• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris. Metode penelitian hukum empiris merupakan penelitian hukum dari perspektif eksternal dengan objek penelitiannya adalah sikap perilaku sosial terhadap hukum.26

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian itu dilakukan.27 Adapun lokasi penelitian yang kami pilih dalam menunjang pengumpulan data adalah di Kota Madya Denpasar dengan sasaran penelitian bertempat di Kantor Samsat Bersama Kota Denpasar dan Dinas Pendapatan Pemerintah Kota Denpasar.

Alasan kami memilih Lokasi Penelian tersebut karena Kota Madya Denpasar merupakan salah satu wilayah di Provinsi Bali dengan tingkat pengendara kendaraan bermotor yang tinggi. Hal tersebut juga menyebabkan tingginya angka kepemilikan kendaraan bermotor yang mengakibatkan bertambahnya wajin Pajak Kendaraan Bermotor di Kota Denpasar.28

3.3 Jenis Data

Data dalam penelitian ini disesuaikan dengan permasalahan dan tujuan penelitian dan dibagi ke menjadi dua jenis data, yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui kuisioner, panel, atau juga hasil wawancara penelitian dengan narasumber.29 Dalam

26

I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Penada Media Grup, Jakarta, 2016, Hlm.12.

27

V. Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, PUSTAKABARUPRESS, Yogyakarta, 2014, Hlm.73.

28 Ibid. 29

26 penelitian ini, data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan pihak instansi terkait. Dimana wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, saling tatap muka menggunakan alat interview guide (panduan wawancara).30

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang di dapat dari buku, literatur, bahan–bahan laporan dan dokumen lain yang mempunyai hubungan erat dengan masalah yang dibahas dan diteliti dalam penelitian ini.31 Dalam sumber hukum primer ini semua buku merupakan publikasi buku hukum tidak resmi yang kegunaanya memberikan petunjuk–petunjuk dan panduan berpikir dalam penyusunan penelitian.32

3.4 Cara dan Alat Pengumpulan Data

Suatu karya ilmiah untuk dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah membutuhkan sarana–sarana dan data-data untuk dapat lebih mengetahui secara mendalam gejala–gejala tertentu yang terjadi di masyarakat. Maka untuk dapat memperoleh data–data tersebut kami melakukan teknik pengumpulan data yang berupa:

1. Penelitian Pustaka (library research)

Metode Pengumpulan bahan dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library research), studi ini dilakukan dengan meneliti dokumen – dokumen yang ada.33

Pada penelitian ini kami memperoleh data dengan cara membaca berbagai buku, artikel di internet, jurnal ilmiah dan literature lainnya mempunyai keterkaitan dengan materi pembahasan.

2. Penelitian Lapangan (field research)

Dalam kegiatan penelitian ini pengumpulan data kami lakukan dengan cara berinteraksi langsung dengan pihak instansi yang terkait dengan objek penelitian yaitu dengan melakukan wawancara langsung. Sesi tanya jawab

30

Moh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Bogor, 2013, Hlm.170.

31

Jafar Nurdin Siradjah, Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan

Bermotor Pada Uptd Samsat Wilayah Maros, skripsi, Hlm.60. 32

H.Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, Hlm.54.

33

27 kami lakukan kepada pihak terkait untuk dapat memperoleh data yang akurat.

3.5 Analisis Data

Untuk mengolah data primer dan data sekunder seperti yang tersebut di atas, agar menjadi sebuah penelitian yang terpadu dan sistematis di perlukan suatu sistem analisis data yang dikenal dengan analisis yuridis deskriptif yaitu dengan cara menyelaraskan dan menggambarkan prosedur yang nyata mengenai pelaksanaan pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor di Kota Madya Denpasar dan sanksi bagi wajib pajak yang terlambat membayar Pajak Kendaraan Bermotor berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah dan Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2015 dan untuk pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 40 Tahun 2016 Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Peraturan Gubernur Nomor 35 Tahun 2016 Tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi berupa bunga, denda PKB dan denda BBNKB yang mulai berlaku tanggal 20 Juni s/d 30 November 2016.

Berdasarkan hasil wawancara dan studi kepustakaan yang diperoleh, maka data tersebut kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif untuk menghasilkan data yang bersifat deskriptif.

28 BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Mekanisme perhitungan pembayaran pajak kendaraan bermotor dan prosedur pembayarannya.

Mekanisme Perhitungan Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor

Untuk mengetahui mekanisme perhitungan pembayaran pajak kendaraan bermotor untuk daerah denpasar Bali dapat kita lihat cara penarikannya melalu Peraturan Daerah yang mengaturnya, yaitu diatur dalam pasal 7 Peraturan Daerah Bali No.8 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah

Tarif PKB pribadi ditetapkan dengan cara sebagai berikut:

a. untuk kepemilikan kendaraan bermotor roda dua dan roda tiga dibawah 250 cc pertama sebesar 1,5 % (satu koma lima persen);

b. untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor roda dua dan roda tiga sebagaimana dimaksud pada huruf a, kedua dan seterusnya ditetapkan secara progresif yaitu:

- kendaraan kepemilikan kedua sebesar 2% (dua persen);

- kendaraan kepemilikan ketiga sebesar 2,5% (dua koma lima persen); - kendaraan kepemilikan keempat sebesar 3% (tiga persen);

- kendaraan kepemilikan kelima dan seterusnya sebesar 3,5% (tiga koma lima persen);

c. untuk kepemilikan kendaraan bermotor roda dua dan roda tiga 250 cc keatas pertama dan kendaraan bermotor roda empat atau lebih pertama sebesar 1,75 % (satu koma tujuh puluh lima persen);

d. untuk kepemilikan kendaraan bermotor roda dua dan roda tiga 250 cc keatas serta kendaraan bermotor roda empat atau lebih sebagaimana dimaksud pada huruf c, kedua dan seterusnya ditetapkan secara progresif yaitu:

- kendaraan kepikan kedua sebesar 3% (tiga persen);

- kendaraan kepemilikan ketiga sebesar 4,5% (empat koma lima persen); - kendaraan kepemilikan keempat sebesar 5 % (lima persen); dan

29 - kendaraan kepemilikan kelima dan seterusnya sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen).

e. untuk kepemilikan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d, didasarkan atas nama dan alamat yang sama sesuai dengan identitas diri yang ditunjukan dengan Kartu Tanda Penduduk.

(2) Tarif PKB angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, lembaga sosial keagamaan, pemerintah/ pemerintah daerah, TNI, POLRI dan Instansi Pemerintah ditetapkan sebagai berikut:

a. kendaraan bermotor umum sebesar 1% (satu persen);

b. kendaraan bermotor ambulans, Kendaraan Bermotor pemadam kebakaran, Kendaraan Bermotor lembaga sosial keagamaan dan Kendaraan Bermotor pemerintah/pemerintah daerah, TNI, POLRI sebesar 0,5 % (nol koma lima persen); dan

c. dikecualikan terhadap kepemilikan kendaraan bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, lembaga sosial keagamaan, pemerintah/pemerintah daerah, TNI, POLRI dan Instansi Pemerintah tidak dikenakan pajak secara progresif.

(3) Tarif PKB alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan sebesar 0,2 % (nol koma dua persen).

Dengan digantinya Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2015 menjadi Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2016 ini, maka dapat dilihat ada perubahan mengenai mekanisme tarif uang dikenakan kepada kendaraan bermotor, khususya sepeda motor yaitu dengan pengenaan pajaknya yang diganti menjadi progresif. Selain itu jenis mesin dalam kendaraan tersebut juga dibedakan pengenaan pajaknya yaitu dikelompokan menjadi dua, kendaraan bermotor dibawah 250cc dan diatas 250cc bersama kendaraan beroda empat. Maka tidak sama pengenaan pajaknya pada kendaraan bermotor satu dengan lainnya karena harus ditinjau kembali mengenai kepemilikan motor tersebut, apakah merupakan kepelikan lebih dari satu atau tidak untuk menentukan tarif progresifnya.

Untuk kendaraan bermotor beroda empat sebelumnya telah diatur pengenaan pajaknya dalam Peraturan Daerah No. 8 tahun 2016 dalam pasal 1

30 huruf c dan huruf d dimana dalam pasal ini ketetuan tarifnya diatur bersama kendaraan bermotor beroda dua dan tiga diatas 250 cc.

Mengenai kepemilikan kendaraan bermotor beroda empat yang sebelumnya dilihat dari Kartu Keluarga pemilik sekarang dirubah menjadi KTP yang dikarenakan ada beberapa faktor yang dirasa menghambat yaitu untuk beberapa daerah di Bali yang masih kental adatnya yang menggunakan nama alamat lingkungan Banjar. Alamat wajib pajak yang tertera dalam KK hanya memuat nama banjar saja padahal dalam satu banjar terdiri dari beberapa KK, bahkan dalam satu pekarangan rumah bisa terdapat dua atau lebih KK yang tinggal disana. Sehingga ini mempersulit pengenaan pajak progrsif terhadap wajib pajak tersebut karena tidak langsung berkenaan pada pemilik atau penguasa kendaraan bersangkutan.

Prosedur Pembayaran PKB di Kantor UPP Samsat Renon Denpasar Bali

- Persyaratan Pendaftaran Pengesahan Setiap Tahun Dan Perpanjangan STNK 1. Tanda Jati diri yang sah :

a. KTP/KIPEM (asli + foto copy). b. SIM (asli + foto copy).

c. KITAS/KITAP (asli + foto copy).

d. Akte Pendirian, NPWP dan Surat Kuasa dari Perusahaan untuk Badan Hukum (asli + foto copy).

2. STNK (asli + foto copy). 3. BPKB (asli + foto copy).

4. Hasil Pemeriksaan Fisik Kendaraan Bermotor (untuk perpanjangan STNK setelah 5 tahun).

5. Bukti Pelunasan PKB/BBNKB dan SWDKLLJ.

Mengenai prosedur teknik pembayaran pajak di Kantor UPP Samsat Renon Denpasar Bali, telah diberitahukan kepada wajib pajak yang termuat dalam papan penguman yang terdapat disana. Ini dapat mempermudah wajib-wajib pajak yang baru pertama kali mulai membayar pajak tahunannya. Selain itu, terdapat Costumers Service atau bidang pelayanan yang siap membantu

31 wajib pajak yang masih tidak mengerti mengenai prosedur atau alur pembayaran pajak tahunan.

4.2 Kendala yang dialami dalam membayar pajak dan apa sanksi yang didapat jika terlambat membayar pajak kendaraan bermotor

Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) salah satunya adalah pajak daerah. Pajak yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah salah satunya adalah Pajak Kendaraan Bermotor. Pemerintah Provinsi Bali jika ingin meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya maka harus mengoptimalkan pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor yang berada di wilayah denpasar, karena Pajak Kendaraan Bermotor memiliki sumbangsih lumayan besar untuk menigkatkan PAD suatu daerah serta jumlah kendaraan bermotor di wilayah Denpasar paling banyak diantara kabupaten-kabupaten lainnya.. Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Bali mencatat bahwa :

TABEL 1

Data Kendaraan Bermotor Per Satwil/Samsat dari Tahun 2010-2016

TAHUN SATWIL/SAMSAT JUMLAH

KENDARAAN 2010 BADUNG / DENPASAR 1.205.577 2011 BADUNG / DENPASAR 1.331.924 2012 BADUNG / DENPASAR 1.452.555 2013 BADUNG / DENPASAR 1.583.180 2014 BADUNG / DENPASAR 1.711.116 2015 DENPASAR 1.122.154 2016 DENPASAR 1.178.553

Dilihat dari data diatas jelas pengenaan pajak kendaraan bermotor memiliki potensi sangat besar bagi peningkatan PAD Provinsi Bali. Menungkatnya jumlah kendaraan per tahun hingga pemisahan Samsat antara daerah Badung dan

32 Denpasar menjadi bukti bahwa pemerintah ingin mengoptimalkan pemungutan pajak kendaraan bermotor di wilayah Denpasar untuk meningkatkan PAD Provinsi Bali. Namun pada kenyataannya pemerintah provinsi Bali dalam hal pemungutan pajak kendaraan bermotor masih memiliki kendala-kendala dalam proses pelaksanaannya.

TABEL 2

Jumlah Kendaraan di Provinsi Bali Pada UPT. Dinas Pendapatan Di Kabupaten/ Kota Se Bali Akhir Tahun 2014

UPT. DISPENDA A1 A2 B1 B2 C1 C2 E JUMLAH (2+3+4+5+6+7+8) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 BULELENG 13.037 330 61 259 7.034 2.905 194.922 217.738 JEMBRANA 5.537 75 17 178 3.429 1.621 96.399 107.256 TABANAN 18.406 170 59 308 8.894 2.884 182.548 213.269 BADUNG 66.129 1.906 422 824 13.822 2.272 375.984 461.359 DENPASAR 126.845 1.558 673 1.655 27.816 3.785 594.398 756.730 GIANYAR 25.973 90 82 242 7.143 1.210 191.061 225.800 BANGLI 3.362 96 6 25 3.860 1.025 46.304 54.678 KLUNGKUNG 4.984 299 27 60 2.204 981 60.024 68.579 KARANGASEM 6.472 455 33 112 3.908 1.869 91.639 104.488 JUMLAH 270.745 4.979 1.380 3.663 78.110 17.742 1.833.278 2.209.897 CATATAN:

A1 : sedan, jeep, station w agon (tidak umum) A2 : sedan, jeep, station w agon (umum) B1 : bus, micro bus (tidak umum) B2 : bus, micro bus (umum) C1 : truck, pick up (tidak umum) C2 : truck, pick up (umum) E : sepeda motor

33 TABEL 3

DATA PENERIMAAN PKB KOTA DENPASAR

TH PKB UNIT RP 2013 634.955 286.346.010.800 2014 577.123 282.887.372.500 2015 516.479 273.323.879.700 2016 S/D 30 SEPT 382.071 229.988.552.850

Dilihat dari data pada tabel 1, 2, dan 3 diatas dapat terlihat sangat jelas pemungutan pajak kendaraan bermotor di wilayah Denpasar masih banyak mengalami kendala sebagai buktinya jumlah Kendaraan di Provinsi Bali Pada UPT. Dinas Pendapatan Di kabupaten / Kota Se Bali Akhir Tahun 2014 pada wilayah Denpasar 756.730 Unit sedangkan penerimaan pembayaran PKB kota Denpasar pada tahun 2014 hanya 577.123. jadi ada 179.607 unit kendaraan yang tidak membayar pajak yang jelas menimbulkan suatu kerugian bagi pemerintah Provinsi Bali. Kendala-kendala yang menjadi penyebab banyaknya unit kendaraan yang tidak membayar pajak adalah :

1. Sumber daya dalam pemungutan PKB kurang memadai

2. Waktu pelayanan kerja SAMSAT yang bersamaan dengan waktu kerja masyarakat.

Berdasarkan wawancara terhadap salah seorang wajib pajak di SAMSAT mengeluh ketika wajib pajak tersebut memasukkan berkas terlebih dahulu ke loket pelayanan ternyata berkas orang lain yang antri dibelakang dan memasukkan berkas setelahnya diselesaikan terlebih dahulu. Permasalahan lain yaitu maraknya praktik percaloan. Haryono Umar mantan Ketua KPK Bidang Pencegahan pernah mengungkapkan masih banyak praktik percaloan yangsering ditemui di berbagai birokrasi penyelenggaran pelayanan publik bahkan tukang parkir pun juga dapat menjadi calo.34 Calo sering memaksa masyarakat yang datang ke SAMSAT untuk

34

Ita Lismawati F.Malau, 2009, KPK Sidak Pelayanan Publik di Yogyakarta, http://politik.news.viva.co.id/news/read/25920-kpk-sidak-pelayanan-publik-di-yogyakarta.Diakses tanggal 1 November 2016

34 menggunakan jasanya. Padahal ini sangat merugikan masyarakat karena bila menggunakan jasa calo masyarakat harus mengeluarkan biaya lebih tinggi. Meskipun begitu, pada kenyataannya masih ada masyarakat yang menggunakan jasa calo di SAMSAT Kota Denpasar. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Wibawa (2005:194) bahwa ada juga masyarakat yang ingin serba cepat dan instan lalu menggunakan jasa calo karena tidak ingin berurusan dengan prosedur yang dianggapnya rumit.

Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut dan meningkatkan antusias pembayar PKB maka diperlukannya suatu inovasi dari pemerintah Provinsi Bali. Berdasarkan hasil wawancara kami dengan Dra. P.si Ni Nyoman Wiratni, M.M yang merupakan Kepala Bidang Non Pajak pada tanggal 1 November 2016 disebutkn bahwa pemerintah provinsi Bali telah memiliki inovasi-inovasi untuk meningkatkan penerimaan PKB, bentuk inovasinya sebagai berikut :

1. Pengembangan akses pelayanan samsat di wilayah Kabupaten/ Kota se-Bali

2. Mengoptimalkan pelaksanaan razia gabungan yang selama ini telah dilaksanakan secara continue 4 kali dalam sebulan.

3. Melakukan razia door to door dengan melibatkan seluruh PNS dan Non PNS dilingkungan Dispenda Provinsi Bali.

4. Samdes Beryadnya yang merupakan program inovasi layanan samsat, dengan pola kolaborasi Samsat Keliling dengan kegiatan razia door to door yang pelaksanaannya melibatkan lembaga tradisi (Desa Adat) dan lembaga Pemerintah, dengan mengundang Wajib Pajak yang masih menunggak pajak.

5. Mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 35 Tahun 2016 Tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi berupa bunga, denda PKB dan denda BBNKB yang mulai berlaku tanggal 20 Juni s/d 30 November 2016.

Hal-hal yang disebutkan diataslah yang diharapakan mampu meningkatkan penerimaan PKB guna peningkatan PAD Provinsi Bali. Namun ada yang mesti dicermati lebih lanjut mengenai dikeluarkannya Peraturan Gubernur

35 Provinsi Bali Nomor 35 Tahun 2016 tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi berupa bunga, denda PKB dan denda BBNKB.

Mengenai sanksi keterlamabatan membayar PKB di provinsi Bali tahun ini segala sanksinya di hapuskan sesuai dengan Peraturan Gubernur No. 35 Tahun 2016 tentang Penguranganan atau Penghapusan Sanksi Administrasi berupa Bunga, Denda Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan denda Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) mulai tanggal 20 Juni 2016. Sebelum dikeluarkannya Peraturan Gubernur tersebut mengenai sanksi bagi setiap orang yang tidak membayar atau terlambat membayar PKB diatur di dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2011 sebagaimana yang telah diubah terkahir kali menjadi Perturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2016 dan Keputusan Kepala Dinas Pendapatan Provinsi Bali Nomor 973/5651/DISPENDA tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Pajak Permukaan Air di Provinsi Bali, yang menyatakan bahwa bagi wajib pajak yang terlambat mendaftarkan kendaraannya dikenakan sanksi administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak dan bagi wajib pajak yang terlambat membayar pajak dikenakan Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari pajak terutang untuk jangka waktu paling lama 15 (lima belas) bulan sejak terutangnya pajak.

Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi berupa bunga, denda PKB dan denda BBNKB bukan merupakan hal baru di Provinsi Bali, pada tahun 2014 pemerintah provinsi Bali juga mengeluarkan Peraturan Gubernur No. 67 Tahun 2014 tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Berupa Bunga, Denda Pajak Kendaraan Bermotor dan Dispensasi Mutasi Ke Bali. Penghapusan ini dimaksudkan untuk meningkatkan partisapasi pembayaran oleh wajib pajak namun pada kenyataannya pengeluaran peraturan penghapusan ini terlalu cepat dikeluarkan mengingat hanya berentang beberapa tahun setelah pertama dikeluarkan di tahun 2104 dan kembali dikeluarkan di tahun 2016. Hal ini akan membawa budaya negatif dimasyarakat, kesadaran pajak masyarakat akan semakin melemah, dan sangat berpotensi mengurangi ketaatan pembayar pajak, para wajib pajak yang selalu taat membayar pajak akan menjadi enggan

36 membayar pajak PKB karena berpikir pemerintah bakal menghapuskan sanksi administrasi yang diberikan.35

Dampak negatif lainnya adalah dapat menjadi disinsentif bagi kepatuhan karena ada ketidakadilan, hal tersebut dapat terjadi karena para Wajib Pajak patuh telah memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan perpajakan akan termotivasi untuk menjadi tidak patuh karena tidak mendapat penghargaan atas kejujurannya36, sementara di lain pihak, para Wajb Pajak tidak patuh (tax evader) justru diberikan fasilitas berupa penghapusan sanksi administrasi. Maka dari itu Pemerintah Provinsi Bali jika ingin menetapkan kebijakan, pemerintah hendaknya mempertimbangkan efek yang akan ditimbulkan oleh penerapan suatu kebijakan. Pemerintah perlu melihat dalam perspektif baik jangka pendek, maupun jangka panjang sehingga suatu kebijakan pajak yang akan diterpakan suatu kebijakan yang baik dan layak untuk diterapkan. Menurut Schlesinger37 suatu kebijakan pajak yang baik harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu mempunyai pola yang selaras, mempunyai estimasi perhitungan penerimaan pajak jika kebijakan tersebut diterapkan, dapat diimplementasikan secara teknis melalui peraturan perundang-undangan yang praktis, dan memiliki fleksibilitas untuk memadukan metode dan pemikiran dalam pembuatan pajak.

35

Dampak Amnesti Pajak Terhadap Pembayaran Pajak

http://www.detikinfo.com/2016/08/dampak-amnesti-pajak-terhadap.html. Diakses tanggal 2 November 2016

36

Sony Devano & Siti Kurnia Rahayu, Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu, Jakarta : Putra Grafika, 2006, h.139.

37

Eugene R. Schlesinger, “Taxation and Technical Assistance”, dalam Richard M. Bird and Oliver Oldman, Readings on Taxation in Developing Countries, Baltimore; The John Hopkins Press, 1967, h. 528-533

37 BAB V

Dokumen terkait