• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN Lokasi, Waktu, dan Metode Penelitian

Lokasi penelitian dipilih secara purposive yaitu pabrik gula di Indonesia. Pabrik gula tersebut dikuasai oleh pemerintah melalui BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan swasta. Semua pabrik gula tersebut berperan untuk mengolah tebu milik petani maupun tebu sendiri (pabrik gula) yang kemudian diolah menjadi gula untuk konsumsi masyarakat. Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai November 2012. Metode penelitian dilakukan dengan sensus.

Metode Pengambilan Sampel dan Teknik Pengambilan Data

Populasi pabrik gula nasional berjumlah 60 pabrik dimana pabrik gula negara berjumlah 51 pabrik dan pabrik gula swasta berjumlah 9 pabrik. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive pada pabrik gula yang mengijinkan penelusuran data. Pabrik gula yang bersedia mengijinkan penelusuran data berjumlah 26 pabrik gula. Pabrik gula yang tidak mengijinkan penelusuran data karena ada beberapa pertimbangan, yaitu: jadwal pengumpulan data tepat pada jadwal penggilingan gula di pabrik sehingga dikhawatirkan akan menggangu proses produksi dan sifat kerahasiaan data yang sangat sensitif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melalui wawancara terhadap seseorang yang berwenang untuk mengeluarkan data yang diperlukan pada penelitian.

Tabel 6 Pangsa produksi gula dan gula tetes pada sampel pabrik gula tahun 2006-2011

Tahun

Produksi gula (ribu ton)

Pangsa (persen)

Produksi gula tetes (ribu ton)

Pangsa (persen) Sampel

pabrik gula Indonesia

Sampel

pabrik gula Indonesia

2006 1,185.95 2,307.03 51.41 767.29 1,319.79 58.14 2007 1,258.15 2,448.14 51.39 889.45 1,499.72 59.31 2008 1,365.86 2,580.09 52.94 835.22 1,339.39 62.36 2009 1,184.21 2,299.50 51.50 710.81 1,337.69 53.14 2010 1,171.40 2,290.12 51.15 887.83 1,553.77 57.14 2011 1,155.98 2,133.54 54.18 767.54 1,376.66 55.75 Rata-rata 1,220.26 2,343.07 52.09 809.69 1,404.50 57.64 Diolah dari Lampiran 1 dan Tabel 1

Pangsa produksi sampel pabrik gula dari tahun 2006 sampai tahun 2011 disajikan pada Tabel 6. Pabrik gula yang berjumlah 26 pabrik mempunyai rata-rata pangsa produksi gula sebesar 52.09 persen dari total produksi gula Indonesia. Pangsa produksi gula tetes pada pabrik gula tersebut sebesar 57.06 persen dari total produksi gula Indonesia. Kedua pangsa produksi tersebut sudah di atas 50.00 persen sehingga layak menjadi gambaran produksi gula di Indonesia.

Data dari pabrik gula tersebut akan diklasifikan berdasarkan kapasitas produksi, usia mesin, dan kepemilikan tebu. Pabrik gula berdasarkan kapasitas produksi akan dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: pabrik gula kapasitas produksi di bawah 3000 ton tebu hari (kapasitas kecil), pabrik gula kapasitas produksi di bawah 3000 tetapi di atas 5000 ton tebu hari (kapasitas sedang), dan pabrik gula kapasitas di atas 5000 ton tebu hari (kapasitas besar).

Pabrik gula berdasarkan usia mesin dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu: pabrik gula usia mesin di bawah 30 tahun dan pabrik gula usia mesin di atas 30 tahun. Pabrik gula usia mesin di bawah 30 tahun pada penelitian ini berjumlah enam pabrik gula yang terdapat pada pabrik gula bernomor 1, 2, 8, 18, 22, dan 26. Sisanya pabrik gula usia mesin di atas 30 tahun. Asumsi usia 30 tahun tersebut diambil dari pernyataan ISO (2005) yang menyatakan pabrik gula di negara produsen mulai mengganti mesin sekitar 30 tahun yang lalu untuk menghemat penggunaan bahan bakar.

Pabrik gula berdasarkan lokasi akan dibagi kedalam dua kelompok, yaitu: pabrik gula Jawa dan luar Jawa. Pabrik gula luar Jawa berjumlah tiga pabrik yang terletak pada pabrik gula bernomor 3, 6, dan 26. Sisanya pabrik gula Jawa berjumlah 23 pabrik gula yang terletak selain dari pabrik gula bernomor di atas.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah data time series. Data time series yang akan digunakan pada penelitian ini adalah data tenaga kerja, tebu, bahan bakar, kapasitas produksi, gula, dan gula tetes. Rentang waktu data

time series dari tahun 2006 sampai tahun 2011.

Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder (secondary data sources). Sumber data sekunder adalah data yang telah dipublikasikan dan dikumpulkan untuk tujuan penelitian yang sedang dilakukan. Sumber data sekunder dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: sumber internal dan eksternal. Sumber data internal adalah data yang dikumpulkan berasal dari pabrik gula yang telah mengijinkan penelusuran data dilakukan sedangkan data eksternal adalah data yang dikumpulkan berasal dari luar pabrik gula yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Data sekunder dari internal dan eksternal akan disajikan berdasarkan nomor dan bukan nama pabrik gula supaya sesuai dengan etika penulisan mengenai perusahaan.

Sumber data sekunder eksternal, yaitu:

1. Statistik Perkebunan Indonesia, Tebu, diterbitkan oleh Ditjenbun

2. Statistik Produksi Gula diterbitkan oleh Dewan Gula Indonesia (DGI) dan Asosiasi Gula Indonesia (AGI)

Model dan Analisis Data Analisis Efisiensi Teknis

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model data

envelopment analysis (DEA). Spesifikasi pertama berhubungan dengan pemilihan

variabel input dan output pada model DEA. Jenis input atau output pada umunya dibedakan atas dua, yaitu: input atau output yang dapat dikontrol (controllable) atau sering disebut dengan discretionary input atau output sedangkan input atau output yang tidak dapat dikontrol (uncontrollable) atau sering disebut dengan

non-discretionary input atau output. Contoh discretionary input adalah jumlah

tenaga kerja, tebu, dan lain-lain sedangkan contoh non-discretionary input adalah kualitas tenaga kerja, tebu, dan lain-lain.

Permasalahan yang sering terjadi pada penanganan variabel

non-discretionary input dimana banyak peneliti memiliki sudut pandang bahwa input

yang tidak dikontrol harus dilakukan modifikasi input supaya input tersebut dapat diukur (dikontrol). Contoh modifikasi input pada kualitas tenaga kerja terletak pada tenaga kerja yang dikatakan ahli atau terdidik apabila sudah menyelesaikan pendidikan di universitas dan sebaliknya. Modifikasi input tersebut akan memudahkan pengukuran input dalam penelitian.

Modifikasi input tersebut ternyata tidak diijinkan oleh peneliti lain karena hasil penelitian akan menyimpang (bias). Penyimpangan terjadi ketika menentukan kualitas tenaga kerja yang baik atau tidak dimana ada beberapa

peneliti yang menyebutkan kualitas tenaga kerja dinilai dari latar belakang pendidikan tetapi penelitian lain menyebutkan kualitas tenaga kerja diniliai dari kemampuan tenaga kerja dalam melakukan adopsi teknologi input lainnya atau melakukan inovasi. Perbedaan sudut pandang tersebut akan membuat seorang peneliti kesulitan melakukan penelitian lebih lanjut atau kebenaran dari penelitian tersebut. Boussofiane et al. (1991) dan Coelli et al. (1998) menyarankan seorang peneliti yang menggunakan discretionary input supaya masalah modifikasi input yang tergantung dari sudut pandang peneliti tidak terjadi sehingga hasil penelitian yang dihasilkan mewakili keadaan sebenarnya.

Input dan output yang dipilih pada penelitian ini tergolong pada

discretionary input karena dapat dikontrol. Input yang digunakan oleh pabrik gula

terdiri dari: jumlah tebu diukur dalam ton, tenaga kerja diukur dalam orang, kapasitas mesin penggiling tebu diukur dalam ton tebu per hari, dan bahan bakar diukur dalam ton. Input yang bermasalah dalam pengukuran hanya terletak pada bahan bakar karena masalah konversi satuan. Bahan bakar yang digunakan dalam pabrik gula ada dua yaitu ampas tebu dan solar akan tetapi ampas lebih banyak digunakan sebagai bahan bakar dari pada solar sehingga solar yang digunakan harus dikonversi ke ampas tebu melalui nilai massa kalor (panas). Ampas tebu memiliki nilai massa panas (kalor) setara 1777 kilo kalori per kilogram dan solar memiliki nilai massa panas setara 9270 kilo kalori per kilogram (Saechu 2012). Penyetaraan konversi dari kedua bahan bakar tersebut adalah satu ton ampas setara dengan 191 liter solar. Output yang digunakan oleh pabrik gula terdiri dari: gula diukur dalam ton dan gula tetes (molases) diukur dalam ton. Oleh karena itu, variabel input atau output yang dipilih telah sesuai dengan petunjuk Boussofiane

et al. (1991) dan Coelli et al. (1998).

Spesifikasi kedua berhubungan dengan pemilihan model DEA yang terdapat pada perangkat lunak (software) yang akan digunakan untuk menganalisis variabel input dan output. Model DEA dalam software DEAP 2.1 ada tiga, yaitu: DEA one-stage, DEA two-stage, dan DEA multi-stage. Peneliti menggunakan DEA multi-stage karena ada rekomendasi dari beberapa peneliti lain yang mengatakan DEA multi-stage lebih tepat digunakan karena ada beberapa faktor. Faktor pertama adalah identifikasi efisiensi dengan pendekatan DEA multi-stage sesuai dengan sumber inefisiensi dari proses produksi (pengolahan input menjadi output) yang dilakukan oleh perusahaan atau unit pengukuran dari setiap input atau ouput tidak bervariasi dengan model matematika yang dirumuskan oleh peneliti. Faktor kedua adalah kehadiran slack

movement dan radial movement (pergerakan pengurangan input atau output) pada

DEA multi-stage dari ukuran sampel yang besar akan terlihat dengan jelas atau menepis tanggapan bahwa kehadiran slack hanya terlihat pada ukuran sampel yang kecil. Radial movement adalah pengurangan input yang harus dilakukan sehingga perusahaan yang tidak efisien menjadi efisien. Slack movement adalah kondisi perusahaan yang sudah efisien versi radial movement untuk berubah menjadi lebih efisien. Manfaat dari slack sangat penting karena akan kelihatan alokatif inefisiensi dari suatu proses produksi yang terjadi pada setiap pabrik gula (Baker et al 2009).

Efisiensi teknis pertama yang disajikan adalah efisiensi teknis keseluruhan (OTE). Efisiensi ini berdasarkan model DEA asumsi CRS (constant return to

Kendala:

Dimana: : efisiensi teknis input; : penambahan (slack) output pabrik gulak; : pengurangan (slack) input pabrik gulak; : input pabrik gulak; : kapasitas produksi (ton tebu per hari); : total tenaga kerja (orang); : total tebu (ton); : total bahan bakar (ton); : output pabrik gulak; : total gula (ton); : total gula tetes (ton); : angka non-Archimedean; : vektor pabrik gulak; : target input; : target output

Efisiensi produksi yang kedua adalah efisiensi teknis murni atau pure

technical efficiency (PTE) berdasarkan model DEA asumsi VRS (variable return to scale). Penambahan persamaan pada persamaan (4.1) akan memperoleh nilai PTE yang disimbolkan dengan . Hal tersebut dilakukan karena DEA asumsi VRS memperhatikan kendala teknologi faktor produksi pabrik gula. Efisiensi produksi yang ketiga adalah skala efisiensi atau scale

efficiency (SE). SE merupakan rasio antara efisiensi teknis keseluruhan (OTE)

terhadap efisiensi teknis murni (PTE) dan bentuk persamaannya menjadi . Pengukuran efisiensi pada model DEA berdasarkan penggunaan input setiap pabrik gula. Pernyataan pabrik gula yang efisien dan tidak efisien berdasarkan input aktual yang dihubungkan dengan target input pada model DEA. Model untuk penggunaan input pabrik gula sebagai berikut:

;

Dimana: : efisiensi teknis input; : target input; : input aktual pabrik gulak; : pengurangan input; : target output; : output aktual pabrik gulak; : penambahan output.

Skala produksi bermanfaat untuk melihat daerah produksi pabrik gula nasional yang dilihat dari vektor pabrik gula . Vektor tersebut menandakan target penggunaan input pada pabrik gula yang tidak efisien atau efisien berdasarkan petunjuk penggunaan input dari pabrik gula yang efisien. Rumus skala produksi sebagai berikut:

Dimana: : target penggunaan input pada pabrik gula yang efisien: : penggunaan input pabrik gula yang efisien.

Input tersebut akan diolah pada perangkat lunak DEAP 2.1 sesuai rekomendasi Coelli et al. (1998). Data yang diperoleh dari pabrik gula dari tahun 2006 sampai tahun 2011 akan diolah setiap tahunnya sehingga diperoleh penilaian efisiensi setiap tahun. Lampiran 10 menyajikan langkah yang dilakukan untuk mengolah data tersebut.

Analisis Faktor Penentu Efisiensi Teknis

Nilai efisiensi yang dikeluarkan oleh model DEA akan digunakan sebagai variabel dependen sedangkan faktor yang mempengaruhi efisiensi digunakan sebagai variabel independen. Variabel independen yang digunakan adalah rasio tebu rakyat terhadap total tebu, rasio staf terhadap tenaga kerja, usia mesin, dan jam berhenti produksi. Penyusunan model untuk variabel dependen dan independen berdarkan pabrik gula dan tahun. Model regresinya sebagai berikut:

Jika:

Dimana: : efisiensi teknis pabrik gula; : efisiensi teknis pabrik gula efisien; : rasio rendemen tebu rakyat dan sendiri (persen); : kapasitas produksi (ton tebu hari); : usia mesin (tahun); : lokasi tebu pabrik gula dimana variabel dummy pabrik gula Jawa adalah satu dan variabel dummy pabrik gula luar Jawa adalah nol; : komponen galat (error term); : komponen galat pabrik gula; : komponen galat tahun; i: pabrik gula (1,….,m); t: tahun (1,….,n)

Model di atas merupakan model random effects. Model tersebut bermanfaat untuk mengamati komponen galat (error term) untuk menjelaskan variabel independen yang tidak dimasukkan ke dalam model, komponen non-linearitas antara variabel dependen dan independen, kesalahan pengukuran pada saat observasi, dan kejadian yang sifatnya acak (Pyndick et al. 1998)

Model random effects di estimasi dengan maximum likelihood estimator (MLE). MLE bermanfaat untuk mengestimasi pendugaan seluruh koefisien atau parameter ( ) kecuali , komponen galat ( ), varians dan . Estimasi tersebut ada dua uji, yaitu: uji z statistik dan likelihood ratio (LR). Uji z statistik bermanfaat untuk melihat pengaruh setiap variabel independen terhadap variabel dependen. Uji LR bermanfaat untuk melihat semua variabel independen secara serentak berpengaruh atau tidak pada variabel dependen. Perangkat lunak (software) untuk menganalisis faktor penentu efisiensi adalah STATA 12.

Definisi Operasional Variabel

Variabel penelitian yang digunakan pada penelitian ini merupakan input, output, dependen, dan independen. Definisi operasional terdiri dari:

1. Variabel Input

Kapasitas produksi yang digunakan adalah kapasitas giling inlusif. Kapasitas giling inklusif adalah kemampuan mesin menggiling dan mengolah tebu per hari pada saat mesin bekerja tanpa memperhitungkan jam berhenti mesin. Satuan yang digunakan adalah ton tebu hari.

b. Tenaga kerja

Tenaga kerja yang dimaksud adalah jumlah pegawai yang bekerja di lingkungan pabrik gula tanpa membedakan status tenaga kerja. Satuan yang digunakan pada tenaga kerja adalah orang.

c. Tebu

Tebu yang dimaksud adalah tebu yang dihasilkan oleh petani dan pabrik gula kemudian digiling di pabrik gula untuk menjadi gula yang diukur dengan ton.

d. Bahan bakar

Bahan bakar yang dimaksud adalah ampas dan solar yang digunakan oleh pabrik gula. Ampas tebu merupakan bahan bakar yang dominan digunakan oleh pabrik gula. Oleh karena itu, penambahan solar harus dikonversi ke dalam ampas. Standar konversi yang digunakan satu ton ampas setara dengan 191.000 liter solar (Saechu 2012). Satuan yang dipakai pada bahan bakar adalah ton.

2. Variabel Output a. Gula

Gula yang dihasilkan oleh setiap pabrik dari proses penggilingan tebu dinyatakan dalam ton.

b. Gula Tetes

Gula tetes merupakan produk sampingan dari gula. Satuan yang digunakan adalah ton.

3. Variabel Dependen

Variabel yang termasuk variabel dependen merupakan nilai efisiensi yang dikeluarkan oleh model DEA. Nilai efisiensi model DEA yang mewakili efisiensi teknis yaitu efisiensi teknis keseluruhan (OTE).

4. Variabel Independen

a. Rasio rendemen tebu rakyat dan sendiri.

Rasio tersebut menunjukkan perbandingan antara rendemen tebu rakyat dan rendemen tebu sendiri. Rendemen tebu merupakan rasio antara bobot gula dan tebu. Satuan yang digunakan adalah persen.

b. Usia mesin

Usia mesin berdasarkan tahun mesin digunakan di pabrik gula nasional. Satuan usia mesin adalah tahun.

c. Kapasitas produksi

Kapasitas produksi yang digunakan adalah kapasitas giling inlusif. Kapasitas giling inklusif adalah kemampuan mesin menggiling dan mengolah tebu per hari pada saat mesin bekerja tanpa memperhitungkan jam berhenti mesin. Satuan yang digunakan adalah ton tebu hari.

d. Lokasi pabrik gula

Lokasi pabrik gula dibagi kedalam dua kelompok, yaitu pabrik gula Jawa dan luar Jawa. Variabel dummy untuk pabrik gula Jawa adalah satu sedangkan variabel dummy untuk pabrik gula luar Jawa adalah nol.

5 PEMBAHASAN

Karakteristik Produksi Pabrik Gula Nasional

Pabrik gula nasional yang diteliti pada penelitian ini berjumlah 26 pabrik gula yang tersebar di Jawa dan Sumatera. Berdasarkan status kepemilikan, pabrik gula swasta yang termasuk ke dalam penelitian ini berjumlah tiga pabrik gula, yaitu: pabrik gula bernomor 1, 2, dan 26. Pabrik gula yang dimiliki oleh negara berada di bawah Perseroan Terbatas Perusahaan Negara (PTPN) yang bernomor selain dari pabrik gula swasta.

Karakteristik produksi pabrik gula nasional pada Tabel 7 mendeskripsikan tentang variabel produksi dan faktor penentu efisiensi berdasarkan minimum, maksimum, rata-rata (mean), dan standar deviasi. Karakteristik produksi yang pertama terkait variabel produksi terdiri dari input yang digunakan dan output yang dihasilkan oleh pabrik gula nasional. Adapun variabel produksi sebagai berikut:

a) Minimum dan maksimum gula yang dihasilkan pabrik gula nasional masing-masing sebesar 138,850.50 dan 197,686.67 ton per tahun. Mean gula sebesar 46,932.98 ton per tahun. Variasi nilai minimum dan maksimum menyebabkan penyimpangan nilai mean (standar deviasi) untuk gula sebesar 40,450.63 ton per tahun.

b) Minimum dan maksimum gula tetes yang dihasilkan pabrik gula nasional masing-masing sebesar 9,346.67 dan 98,654.00 ton per tahun. Mean gula tetes sebesar 31,141.87 ton per tahun. Variasi nilai minimum dan maksimum menyebabkan penyimpangan nilai mean (standar deviasi) untuk gula tetes sebesar 23,133.27 ton per tahun.

c) Minimum dan maksimum tenaga kerja masing-masing sebesar 582.33 dan 1,781.00 orang per tahun. Mean dan standar deviasi tenaga kerja masing-masing sebesar 1,009.90 dan 266.98 orang per tahun.

d) Minimum dan maksimum kapasitas produksi masing-masing sebesar 1,292.33 dan 10,489.17 ton tebu hari per tahun. Mean dan standar deviasi tenaga kerja masing-masing sebesar 3,688.28 dan 2,353.38 ton tebu hari.

e) Minimum dan maksimum tebu masing-masing sebesar 189,084.50 dan 2,229.025.17 ton per tahun. Mean dan standar deviasi tebu masing-masing sebesar 631,994.84 dan 489,742.33 ton per tahun.

f) Minimum dan maksimum bahan bakar masing-masing sebesar 61,064.38 dan 623,176.80 ton ampas per tahun. Mean dan standar deviasi tebu masing-masing sebesar 186,859.68 dan 133,989.95 ton per tahun.

Karakteristik produksi kedua terkait faktor penentu efisiensi yang terdiri dari:

a) Minimum dan maksimum usia mesin masing-masing sebesar 11 dan 118 tahun.

Mean dan standar deviasi usia mesin masing-masing sebesar 62.141 dan

29.357 tahun.

b) Minimum dan maksimum kapasitas produksi masing-masing sebesar 1,292.33 dan 10,489.17 ton tebu hari per tahun. Mean dan standar deviasi tenaga kerja masing-masing sebesar 3,688.28 dan 2,353.38 ton tebu hari.

c) Minimum dan maksimum rasio rendemen tebu rakyat dan sendiri masing-masing sebesar 70.06 dan 98.28 persen. Mean dan standar deviasi rasio

rendemen tebu rakyat dan sendiri masing-masing sebesar 85.38 dan 3.67 persen.

Tabel 7 Karakteristik produksi pabrik gula nasional

Variabel Minimum Maksimum Mean Standar deviasi

Produksi

Gula (ton per tahun) 13,880.50 197,686.67 46,932.98 40,450.63 Gula tetes (ton per tahun) 9,346.67 98,654.00 31,141.87 23,133.27 Tenaga kerja (orang per

tahun) 582.33 1,781.00 1,009.90 266.98

Kapasitas produksi (ton tebu

hari per tahun) 1,292.33 10,489.17 3,688.28 2,353.38 Tebu (ton per tahun) 189,084.50 2,229,025.17 631,994.84 489,742.33 Bahan bakar (ton ampas per

tahun) 61,064.38 623,176.80 186,859.68 133,989.95

Faktor penentu efisiensi

Usia mesin (tahun) 11 118 62.14 29.37

Kapasitas produksi (ton tebu

hari per tahun) 1,292.33 10,489.17 3,688.28 2,353.38 Rendemen tebu rakyat/tebu

sendiri (persen) 70.06 98.28 85.38 3.67

Direkap dari Lampiran 1 dan 7

Efisiensi dan Skala Produksi Pabrik Gula Nasional

Efisiensi yang disajikan pada penelitian ini berdasarkan orientasi input pada model DEA. Efisiensi orientasi input bermanfaat untuk melihat input yang digunakan oleh pabrik gula (input aktual) sesuai atau tidak dengan target input pada model DEA. Nilai efisiensi yang terdapat pada model DEA ada tiga, yaitu, nilai OTE, PTE, dan SE. Nilai efisiensi teknis keseluruhan (OTE) berdasarkan model DEA asumsi CRS. Nilai efisiensi teknis murni (PTE) berdasarkan model DEA asumsi VRS. Nilai skala efisiensi (SE) berdasarkan rasio nilai OTE dan PTE.

Tabel 8 menunjukkan nilai minimum OTE terendah terjadi pada tahun 2007 dan tertinggi terjadi pada tahun 2009 dengan rata-rata nilai minimum OTE sebesar 0.809. Rata-rata (mean) OTE terendah terjadi pada tahun 2007 dan tertinggi terjadi pada tahun 2008 dengan rata-rata nilai mean sebesar 0.937. Rata-rata nilai mean tersebut berarti pabrik gula nasional disarankan menurunkan penggunaan input sebesar 6.30 persen pada output yang ada supaya efisien. Variasi nilai minimum dan maksimum menyebabkan penyimpangan nilai mean (standar deviasi) OTE sebesar 0.055.

Nilai minimum PTE terendah terjadi pada tahun 2006 dan tertinggi terjadi pada tahun 2008 dengan rata-rata nilai minimum sebesar 0.873. Rata-rata (mean) PTE terendah terjadi pada tahun 2007 dan tertinggi terjadi pada tahun 2008 dengan rata-rata nilai mean sebesar 0.977. Rata-rata nilai mean tersebut berarti pabrik gula nasional disarankan menurunkan penggunaan input sebesar 3.300 persen pada output yang ada supaya efisien. Variasi nilai minimum dan maksimum menyebabkan penyimpangan nilai mean (standar deviasi) OTE sebesar 0.034.

Tabel 8 Nilai OTE, PTE, dan SE orientasi input pabrik gula nasional tahun 2006-2011 Jenis Efisiensi Keterangan Statistik Tahun rata-rata 2006 2007 2008 2009 2010 2011 OTE Minimum 0.785 0.781 0.793 0.865 0.806 0.822 0.809 Maksimum 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 Mean 0.955 0.898 0.958 0.945 0.946 0.921 0.937 SD 0.050 0.066 0.052 0.040 0.054 0.065 0.055 PTE Minimum 0.846 0.865 0.891 0.898 0.873 0.864 0.873 Maksimum 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 Mean 0.982 0.967 0.989 0.974 0.979 0.972 0.977 SD 0.034 0.039 0.025 0.031 0.032 0.045 0.034 SE Minimum 0.919 0.805 0.848 0.865 0.857 0.849 0.857 Maksimum 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 Mean 0.972 0.929 0.968 0.970 0.966 0.947 0.959 SD 0.027 0.057 0.048 0.034 0.037 0.049 0.042 Sumber: Diolah dari Lampiran 2

Nilai minimum SE terendah terjadi pada tahun 2007 dan tertinggi terjadi pada tahun 2006 dengan rata-rata nilai minimum sebesar 0.857. Rata-rata (mean) SE terendah terjadi pada tahun 2007 dan tertinggi terjadi pada tahun 2008 dengan rata-rata nilai mean sebesar 0.959. Rata-rata nilai mean tersebut berarti pabrik gula nasional disarankan menurunkan penggunaan input sebesar 4.10 persen pada output yang ada supaya efisien. Variasi nilai minimum dan maksimum menyebabkan penyimpangan nilai mean (standar deviasi) OTE sebesar 0.042.

Nilai OTE lebih rendah daripada nilai efisiensi lainnya. Rata-rata nilai minimum OTE sebesar 0.809 dimana nilai tersebut lebih rendah daripada nilai minimum PTE dan SE masing-masing sebesar 7.35 dan 5.66 persen. Rata-rata nilai mean OTE sebesar 0.937 dimana nilai tersebut lebih rendah daripada nilai mean PTE dan SE masing-masing sebesar 4.09 dan 2.24 persen. Variasi nilai minimum dan maksimum menyebabkan penyimpangan nilai mean (standar deviasi) OTE sebesar 0.055 dimana nilai tersebut lebih tinggi daripada nilai SD PTE dan SE masing-masing sebesar 58.74 dan 29.76 persen.

Penyebab nilai OTE lebih rendah daripada nilai efisiensi PTE karena perbedaan penilaian efisiensi pada model DEA. Coelli et al. (1998) menjelaskan model DEA asumsi CRS bekerja pada skala optimum tanpa memperhatikan keterbatasan teknologi input yang dimiliki oleh setiap pabrik gula. Kelemahan model DEA asumsi CRS yaitu sumber inefisiensi tidak dapat diketahui. Oleh karena itu, model DEA asumsi VRS memperhatikan keterbatasan tersebut dengan menambahkan „teknologi murni‟ ( ). Penambahan tersebut menyebabkan perbedaan batas (frontier) produktivitas input atau output pada kedua nilai

Dokumen terkait