• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN UMUM TERHADAP MORAL, MORAL BUSHIDO DAN NOVEL

2. Latar Waktu

1.6 Metode Penelitian

Penelitian adalah investasi yang sistematis, terkontrol, empiris dan kritis dari suatu proposisi hipotesis mengenai hubungan tertentu antar fenomena Kerlinger dalam Erlina (2011:2). Berdasarkan beberapa penelitian yang diungkapkan sebelumnya Dalam penelitian diperlukan proses menganalisis yang merupakan proses menguraikan sebuah pokok masalah dari berbagai bagiannya. Penelahaan juga dilakukan pada satu bagian dan hubungan antar bagian lain dengan fungsi untuk mendapatkan pemahaman yang benar serta pemahaman masalah yang meyeluruh. Tujuan-tujuan dari penelitian diantaranya adalah untuk mengeksplorasi (exploration), mendeskripsi (description), memprediksi

(prediction), mengeksplanasi (explanation), dan aksinya (action).

Dalam melakukan penelitian, maka sangat membutuhkan metode penelitian, yang di pergunakan sebagai salah satu bahan penunjang dalam penulisan. Metode adalah cara pelaksanaan penelitian. Metode yang dipergunakan yaitu Metode Deskriptif. Metode deskriptif menurut Whitney dalam Nazir (1999:63) adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.

Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.

Dalam penulisan ini, penulis menguraikan dan menjelaskan secermat mungkin dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang sudah ada. Yaitu pendekatan moral dan juga dengan mengunkan prinsip-prinsip dasar moral Jepang yang penulis ketahui.

Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi pustaka (library

research) dan teknik simak catat. “Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan

data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, litertur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan (Nazir,1999:111). Studi Kepustakaan mengadakan penelitian dengan cara mempelajari dan membaca literature-literature yang ada hubungannya dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian. Dan untuk menunjang penelitian ini, maka penulis juga menambah referensi dari internet.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Karya sastra adalah bagian dari sebuah karya seni yang dihasilkan dari daya cipta, karsa manusia dimana mengandung nilai seni yang tinggi dan juga merupakan perwujudan pikiran dalam bentuk tulisan. Karya sastra pada hakikatnya merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan tercipta melalui proses yang intensif, selektif dan subjektif. Penciptaan terhadap karya sastra bermula dari pengalaman batin pengarang yang dikonstruksikan dengan imajinasi sehingga akan di hasilkan sebuah karya yang tidak hanya sekedar menghibur, tetapi juga sarat dengan makna. Dalam menciptakan karya sastra, banyak aspek yang harus dipertimbangkan, misalnya aspek keindahan, nilai guna ataupun manfaatnya. Sastra merupakan karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan, penggunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa dan gaya cerita yang menarik (Zainuddin,1992 : 99).

Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Sastra, selain dipergunakan sebagai karya seni yang memiliki budi, imajinasi, dan emosi, sastra juga sebagai karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual dan emosional. Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil suatu pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi,1988:8).

Sastra terbagi menjadi dua yaitu, Puisi dan Prosa. Puisi adalah karya sastra yang terikat dengan kaidah dan aturan tertentu, dan prosa adalah karya sastra yang tidak terikat dan memiliki sifat penguraian seluruh pikiran dan perasaan (Zainuddin,1992:99-101). Contoh puisi adalah pantun dan syair, sedangkan contoh prosa adalah novel, cerita dan drama. Seiring dengan perkembangan dunia sastra, akhir - akhir ini mulai terjadi pembatasan yang tipis antara khayalan dan kenyataan. Oleh sebab itu mulai dibicarakan pembagian sastra yanag lain.

Dalam perkembangan sastra akhir-akhir ini, karya sastra dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu (a) sastra imajinatif, dan (b) sastra non-imajinatif. Sastra imajinatif mempunyai ciri : (a) isinya bersifat khayali, (b)menggunakan bahasa yang konotatif, (c) memenuhi syarat-syarat estetika seni. Sedangkan sastra non-imajinatif mempunyai ciri-ciri: (a) isinya menekankan unsur faktual/faktanya, menggunakan bahasa yang cenderung denotative, (c) memenuhi unsur-unsur estetika seni.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesamaan antara sastra imajinatif dan non-imajinatif adalah masalah estetika seni. Unsur estetika seni meliputi keutuhan, keselarasan, keseimbangan. Sedangkan perbedaannya terletak pada isi dan bahasanya. Isi sastra imajinatif sepenuhnya bersifat khayal/fiktif, sedangkan isi sastra non-imajinantif didominasi oleh fakta-fakta. Selain itu dalam arti kesusasteraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra lisan (oral) dan sastra tulisan. Dan salah satu karya sastra tulisan adalah novel.

Jassin dalam Zulfahnur (1996:67) mengatakan bahwa novel menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari tokoh cerita, dimana kejadian-kejadian itu menimbulkan pergolakan batin yang mengubah perjalanan nasib tokohnya.

Pembagian novel berdasarkan mutunya menurut Zulfahnur (1996:72) dapat dibagi menjadi novel populer dan novel literer. Novel populer adalah novel yang menyuguhkan problema kehidupan yang berkisar pada cinta asmara yang simpel dan bertujuan menghibur. Sedangkan novel literer disebut juga novel serius karena keseriusan atau kedalaman masalah-masalah kehidupan kemanusiaan yang diungkapkan pengarangnya. Dengan demikian, novel ini menyajikan persoalan-persoalan kehidupan manusia secara serius, filsafat, dan langgeng (abadi) yang bermanfaat bagi penyempurnaan dan aripnya kehidupan manusia, disamping pesona hiburan dan nikmatnya cerita.

Salah satu unsur yang ada dalam novel adalah teks. Teks adalah ungkapan bahasa yang menurut isi, sintaksis dan pragmatik merupakan suatu kesatuan yang saling bertautan yang memiliki makna dan juga sebagai pesan dalam situasi komunikasi (Luxemberg dkk,1992:90). Sedangkan menurut Halliday (1992:13-14) teks adalah bahasa, tutur ataupun tulisan atau juga bentuk-bentuk sarana yang kita gunakan untuk menyatakan apa saja yang dipikirkan, yang memiliki makna-makna atau terdiri dari satuan makna-makna.

Karya sastra senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Sifat-sifat luhur kemanusiaan tersebut pada dasarnya bersifat universal. Artinya sifat-sifat itu dimiliki dan di yakini kebenarannya oleh manusia sedunia. Pesan moral biasanya dikaitkan dengan agama.

Menurut Mill dalam Hazlitt (2003:427) agama senantiasa menerima kepercayaan yang luas untuk mempertahankan moralitas, karena manakala moralitas itu diajarkan secara formal, hampir selalu sebagai moralitas

sebagaimana yang diajarkan agama. Motif utama bagi moralitas adalah pendapat yang baik.

Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu

perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk dalam kehidupan (Burhan, 1995: 320).

Menurut Kenny dalam Burhan (1995:321) Moral dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis yang dapat diambil dan ditafsirkan lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Jenis dan atau wujud pesan moral yang terdapat dalam karya sastra akan bergantung pada keyakinan, keinginan, dan interes pengarang sebagai suatu saran.

Moral berhubungan dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh manusia, yang berkenaan dengan sifat baik dan buruk. Sedangkan agama lebih menunjukkan pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi dan juga sebagai sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan hal-hal yang diluar jangkauannya, yang memberikan jaminan dan keselamatan bagi manusia dalam mempertahankan moralnya.

Pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dan pesan-pesan moral yang disampaikan oleh pengarang melalui cerita, sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang ada dalam sebuah karya sastra.

Karakter moral rakyat Jepang dibentuk sejak mereka kecil. Prinsip moral yang mereka anut terdiri dari empat elemen moral, yaitu On, Gimu, Giri dan Ninjo. Keempat unsur ini tidak diajarkan di bangku sekolah dasar. Menurut,

Benedict ( 1982:121 ) On berarti rasa hutang budi. Gimu, berarti kewajiban. Giri,

adalah kebaikan. Ninjo, adalah rasa kasih sayang. Dengan prinsip On, seseorang akan merasa berutang setiap kali orang lain berbuat baik padanya. Jika seseorang menerima On, maka orang tersebut akan berkewajiban untuk membayarnya yang disebut Gimu. Dengan prinsip Ninjo, seseorang akan membantu temannya atau keluarganya semampunya. Dan prinsip giri mengajarkan rasa empati terhadap sesama. Dengan prinsip ini, seseorang akan merasa semua manusia adalah satu dan sama, di bawah perbedaan yang telah diatur oleh karma.

Berbicara mengenai etika tradisional bangsa Jepang, akan terdapat suatu hal yang menonjol yaitu memiliki unsur budaya berupa semangat samurai atau etika bushido yang telah tertanam dalam diri masyarakat Jepang yang dapat memberikan suatu motivasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat Jepang, baik dari perubahan dalam bidang politik, pendidikan, ekonomi, sumberdaya manusia, dan penguasaan dalam bidang teknologi dan industri dimana tidak dapat dipisahkan ini merupakan warisan dari nilai samurai yang selalu melekat dalam masyarakat Jepang. Pada zaman feodal di Jepang, terdapat golongan elit yang disebut dengan bushi. Kaum bushi ini memiliki falsafah hidup yang disebut dengan bushido. Golongan samurai yang rela memberikan nyawanya pada tuannya, karena dianggap suatu kehormatan apabila rela mati demi tuannya.

Istilah bushido yang digunakan untuk menggambarkan etika status kelas samurai atau bushi. Menurut Suryohadiprodjo ( 1981 : 31 ), busido adalah suatu kode etik kaum samurai yang tumbuh sejak terbentuknya samurai. Sumbernya adalah pelajaran agama Budha, khususnya ajaran Zen dan Shinto. Bushido mengandung keharusan samurai untuk senantiasa memperhatikan: kejujuran, keberaniaan, kebajikan atau murah hati, kesopanan atau hormat, keadilan, kesungguhan atau integritas, kehormatan atau martabat, dan keseniaan.

Salah satu karya sastra yang penulis anggap mengandung pesan moral, yang akan ditelaah teksnya adalah terdapat dalam novel dengan judul Uesugi Kenshin Daimyo Legendaris dari Kasugayama ditulis oleh Eiji Yoshikawa. Novel ini menceritakan tentang kehidupan seorang samurai yang banyak melahir pesan-pesan moral pada masa era kepemimpinannya, meskipun istananya diserang dan di bumi hanguskan oleh klan musuh namun dia tetap sabar dan tabah dalam menghadapi cobaan yang di hadapinya, dia tidak tergesa-gesa dalam mengambil suatu tindakan. Sebagai seorang pemimpin dia memiliki sifat yang patut di contoh, sifat kesabaran, tidak gampang marah, dan berfikir lebih dulu dalam mengabil suatu tindakan sehingga tidak merugikan orang lain dan pasukannya sendiri. Dalam keadaan genting dia masih bisa tertawa dan bercanda pada pengikutnya, dia tidak memperlihatkan kepanikan pada pengikutnya, dia tetap memberi semangat dan motivasi, agar tetap sabar dan tetap mengendalikan kemarahan dan emosi. Peristiwa ini terjadi pada tahun ( 1561M ) di Shinano, pertempuran ini di sebut pertempuran Kawanakajima tahun ( 1561-1573M ).

Pesan-pesan moral yang ditujukan dalam novel ini adalah moral hidup, yang menunjukkan sikap-sikap kepribadian yang kuat ini terdapat dalam moral

Bushido, seperti halnya kejujuran sebagai suatu kekuatan resolusi, keberanian

merupakan kemampuan untuk mengatasi setiap keadaan dengan keberanian dan keyakinan, kemurahan hati/kebajikan merupakan semangat dalam membangun kaum samurai dan mencegah mereka dalam berbuat sewenang-wenang, kesopanan yang berkenaan dengan prilaku yang pantas kepada orang lain, kekuasaan ataupun kekuatannya untuk hal-hal yang tidak wajar, kehormatan/harga diri yang mencerminkan bertambahnya pengalaman hidup dan reputasi serta kesetiaan dalam menjalankan tugas yang diberikan oleh tuannya. Pesan moral yang terkandung dalam novel ini ada kaitannya juga dengan kebudayaan dan masyarakat Jepang.

Setelah membaca novel ini, penulis menemukan suatu yang menarik untuk dianalisis. Karena dalam novel ini, penulis banyak menemukan pesan-pesan moral yang terdapat pada masyarakat Jepang. Salah satunya dapat dilihat melalui cuplikan sebagai berikut:

Kenshin :”Kemari, mendekatlah.” Kau suka minum sake, kan?

Kemana saja kau sejak tadi pagi, padahal hari ini kesempatan bagus untuk minum sepuasnya ternyata kau cukup ceroboh, tidak sesuai dengan ucapanmu sendiri.”

Hahaha...

Konoe Sakitsugu :“Anda sering datang demi menghormati Istana Tidakkah Anda mengkhawatirkan keadaan negeri

Anda selama ditinggal? Apakah pertahan negeri

Anda sudah cukup baik?”

Kenshin : ”Datang ke ibukota demi menunjukkan rasa hormat sama sekali bukan masalah jika negeri hamba dibiarkan begitu

saja.”

Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-2 era Eiroku ( 1559M ) di Kyoto. Dari cuplikan dapat dilihat makna indeksikal dari etika bushido, hubungannya dengan

On yang berarti hutang budi, Kenshin merasa berhutang budi kepada Shogun

Ashikaga Takauji ( 1336M ) karena masih di percaya sebagai daimyo, dia adalah seorang daimyo yang selalu mengabdi, Gimu sebagai seorang daimyo Kenshin mempunyai rasa tanggung jawab, Giri baik, selalu baik terhadap sesama tergambar dari tutur katanya, Ninjo mempunyai rasa kasih sayang terhadap sesama, dapat dilihat saat Kenshin datang ke istana dia tidak merasa takut meninggalkan negerinya meskipun pertahanan negerinya tidak begitu kuat. Tetapi sebagai seorang daimyo dia lebih menghormati istana, tidak khawatir negerinya akan diserang oleh klan lain.

1.2 Perumusan Masalah

Sesuai dengan judul skripsi yaitu, “Analisis Moralitas Kesetiaan Tokoh Utama Novel Uesugi Kenshin Karya Eiji Yoshikawa, maka skripsi ini akan membahas tentang moralitas kehidupan yang tergambarkan dalam novel karangan Eiji Yoshikawa. Novel ini terjadi pada zaman feodal tepatnya pada zaman Muromachi (1136-1637M) ada seorang pemimpin yang menjunjung tinggi moralitas. Sebagai seorang pemimpin Uesugi mampu membimbing moral para pengikutnya agar tetap bersikap tenang dan sabar dalam menghadapi suatu tugas dari Shogun.

Sebagai seorang daimyo dan samurai sejati, Kenshin tentu tak dapat mengelak untuk mengabdi sepenuh hati. Apalagi ketika dia telah mendapat mandat dari Kaisar untuk mengatasi kerusuhan dan menaklukkan negeri-negeri yang mengacaukan Jepang. Karena itu, demi menjunjung tinggi kehormatan Kaisar, Kenshin berikrar untuk berjuang hingga napas terakhir. Maka tak ada pilihan lain, waktu klan Hojo menyerang negeri-negeri kecil, Kenshin memanggul senjata dan mengerahkan pasukan mengepung Hojo.

Tapi, saat Kenshin memanggul tugas berat dari Kaisar itu, Takeda Shingen yang menjadi musuh Kenshin justru menyerang dan membumi hanguskan Kastel Warigadake kastel milik Uesugi Kenshin. Padahal, antara Echigo dan Kei telah terikat perjanjian damai. Ulah Singen itu pun dianggap sebagai sebuah pengkhianat dan pasukan Echigo pun geram. Tetapi, Kenshin dengan tenang menarik pasukan Echigo pulang dari ekspedisi lantas masuk ke kastel

Kasugayama sebagai pertanda mengalah. Para punggawa Kenshin menelan kekecewaan. Apalagi Kenshin setelah itu mengutus Saito Shimotsuke pergi ke Kofu untuk melakukan perundingan (damai).

Uesugi Kenshin memang dikenal sebagai seorang daimyo yang brilian, cerdik dan berjiwa besar. Sebagian besar orang, tak memungkiri jika permusuhan antara Kenshin dan Shingen itu dipicu dari kedatangan Yoshikiyo, keturunan Minamoto Yoriyoshi yang datang minta perlindungan setelah negerinya dihancurkan Shingen dan seluruh keluarganya mati. Tahun demi tahun berlalu, peperangan antara klan Uesugi (Kenshin) dan Klan Takeda (Shingen) terjadi di beberapa tempat dan seakan tanpa henti.

Akibat perang itu, negeri Echigo dan Kai dipenuhi istri tanpa suami juga anak tanpa ayah semuanya dilakukan sebagai rasa bentuk kesetiaan bawahan pada atasan. Itulah harga mahal dari sebuah perang yang harus dibayar demi sebuah kekuasaan.

Tetapi, bagi pemimpin seperti Kenshin, di balik kenestapaan peperangan itu termaktum "impian dan tujuan besar" demi memberantas kejahatan, membangun masa depan, dan mewujudkan perubahan yang memang tak dapat dihindari dan hal itu hanya bisa diwujudkan lewat perang. Meski, dalam peperangan itu darah ditumpahkan, prajurit dikuburkan, tapi semua itu demi tugas mulia memberantas kejahatan, membangun masa depan Jepang, dan bentuk rasa kesetianaan pada atasan.

Dari uraian di atas kita dapat melihat pesan-pesan moral yang ingin disampaikan pengarang. Untuk memudahkan arah sasaran yang ingin dikaji, maka masalah penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan berikut ini:

3. Bagaimana prinsip-prinsip moral yang ada dalam masyarakat Bushi? 4. Bagaimana kesetian bertingkat dari atas sampai bawah yang dihubungkan

dengan pesan moral yang disampaikan oleh pengarang dalam novel Uesugi Kenshin?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Sesuai dengan judul analisis tokoh utama dalam novel Uesugi Kenshin daimyo legendaris dari Kasugayama karya Eiji Yoshikawa dilihat dari pendekatan Moralitas. Edisi 2012 yang diterjemahkan langsung oleh Ribeka Ota dari bahasa Jepang ke bahasa Indonesia, terdiri dari 388 halaman. Kaitannya dengan moralitas adalah dalam keadaan sedih dan terluka karena negerinya diserang dan di bumi hanguskan oleh Takeda Shingeng, ada beberapa cuplikan yang penulis ambil dalam novel tersebut, moral kesetiaan Shogun kepada Kaisar ada lima cuplikan, moral kesetian Daimyo kepada Shogun ada lima cuplikan, moral kesetian Rakyat biasa kepada Daimyo ada tujuh cuplikan, moral kesetian seluruh Masyarakat Jepang kepada Kaisar ada enam cuplikan Kenshin yang dengan penuh rasa kesetiaan pada Istana, dia tetap menyanggupi tugas dari sang kaisar untuk melaksanakan tanggung jawab sebagai seorang daimyo.

Sebagai seorang daimyo dan samurai sejati, Kenshin tentu tak dapat mengelak untuk mengabdi sepenuh hati kepada kaisar. Apalagi ketika dia telah mendapat mandat dari Kaisar untuk mengatasi kerusuhan dan menaklukkan negeri-negeri yang mengacaukan Jepang. Karena itu, demi menjunjung tinggi kehormatan Kaisar, Kenshin berikrar untuk berjuang hingga napas terakhir. Maka

tak ada pilihan lain, waktu klan Hojo menyerang negeri-negeri kecil, Kenshin memanggul senjata dan mengerahkan pasukan mengepung Hojo.

Tapi, saat Kenshin memanggul tugas berat dari Kaisar itu, Takeda Shingen justru menyerang dan membumihanguskan Kastel Warigadake kastel milik Uesugi Kenshin. Padahal, antara Echigo dan Kei telah terikat perjanjian damai. Ulah Singen itu pun dianggap sebagai sebuah pengkhianat dan pasukan Echigo pun geram. Tetapi, Kenshin dengan tenang menarik pasukan Echigo pulang dari ekspedisi lantas masuk ke kastel Kasugayama sebagai pertanda mengalah. Para punggawa Kenshin menelan kekecewaan. Apalagi Kenshin setelah itu mengutus Saito Shimotsuke pergi ke Kofu untuk melakukan perundingan (damai).

Tetapi, bagi pemimpin seperti Kenshin, di balik kenestapaan peperangan itu termaktum "impian dan tujuan besar" demi memberantas kejahatan, membangun masa depan, dan mewujudkan perubahan yang memang tak dapat dihindari dan hal itu hanya bisa diwujudkan lewat perang. Meski, dalam peperangan itu darah ditumpahkan, prajurit dikuburkan, tapi semua itu demi tugas mulia memberantas kejahatan dan membangun masa depan Jepang.

Dari berbagai permasalahan - permasalahan yang ada maka penulis perlu membatasi agar masalah penelitian tidak terlalu luas dan berkembang terlalu jauh, sehingga penulisan dapat terarah dan terfokus. Penelitian ini akan membahas tentang moral bushido yang terkandung dalam novel “uesugi kenshin” melalui

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Karya sastra adalah sebagai penggambaran dunia dan kehidupan manusia.

kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah “kebenaran”

penggambaran, atau apa yang ingin digambarkan pengarang ke dalam karyanya. Melalui penggambaran tersebut pembaca dapat menangkap gambaran seorang pengarang mengenai dunia sekitarnya, apakah itu sudah sesuai dengan hati nuraninya atau belum ( Pradopo, 2003: 26). Dari pendapat tersebut bahwa karya sastra merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam dunia nyata yang disampaikan oleh penulis melalui karya sastra tulisan. Dan salah satu hasil dari karya sastra tulisan adalah adalah novel.

Novel adalah karangan yang panjang dan berbentuk prosa dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (Depdikbud, 1989:618). Dalam sebuah novel pasti terdiri dari kumpulan-kumpulan teks.

Menurut Barthes dalam Ratna (2005:218) teks adalah kumpulan kata-kata yang mengandung makna. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Halliday (1992:13-14) menurutnya teks adalah bahasa, tutur ataupun tulisan atau juga bentuk-bentuk sarana yang kita gunakan untuk menyatakan apa saja yang dipikirkan, yang memiliki makna-makna atau terdiri dari satuan makna.

Moral adalah perbuatan/tingkah laku seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan

lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama.

Di dalam novel Uesugi Kenshin tersirat pesan moral yang ingin disampaikan sipengarang melalui teks-teksnya. Seperti sikap moral untuk menjaga selalu sabar dan tabah dalam menghadapi cobaan. Kemudian moralitas untuk selalu bersikap tegar dan tidak mengambil keputusan yang terburu-turu, berfikir terlebih dahulu dalam mengabil suatu keputusan atau kebijakan agar tidak merugikan diri kita dan orang lain.

1.4.2 Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan landasan atau titik tolak untuk menganalisis atau meniliti suatu permasalahan. Untuk meniliti dan menganalisis karya sastra