaro juga, sebelah timur berbatas dengan Sungai Ruang (Durian Daun) dengan Datuk Mangkuto Sinaro, ke barat dengan Datuk Bandaro Kali di Rimbo Pematang Kilangan, ke Selatan Hingga Bukit Penyabungan batas Sumpur Kudus dengan Negeri Pangkalan Indarung;

• Datuk Bandaro kali, Ke sebelah barat berbatas dengan Datuk Bandaro di Rimbo Pematang Kilangan dan ke Utara hingga Sianik Putih Subayang;

• Datuk Besar ulayatnya terletak dalam kandungan Datuk Bandaro yaitu Sungai Sepuh.

2. Melayu Nan Ompek : • Datuk Jelo Sutan • Datuk Mangkuto Sinaro • Datuk Sinyato

34 Ikatan Keluarga Singingi Rengat. 1983. Tombo Adat Rantau Singingi yang ditulis 1957. Rengat, 2.

Mempunyai ulayat yang sama yaitu sebelah timur dari sungai Tikalak Godang terus ke Sungai Nopan, Sebelah Barat dari bukit Buluh Rampai sampai ke Sianik Putih Subayang, Sebelah Selatan dengan Tobek Sigadobang Kompe Buahan Batu dan terus ke Bukit Padang terbakar, dari Bukit Penyabungan batas Sumpur Kudus Sumatera Barat.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa kerajaan Singingi termasuk persekutuan daerah yang merupakan gabungan dari wilayah milik pesukuan yang menetap di kawasan tertentu. Disisi lain juga dapat diketahui bahwa salah satu faktor yang menyebabkan wujud dan eksisnya kerajaan singingi adalah masyarakatnya disatukan berdasarkan ikatan kesamaan daeran tempat tinggal, kesatuan masyarakat hukum territorial.

b. Sejarah Terbentuknya Lembaga Adat Singingi

Penyusunan Lembaga Adat di Aliran Sungai Singingi dilakukan dengan musyawarah. Ini artinya sesuai dengan teori Van Dijk yang mengemukakan bahwa pemilihan pemimpin adat secara umum dilakukan melalui musyawarah dan dipilih yang tertua dan terkemuka dalam kelompok tersebut. Menurut Tombo Adat Rantau Singingi, penyusunan pemerintah adat dimulai dengan musyawarah antara datuk Bandaro di Koto Intuk dengan Datuk Jelo Sutan, yang kemudian dilanjutkan dengan musyawarah yang melibatkan seluruh unsur di wilayah aliran sungai Singingi36. Kerajaan Singingi dipimpin oleh 2 orang, yang bergelar datuk khalifah, yang dikenal dengan sebutan Datuk Nan Baduo yaitu Datuk Bendaharo dari Suku Piliang dan Datuk Jelo Sutan dari suku Melayu. Lokasi ibu kota kerajaan disebut tanah kerajaan merupakan gabungan 3 desa, yaitu Pulau Padang sebagai kapalo Koto ( kepala negeri), Kebun Lado ekor koto ( ekor negeri) dan Muara Lembu ( Ranah Tanjung Bungo) sebagai pusat kota kerajaan37. Wilayahnya meliputi 9 kampung, yaitu Pangkalan Indarung, Pulau Padang, Muara Lembu, Kebun lado, Petai, Koto Baru, Pulau Petai/ Sungai Paku,

36 Ikatan Keluarga Singingi Rengat. 1983. Op. Cit.2-3

Tanjung Pauh dan Logas38. Terbentuk struktur lembaga adat di daerah Aliran Sungai Singingi, yang menjelma menjadi kerajaan Singingi merupakan kesepakatan para datuk yang merupakan pemuka masing masing koto (negeri) dengan suku suku tertentu yang dahulunya bermukim di Aliran Sungai Singingi, yang dirinci sebagai berikut39 :

1) Koto Muaro Simpang yang bernama Muara Lembu Sekarang adalah Koto Mangkuto Sinaro keturunan Rantau Kuantan pecahan Datuk Mudo Bisai, menjadi suku Melayu;

2) Koto Intuk, sekarang lokasinya termasuk dalam wilayah desa Pulau Padang , Pemimpinnya Datuk Bandaro, Datuk Sinaro nan Putih beserta Datuk Majo, keturunan alam minang Kabau Pagaruyung, menjadi suku Piliang;

3) Koto Tinggi Tasam, sekarang lokasinya termasuk dalam wilayah desa Pulau Padang, Pemimpinnya Datuk Bandaro Kali, keturunan alam minang Kabau Pagaruyung turun ke Subayang, menetap di Kawasan Tasam, menjadi suku Bendang;

4) Koto Cinatin, sekarang lokasinya termasuk dalam wilayah desa Kebun Lado, Pemimpinnya Datuk Sinyato keturunan dari tanah Johor, menurut jalan dan singgah di koto Cinatin, menjadi Suku Melayu;

5) Koto Pingiai di Sungai Tapi , sekarang lokasinya termasuk dalam wilayah desa Petai, Pemimpinnya Datuk Jelo Sutan keturunan tanah Johor menurut jalan dan singgah di Koto Pingiai, menjadi suku Melayu;

6) Koto Sinabuh, sekarang lokasinya termasuk dalam wilayah desa Tanjung Pauh, pemimpinnya Datuk Besar keturunan Kuntu Subayang, singgah di Sinabuh dan menetap di Sinabuh, menjadi suku Piabadar;

38 Ikatan Keluarga Singingi Rengat. 1983. Op. Cit., 5

7) Koto Degi, sekarang lokasinya termasuk dalam wilayah desa Sungai Paku, pemimpinnya datuk Maharajo Garang keturunan dari alam minang Kabau Pagaruyung turun ke Rantau Subayang, singgah dan menetap di koto Degi, menjadi suku Piabadar.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penyusunan lembaga adat dilakukan secara musyawarah para datuk yang mereka disatukan oleh faktor faktor geneologis, yaitu ikatan keturunan yang dulunya menetap pada suatu daerah tertentu di aliran Sungai Singingi.

c. Susunan Lembaga Adat

Struktur lembaga adat di di daerah aliran Singingi dipimpin oleh dua orang penghulu pucuk yang bergelar datuk khalifah yang lazim dikenal dengan Datuk Nan Baduo. struktur dibawahnya langsung adalah 7 orang datuk penghulu, yang lazim dikenal dengan Datuk Nan batujuah dan Datuk penghulu di masing masing negeri/ koto. Penyusunan Struktur Lembaga Adat disusun mempertimbangkan wakil dari kelompok suku Melayu dan wakil kelompok Suku Piliang, dikenal dengan istilah Melayu nan ompek ( Melayu yang Empat), Piliang nan Limo ( Piliang Yang lima). Peresmian lembaga adat ini ditandai dengan pemotongan kerbau yang dinamakan Si lenggang Tanduk di Pulau Galanggang di hilir koto Muaro Simpang ( Muara Lembu). Rincian Suku berdasarkan kelompok suku Piliang dan Melayu berikut pemimpinnya diuraikan sebagai berikut40 :

1) Suku Piliang

Dalam suku Piliang di angkat yang sebagai pemimpin adalah Datuk Bandaro menjadi Datuk Nan baduo. Penghulu lainnya menjadi bagian dari Datuk Nan Batujuah. Yaitu :

a) Datuk Sinaro Nan Putih dari penghulu dari suku Piliang; b) Datuk Besar penghulu dari suku Piabadar;

c) Datuk Bandaro Kali penghulu suku Bendang; d) Datuk Maharajo Garang dari suku Piabadar. 2) Suku Melayu

Dalam suku Melayu yang diangkat sebagai pemimpin adalah datuk Jelo Sutan menjadi Datuk nan Baduo, penghulu lainnya sebagai bagian dari Datuk Nan Batujuah. Yaitu :

a) Datuk Mangkuto Sinaro; b) Datuk Sinyato;

c) Datuk Simajo Lelo.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa adanya dua orang raja di Singingi merupakan wakil dari kelompok suku yang melayu nan ompek dan dari kelompok suku yang piliang nan limo.

Tata hubungan Datuk Nan Baduo dengan Datuk Nan Batujuah41 sebagai berikut : 1. Datuk Nan Baduo yaitu Datuk Bandaro dan Datuk Jelo Sutan adalah pimpinan utama

pemegang kendali tertinggi adat wilayah Singingi.

2. Datuk Nan Batujuah yaitu Datuk Bandaro Kali, Datuk Sinaro Nan Putih, Datuk Besar, Datuk Maharajo Garang, Datuk Mangkuto Sinaro, Datuk Sinyato, Datuk Simajo Lelo adalah dewan pimpinan adat wilayah Singingi.

3. Datuk Nan Baduo, Datuk Nan Batujuah mempunyai kewajiban dan kewenangan atas pembinaan dan pengawasan ninik mamak pemangku adat dan rakyat cucu kemenakan.

4. Datuk Nan Baduo dan datuk Nan Batujuah mempunyai kewajiban dan kewenangan menurut adat atas pembinaan hutan tanah ulayat suku dan ulayat wilayah negeri;

41Zoelbakri Oemala (2007). Adat Kemasyarakatan Rantau Singingi. Muara Lembu : Lembaga Adat Antau Singingi., 21-22

5. Datuk Nan Naduo, datuk Nan Batujuah mempunyai kewajiban dan kewenangan menurut adat menyelesaikan sengketa, perselisihan sempadan atau batas ulayat. 6. Proses pengangkatan datuk Nan Baduo, tetap diusulkan dari suku asal yang dipandang

cakap dan mampu, diajukan ke dewan datuk Nan Batujuah untuk mendapat pertimbangan diterima atau ditolak;

7. Proses pengangkatan datuk Nan Baduo dilakukan oleh dewan Datuk Nan Batujuah dibawah koordinasi datuk Bandaro Kali menurut adat di hadiri seluruh Penghulu dan Monti Se Rantau Singingi;

8. Pemegang daulat datuk Nan Baduo dapat diberhentikan oleh datuk Nan Batujuah dan penghulu penghulu atas desakan masyarakat adat, apabila terjadi ketidakyakinan pandangan atau ketidak pedulian atas pelaksanaan fungsi dan tugasnya dan kondisi uzur yang dipandang tidak mampu lagi memangku daulat yang dipercayakan kepadanya. Rantau indak tataulangi, Nagori indak takanano.

Selanjutnya di bentuk lah negeri yang berbeda dengan koto koto sebelumnya dan di susun juga perangkat adat di masing masing negeri atau koto yang dipimpin oleh dua khalifah di setiap koto ( negeri), yang disebut khalifah duo sakoto sebagai perwakilan datuk Nan Baduo. Menurut pepatah adat kebesaran penghulu di masing-masing negeri “ ba mamak kepada Datuk Nan Ba Tujuah, Ba Rajo kepada Datuk Nan Baduo di tanah kerajaan Muara Lembu”42. Ini artinya penghulu negeri memiliki atasan langsung ke 7 orang penghulu kerajaan yaitu Datuk Nan Batujuah, selanjutnya 7 orang penghulu kerajaan atasan langsungnya adalah Datuk Nan Baduo sebagai pimpinan pucuk kerajaan. Perangkat adat tersebut di rinci sebagai berikut43 :

1. Tanjung Pauh, dengan 5 penghulu, yaitu :

1) Datuk Tumanggung ( Datuk Khalifah wakil suku Domo)

42 Ikatan Keluarga Singingi Rengat. Op.Cit., 6.

2) Datuk Jelo Sutan ( Datuk Khalifah wakil suku Melayu) 3) Datuk payung Putih

4) Datuk bendaro Putih 5) Datuk Bendaro Sati

2. Pulau Petai, sekarang Sungai Paku dengan 4 Penghulu, yaitu : 1) Datuk payung Putih ( Datuk Khalifah wakil suku Melayu) 2) Datuk Muwun ( Datuk Khalifah wakil suku Domo) 3) Datuk Melintang Kampar

4) Datuk Laksamano

3. Koto Baru, dengan 5 Penghulunya, yaitu :

1) Datuk Bandaro Hitam ( Datuk Khalifah wakil suku Melayu) 2) Datuk Temenggung ( Datuk Khalifah wakil suku Melayu Tonga) 3) Datuk Bandaro Raja

4) Datuk Sinyato

5) Datuk Bendaro Sutan

4. Petai, dengan 4 Penghulunya, yaitu :

1) Datuk Datuk Bandaro Kayo ( Datuk Khalifah wakil Piliang) 2) Datuk Sati ( Datuk Khalifah wakil Suku Melayu)

3) Datuk Bandaro Mudo 4) Datuk Sinego

5. Pangkalan Indarung, dengan 5 Penghulunya :

1) Datuk Bandaro ( Datuk Khalifah wakil suku Piliang)

2) Datuk Sutan Penghulu ( Datuk Khalifah wakil suku Melayu) 3) Datuk Rajo Melayu

5) Datuk Sinyato

Adapun struktur lembaga adat di Logas berbeda dengan negeri lainnya. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah perang saudara di Singingi. Setelah Datuk Nan Baduo mendapat penyerahan amanat dari Pagaruyung tahun 1651, datang lah Tuanku Nan Kuniang kemenakan Tuanku Rajo Bayang yang ingin menjadi Raja di Singingi, yang ditolak oleh Datuk Nan Baduo. Kemudian Tuanku Nan Kuniang melakukan perlawanan dengan membuat basis pertahanan di Logas. Selain dibantu orang Logas, dia minta juga bantuan ke Jake dan Mudik Ulo untuk menyerang dan menaklukkan kerajaan Singingi. Datuk nan Baduo beserta pasukannya dibantu pasukan dari Subayang cepat mengambil tindakan dan menyerang Logas maka terjadilah pertempuran di sana. Perang Logas dimenangkan Datuk Nan Baduo dan Tuanku nan Kuniang melarikan diri ke Kuantan44. Setelah kejadian itulah di Logas disusun lembaga adat, dengan status Luhak dengan dipimpin seorang Penghulu utama yang sehari hari disebut Datuk Godang, yang dimasa Belanda disebut Khalifah Nan Tunggal45. Penghulu di Logas, ada 5 yaitu:

1) Datuk Godang 2) Datuk Temenggung 3) Datuk Rajo Penghulu 4) Datuk Paduko

5) Datuk Panghulu Dagang/ Datuk Siak Gagah

Semua penghulu di Logas termasuk dalam kandungan Datuk Jelo Sutan penghulu pucuk Suku Melayu antau Singingi46.

44 Halkis Op.Cit., 83-84.

45 Zulbakri Oemala. Op.Cit., 11.

1. Konsep Ulayat

Dalam masyarakat sepanjang Aliran Sungai Singingi kepemilikan atas suatu kawasan atau hak ulayat di kenal dengan istilah “Concang Latiah”. Yaitu sebuah konsep kepemilikan oleh kelompok masyarakat adat berdasarkan batas alam yaitu ketinggian bukit dan aliran Sungai yang diwarisi secara turun temurun dalam suku tertentu menurut keturunan ibu (matriarkat). Concang latiah yang dimaksud sebuah adalah sebuah kawasan yang ditandai dengan batas“ tanah nan berkeleyiangan aigh nan ba ka cucuran” ( kawasan tanah yang miring dari puncak bukit turun ke arah anak sungai yang mengalir). Setiap suku sudah mengetahui kawasan “concang latiah” atau tanah ulayatnya yang memang telah diwariskan secara turun temurun.

Kepemilikan ulayat memang banyak sekali silsilahnya yang diuraikan sebagai berikut :

A. Piliang Nan Lima :

1) Datuk Bandaharo, datuk Maharajo beserta Datuk Sinaro Nan Putih yang keduanya dan kandungan Datuk Bandaharo juga, sebelah timur berbatasan dengan sungai Kuang (durian daun) dengan Datuk Mangkuto Sinaro, ke barat berbatasan dengan Datuk Bandaro Kali di rimbo Pematang Kilangan, ke selatan berbatasan dengan Sumpur Kudus dengan negeri Pangkalan Indarung.

2) Datuk Bandaro Kali, sebelah barat berbatas dengan datuk Bendaharo atau Rimbo pematang Kilangan dan Ke utara hingga Sianik Putih Subayang. 3) Datuk Besar Ulayatnya dalam kandungan Datuk Bandaharo yaitu Sungai

Sepuh.

1) Datuk Jalo Sutan

2) Datuk Mangkuto Sinaro 3) Datuk Sinyato

Sebagaimana diketahui bahwa orang-orang ini adalah mempunyai satu ulayat yang sama. Ulayat Datuk Jalo Sutan tersebut berbatas timur dari Sungai Tikalak terus ke sungai Nopan, Sebelah Barat dengan Bukit Buluh Rampai sampai ke Sianik Putih Subayang, sebelah Selatan dengan Tobek Sigadobang Kompe Buahan Batu dan terus ke Bukit Padang Terbakar.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengembangan Political Will Pemerintah Daerah Dalam Menetapkan Hak Ulayat DAS Singingi

Komitmen politik Pemerintah Daerah dalam hal ini Bupati Kuantan Singingi Lemah Dalam merealisasikan penetapan kawasan ulayat DAS Singingi. Interaksi antara politicall will minimalis seperti terlihat pada gambar 2 berikut.

Gambar 2 : Realitas Political Will Pemerintah Daerah Terkait Hak Ulayat Aspirasi

Political will lemah : Respon Minimalis PEMERINTAH

KABUPATEN KUANTAN SINGINGI

Keluaran Komitmen

1. Pembentukan Tim IP4T; 2. Keputusan Bupati

Tentang masyarakat hukum adat

3. Perda Tentang Penetapan Kawasan Hak ulayat Bentuk Komitmen Politik

1. Pernyataan Komitmen

2. Dukungan Kebijakan/ program

3. Dukungan sumber daya dan Dana

MASYARAKAT HUKUM ADAT DAERAH ALIRAN SUNGAI SINGINGI

Berdasarkan gambar tersebut ada aspirasi masyarakat adat yang disampaikan kepada Bupati maupun jajaran birokrasinya namun mendapatkan respon minimalis yang menunjukan tidak adanya kemauan politik untuk menetapkan kawasan hak ulayat DAS Singingi dalam Produk Hukum Daerah. Rendahnya Politicall will tersebut di uraikan berikut ini

1. Aspirasi Perlindungan Hak Ulayat dari Masyarakat Adat

Aspirasi masyarakat adat telah disampaikan kepada Bupati secara langsung, namun tidak ada tindak lanjut yang berarti. Hal ini disampaikan anggota DPRD kabupaten Kuantan Singingi, Jontikal, September 2019 sebagai berikut :

“Saya sudah berulang kali menyampaikan agar Bupati berkenan memperjuangkan

Dokumen terkait