• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR PADA PELAYANAN SAMSAT WILAYAH DENPASAR PENELITI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR PADA PELAYANAN SAMSAT WILAYAH DENPASAR PENELITI"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

i LAPORAN PENELITIAN

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR PADA PELAYANAN SAMSAT

WILAYAH DENPASAR

PENELITI

Dr. Made Gde Subha Karma Resen, S. H., M.Kn (NIDN 0025078306)

Mahasiswa yang terlibat:

1. Putu Surya Mahardika (1503005115) 2. Putu Anantha Pramagitha (1503005117) 3. IGN. Yulio Mahendra P . (1503005127) 4. Putu Diah Chandra P. (1503005129) 5. Febriyanty Kusumaningrum (1503005130)

6. Irma Anggi Pratiwi (1503005131)

7. Luh Putu Vicky Andriani (1503005132) 8. Ni Made Rit Meidyana (1503005134)

9. Diva Danica (1503005135)

10. Putu Winda Pramesti D. (1503005138) 11. Putu Ayu Ossi Widiari (1503005145)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

2016

(4)

ii Halaman Pengesahan

1. Judul Penelitian :Tinjauan Hukum terhadap Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor Pada Pelayanan Samsat Wilayah Denpasar.

Ketua Peneliti :

a. Nama Lengkap : Dr. Made Gde Subha Karma Resen, SH., M.Kn. b. Jenis Kelamin : L

c. NIP/NIDN : 198307252008011007/0025078306

d. Jabatan Struktural : -

e. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli

f. Fakultas/Jurusan : Hukum/Ilmu Hukum g. Pusat Penelitian : Kota Denpasar

h. Alamat : Jl. Pulau Bali No. 1 Denpasar i. Telpon/Faks : 0362-222666

j. Alamat Rumah : Jl. Campuhan No. 12 Br. Sasih Batubulan, Sukawati Gianyar

k. Telpon/Faks/E-mail : 085857530335 2. Jumlah mahasiswa : 11 Orang

3. Pembiayaan : Dana Mandiri

Mengetahui Denpasar, 4 November 2016

Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Ketua Peneliti,

Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH., M.Hum Dr. Made Gde Subha Karma Resen, SH., M.Kn NIP: 196502211990031005 NIP: 198307252008011007

(5)

iii DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

DAFTAR ISI ... iii

Ringkasan ... iv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah ... 3

3. Tujuan Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

1. Pengertian, Karakteristik, Asas dan Dasar Pajak... 4

2. Pengertian dan Jenis Pajak Daerah ... 10

3. Pengertian, Subjek, dan Objek Pajak Kendaraan Bermotor ... 16

4. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor ... 18

5. Dasar Pengenaan Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor ... 20

6. Sanksi Keterlambatan Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor ... 23

BAB III. METODE PENELITIAN ... 25

1. Tipe Penelitian ... 25

2. Lokasi Penelitian... 25

3. Jenis Data ... 25

4. Cara dan Alat Pengumpulan Data ... 26

5. Analisis Data ... 27

BAB IV. PEMBAHASAN ... 28

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 37

1. KESIMPULAN... 37

2. SARAN ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

LAMPIRAN Lampiran 1. Biodata Ketua dan Mahasiswa yang Terlibat ... 42

Lampiran 2. Foto-foto Penelitian... 48

(6)

iv RINGKASAN

Tujuan dan kegunaan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi dan mengetahui permasalahan terkait dengan faktor penghambat dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor serta mengetahui pelaksanaan pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor di Kota Denpasar. Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai tambahan wawasan pengetahuan tentang aspek perpajakan khususnya mengenai Pajak Kendaraan Bermotor, bahan refrensi bagi mahasiswa fakultas hukum, dan menjadi bahan bacaan serta sumber pengetahuan bagi masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode empiris yang menggunakan data primer yang diperoleh langsung pada sasaran objek penelitian di kantor pelayanan Samsat wilayah Denpasar. Data sekunder diperoleh dengan studi kepustakaan terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tertier (bahan non hukum). Cara penelitian yang digunakan adalah empiris, merupakan metode yang dilakukan dengan melihat kenyataan yang ada dalam praktek dilapangan. Pendekatan ini dikenal pula dengan pendekatan secara sosiologis yang dilakukan secara langsung ke lapangan. Penelitian empiris ini bersifat evaluatif. Metode berpikir evaluatif dimaksudkan untuk meyelaraskan dan menggambarkan keadaan yang nyata mengenai pelaksanaan pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor di Kota Denpasar berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah khususnya di wilayah Denpasar.

(7)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada alinea keempat pembukaan Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdapat tujuan dari negara Indonesia yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejaterahan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan perdamaian dunia1. Dalam peningkatan pembangunan, memerlukan biaya–biaya yang disebut dengan biaya hidup negara. Biaya hidup negara adalah biaya untuk kelangsungan alat–alat negara, administrasi negara, lembaga negara dan seterusnya dan harus dibiayai dari penghasilan negara.2 Pada umumnya sumber–sumber penghasilan negara terdiri dari: (1). Bumi, air dan kekayaan alam; (2). Pajak–pajak, Bea dan Cukai; (3). Penerimaan Negara, Bukan Pajak (non-tax); (4). Hasil Perusahaan Negara; dan (5). Sumber–sumber lain, seperti percetakan uang dan pinjaman.3

Dalam rangka penyelenggaraan negara pemerintahan daerah sesuai dengan amanat UUD NRI Tahun 1945, Pemerintah Daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi daerah dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejateraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, serta keadilan4. Maka dari itu, salah satu upaya untuk mewujudkan otonomi daerah yang luas dan nyata, pembiayaan pemerintahan dan pembangunan yang berasal dari pendapat asli daerah, khususnya yang bersumber dari pajak daerah perlu ditingkatkan sehingga kemandirian dalam hal pembiayaan penyelenggaraan pemerintah daerah dapat terwujud.5 Pajak Daerah khususnya

1

Republik Indonesia, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, alinea IV.

2

H. Rochmat Soemitro, Pengantar Singkat Hukum Pajak, PT Eresco, Bandung, 1992, Hlm. 2.

3

Bohari, Pengantar Hukum Pajak, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, Hlm. 11.

4

Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Menimbang huruf (a).

5

Sugianto, Pajak dan Retribusi Daerah Pengolalaan Pemerintah Daerah dalam Aspek Keuangan,

(8)

2 Provinsi terdiri atas: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan Dan Pajak Rokok6. Pajak Kendaraan Bermotor merupakan salah satu sumber penerimaan pendapatan asli daerah yang sangat potensial dilihat dari pertumbuhannya yang terus meningkat tiap tahunnya. Oleh karena itu, Dinas Pendapatan Daerah sangat berkepentingan dan wajib memperhatikan sektor penerimaan pajak ini terutama dalam pembayaran oleh wajib pajak.

Dalam penelitian ini berfokuskan pada pelaksanaan serta permasalahan pemungutan pajak di daerah Denpasar, Bali. Untuk itu perlu diketahui dikeluarkannya Peraturan Daerah Bali Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pajak Daerah, khususnya perlu diperhatikan BAB III tentang Pajak Kendaraan Bermotor7. Peraturan Daerah dalam hierarki dasar hukum pajak berada dibawah undang–undang, maka dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah ini sebagai landasan berikutnya dari undang–undang sesuai dengan otonomi daerah.8 Kepastian tarif pajak ditegakkan karena pada hakikatnya segala tindakan atau perbuatan tidak boleh bertentangan dengan hukum yang berlaku, maka kepentingan negara terhadap pajak tidak dapat dilakukan oleh negara sebelum ada hukum yang mengaturnya.9 Namun dengan adanya perubahan tarif pajak ini perlu ditinjau kembali mengenai tingkat partisipasi pembayaran kendaraan dan kendala dalam pemungutan pajak kendaraan ini. Karena penunggakan wajib pajak akan berhubungan terhadap sanksi yang akan dikenakan terhadapnya. Sanksi–sanksi dalam perpajakan terdiri atas sanksi administrasi meliputi sanksi berupa denda, sanksi berupa kenaikan dan sanksi pidana perpajakan yang meliputi sanksi yang bersifat pelanggaran, dan sanksi pidana yang bersifat kejahatan.10

6

Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah, pasal 2 ayat (1). 7

Pemerintah Provinsi Bali, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak

Daerah, Bab III. 8

Djoko Muljono, Hukum Pajak Konsep, Aplikasi dan Penuntun Praktis, CV. Andi Offset, Yogyakarta, 2010, Hlm. 27.

9

Muhammad Djafar Saidi, Perlindungan Hukum Wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, Hlm. 1.

10

(9)

3 1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana mekanisme perhitungan pembayaran pajak kendaraan bermotor dan prosedur pembayarannya?

2. Apa kendala yang dialami dalam membayar pajak dan apa sanksi yang didapat jika terlambat membayar pajak kendaraan bermotor tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab rendahnya partisipasi masyarakat untuk membayarkan hutang Pajak Kendaraan Bermotor kepada Pemerintah Daerah.

2. Untuk mengetahui mekanisme pembayaran dan penghitungan pajak oleh wajib pajak.

3. Untuk mengetahui sanksi bagi wajib pajak yang terlambat membayar pajak kendaraan bermotor.

(10)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pajak

1. Pengertian Pajak

Mengenai pengertian pajak terdapat keanekaragaman tergantung dari sudut pandang yang merumuskannya, berkaitan dengan definisi pajak para ahli mendefiniskannya sebagai berikut:

Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH mengatakan bahwa :

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar biaya pengeluaran umum”11.

Kemudian pengertian tersebut dikoreksi kembali oleh Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. Menjadi “Pajak adalah peralihan kekaayan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “Surplusnya” digunakan untuk “Pubic saving” yang merupakan sumber utama untuk membiayai “Public Investment” 12. Di dalam bukunya yang berjudul Pajak dan Pembangunan, karena kata “dapat dipaksakan” yang berarti bahwa bila utang pajak tidak dibayar maka seakan-akan cara penagihannya dengan kekerasan.

Pengertian Pajak juga dikemukan oleh Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul “Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong Royong” di Universitas Padjajaran, Bandung, tahun 1964, ia mendefinisikan pajak sebagai berikut :

“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.13

11

Y. Sri Pudyatmoko. 2009, Pengantar HUKUM PAJAK, C.V Andi Offset, Yogyakarta, Hlm.1, dikutip dari Prof. Dr. RochmatSoemitro, SH. 1974, Pajak dan Pembangunan, PT. Eresco Bandung, Hlm.8.

12

Ibid, Hlm. 2. 13

(11)

5 Pengertian pajak dilihat dari undang-undang maka definisi pajak adalah sebagai berikut:

Pengertian pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan :

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan udang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”

Pengertian Pajak dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, adalah sebagai berikut :

“Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang prbadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

2. Karakteristik dan unsur-unsur pajak

Karakteristik dari pajak dapat dilihat dari beberapa pendapat ahli dan juga undang-undang mengenai pengertian pajak, karakterisitk pajak yaitu sebagai berikut:

a. Pajak dipungut berdasarkan adanya undang-undang ataupun peraturan pelaksanannya;

b. Terhadap pembayaran pajak tidak mendapat timbal balik langsung; c. Pemungutannya dapat dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah;

d. Hasil pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah, baik itu pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan, dan apabila terdapat kelebihan maka sisanya digunakan untuk public investment; dan

e. Mempunyai fungsi budgeter dan fungsi mengatur .

Kelima poin diatas merupakan karakteristik pajak14. Karakterisitik inilah yang membedakan pajak dengan pungutan lainnya seperti retribusi dan

14

(12)

6 sumbangan. Disamping memiliki karakteristik, pajak juga memiliki unsur-unsur. Unsur-unsur adalah elemen atau hal-hal yang membentuk sesuatu sehingga menyebabkan sesuatu itu ada. Menurut Rochmat Soemitro, unsur-unsur pajak adalah:

a. Ada masyarakat; b. Ada undang-undang;

c. Ada pemungut pajak (penguasa) d. Ada subjek pajak (wajib pajak) e. Ada objek pajak (tatbestand) dan f. Surat Ketetapan Pajak (fakultatif).15

Adanya suatu masyarakat tentunya sangat penting bagi timbulnya pajak karena pajak diadakan untuk memenuhi kebutuhan bersama masyarakat atau kepentingan umum, maka dari itu tanpa adanya masyarakat tidak akan ada pajak. Orang yang tinggal disuatu tempat sendirian terbebas dari negara manapun dan kewarganegaraan manapun pastinya akan terbebas dari pajak. Oleh karena itu masyarakat merupakan faktor utama penyebab timbulnya pajak, atau sering disebut referensi kader timbulnya pajak.

Undang-undang dan peraturan disini dimaksud dengan adanya undang, sebenarnya tercermin adanya nilai demokrasi. Pembuatan undang-undang yang tidak hanya melibatkan pemerintah, melainkan juga bersama rakyat melalui perwakilannya dalam hal ini DPR. Undang-undang pajak yang telah disahkan nantinya harus dilaksanakan karena rakyat dianggap telah meyetujuinya melalui perwakilannya, dan rakyat pun berhak menolak jika pajak yang ditetapkan tidak sesuai melalui perwakilannya juga. Maka dari itu perlunya pajak diatur didalam undang-undang karena sejatinya pajak tersebut mengurangi hak dari rakyat itu. Pemungut pajak dalam hal ini penguasa adalah perantara peralihan kekayaan rakyat kepada kas negara, disini pemungut pajak yang berperan sebagai penerima peralihan kekayaan tersebut.

Subjek pajak adalah orang atau badan yang memenuhi syarat subjektif. Subjek pajak, walaupun telah memenuhi syarat subjektif belum tentu dapat dikenakan pajak karena untuk dikenakan pajak harus memenuhi syarat

15

(13)

7 subjektif dan objektif. Jika telah memenuhi syarat subjektif dan objektif maka akan disebut sebagai wajib pajak.

Objek pajak dalam hal ini adalah sasaran yang akan dikenai pajak atau yang sering disebut tatbestand. Tatbestand adalah keadaan, peristiwa, atau perbuatan yang menurut ketentuan undang-undang yang dapat dikenakan pajak. Surat Ketetapan Pajak (SKP) dalam hal ini merupakan surat keputusan yang isinya berupa penetapan utang pajak yang harus dibayar oleh seseorang atau badan. Contoh pajak yang tidak memerlukan SKP adalah jenis-jenis pajak tidak langsung contohnya bea materai.

3. Asas dan Dasar Pajak

Di dalam pajak ada beberapa asas yang menjadi dasar yaitu:

Menurut Adam Smith di dalam buku Wealth of Nations mengemukakan 4 asas pemungutan pajak yang lazim dikenal dengan “four canons taxation” atau sering disebut “The four Maxims” yaitu:

1. Equality (asas persamaan)

Asas yang menekankan bahwa warga negara atau wajib pajak tiap negara seharusnya memberikan sumbangannya kepada negara, sebanding dengan kemampuan mereka masing-masing. Dalam asas ini tidak diperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi diantara wajib pajak.

2. Certainty (asas kepastian)

Asas yang menekankan bahwa bagi wajib pajak harus jelas dan pasti tentang waktu, jumlah, dan cara pembayaran pajak.

3. Conveniency of Payment (asas menyenangkan)

Pajak seharusnya dipungut pada waktu dengan cara yang paling menyenangkan bagi para wajib pajak.

4. Low Cost of Collection (asas efisiensi)

Asas yang menekankan biaya pemungutan pajak tidak boleh lebih dari hasil pajak yang akan diterima. Pemungutan pajak harus disesuaikan dengan kebutuhan Anggaran Belanja Negara.

(14)

8 Menurut W.J de Langen menyebutkan 7 asas pokok perpajakan yaitu:

1. Asas Kesamaan

Seseorang dalam keadaan yang sama hendaknya dikenakan pajak yang sama. Tidak boleh ada diskriminasi dalam pemungutan pajak.

2. Asas Daya-Pikul

Asas yang menyatakan bahwa setiap wajib pajak baiknya terkena beban pajak yang sama artinya orang yang pendapatannya tinggi dikenakan pajak yang tinggi, orang yang pendapatannya rendah akan dikenakan pajak yang rendah dan orang yang pendapatannya dibawah basic need dibebaskan dari pajak.

3. Asas Keuntungan Istimewa

Seseorang yang mendapatkan keuntungan istimewa hendaknya dikenakan pajak istimewa pula.

4. Asas Manfaat

Pengenaan pajak pemerintah didasarkan atas alasan bahwa masyarakat menerima manfaat barang-barang dan jasa yang disediakan oleh pemerintah.

5. Asas Kesejahteraan

Asas yang menyatakan bahwa dengan adanya tugas pemerintah yang pada satu pihak memberikan atau menyediakan barang-barang dan jasa bagi masyarakat dan pada lain pihak menarik pungutan-pungutan untuk membiayai kegiatan pemerintah tersebut.

6. Asas Keringanan Beban

Asas yang menyatakan meski pengenaan pungutan merupakan beban masyarakat atau perorangan dan betapapun tingginya kesadaran berwarga negara, akan tetapi hendaknya diusahakan bahwa beban tersebut sekecil-kecilnya.

7. Asas Keseimbangan

Asas ini berarti tidak mengganggu perasaan hukum, perasaan keadilan dan kepastian hukum.

(15)

9 Menurut Adolf Wagner mengemukakan 4 asas untuk terpenuhinya pajak ideal yaitu:

a. Asas Politik Finansial, yang meliputi:

1. Perpajakan hendaknya menghasilkan jumlah penerimaan yang memadai, dalam arti cukup untuk menutup biaya pengeluaran negara. 2. Pajak hendaknya bersifat dinamis, artinya penerimaan negara dari

pajak diharapkan selalu meningkat mengingat kebutuhan penduduknya selalu meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

b. Asas Ekonomis:

3. Pemilihan mengenai perpajakan yang sangat tepat apakah hanya dikenakan pada pendapatan ataukah juga terhadap modal, dan atau pengeluaran.

c. Asas Keadilan:

4. Pajak hendaknya bersifat umum atau universal yang berarti bahwa pajak tidak boleh bersifat diskriminatif artinya seseorang dalam keadaan yang sama hendaknya diperlakukan yang sama.

5. Kesamaan beban, artinya bahwa setiap orang hendaknya dikenakan beban pajak kira-kira sama. Untuk mengenakan pajak hendaknya memperhatikan daya-pikul (kemampuan membayar) seseorang.

d. Asas Administrasi:

6. Kepastian perpajakan, artinya pemungutan pajak hendaknya bersifat “pasti” dalam arti harus jelas disebutkan siapa atau apa yang dikenakan pajak, berapa besarnya, bagaimana cara pembayarannya, bukti pembayarannya, apa sanksinya jika terlambat membayar dan sebagainya.

7. Keluwesan dalam penagihannya, artinya dalam penggunaan atau penagihan pajak hendaknya “luwes” dalam arti harus melihat keadaan pembayar pajak, apakah sedang menerima uang, apakah tidak mengalami bencana alam, atau apakah perusahaannya mengalami pailit dan sebagainya.

(16)

10 e. Asas Yuridis atau Asas Hukum:

9. Kejelasan undang-undang perpajakan.

10. Kata-kata dalam undang-undang hendaknya tidak bermakna ganda, dalam arti kata-kata dalam undang-undang tidak menimbulkan interprestasi yang berbeda-beda.16

B. Pajak Daerah

Pajak dan Retribusi Daerah sebagai sumber penerimaan daerah telah dipungut di Indonesia sejak awal kemerdekaan Indonesia. Sumber penerimaan ini terus dipertahankan sampai dengan era otonomi daerah dewasa ini. Penetapan pajak dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah ditetapkan dengan dasar hukum yang kuat, yaitu dengan undang-undang, khususnya undang-undang tentang Pemerintahan Daerah maupun tentang keuangan antara pusat dan daerah17.

1. Pengertian Pajak Daerah

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pengertian Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat18.

Dengan demikian pajak daerah adalah iuran wajib pajak kepada daerah untuk membiayai pembangunan daerah. Pajak Daerah ditetapkan dengan undang-undang yang pelaksanaannya untuk di daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah. Pemerintah daerah dilarang melakukan pungutan selain pajak yang telah ditetapkan undang-undang (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

16

Bohari, op.cit, Hlm. 41.

17

Marihot P. Siahaan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor

28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan retribusi Daerah, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,

2016, Hlm. 11.

18

Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

(17)

11 2. Jenis-jenis Pajak Daerah

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terdapat 5 (lima) jenis pajak provinsi dan 11 (sebelas) jenis pajak Kabupaten/Kota.

A. Pajak yang dikelola Provinsi

Ada lima jenis pajak yang dikelola oleh Provinsi yaitu Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan dan Pajak Rokok.

1) Pajak Kendaraan Bermotor

Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor, tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air (Pasal 1 butir 13 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha (Pasal 1 butir 14 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

Menurut Pasal 12 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut :

a. penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen) dan b. penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen).

(18)

12 Khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut:

a. penyerahan pertama sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen);

b. penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075% (nol koma nol tujuh puluh lima persen).

3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. Bahan bakar kendaraan bermotor adalah semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor (Pasal 1 butir 15 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009). Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Khusus tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50% (lima puluh persen) lebih rendah dari tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk kendaraan pribadi (Pasal 19 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

4) Pajak Air Permukaan

Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di darat. Tarif pajak air permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal 24 Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009).

5) Pajak Rokok

Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah. Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok. Pajak rokok dikenakan atas cukai rokok yang ditetapkan oleh Pemerintah (Pasal 29 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

Penerimaan Pajak Rokok, baik bagian Provinsi maupun bagian Kabupaten/Kota, dialokasikan paling sedikit 50% untuk mendanai

(19)

13 pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang (Pasal 31 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

B. Pajak yang dikelola Kabupaten/Kota

Ada 11 jenis pajak yang dikelola oleh Kabupaten/Kota, pajak yang termasuk pajak yang dikelola Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut :

1) Pajak Hotel

Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. (Pasal 35 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

2) Pajak Restoran

Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering. Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. (Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

3) Pajak Hiburan

Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran. Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen). Khusus untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif pajak hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen). Khusus hiburan

(20)

14 kesenian rakyat atau tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal 45 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

4) Pajak Reklame

Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum. Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25%.

5) Pajak Penerangan Jalan

Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 3% (tiga persen). Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5% (Pasal 55 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Mineral bukan logam dan batuan adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batubara. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (Pasal 60 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

(21)

15 7) Pajak Parkir

Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (Pasal 65 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

8) Pajak Air Tanah

Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (Pasal 70 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

9) Pajak Sarang Burung Walet

Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Burung walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi. Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal 75 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut. Tarif Pajak Bumi dan

(22)

16 Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (Pasal 80 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (Pasal 88 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

C. Pajak Kendaraan Bermotor

Sebelum ditetapkan sebagai wajib pajak, setiap pihak harus memenuhi persyaratan sebagai subyek pajak terlebih dahulu. Untuk setiap jenis pajak, terdapat perbedaan mengenai pengertian subyek pajak dan siapa saja pihak yang termasuk subyek pajak karena didalam Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan (KUP) tidak dijelaskan mengenai subyek pajak. Setelah ditentukan subyek pajaknya, maka kita melihat obyek pajak. Apakah subyek pajak tersebut patut atau tidak untuk dikenakan pajak.

Jenis pajak yang diterapkan di Negara Republik Indonesia adalah Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Berdasarkan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, definisi Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.19

Pajak Kendaraan Bermotor termasuk kedalam jenis pajak Provinsi yang merupakan bagian dari Pajak Daerah. Lebih lanjut, Pajak Kendaraan Bermotor sebagaimana yang didefinisikan dalam Pasal 1 angka 12 dan 13 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Pajak Kendaraan Bermotor atau

19

(23)

17 yang biasa dikenal dengan PKB merupakan pajak terhadap kepemilikan ataupun penguasaan kendaraan bermotor baik kendaraan bermotor roda dua atau lebih dan beserta gandengannya yang dipergunakan pada seluruh jenis jalan darat serta digerakkan oleh peralatan teknik yang berupa motor atau peralatan yang lain yang berfungsi mengubah sumber daya energi menjadi sebuah tenaga gerak pada kendaraan bermotor yg bersangkutan, termasuk alat alat besar yang bisa bergerak.20

1. Subjek Pajak Kendaraan Bermotor

Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 mengatur bahwa, subjek pajak kendaraan bermotor adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor.

- Orang Pribadi

Setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban.

- Badan

Badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti subjek orang pribadi, dengan demikian badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melakukan sebagai pembawa hak manusia seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu badan hukum dapat bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.

2. Objek Pajak Kendaraan Bermotor

Objek Pajak merupakan bagian terpenting yang dibicarakan atau dipersoalkan dalam hukum pajak materil. Objek pajak dikatakan sebagai bagian terpenting karena wajib pajak tidak dikenakan pajak jika tidak memiliki, menguasai, atau menikmati objek pajak yang tergolong sebagai objek kena pajak sebagai syarat-syarat objektif dalam pengenaan pajak.

20

(24)

18 Objek yang dapat dikenakan pajak dalam masyarakat sangat beraneka ragam bergantung pada kebijakan pembuat undang-undang untuk menjaringnya sebagai objek pajak.

Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 objek pajak kendaraan bermotor adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Termasuk dalam pengertian kendaraan bermotor beroda beserta gendengannya, yang dioperasikan di semua jenis jalan darat dan kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT 5 (lima Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage) Dan menurut Pasal 3 ayat (3), Hal-hal yang dikecualikan dari objek pajak antara lain:

a. Kereta Api;

b. Kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan Negara;

c. Kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan Negara Asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga Internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari pemerintahan;

d. Objek Pajak lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

D. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor

Dilihat dari pengenaan Pajak Kendaran Bermotor tidak secara khusus diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tetapi diatur dalam peraturan yang lebih mengkhusus (Hierarki pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan) dalam hal pemungutan pajak mengingat pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka “pengenaan pajak secara umum diatur oleh undang-undang”. Pajak Kendaraan Bermotor diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan tarif pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 ini diatur pajak operasionalnnya ada di Peraturan Daerah Provinsi Nomor 8 Tahun 2016

(25)

19 Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah serta diatur juga dalam Peraturan Gubernur Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-undang”.21

2. Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

3. Peraturan Daerah Provinsi

- Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.

- Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.

- Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011.

4. Peraturan Gubernur

Peraturan Gubernur Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.22

21

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Tahun 1945, pasal 23A.

22

Pemerintah Provinsi Bali, Peraturan Gubernur Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penghitungan

(26)

20 Dasar Pengenaan Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor Berdasarkam Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 8 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah

Dasar pengenaan PKB dihitung dari perkalian dua pokok unsur yaitu :23

A. Nilai Jual Kendaraan Bermotor, dalam pasal 6 ayat (2) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2016 dijelaskan mengenai kendaraan bermotor yang digunakan diluar jalan umum, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar serta kendaraan di air, dasar pengenaan PKB hanya dari nilai Jual Kendaraan Bermotor saja. Nilai jual kendaraan bermotor ditentukan berdasarkan Harga Pasaran Umum atas Suatu Kendaraan Bermotor yang di dapatkan dari berbagai sumber data yang akurat.

Apabila nilai jual kendaraan bermotor tidak diketahui maka menurut pasal 6 ayat (7) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2016 akan ditentukan mengenai sebagian atau seluruh faktor:

a. Harga Kendaraan Bermotor dengan isi selinder dan/atau satuan tenaga yang sama;

b. Penggunaan Kendaraan Bermotor untuk umum atau pribadi;

c. Harga Kendaraan Bermotor dengan merek kendaraan bermotor yang sama; d. Harga Kendaraan Bermotor dengan tahun pembuatan kendaraan bermotor

yang sama;

e. Harga Kendaraan Bermotor dengan pembuat kendaraan bermotor; f. Harga Kendaraan Bermotor dengan kendaraan bermotor sejenis; dan g. Harga Kendaraan Bermotor berdasarkan dokumen Pemberitahuan Impor

Barang (PIB).

23

Pemerintah Provinsi Bali, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pajak

(27)

21 B. Bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan Kendaraan Bermotor. Bobot dalam hal ini dihitung berdasarkan beberapa faktor yaitu:

a. Tekanan gandar, yang dibedakan atas dasar jumlah sumbu/as, roda dan berat Kendaraan Bermotor;

b. Jenis bahan bakar Kendaraan Bermotor yang dibedakan menurut solar, bensin, gas, listrik, tenaga surya, atau jenis bahan bakar lainnya; dan c. Jenis, penggunaan, tahun pembuatan, dan ciri-ciri mesin Kendaraan

Bermotor yang dibedakan berdasarkan jenis mesin 2 (dua) tak atau 4 (empat) tak, dan isi selinder.

Bobot tersebut dinyatakan dalam koefisien. Koefisien sama dengan 1 (satu) berarti kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan oleh penggunaan Kendaraan Bermotor tersebut dianggap masih dalam batas toleransi; dan koefisien lebih besar dari 1 (satu) berarti penggunaan Kendaraan Bermotor tersebut dianggap melewati batas toleransi.

Pengenaan Tarif

Tarif PKB pribadi menggunakan tarif proresif yaitu semakin banyak jumlahnya maka akan semakin naik harga pajaknya, menurut pasal 7 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Provinsi Bali No. Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah, pengenaan tarif PKB pribadi dengan cara sebagai berikut:

a. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor roda dua dan roda tiga dibawah 250 cc pertama sebesar 1.5 %.

b. Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor roda dua dan roda tiga sebagaimana dimaksud huruf a, kedua dan seterusnya ditetapkan secara progresif yaitu,

- Kendaraan kepemilikan kedua sebesar 2% - Kendaraan kepemilikan ketiga sebesar 2.5% - Kendaraan kepemilikan keempat sebesar 3%

(28)

22 c. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor roda dua dan roda tiga 250 cc keatas pertama dan kendaraan bermotor roda empat atau lebih pertama sebesar 1,75%.

d. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor roda dua dan roda tiga 250 cc keatas serta kendaraan bermotor roda empat atau lebih sebagaimana dimaksud huruf c, kedua dan seterusnya ditetapakan secara progresif yaitu :

- Kendaraan kepemilikan kedua sebesar 3%; - Kendaraan kepemilikan ketiga sebesar 4,5%; - Kendaraan kepemilikan keempat sebesar 5%;

- Kendaraan kepemilikan kelima dan seterusnya sebesar 7,5%.

e. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d, didasarkan atas nama dan alamat yang sama sesuai dengan identitas diri yang ditujukan dengan Kartu Tanda Penduduk.

Tarif PKB angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, Pasal 7 ayat (2) lembaga sosial keagamaan, pemerintah/pemerintah daerah,TNI, POLRI dan Instansi Pemerintah ditetapkan sebagai berikut:

1. Kendaraan Bermotor umum sebesar 1% (satu persen); dan

2. Kendaraan Bermotor ambulans, Kendaraan Bermotor pemadam kebakaran, Kendaraan Bermotor lembaga sosial keagamaan dan Kendaraan Bermotor pemerintah/pemerintah daerah, TNI, POLRI sebesar 0,5 % (nol koma lima persen).

3. Dikecualikan terhadap kepemilikan kendaraan bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, lembaga social keagamaan, pemerintah/pemerintah daerah, TNI, POLRI dan Instansi Pemerintah tidak dikenakan pajak secara progresif.

Pasal 7 ayat (3), Tarif PKB alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan sebesar 0,2% (nol koma dua persen).

(29)

23 Penghitungan dasar pengenaan PKB ditinjau setiap tahun dan saat ini masih diatur dalam Pemendagri Nomor 12 Tahun 2016 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dalam lampiran 1.

E. Sanksi Keterlambatan Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor Berdasarkan Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur Provinsi Bali

Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) merupakan surat ketatapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang tehutang, seperti yang telah diatur dalam Pasal 30 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2011 yang telah diubah menjadi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pajak Daerah menyebutkan bahwa SKPD yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dan ditagih melalui STPD.

Dalam penetapan Pajak Kendaraan Bermotor memang tidak dikenakan sanksi pidana. Namun, telah ada aturan mengenai ketentuan pidana terhadap Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran,24 menyebutkan:

(1) Setiap Wajib Pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 25, Pasal 41, dan Pasal 54 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah);

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan pelanggaran;

(3) Selain ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat juga dipidana dengan pidana sesuai peraturan perundang-undangan lainnya.

Adapun ketentuan yang dimaksud adalah seperti yang telah disebutkan dalam Peraturan Daerah ini diantaranya :

Pasal 11

(1) Setiap Wajib Pajak, wajib mengisi data objek dan subjek pajak dengan jelas dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya.

24

(30)

24 (2) Apabila terjadi perubahan atas Kendaraan Bermotor dalam masa PKB, baik perubahan warna, bentuk, fungsi maupun penggantian mesin, Wajib berkewajiban melaporkan dengan menggunakan data objek dan subjek pajak atau dokumen lain yang dipersamakan.

Pasal 25

(1) Setiap Wajib Pajak mendaftarakan penyerahan kendaraan bermotor dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak saat penyerahan dengan menggunakan data objek dan subjek pajak.

(2) Orang pribadi, badan dan Instansi Pemerintah yang menyerahkan Kendaraan Bermotor harus melaporkan kepada Gubernur dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak penyerahan.

(3) Apabila terjadi perubahan atas Kendaraan Bermotor dalam masa BBNKB, baik perubahan bentuk dan/atau penggantian mesin, wajib melaporkan dengan mengisi data objek dan subjek paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak ubah bentuk dan/atau ganti mesin selesai dilaksanakan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan Peraturan Gubernur.25

Namun melihat kembali pada Peraturan Gubernur Bali Nomor 35 Tahun 2016, yang dikeluarkan gubernur, untuk meningkatkan minat partisipasi wajib pajak dalam pembayaran pajak kendaraan bermotor maka diberlakukan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda pajak kendaraan bermotor (PKB) dan denda bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).

25

Pemerintah Provinsi Bali, Peraturan Gubernur Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penghitungan

(31)

25 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris. Metode penelitian hukum empiris merupakan penelitian hukum dari perspektif eksternal dengan objek penelitiannya adalah sikap perilaku sosial terhadap hukum.26

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian itu dilakukan.27 Adapun lokasi penelitian yang kami pilih dalam menunjang pengumpulan data adalah di Kota Madya Denpasar dengan sasaran penelitian bertempat di Kantor Samsat Bersama Kota Denpasar dan Dinas Pendapatan Pemerintah Kota Denpasar.

Alasan kami memilih Lokasi Penelian tersebut karena Kota Madya Denpasar merupakan salah satu wilayah di Provinsi Bali dengan tingkat pengendara kendaraan bermotor yang tinggi. Hal tersebut juga menyebabkan tingginya angka kepemilikan kendaraan bermotor yang mengakibatkan bertambahnya wajin Pajak Kendaraan Bermotor di Kota Denpasar.28

3.3 Jenis Data

Data dalam penelitian ini disesuaikan dengan permasalahan dan tujuan penelitian dan dibagi ke menjadi dua jenis data, yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui kuisioner, panel, atau juga hasil wawancara penelitian dengan narasumber.29 Dalam

26

I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Penada Media Grup, Jakarta, 2016, Hlm.12.

27

V. Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, PUSTAKABARUPRESS, Yogyakarta, 2014, Hlm.73.

28 Ibid. 29

(32)

26 penelitian ini, data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan pihak instansi terkait. Dimana wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, saling tatap muka menggunakan alat interview guide (panduan wawancara).30

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang di dapat dari buku, literatur, bahan–bahan laporan dan dokumen lain yang mempunyai hubungan erat dengan masalah yang dibahas dan diteliti dalam penelitian ini.31 Dalam sumber hukum primer ini semua buku merupakan publikasi buku hukum tidak resmi yang kegunaanya memberikan petunjuk–petunjuk dan panduan berpikir dalam penyusunan penelitian.32

3.4 Cara dan Alat Pengumpulan Data

Suatu karya ilmiah untuk dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah membutuhkan sarana–sarana dan data-data untuk dapat lebih mengetahui secara mendalam gejala–gejala tertentu yang terjadi di masyarakat. Maka untuk dapat memperoleh data–data tersebut kami melakukan teknik pengumpulan data yang berupa:

1. Penelitian Pustaka (library research)

Metode Pengumpulan bahan dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library research), studi ini dilakukan dengan meneliti dokumen – dokumen yang ada.33

Pada penelitian ini kami memperoleh data dengan cara membaca berbagai buku, artikel di internet, jurnal ilmiah dan literature lainnya mempunyai keterkaitan dengan materi pembahasan.

2. Penelitian Lapangan (field research)

Dalam kegiatan penelitian ini pengumpulan data kami lakukan dengan cara berinteraksi langsung dengan pihak instansi yang terkait dengan objek penelitian yaitu dengan melakukan wawancara langsung. Sesi tanya jawab

30

Moh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Bogor, 2013, Hlm.170.

31

Jafar Nurdin Siradjah, Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan

Bermotor Pada Uptd Samsat Wilayah Maros, skripsi, Hlm.60. 32

H.Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, Hlm.54.

33

(33)

27 kami lakukan kepada pihak terkait untuk dapat memperoleh data yang akurat.

3.5 Analisis Data

Untuk mengolah data primer dan data sekunder seperti yang tersebut di atas, agar menjadi sebuah penelitian yang terpadu dan sistematis di perlukan suatu sistem analisis data yang dikenal dengan analisis yuridis deskriptif yaitu dengan cara menyelaraskan dan menggambarkan prosedur yang nyata mengenai pelaksanaan pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor di Kota Madya Denpasar dan sanksi bagi wajib pajak yang terlambat membayar Pajak Kendaraan Bermotor berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah dan Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2015 dan untuk pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 40 Tahun 2016 Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Peraturan Gubernur Nomor 35 Tahun 2016 Tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi berupa bunga, denda PKB dan denda BBNKB yang mulai berlaku tanggal 20 Juni s/d 30 November 2016.

Berdasarkan hasil wawancara dan studi kepustakaan yang diperoleh, maka data tersebut kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif untuk menghasilkan data yang bersifat deskriptif.

(34)

28 BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Mekanisme perhitungan pembayaran pajak kendaraan bermotor dan prosedur pembayarannya.

Mekanisme Perhitungan Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor

Untuk mengetahui mekanisme perhitungan pembayaran pajak kendaraan bermotor untuk daerah denpasar Bali dapat kita lihat cara penarikannya melalu Peraturan Daerah yang mengaturnya, yaitu diatur dalam pasal 7 Peraturan Daerah Bali No.8 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah

Tarif PKB pribadi ditetapkan dengan cara sebagai berikut:

a. untuk kepemilikan kendaraan bermotor roda dua dan roda tiga dibawah 250 cc pertama sebesar 1,5 % (satu koma lima persen);

b. untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor roda dua dan roda tiga sebagaimana dimaksud pada huruf a, kedua dan seterusnya ditetapkan secara progresif yaitu:

- kendaraan kepemilikan kedua sebesar 2% (dua persen);

- kendaraan kepemilikan ketiga sebesar 2,5% (dua koma lima persen); - kendaraan kepemilikan keempat sebesar 3% (tiga persen);

- kendaraan kepemilikan kelima dan seterusnya sebesar 3,5% (tiga koma lima persen);

c. untuk kepemilikan kendaraan bermotor roda dua dan roda tiga 250 cc keatas pertama dan kendaraan bermotor roda empat atau lebih pertama sebesar 1,75 % (satu koma tujuh puluh lima persen);

d. untuk kepemilikan kendaraan bermotor roda dua dan roda tiga 250 cc keatas serta kendaraan bermotor roda empat atau lebih sebagaimana dimaksud pada huruf c, kedua dan seterusnya ditetapkan secara progresif yaitu:

- kendaraan kepikan kedua sebesar 3% (tiga persen);

- kendaraan kepemilikan ketiga sebesar 4,5% (empat koma lima persen); - kendaraan kepemilikan keempat sebesar 5 % (lima persen); dan

(35)

29 - kendaraan kepemilikan kelima dan seterusnya sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen).

e. untuk kepemilikan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d, didasarkan atas nama dan alamat yang sama sesuai dengan identitas diri yang ditunjukan dengan Kartu Tanda Penduduk.

(2) Tarif PKB angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, lembaga sosial keagamaan, pemerintah/ pemerintah daerah, TNI, POLRI dan Instansi Pemerintah ditetapkan sebagai berikut:

a. kendaraan bermotor umum sebesar 1% (satu persen);

b. kendaraan bermotor ambulans, Kendaraan Bermotor pemadam kebakaran, Kendaraan Bermotor lembaga sosial keagamaan dan Kendaraan Bermotor pemerintah/pemerintah daerah, TNI, POLRI sebesar 0,5 % (nol koma lima persen); dan

c. dikecualikan terhadap kepemilikan kendaraan bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, lembaga sosial keagamaan, pemerintah/pemerintah daerah, TNI, POLRI dan Instansi Pemerintah tidak dikenakan pajak secara progresif.

(3) Tarif PKB alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan sebesar 0,2 % (nol koma dua persen).

Dengan digantinya Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2015 menjadi Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2016 ini, maka dapat dilihat ada perubahan mengenai mekanisme tarif uang dikenakan kepada kendaraan bermotor, khususya sepeda motor yaitu dengan pengenaan pajaknya yang diganti menjadi progresif. Selain itu jenis mesin dalam kendaraan tersebut juga dibedakan pengenaan pajaknya yaitu dikelompokan menjadi dua, kendaraan bermotor dibawah 250cc dan diatas 250cc bersama kendaraan beroda empat. Maka tidak sama pengenaan pajaknya pada kendaraan bermotor satu dengan lainnya karena harus ditinjau kembali mengenai kepemilikan motor tersebut, apakah merupakan kepelikan lebih dari satu atau tidak untuk menentukan tarif progresifnya.

Untuk kendaraan bermotor beroda empat sebelumnya telah diatur pengenaan pajaknya dalam Peraturan Daerah No. 8 tahun 2016 dalam pasal 1

(36)

30 huruf c dan huruf d dimana dalam pasal ini ketetuan tarifnya diatur bersama kendaraan bermotor beroda dua dan tiga diatas 250 cc.

Mengenai kepemilikan kendaraan bermotor beroda empat yang sebelumnya dilihat dari Kartu Keluarga pemilik sekarang dirubah menjadi KTP yang dikarenakan ada beberapa faktor yang dirasa menghambat yaitu untuk beberapa daerah di Bali yang masih kental adatnya yang menggunakan nama alamat lingkungan Banjar. Alamat wajib pajak yang tertera dalam KK hanya memuat nama banjar saja padahal dalam satu banjar terdiri dari beberapa KK, bahkan dalam satu pekarangan rumah bisa terdapat dua atau lebih KK yang tinggal disana. Sehingga ini mempersulit pengenaan pajak progrsif terhadap wajib pajak tersebut karena tidak langsung berkenaan pada pemilik atau penguasa kendaraan bersangkutan.

Prosedur Pembayaran PKB di Kantor UPP Samsat Renon Denpasar Bali

- Persyaratan Pendaftaran Pengesahan Setiap Tahun Dan Perpanjangan STNK 1. Tanda Jati diri yang sah :

a. KTP/KIPEM (asli + foto copy). b. SIM (asli + foto copy).

c. KITAS/KITAP (asli + foto copy).

d. Akte Pendirian, NPWP dan Surat Kuasa dari Perusahaan untuk Badan Hukum (asli + foto copy).

2. STNK (asli + foto copy). 3. BPKB (asli + foto copy).

4. Hasil Pemeriksaan Fisik Kendaraan Bermotor (untuk perpanjangan STNK setelah 5 tahun).

5. Bukti Pelunasan PKB/BBNKB dan SWDKLLJ.

Mengenai prosedur teknik pembayaran pajak di Kantor UPP Samsat Renon Denpasar Bali, telah diberitahukan kepada wajib pajak yang termuat dalam papan penguman yang terdapat disana. Ini dapat mempermudah wajib-wajib pajak yang baru pertama kali mulai membayar pajak tahunannya. Selain itu, terdapat Costumers Service atau bidang pelayanan yang siap membantu

(37)

31 wajib pajak yang masih tidak mengerti mengenai prosedur atau alur pembayaran pajak tahunan.

4.2 Kendala yang dialami dalam membayar pajak dan apa sanksi yang didapat jika terlambat membayar pajak kendaraan bermotor

Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) salah satunya adalah pajak daerah. Pajak yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah salah satunya adalah Pajak Kendaraan Bermotor. Pemerintah Provinsi Bali jika ingin meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya maka harus mengoptimalkan pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor yang berada di wilayah denpasar, karena Pajak Kendaraan Bermotor memiliki sumbangsih lumayan besar untuk menigkatkan PAD suatu daerah serta jumlah kendaraan bermotor di wilayah Denpasar paling banyak diantara kabupaten-kabupaten lainnya.. Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Bali mencatat bahwa :

TABEL 1

Data Kendaraan Bermotor Per Satwil/Samsat dari Tahun 2010-2016

TAHUN SATWIL/SAMSAT JUMLAH

KENDARAAN 2010 BADUNG / DENPASAR 1.205.577 2011 BADUNG / DENPASAR 1.331.924 2012 BADUNG / DENPASAR 1.452.555 2013 BADUNG / DENPASAR 1.583.180 2014 BADUNG / DENPASAR 1.711.116 2015 DENPASAR 1.122.154 2016 DENPASAR 1.178.553

Dilihat dari data diatas jelas pengenaan pajak kendaraan bermotor memiliki potensi sangat besar bagi peningkatan PAD Provinsi Bali. Menungkatnya jumlah kendaraan per tahun hingga pemisahan Samsat antara daerah Badung dan

(38)

32 Denpasar menjadi bukti bahwa pemerintah ingin mengoptimalkan pemungutan pajak kendaraan bermotor di wilayah Denpasar untuk meningkatkan PAD Provinsi Bali. Namun pada kenyataannya pemerintah provinsi Bali dalam hal pemungutan pajak kendaraan bermotor masih memiliki kendala-kendala dalam proses pelaksanaannya.

TABEL 2

Jumlah Kendaraan di Provinsi Bali Pada UPT. Dinas Pendapatan Di Kabupaten/ Kota Se Bali Akhir Tahun 2014

UPT. DISPENDA A1 A2 B1 B2 C1 C2 E JUMLAH (2+3+4+5+6+7+8) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 BULELENG 13.037 330 61 259 7.034 2.905 194.922 217.738 JEMBRANA 5.537 75 17 178 3.429 1.621 96.399 107.256 TABANAN 18.406 170 59 308 8.894 2.884 182.548 213.269 BADUNG 66.129 1.906 422 824 13.822 2.272 375.984 461.359 DENPASAR 126.845 1.558 673 1.655 27.816 3.785 594.398 756.730 GIANYAR 25.973 90 82 242 7.143 1.210 191.061 225.800 BANGLI 3.362 96 6 25 3.860 1.025 46.304 54.678 KLUNGKUNG 4.984 299 27 60 2.204 981 60.024 68.579 KARANGASEM 6.472 455 33 112 3.908 1.869 91.639 104.488 JUMLAH 270.745 4.979 1.380 3.663 78.110 17.742 1.833.278 2.209.897 CATATAN:

A1 : sedan, jeep, station w agon (tidak umum) A2 : sedan, jeep, station w agon (umum) B1 : bus, micro bus (tidak umum) B2 : bus, micro bus (umum) C1 : truck, pick up (tidak umum) C2 : truck, pick up (umum) E : sepeda motor

(39)

33 TABEL 3

DATA PENERIMAAN PKB KOTA DENPASAR

TH PKB UNIT RP 2013 634.955 286.346.010.800 2014 577.123 282.887.372.500 2015 516.479 273.323.879.700 2016 S/D 30 SEPT 382.071 229.988.552.850

Dilihat dari data pada tabel 1, 2, dan 3 diatas dapat terlihat sangat jelas pemungutan pajak kendaraan bermotor di wilayah Denpasar masih banyak mengalami kendala sebagai buktinya jumlah Kendaraan di Provinsi Bali Pada UPT. Dinas Pendapatan Di kabupaten / Kota Se Bali Akhir Tahun 2014 pada wilayah Denpasar 756.730 Unit sedangkan penerimaan pembayaran PKB kota Denpasar pada tahun 2014 hanya 577.123. jadi ada 179.607 unit kendaraan yang tidak membayar pajak yang jelas menimbulkan suatu kerugian bagi pemerintah Provinsi Bali. Kendala-kendala yang menjadi penyebab banyaknya unit kendaraan yang tidak membayar pajak adalah :

1. Sumber daya dalam pemungutan PKB kurang memadai

2. Waktu pelayanan kerja SAMSAT yang bersamaan dengan waktu kerja masyarakat.

Berdasarkan wawancara terhadap salah seorang wajib pajak di SAMSAT mengeluh ketika wajib pajak tersebut memasukkan berkas terlebih dahulu ke loket pelayanan ternyata berkas orang lain yang antri dibelakang dan memasukkan berkas setelahnya diselesaikan terlebih dahulu. Permasalahan lain yaitu maraknya praktik percaloan. Haryono Umar mantan Ketua KPK Bidang Pencegahan pernah mengungkapkan masih banyak praktik percaloan yangsering ditemui di berbagai birokrasi penyelenggaran pelayanan publik bahkan tukang parkir pun juga dapat menjadi calo.34 Calo sering memaksa masyarakat yang datang ke SAMSAT untuk

34

Ita Lismawati F.Malau, 2009, KPK Sidak Pelayanan Publik di Yogyakarta, http://politik.news.viva.co.id/news/read/25920-kpk-sidak-pelayanan-publik-di-yogyakarta.Diakses tanggal 1 November 2016

(40)

34 menggunakan jasanya. Padahal ini sangat merugikan masyarakat karena bila menggunakan jasa calo masyarakat harus mengeluarkan biaya lebih tinggi. Meskipun begitu, pada kenyataannya masih ada masyarakat yang menggunakan jasa calo di SAMSAT Kota Denpasar. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Wibawa (2005:194) bahwa ada juga masyarakat yang ingin serba cepat dan instan lalu menggunakan jasa calo karena tidak ingin berurusan dengan prosedur yang dianggapnya rumit.

Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut dan meningkatkan antusias pembayar PKB maka diperlukannya suatu inovasi dari pemerintah Provinsi Bali. Berdasarkan hasil wawancara kami dengan Dra. P.si Ni Nyoman Wiratni, M.M yang merupakan Kepala Bidang Non Pajak pada tanggal 1 November 2016 disebutkn bahwa pemerintah provinsi Bali telah memiliki inovasi-inovasi untuk meningkatkan penerimaan PKB, bentuk inovasinya sebagai berikut :

1. Pengembangan akses pelayanan samsat di wilayah Kabupaten/ Kota se-Bali

2. Mengoptimalkan pelaksanaan razia gabungan yang selama ini telah dilaksanakan secara continue 4 kali dalam sebulan.

3. Melakukan razia door to door dengan melibatkan seluruh PNS dan Non PNS dilingkungan Dispenda Provinsi Bali.

4. Samdes Beryadnya yang merupakan program inovasi layanan samsat, dengan pola kolaborasi Samsat Keliling dengan kegiatan razia door to door yang pelaksanaannya melibatkan lembaga tradisi (Desa Adat) dan lembaga Pemerintah, dengan mengundang Wajib Pajak yang masih menunggak pajak.

5. Mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 35 Tahun 2016 Tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi berupa bunga, denda PKB dan denda BBNKB yang mulai berlaku tanggal 20 Juni s/d 30 November 2016.

Hal-hal yang disebutkan diataslah yang diharapakan mampu meningkatkan penerimaan PKB guna peningkatan PAD Provinsi Bali. Namun ada yang mesti dicermati lebih lanjut mengenai dikeluarkannya Peraturan Gubernur

(41)

35 Provinsi Bali Nomor 35 Tahun 2016 tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi berupa bunga, denda PKB dan denda BBNKB.

Mengenai sanksi keterlamabatan membayar PKB di provinsi Bali tahun ini segala sanksinya di hapuskan sesuai dengan Peraturan Gubernur No. 35 Tahun 2016 tentang Penguranganan atau Penghapusan Sanksi Administrasi berupa Bunga, Denda Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan denda Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) mulai tanggal 20 Juni 2016. Sebelum dikeluarkannya Peraturan Gubernur tersebut mengenai sanksi bagi setiap orang yang tidak membayar atau terlambat membayar PKB diatur di dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2011 sebagaimana yang telah diubah terkahir kali menjadi Perturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2016 dan Keputusan Kepala Dinas Pendapatan Provinsi Bali Nomor 973/5651/DISPENDA tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Pajak Permukaan Air di Provinsi Bali, yang menyatakan bahwa bagi wajib pajak yang terlambat mendaftarkan kendaraannya dikenakan sanksi administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak dan bagi wajib pajak yang terlambat membayar pajak dikenakan Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari pajak terutang untuk jangka waktu paling lama 15 (lima belas) bulan sejak terutangnya pajak.

Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi berupa bunga, denda PKB dan denda BBNKB bukan merupakan hal baru di Provinsi Bali, pada tahun 2014 pemerintah provinsi Bali juga mengeluarkan Peraturan Gubernur No. 67 Tahun 2014 tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Berupa Bunga, Denda Pajak Kendaraan Bermotor dan Dispensasi Mutasi Ke Bali. Penghapusan ini dimaksudkan untuk meningkatkan partisapasi pembayaran oleh wajib pajak namun pada kenyataannya pengeluaran peraturan penghapusan ini terlalu cepat dikeluarkan mengingat hanya berentang beberapa tahun setelah pertama dikeluarkan di tahun 2104 dan kembali dikeluarkan di tahun 2016. Hal ini akan membawa budaya negatif dimasyarakat, kesadaran pajak masyarakat akan semakin melemah, dan sangat berpotensi mengurangi ketaatan pembayar pajak, para wajib pajak yang selalu taat membayar pajak akan menjadi enggan

(42)

36 membayar pajak PKB karena berpikir pemerintah bakal menghapuskan sanksi administrasi yang diberikan.35

Dampak negatif lainnya adalah dapat menjadi disinsentif bagi kepatuhan karena ada ketidakadilan, hal tersebut dapat terjadi karena para Wajib Pajak patuh telah memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan perpajakan akan termotivasi untuk menjadi tidak patuh karena tidak mendapat penghargaan atas kejujurannya36, sementara di lain pihak, para Wajb Pajak tidak patuh (tax evader) justru diberikan fasilitas berupa penghapusan sanksi administrasi. Maka dari itu Pemerintah Provinsi Bali jika ingin menetapkan kebijakan, pemerintah hendaknya mempertimbangkan efek yang akan ditimbulkan oleh penerapan suatu kebijakan. Pemerintah perlu melihat dalam perspektif baik jangka pendek, maupun jangka panjang sehingga suatu kebijakan pajak yang akan diterpakan suatu kebijakan yang baik dan layak untuk diterapkan. Menurut Schlesinger37 suatu kebijakan pajak yang baik harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu mempunyai pola yang selaras, mempunyai estimasi perhitungan penerimaan pajak jika kebijakan tersebut diterapkan, dapat diimplementasikan secara teknis melalui peraturan perundang-undangan yang praktis, dan memiliki fleksibilitas untuk memadukan metode dan pemikiran dalam pembuatan pajak.

35

Dampak Amnesti Pajak Terhadap Pembayaran Pajak

http://www.detikinfo.com/2016/08/dampak-amnesti-pajak-terhadap.html. Diakses tanggal 2 November 2016

36

Sony Devano & Siti Kurnia Rahayu, Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu, Jakarta : Putra Grafika, 2006, h.139.

37

Eugene R. Schlesinger, “Taxation and Technical Assistance”, dalam Richard M. Bird and Oliver Oldman, Readings on Taxation in Developing Countries, Baltimore; The John Hopkins Press, 1967, h. 528-533

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dengan diadakannya kegiatan KKN-PPM ini, adalah memberikan solusi untuk mengatasi permasalahan pencemaran limbah jerami dan sekam padi yaitu pemberdayaan masyarakat

Jadi Bank membuat permohonan bahwa nasabah ini mengajukan restruktur dari yang awalnya angsurannya sekian menjadi sekian, dengan catatan itu tidak mengubah proyeksi bagi hasil

Pasar secara umum adalah wahana yang baik untuk mengkoordinasikan kegiatan ekonomi... week-1 ekmakro08-ittelkom-mna 70.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air dan kondisi lingkungan fisik perlindungan mata air di wilayah kerja Puskesmas Tabanan I, Kabupaten

Pemberian vitamin E sebelum diberikan paparan heat stress pada kelompok perlakuan (P) terbukti dapat mencegah penurunan fungsi kognitif visuospasial secara signifikan

Perjalanan ziarah adalah alat bantu mengajar, tidak saja mengajar tenang akar-akar Iman yang dimana dengan pengalaman perjalanan ziarah ke tanah suci, para peziarah dapat

Berdasarkan dari hasil perolehan analisis data serta pembahasan dalam penelitian ini, maka bisa disimpulkan hasil penelitian kemampuan membaca permulaan terhadap siswa