• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5. Metode Penelitian

Dalam penulisan kertas karya ini, penulis menggunakan 2 metode untuk mengumpulkan data, yaitu :

1. Library research

Yakni mengumpulkan data dan informasi melalui buku-buku, diktat selama perkuliahan serta bacaan lainnya yang berhubungan dengan kertas karya ini. 2. Field Research

Yakni memperoleh informasi dengan cara terjun langsung ke lapangan yang kemungkinan data dapat diperoleh melalui : observasi atau pengamatan langsung.

1.6. Sistematika Penulisan

Mengingat sangat luasnya bidang yang diteliti dalam masalah ini, maka untuk mempermudah pembahasan, penulis akan menguraikannya dalam 5 bab yang di dalamnya terbagi atas sub bagian :

BAB I Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang, alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, batasan masalah, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan teoritis kepariwisataan

Bab ini meliputi pengertian pariwisata, wisatawan, excurtionis, tourist, dan wisata kuliner.

BAB III Gambaran umum mengenai kota Medan

Bab ini menerangkan kota Medan baik itu dari segi sejarah, letak geografis, demografis, dan secara administratif.

BAB IV Makanan Tradisional Sebagai Daya Tarik Wisata Kuliner di Kota Medan. Bab ini menerangkan keanekaragaman makanan tradisional serta perannya dalam pengembangan dan menjadi daya tarik wisata kuliner di kota Medan.

BAB V Penutup dan simpulan

DAFTAR PUSTAKA

1. Pendit, Nyoman S. 2003. Ilmu Pariwisata : Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta. Pradnya Pramita

2. Khodyat, H. 1992. Kamus Pariwisata dan Perhotelan. Jakarta. PT. Gramedia Widiasarana

3. Wikipedia Bahasa Indonesia, Kota Medan

tanggal 16 Maret 2011)

4. International Culinary Tourism Association, Culinary Tourism,

BAB II

TINJAUAN TEORITIS KEPARIWISATAAN

2.1. Pengertian Kepariwisataan, Pariwisata, dan Wisata

Sesunguhnya pariwisata telah dimulai sejak dimulainya peradaban manusia itu sendiri, yang ditandai oleh adanya pergerakan manusia yang melakukan ziarah atau perjalanan agama lainnya. Namun demikian tonggak-tonggak serjarah dalam pariwisata sebagai fenomena modern dapat ditelusuri dari perjalanan Marcopolo (1254- 1324). Pengertian kepariwisataan menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 pada bab I pasal 1, bahwa kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata. Artinya semua kegiatan dan urusan yang ada kaitannya dengan perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, pengawasan, pariwisata baik yang dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta dan masyarakat disebut kepariwisataan.

Nyoman S. Pendit (2003:33) menjelaskan tentang kepariwisataan sebagai berkut Kepariwisataan juga dapat memberikan dorongan langsung terhadap kemajuan kemajuan pembangunan atau perbaikan pelabuhan-pelabuhan (laut atau udara), jalan-jalan raya, pengangkutan setempat,program-program kebersihan atau kesehatan, pilot proyek sasana budaya dan kelestarian lingkungan dan sebagainya.

Kemudian pada angka 4 di dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 dijelaskan pula bahwa pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan

wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.

Dengan demikian pariwisata meliputi :

1. Semua kegiatan yang berhubungan dengan perjalanan wisata. 2. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata, seperti :

Kawasan wisata, taman rekreasi, kawasan peninggalan sejarah ( candi, makam), museum, waduk, pagelaran seni budaya, tata kehidupan masyarakat, dan yang bersifat alamiah : keindahan alam, gunung berapi, danau, pantai dan sebagainya. 3. Pengusahaan jasa dan sarana pariwisata, yakni :

• Usaha jasa pariwisata (biro perjalanan wisata, agen perjalanan wisata, pramuwisata, konvensi, perjalanan insentif dan pameran, impresariat, konsultan pariwisata, informasi pariwisata);

• Usaha sarana pariwisata yang terdiri dari : akomodasi, rumah makan, bar, angkutan wisata dan sebagainya.

• Usaha-usaha jasa yang berkaitan dengan penyelenggaraan pariwisata.

Pariwisata menurut Robert McIntosh bersama Shaskinant Gupta (Yoeti ; 1992:8) adalah gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan serta para pengunjung lainnya.

Menurut Richard Sihite (dalam Marpaung dan Bahar 2000:46-47) menjelaskan definisi pariwisata sebagai berikut : Pariwisata adalah suatu perjalanan

yang dilakukan orang untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain meninggalkan tempatnya semula, dengan suatu perencanaan dan dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan pertamsyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.

Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan Bab I Pasal 1 ; dinyatakan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata.

Jadi pengertian wisata itu mengandung unsur yaitu : (1) Kegiatan perjalanan;

(2) Dilakukan secara sukarela; (3) Bersifat sementara;

(4) Perjalanan itu seluruhnya atau sebagian bertujuan untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata.

Yang kesemuanya dapat memberikan keuntungan dan kesenangan baik bagi masyarakat dalam lingkungan daerah wilayah yang bersangkutan maupun bagi wisatawan pengunjung dari luar. Kepariwisataan juga dapat memberikan dorongan dan sumbangan terhadap pelaksanaan pembangunan proyek-proyek berbagai sektor bagi negara-negara yang telah berkembang atau maju ekonominya, dimana pada

lainnya.

2.2. Pengertian Wisatawan, Excurtionist, dan Tourist

Wisatawan adalah Orang yang melakukan kegiatan wisata. Jadi menurut pengertian tersebut, semua orang yang melakukan perjalanan wisata dinamakan "wisatawan". Pendefinisian wisatawan biasanya berada dalam perpektif kepentingan suatu wilayah atau Negara. Pendefinisian secara teknikal mencerminkan beragam kepentingan, mulai dari tujuan bisnis, organisasi, statistic, dan sebagainya, yang berhubungan dengan peramalan suatu kawasan destinasi pariwisata.

Excurtionosts adalah pelancong semantara ygn tinggal kurang dari 24 jam di Negara yang dikunjungi, termasuk di dalamnya penumpang kapal pesiar/ penyebrangan. Menurut definisi IUOTO, kini UN-WTO (dalam Khodyat dan Ramaini, 1992 : 38), maksud dari excurtionist adalah setiap orang yang melintasi suatu negara dalam jangka waktu lebih dari 24 jam tanpa singgah atau setiap orang (pengunjung sementara) yang melintasi suatu negara dalam jangka waktu lebih dari 24 jam, asal saja orang tersebut mengadakan persinggahan tidak memakan waktu lama dan bukan untuk maksud kunjungan wisata.

Dalam bahasa Inggris wisatawan itu disebut tourist. Menurut definisi IUOTO (dalam Khodyat dan Ramaini 1992 : 109), sebagaimana disebutkan Annex II, keputusannya tanggal 1 Juli 1960, kata tourist, dasarnya diartikan :

• Orang yang bepergian hanya untuk bersenang-senang (pleasure), keperluan keluarga, kesehatan, dan sebagainya.

• Orang yang bepergian untuk menghadiri pertemuan-pertemuan (meetings).

• Orang yang bepergian untuk keperluan usaha (business).

• Orang yang datang dalam rangka pelayaran wisata (sea cruise), walaupun mereka singgah kurang dari 24 jam.

• Siswa atau orang muda yagn tinggal di asrama atau sekolah.

Oleh para pakar pariwisata dan organisasi internasional untuk kepentingan tertentu, pengertian tourist ini diberi persyaratan seperti :

• Perjalanan dilakukan secara sukarela.

• Perjalan ke tempat lain diluar wilayah/daerah/negara tempat tinggalnya.

• Tidak untuk mencari nafkah.

• Tujuannya semata-mata untuk :

- Pesiar, liburan, kesehatan, belajar, keagamaan dan olahraga.

- Kunjungan usaha, mengunjungi kelurga, tugas dan menghadiri pertemuan.

2.3. Culinary Tourism (Wisata Kuliner)

Culinary tourism (wisata kuliner) merupakan relatif baru di dunia industri pariwisata, buktinya tampak dimana wisata kuliner mulai berkembang sejak tahun 2001, dimana seorang Erik Wolf selaku Presiden Ikatan Wisata Kuliner Internasional mengesahkan di atas selembar kertas putih mengenai lahirnya Ikatan tersebut

(Internatioal Culinary Tourism Association). Sepanjang tahun 2001, perakademian pariwisata di seluruh dunia telah mengadakan penelitian yang lebih serius akan wisata kuliner. Namun demikian, badan penelitian sangat khawatir kalau penemuan tersebut merupakan suatu jalan untuk jalannya usaha dunia. Nyatanya, seorang peneliti Lucy Long, dari Universitas Bowling Green di Ohio (USA) yang pertama kali mencetuskan kata – kata wisata kuliner di tahun 1998.

Kemudian di tahun 2001 di bawah kepemimpinan kelompok industri penasihat, Erik Wolf menemukan International Culinary Tourism Association (ICTA). ICTA terbentuk setiap tahunnya dengan sejumlah anggota dan dirancang dengan berbagai penawaran akan beragam program mengenai kuliner. Pada tahun 2006, ICTA menciptakan sebuah Institut Wisata Kuliner Internasional, yang mengutamakan pendidikan dan pelatihan akan berbagai program yang ada di dalam komponen ICTA. Kemudian, di awal tahun 2007, mulai menyediakan beberapa solusi untuk pengembangan wisata kuliner untuk menghadapi meningkatnya jumlah permintaan akan industri ini bagi petunjuk dan kepemimpinan dalam pengembangan dan pemasaran wisata kuliner.

Wisata kuliner dapat diartikan sebagai suatu pencarian akan pengalaman kuliner yang unik dan selalu terkenang dengan beragam jenis, yang sering dinikmati dalam setiap perjalanan , akan tetapi bisa juga kita menjadi wisatawan kuliner di rumah sendiri. (Culinary Tourism is defined as the pursuit of unique and memorable

culinary experience of all kinds, often while travelling, but one can also be a culinary tourist at home.)

Wisata kuliner tidak termasuk ke dalam wisata pertanian. Meskipun di dalamnya masakan terdapat unsur pertanian. Pertanian dan masakan merupakan satu hubungan yang tak mungkin dapat dipisahkan, namun tetap merupakan dua kata yang sangat berbeda. Wisata pertanian (agritourism) merupakan bagian dari wisata pedesaan (rural tourism), sedangkan santapan / masakan (cuisine) merupakan bagian dari dari wisata budaya (cultural tourism), dan sebagai masakan maka ia merupakan manifestasi/wujud dari budaya itu.

Wisata kuliner (culinary tourism), meliputi berbagai pengalaman akan beragam kuliner. Wisata kuliner melebihi dari tuntunan makan malam dan restoran akhir pekan. Akan tetapi wisata kuliner meliputi beberapa unsur yaitu : kursus memasak, buku panduan memasak dan toko-toko penjual perkakas dapur, tur kuliner (culinary tours) dan pemandu wisata, media kuliner dan buku panduan, pemborong makanan untuk pesta/katering, penyalur anggur (wineries), pengusaha dan penanam tumbuhan pangan, atraksi kuliner seperti festival jajanan yang diadakan suatu produk usaha swasta (Kecap Bango) di Merdeka Walk di bulan ramadhan lalu (dalam Introduction to Culinary Tourism).

GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN

Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di Provinsi Sumatera Utara, kedudukan, fungsi dan peranan kota Medan cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara, kota Medan sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Secara geografis, kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota / negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura, dan lain-lain.

3.1 Sejarah Kota Medan

Dalam catatan riwayat Hamparan Perak yang aslinya ditulis dalam bahasa Karo, Medan hanya sebuah perkampungan yang dibangun oleh seorang tokoh masyarakat bernama Guru Patimpus, bermarga Karo Sembiring, pada tahun 1950-an. Letaknya di Tanah Deli, tepatnya di pertemuan antara Sungai Deli dan Sungai Babura, yakni dua sungai yang kini mengalir di tengah-tengah kota Medan.

Tanggal 01 Juli 1950 ditetapkan sebagai tanggal lahir kota Medan. Dalam perkembangannya Medan menjadi kota ketiga terbesar di Indonesia. Medan juga merupakan pintu gerbang menyusuri potensi-potensi wisata di Sumatera Utara.

Posisinya yang strategis karena berdekatan dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand, adalah jaminan kalau kota Medan menyimpan potensi yang besar untuk menyedot wisatawan-wisatawan mancanegara.

3.2. Kota Medan secara Geografis

Secara umum ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota :

(1) faktor geografis, (2) faktor demografis dan (3) faktor sosialekonomi.

Ketiga faktor tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya, yang secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota termasuk pilihan-pilihan penanaman modal (investasi).

Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas kota Medan menjadi 5.130 ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat.

Melaui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 ha yang terdiri dari 11 kecamatan dengan 116 kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, kota Medan melakukan pemekaran kelurahan menjadi 144 Kelurahan.

Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefinitipan 7 kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 kecamatan yang mencakup 151 kelurahan. Berdasarkan perkembangan administratif ini kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis dan sosial ekonomis.

Secara administratif , wilayah kota Medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah barat, selatan dan timur. Sepanjang wilayah utaranya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan sumber daya alam (SDA), khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan.

Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerja sama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

Di samping itu sebagai daerah yang berada di jalur pelayaran Selat Malaka, maka kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik , yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat kota Medan saat ini.

3.3. Kota Medan Secara Demografis

Secara demografi, kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola pikir masyarakat dan perubahan sosial ekonominya. Di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.

Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah.

Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain perubahan pola berpikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun.

Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi.

Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.

3.3. Kota Medan secara Administratif

Wilayah Kota Medan kemudian dibagi lagi menjadi 21 kecamatan dan 151 kelurahan, yaitu seperti berikut :

1. Medan Tuntungan 12. Medan Helvetia

2. Medan Johor 13. Medan Petisah

3. Medan Amplas 14. Medan Barat

4. Medan Denai 15. Medan Timur

5. Medan Area 16. Medan Perjuangan

6. Medan Kota 17. Medan Tembung

7. Medan Maimun 18. Medan Marelan

8. Medan Polonia 19. Medan Labuhan

9. Medan Baru 20. Medan Deli

10.Medan Selayang 21. Medan Belawan

11.Medan Sunggal

3.4.Bagan Pemerintahan di Medan

BAB IV

KEANEKARAGAMAN DI KOTA MEDAN

4.1. Keanekaragaman Makanan Tradisional di Medan

Penduduk kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adat - istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk kota Medan bersifat terbuka (open-minded). Keanekaragaman ini dapat kita rasakan dan lihat dengan beragamnya bahasa yang digunakan masyarakat di Medan apabila mereka berbincang-bincang dengan orang yang satu suku ataupun mereka yang tahu bahasa dari lawan bicaranya. Keberagaman budaya dan dan etnis masyarakatnya itu tercermin dari sajian makanan yang beranekaragam. Kelebihan ini memberikan dampak positif karena citarasa makanan yang khasnya dapat dinikmati oleh lidah setiap orang, sekalipun mereka adalah masyarakat pendatang. Anugerah ini dimanfaatkan betul oleh masyarakat kota Medan. Hampir di setiap sudut kota ditemui tempat-tempat jajanan yang dengan konsep-konsep yang menarik dan istimewa, serta telah dijadikan suatu ajang usaha yang begitu menggiurkan.

Istilah multikulturalisme menjadi perbincangan yang hangat akhir-akhir ini. Bagi sebagian orang, konsep ini diharapkan menjadi oase di tengah hubungan antar komponen masyarakat Indonesia yang kurang harmonis. Bahkan ada yang

menjadikannya obat mujarab dalam menyembuhkan penyakit disintegrasi yang sedang menggerogoti batang tubuh bangsa.

Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.

Berikut adalah komposisi dari etnis (suku) yang ada di Medan (sekalipun tidak up-to-date/ terkini lagi), yaitu :

Komposisi Etnis Kota Medan

N o. Et n is Ta h u n 1 9 3 0 Ta h u n 1 9 8 0 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Jawa Bat ak Toba Cina Mandailing/ Sipirok Minangkabau Melayu K a r o Aceh Sunda Sim alungun Dairi 24, 90% 10, 70% 35, 63% 6, 43% 7, 30% 7, 06% 0, 19% - 1, 58% - 2, 34% 29, 41% 14, 11% 12, 80% 11, 91% 10, 93% 8, 57% 3, 99% 2, 19% 1, 90% 0, 67% 0, 24%

12. 13. Nias Lain- lain - 14,28% 0, 18% 3,04% Jum lah 100, 00% 100, 00%

Sum ber : Pelly, 1983

Tabel 4.1.1

Berdasarkan keterangan tabel di atas, kita sudah tahu bahwa ada beragam suku yang menetap di kota Medan dalam segala profesi yang digambarkan dalam persentase. Namun, apabila kita memperhatikan dengan seksama bahwa suku Melayu yang merupakan suku asli kota Medan selalu berada diurutan keenam dalam jumlah. Padahal kita semua tahu bahwa orang-orang Melayulah yang pertama kalinya menginjakkan kakinya di tanah Deli (sekarang Medan).

Suku Melayu sangat memiliki keunggulan yang lebih dibandingkan suku lainnya. Mengapa? Karena dulunya sesuai dengan peninggalan sejarah bahwa bahasa persatuan kita, bahasa Indonesia lahir dari bahasa Melayu tua (Proto-Malay).

Menyinggung dari suku-suku lainnya seperti :Minangkabau, Manado, dan Bugis hanyalah sebagian saja mereka menetap di kota Medan. Kebanyakan mereka hanya menanamkan modalnya di berbagai perusahaan.

Sudah lama diberitakan bahwa makanan di kota Medan enak-enak. Tergantung selera, tinggal sebut kita bisa dapatkan segala jenis makanan di berbagai tempat di Medan. Hebatnya lagi kota Medan memang seolah menegaskan kekuatannya di wisata kulinernya, yang tampak pada banyakanya ragam makanan tradisional yang ada di kota terbesar ketiga Indonesia ini.

Berikut adalah sebagian dari contoh makanan khas daerah ataupun makanan tradisional yang banyak sekali dijual di Medan dengan harga yang terjangkau, yaitu :

• Suku Jawa (nasi uduk, pecel lele, es dawet, pecel sayur, ayam penyet, sate Madura, dan sebagainya).

• Suku Batak (ikan arsik, babi/sapi panggang, ikan mas diasami/naniura, dsb.).

• Suku Aceh (mie goreng Aceh).

• Suku Padang (sate padang).

Semua jenis makanan tersebut dapat ditemui di sepanjang jalan kota Medan. Banyak tempat makan yang tersebar di pelosok kota mulai dari kelas café, restoran, maupun yang kelas kaki lima, namun terjamin kebersihannya. Beberapa diantaranya sangat mirip dengan negara Singapura dan Malaysia. Tidak heran mengingat posisi mereka sangat berdekatan yang mana apabila ditempuh dengan pesawat hanya membutuhkan waktu kurang dari 1 jam saja.

Nah, bagi Anda yang beragama Muslim tidak perlu khawatir karena ada banyak sekali makanan tradisional Indonesia tersedia secara halal dan bersih. Bagi yang Kristiani, dapat menikmati semua jenis makanan tradisional dari setiap suku karena tidak adanya pantangan.

Demikian juga secara demografis kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2007 diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa. Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor

tertier dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan regional/nasional.

4.2. Keunggulan dan Potensi Pariwisata Kota Medan

Kota Medan sebagai kota transit atau pintu gerbang masuknya para wisatawan yang datang dari luar kota maupun negeri sebelum melakukan perjalanan ke daerah-daerah tujuan wisata lain seperti : Berastagi, Parapat, Pulau Samosir (Danau Toba), Bukit Lawang, dan berbagai daerah tujuan wisata yang ada di Sumatera Utara, maka kota Medan mempunyai beberapa potensi dan keunggulan pariwisata berupa objek – objek wisata yang bisa di kunjungi dan dinikmati baik secara kolektif maupun pribadi.

Perjalanan yang dengan waktu singkat serta hanya melihat-lihat sepintas mengenai keunikan yang dimiliki oleh sebuah kota disebut dengan city sight seeing tour. Seperti yang telah diungkapkan pada halaman sebelumnya bahwa kota Medan memiliki beberapa tempat yang layak untuk dikunjungi dan pantas untuk diabadikan dalam sebuah bentuk gambar.

Sebelum melakukan perjalanan city tour atau yang dikenal dengan keliling kota, perlu kita mengenal terlebih dahulu apa jenis objek wisata yang akan kita kunjungi sehingga kita akan cepat mengingat kesan yang kita peroleh setelah melakukan perjalanan. Ya! Melakukan perjalanan membutuhkan persiapan yang tidak hanya untuk fisik saja tetapi juga mental dan pikiran serta pengetahuan yang cukup

untuk mencerna apa yang menjadi keunikan dari objek wisata yang kita kunjungi tersebut.

Keunikan dan potensi yang selama ini kita (khusus orang Medan) masih

Dokumen terkait