• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini dipaparkan langkah-langkah yang digunakan untuk membahas permasalahan yang diambil dalam penelitian. Di bagian ini juga disebutkan instrumen dan metode yang digunakan untuk melakukan pemampatan data baik menggunakan SVD maupun SSVD.

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi literatur dan kemudian mengimplementasikan metode kompresi citra ke dalam program komputer menggunakan software MATLAB. Pada bagian awal, diberikan contoh implementasi metode SVD dan SSVD pada beberapa matriks. Langkah ini dilakukan untuk melihat apakah SSVD selalu bekerja lebih baik daripada metode SVD. Selain itu pada penelitian ini kedua metode juga diterapkan pada sebuah citra yang direpresentasikan oleh sebuah matriks. Tujuan dari langkah ini adalah untuk mengetahui apakah metode SSVD selalu memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan metode SVD. Citra yang digunakan adalah citra tes standar untuk pengolahan citra, yaitu lena484.jpg. Citra ini diunduh dari http://www.imagecompression.info/test_images. Selain citra tersebut, juga digunakan beberapa citra yang lain sebagai alat uji dari sampel citra yang berbeda-beda.

3.2 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis, yaitu perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Perangkat keras yang digunakan adalah sebuah notebook/laptop dengan spesifikasi sebagai berikut: a. Processor : Intel® Core™ i5-2520M CPU @ 2.50GHz b. Physical Memory : 6144 MB RAM

c. Display Adapter : NVIDIA GeForce 315M 2133 MB d. Display Mode : 1366 x 768 (32 bit) (60Hz)

Perangkat lunak yang digunakan memiliki spesifikasi sebagai berikut:

a. OS : Windows 7 Professional 32-bit

b. OS Version : 6.1 Service Pack 1, Build 7601 c. MATLAB Version : 7.1.0.246 (R14) Service Pack 3

d. Java VM Version : Java 1.5.0 with Sun Microsystems Inc. Java HotSpot™ Client VM

e. MATLAB Toolbox : Image Processing Toolbox Version 5.1

f. Image Viewer : IrfanView for Windows 9x, NT, 2000, XP, Vista, and 7 Version 4.32.

3.3 Langkah Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini terdiri atas dua tahap. Tahap pertama adalah menyiapkan alat uji berupa program yang disusun menggunakan bahasa pemrograman MATLAB. Tahap kedua adalah membandingkan efektivitas teknik shuffle yang diajukan oleh Ranade et al. (2006) dengan cara menerapkan teknik tersebut terhadap metode SVD untuk beberapa citra dan kemudian menghitung MSE yang dihasilkan oleh setiap metode. Tahap ketiga adalah memberikan contoh kontra ketidakefektifan teknik shuffle tersebut.

3.3.1 Menyiapkan Alat Uji

Pada tahap ini, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi masalah

Masalah pada penelitian ini adalah klaim dari Ranade et al. (2006) yang menyatakan bahwa teknik shuffle yang diterapkan pada metode SVD selalu memberikan hasil yang lebih baik daripada tanpa di-shuffle sebelumnya. Ukuran yang digunakan oleh Ranade et al. (2006) adalah MSE antara citra asli dengan citra hasil kompresi oleh setiap metode. 2. Menentukan tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menunjukkan apakah klaim yang dinyatakan tersebut selalu berlaku untuk setiap matriks citra.

37

3. Studi literatur

Studi literatur dilakukan untuk mengkaji metode kompresi citra menggunakan SVD dan SSVD. Selain itu, studi literatur juga dilakukan untuk mengkaji penelitian-penelitian terdahulu yang terkait.

4. Menyusun algoritme

Setelah melakukan studi literatur, langkah selanjutnya adalah menyusun algoritme kompresi citra menggunakan metode SVD dan SSVD.

5. Menyusun program komputer

Algoritme yang telah disusun kemudian diimplementasikan ke dalam salah satu bahasa pemrograman komputer yaitu MATLAB. MATLAB dipilih karena fungsi-fungsi yang berkaitan dengan SVD telah tersedia dan siap digunakan. Di samping itu, dengan adanya Image Processing Toolbox, MATLAB juga mendukung pengolahan citra sehingga operasi-operasi pada citra dapat dilakukan. Program yang disusun diharapkan menerima input berupa sebuah citra dan parameter kompresi. Setelah dijalankan, program memberikan output berupa citra hasil kompresi.

Selain program utama, disusun juga script MATLAB lain yang digunakan untuk menentukan nilai MSE antara dua buah matriks dan untuk mengambil informasi ukuran file citra yang tersimpan di dalam hard disk.

3.3.2 Membandingkan Efektivitas Teknik Shuffle

Pertama dijelaskan terlebih dahulu mengenai langkah memperoleh citra hasil kompresi menggunakan program yang telah disusun.

1. Kompresi Citra Berwarna Menggunakan SVD

Pada tahap ini akan diterapkan metode SVD terhadap citra berwarna. Secara struktur, citra berwarna terdiri atas tiga bidang warna. Sehingga sebuah citra berwarna direpresentasikan dengan tiga buah matriks. Tahap pengerjaan kompresi citra berwarna menggunakan metode SVD dapat dilihat pada flowchart berikut.

Gambar 3.1 Skema pemrosesan metode SVD untuk citra berwarna.

Nilai MSE dihitung antara A dan Ap dengan cara menghitung rata-rata MSE untuk setiap bidang warna.

2. Kompresi Citra Berwarna Menggunakan SSVD

Pada tahap ini diterapkan metode SSVD terhadap citra berwarna. Secara struktur, citra berwarna terdiri atas tiga bidang warna. Sehingga sebuah citra berwarna direpresentasikan dengan tiga buah matriks. Tahap pengerjaannya bisa dilihat pada flowchart berikut:

A= imread(citra) Citra, p AR = A(:,:,1) AG = A(:,:,2) AB = A(:,:,3) Ap Ap(:,:,1) = ARp Ap(:,:,2) = AGp Ap(:,:,3) = ABp imwrite(Ap, nama_file) ARp = URpRpVRpT Tentukan SVD untuk AR, AG, dan AB

39

Gambar 3.2 Skema pemrosesan metode SSVD.

Nilai MSE dihitung antara A dan Ap (bukan Xp) dengan cara menghitung rata-rata MSE untuk setiap bidang warna.

Untuk membandingkan perbedaan metode SVD dan SSVD dilakukan dengan cara mengukur kualitas citra hasil kompresi dari masing-masing metode. Untuk menentukan kualitas citra yang telah dikompres digunakan pengukuran baku yaitu MSE. Semakin kecil nilai MSE antara citra asli dan citra hasil

A= imread(citra) Citra, p AR = A(:,:,1) AG = A(:,:,2) AB = A(:,:,3) Ap Ap(:,:,1) = P–1(XRp) Ap(:,:,2) = P–1(XGp) Ap(:,:,3) = P–1(XBp) imwrite(Ap, nama_file) XRp = URpRpVRpT Tentukan SVD untuk XR, XG, dan XB XGp = UGpGpVGpT XBp = UBpBpVBpT XR = P(AR) XG = P(AG) XB = P(AB) shuffle re-shuffle

kompresi, semakin baik kompresi citra tersebut (Hafsah 2007).

Selain MSE, ukuran file juga digunakan sebagai bahan perbandingan efektivitas teknik shuffle yang diterapkan pada metode SVD dalam mengompres citra. MSE mengukur kinerja metode dari sisi matematis dan kualitas citra, akan tetapi tinjauan utama dari penelitian ini adalah dari sisi kompresi yang berkaitan erat dengan ruang yang dibutuhkan oleh file citra untuk disimpan ke dalam media penyimpanan. Kompresi yang baik akan menghasilkan ukuran file citra yang lebih kecil dibandingkan dengan file citra aslinya. Akan tetapi, walapun ukuran file-nya lebih kecil perlu juga dilihat kualitas citra yang dihasilkan untuk menjaga kelayakan citra ketika dilihat secara kasat mata. Salah satu ukuran kelayakan tersebut bisa digunakan MSE. Oleh karena itu, kedua ukuran ini yaitu MSE dan ukuran file perlu digunakan untuk mengukuran efektivitas suatu kompresi.

Pada penelitian ini dilakukan uji coba terhadap beberapa matriks citra dan diterapkan metode kompresi SVD dan SSVD dengan menggunakan beberapa parameter kompresi. Parameter kompresi yang dimaksud adalah p dimana Ap merupakan aproksimasi rank p untuk A. Setelah diterapkan metode kompresi, diperoleh citra hasil kompresi. Untuk setiap parameter kompresi, dihitung MSE dan ukuran file antara citra asli dengan citra hasil kompresi baik menggunakan metode SVD maupun metode SSVD sehingga diperoleh data MSE dan ukuran file yang dihasilkan oleh metode SVD dan SSVD untuk setiap parameter.

Gambar 3.3 Diagram penghitungan MSE antara citra asli dengan citra hasil kompresi. Matriks citra A Ap (rank p) SVD MSE(A, Ap) X = P(A) shuffle Xp (rank ??) SVD Ap = P–1(Xp) (rank ???) re-shuffle MSE(A, Ap)

41

Unjuk kinerja masing-masing metode dapat dilihat dari respon grafik MSE dan ukuran file untuk setiap nilai rank/term yang berbeda-beda. Dengan menggunakan grafik ini dapat dilihat kelebihan dan kekurangan kedua metode kasus per kasus satu sama lain. Analisis data tidak dapat dilakukan secara statistik karena pengumpulan data MSE dan ukuran file diperoleh dari sampel citra yang berbeda-beda.

Dari uraian di atas, digambarkan langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut :

Gambar 3.4 Skema langkah-langkah penelitian. Mulai  Mengidentifikasi masalah  Menentukan tujuan  Studi literatur  Menyusun algoritme  Menyusun program dengan MATLAB

Kompresi dengan parameter p

terhadap citra berwarna A

menggunakan SVD dan SSVD

Membandingkan MSE dan ukuran file citra yang dihasilkan oleh kedua metode dan simpulkan Ulangi untuk beberapa nilai p

43 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan tentang hasil uji coba yang telah dilakukan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan pada perumusan masalah. Pembahasan diawali dengan penjelasan mengenai penelitian kompresi citra yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu serta argumentasi matematis untuk menjawab pertanyaan tersebut. Selanjutnya diberikan juga algoritme kompresi citra baik menggunakan metode SVD maupun menggunakan metode SSVD dan terakhir disajikan ilustrasi penerapan kedua metode dan membandingkan hasilnya berdasarkan MSE dan ukuran file citra hasil kompresi terhadap beberapa sampel citra.

4.1. Penelitian Kompresi Citra

Banyak peneliti yang telah menggunakan teknik SVD untuk melakukan kompresi terhadap citra. SVD dipilih sebagai salah satu teknik untuk kompresi citra karena pada SVD dapat dilakukan pemotongan rank.

Teknik kompresi data menggunakan SVD pertama kali dinyatakan oleh Eckart dan Young (1936) dalam artikelnya yang berjudul The Approximation of One Matrix by Another of Lower Rank. Dalam artikel tersebut, Eckart dan Young (1936) menuliskan teorema mengenai aproksimasi rank rendah untuk sebuah matriks. Teorema tersebut menyebutkan bahwa jika matriks A berukuran m x n

dengan rank(A) = r dan SVD dari A adalah 1 r T i i i i AU V

maka 1 p T p i i i i AU V

merupakan aproksimasi terbaik dengan rankp untuk A, yaitu Ap meminimumkan

   

 

2 1 1 ( ) m n T ij ij i j a x trace A X A X    



untuk setiap matriks X dengan rank p atau kurang (Greenacre 1984). Menurut teorema ini, aproksimasi dengan rankp yang paling baik adalah Ap yang dibentuk dari p nilai singular pertama dari A dan p vektor-vektor singular Ui dan Vi pertama dari A. Teorema tersebut menjamin ketunggalan solusi permasalahan minimisasi

di atas, yaitu jika ada matriks B dengan rank p yang memenuhi permasalahan tersebut maka 1 p T p i i i i B AU V

 

. Artinya, tidak mungkin ditemukan matriks

lain sebagai aproksimasi untuk A dengan rank p selain Ap.

Penggabungan SVD dengan teknik lain juga dikembangkan oleh beberapa peneliti. Salah satunya adalah penelitian Waldemar dan Ramstad (1997) yang melakukan penelitian tentang kompresi citra dengan menggabungkan teknik KLT dan SVD. Teknik ini digunakan untuk menentukan transformasi blok yang sesuai. Waldemar dan Ramstad membandingkan pendekatan teknik KLT-SVD dengan sistem pengodean KLT. Dari perbandingan ini kemudian ditemukan analisis dengan pendekatan sintetis yang menggunakan pertukaran antara sistem pengodean KLT dan gabungan KLT-SVD. Pertukarannya diimplementasikan dengan menggunakan standar global rate-distortion. Kesimpulan penelitian itu adalah penggunaan metode gabungan KLT-SVD lebih baik dibandingkan dengan penggunaan KLT. Namun kompleksitas metode gabungan KLT-SVD cukup tinggi (Hafsah 2007).

Teknik SVD menghasilkan aproksimasi rank k terbaik untuk suatu matriks, akan tetapi secara umum, bahkan aproksimasi SVD sekecil apapun tetap membutuhkan ruang penyimpanan yang lebih besar dibandingkan matriks aslinya jika matriks-nya adalah matriks jarang (sparse matrix) Kolda dan O’Leary (1998). Algoritme SSVD merupakan varian SVD yang diajukan oleh Ranade et al.

(2006). Ranade mengadaptasi penelitian Waldemar dan Ramstad (1997) dengan mengganti operator permutasi pada KLT-SVD dengan shuffle (Hafsah 2007). Teknik shuffle pada SSVD sangat menguntungkan untuk citra yang memiliki rank

rendah. Dampak yang diharapkan dengan melakukan teknik shuffle adalah rank

matriks citra yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan rank matriks citra aslinya dan setelah dilakukan kompresi kualitas citra yang dihasilkan oleh metode SSVD lebih baik dibandingkan dengan metode SVD.

Langkah kompresi citra menggunakan SSVD didahului dengan melakukan permutasi terhadap matriks citra A dengan suatu permutasi independen P yang disebut dengan shuffle (Ranade et al. 2006). Matriks yang dihasilkan, misalkan X

45

= P(A) kemudian didekomposisi menggunakan SVD. Misalkan XpUppVpT

merupakan aproksimasi rank p untuk X. Dari hasil uji coba untuk beberapa citra, diperoleh bahwa untuk nilai p yang sama, citra P–1(Xp) memberikan aproksimasi yang lebih baik untuk A daripada Ap. Akan tetapi, kita juga perlu melihat apakah SSVD memberikan hasil lebih baik daripada metode SVD untuk citra yang lain.

Diberikan A matriks berukuran N x N dengan N = n2 untuk suatu bilangan asli n. Ranade et al. (2006) membentuk operator shuffleP sedemikian sehingga X

= P(A) dengan langkah sebagai berikut:

1. Memecah A menjadi blok matriks berukuran n x n

2. Mengambil blok ke-i dalam urutan baris utama, kemudian menyusun baris-baris pada blok tersebut menjadi baris ke-i dari X.

Secara matematis, operator shuffle tersebut diekspresikan dalam persamaan berikut: , ( mod ) ( mod ) [ , ] i j X n i n n j n A i j n n                 (4.1)

Setiap citra dalam penyusunan ini, yaitu setiap kolom dari X dibangun dengan mengambil satu elemen dari setiap blok A sebagaimana yang didefinisikan di atas. Dalam kasus SSVD, citra-citra penyusunnya merupakan sub-sample dari citra asli yang memiliki resolusi rendah. Titik ke-j dari setiap sample diambil dari

n x n blok tunggal citra asli.

Sedangkan operator re-shuffle (P–1) digunakan untuk mengembalikan matriks A yang telah di-shuffle menjadi matriks A. Secara matematis, operator re-shuffle diekspresikan dalam persamaan berikut:

[ , ] i j , ( mod ) ( mod ) A i j X n i n n j n n n               (4.2)

4.2. Algoritme Kompresi Citra

4.2.1. Metode Kompresi SVD

Pada dasarnya cara kerja algoritme SVD adalah mengompres citra yang telah direpresentasikan menjadi sebuah matriks dengan cara memotong rank

tertentu. Dengan demikian citra yang dikompres tersebut merupakan citra dengan aproksimasi rank SVD citra asli.

Sebelum menentukan SVD sebuah citra, pertama mengonversi citra terlebih dahulu menjadi sebuah matriks, yaitu dengan mengambil nilai piksel citra. Untuk mengambil nilai piksel citra asli dapat menggunakan fungsi

imread() yang termuat di dalam Toolbox Image Processing MATLAB. Nilai-nilai piksel dari sebuah citra disimpan dalam bentuk matriks. Untuk citra berwarna, matriks citra terdiri atas tiga komponen/bidang warna. Masing-masing komponen merepresentasikan ketiga bidang warna pada citra sehingga memerlukan tiga buah matriks untuk menyimpan informasi ketiga bidang warna tersebut, misalkan Ared, Agreen, dan Ablue. Sedangkan SVD matriks A dicari menggunakan built in function MATLAB yaitu svd() untuk menentukan matriks

U,  dan V.

Langkah berikutnya adalah memotong nilai U,  dan V sesuai dengan rank

yang diinginkan, misalnya p, sehingga diperoleh nilai Up, p dan Vp. Terakhir matriks Ap diperoleh dengan cara merekonstruksi Up, p dan Vp. Proses ini dilakukan masing-masing terhadap bidang warna Red, Green, dan Blue dari citranya. Terakhir, ketiga bidang warna tersebut disusun kembali menjadi satu matriks hasil kompresi. Berikut ini adalah algoritme kompresi citra menggunakan metode SVD untuk citra berwarna.

Algoritme 1 Metode Kompresi SVD untuk Citra Berwarna 1. Baca file citra

2. Pecah menjadi tiga buah matriks (matriks bidang warna) 3. Tentukan rank aproksimasi p

4. Tentukan SVD dari ketiga matriks

5. Susun matriks Up, p dan Vp dengan hanya mengambil sebanyak p

kolom dari masing-masing dekomposisi matriks untuk ketiga matriks bidang warna

47

untuk ketiga matriks bidang warna

7. Satukan kembali menjadi matriks citra berwarna 8. Simpan hasilnya ke dalam file

Kompleksitas algoritme SVD untuk sebarang matriks berukuran m x n

adalah O(min(mn2, m2n)), sedangkan untuk matriks persegi adalah O(n3) (Hafsah 2007). Dari keseluruhan proses yang digambarkan oleh Algoritme 1 di atas, terlihat bahwa penyumbang kompleksitas terbesar adalah saat penentuan SVD. Oleh karena itu, kompleksitas Algoritme 1 ditentukan oleh algoritme SVD, yaitu

O(min(mn2, m2n)) untuk mn dan O(n3) untuk m = n (Hafsah 2007).

4.2.2. Metode Kompresi SSVD

Langkah awal algoritme kompresi citra menggunakan metode SSVD adalah melakukan proses shuffle terhadap matriks A. Selanjutnya menentukan dekomposisi SVD dari matriks A untuk menentukan matriks U,  dan V. Kemudian melakukan pemotongan rank sesuai dengan rank yang diinginkan dan

merekonstruksinya kembali menjadi matriks Xp. Dilanjutkan dengan

mengembalikan matriks Xp ke Ap dengan cara menerapkan reshuffle terhadap matriks Xp. Proses ini dilakukan masing-masing terhadap bidang warna Red,

Green, dan Blue dari citranya. Terakhir, ketiga bidang warna tersebut disusun kembali menjadi satu matriks hasil kompresi. Berikut ini adalah algoritme kompresi citra menggunakan metode SSVD untuk citra berwarna.

Algoritme 2 Metode Kompresi SSVD untuk Citra Berwarna 1. Baca file citra

2. Pecah menjadi tiga buah matriks (matriks bidang warna) 3. Tentukan rank aproksimasi p

4. Lakukan shuffle terhadap ketiga matriks bidang warna 5. Tentukan SVD dari ketiga matriks bidang warna

6. Susun matriks Up, p dan Vp dengan hanya mengambil sebanyak p

bidang warna

7. Susun matriks aproksimasi Ap dengan cara mengalikan Up, p dan VpT

untuk ketiga matriks bidang warna

8. Lakukan reshuffle terhadap ketiga matriks yang diperoleh dari langkah ketujuh

9. Satukan kembali menjadi matriks citra berwarna 10. Simpan hasilnya ke dalam file

Proses shuffle mempunyai kompleksitas komputasi O(n2), sedangkan untuk proses SVD mempunyai kompleksitas O(n3) (Hafsah 2007). Kemudian proses re-shuffle mempunyai kompleksitas komputasi O(n2). Jadi, kompleksitas Algoritme 2 ditentukan oleh kompleksitas penentuan SVD, karena pada Algoritme 2 proses SVD mempunyai kompleksitas terbesar, yaitu O(n3).

4.3. Ilustrasi Metode Kompresi Citra

Sebagai ilustrasi penerapan metode kompresi citra menggunakan metode SVD dan SSVD di atas adalah dengan menerapkan kedua metode tersebut terhadap beberapa matriks berukuran kecil kemudian menghitung MSE hasil kompresi kedua metode. Pertama, menerapkan kedua metode terhadap matriks

1 2 3 1 1 5 2 2 1 1 4 1 1 3 4 5 A             

Dengan menggunakan parameter kompresi p = 1, nilai MSE yang dihasilkan1 oleh metode SVD adalah 0.9811 sementara MSE yang dihasilkan oleh metode SSVD adalah 0.6444. Dari hasil tersebut, terlihat bahwa MSE yang diperoleh dari metode SVD lebih besar daripada MSE yang diperoleh melalui metode SSVD. Artinya untuk matriks tersebut, SSVD bekerja lebih baik daripada

1

49

SVD dilihat dari nilai MSE yang dihasilkan. Untuk kasus ini SSVD memberikan galat yang lebih kecil dibandingkan SVD. Selanjutnya kedua metode diterapkan terhadap matriks berikut

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 B             

Dengan menggunakan parameter kompresi p = 1, nilai MSE yang dihasilkan oleh metode SVD adalah 0.2681 sementara MSE yang dihasilkan oleh metode SSVD adalah 0.7792. Keadaan ini berbalik dari keadaan sebelumnya, yaitu metode SSVD menghasilkan MSE yang lebih besar daripada MSE yang dihasilkan oleh metode SVD.

Dari sini kemudian muncul pertanyaan, apakah teorema Eckart-Young tidak dapat diterima dari sisi ketunggalannya? Padahal teorema Eckart-Young menjamin ketunggalan solusi aproksimasi matriks dengan rank yang sama. Untuk menjawabnya, perhatikan tabel berikut.

Tabel 4.1 Nilai-nilai MSE dan rank dari matriks A, A1, X1, dan X1–1

Atribut Matriks

A A1 X1 X1–1

MSE terhadap A 0.0000 0.9811 2.9468 0.6444

rank 4 1 1 4

Tabel 4.2 Nilai-nilai MSE dan rank dari matriks B, B1, Y1, dan Y1–1

Atribut Matriks

B B1 Y1 Y1–1

MSE terhadap B 0.0000 0.2681 2.1490 0.7792

rank 2 1 1 4

Pada contoh di atas, nilai MSE dihitung antara matriks A dengan X1–1 dan matriks B dengan Y1–1. Dari Tabel 4.1 terlihat bahwa MSE yang dihasilkan

menggunakan metode SSVD lebih kecil daripada metode SVD. Akan tetapi, rank

matriks A dan X1–1 sama (full rank). Terkait dengan Teorema Eckart-Young, matriks A1 memiliki rank 1 dan matriks X1–1 memiliki rank 4. Teorema tersebut menyebutkan bahwa untuk nilai rank yang sama, maka solusinya adalah tunggal. Dengan demikian, hasil ini tidak bertentangan dengan teorema tersebut, karena nilai rank kedua matriks tidak sama.

Untuk nilai rank yang sama, yaitu X1 justru memberikan MSE yang jauh lebih besar daripada A1. Kemudian dari Tabel 4.2 terlihat bahwa SSVD memberikan MSE yang lebih besar daripada metode SVD. Dari tabel ini juga terlihat hal yang sama dengan Tabel 4.1, yaitu Y1 juga memberikan MSE yang jauh lebih besar daripada B1 padahal dengan nilai rank yang sama.

Hal yang sangat menarik yang terlihat dari Tabel 4.2, yaitu nilai rank

matriks B yang semula 2, kemudian diterapkan teknik shuffle dan re-shuffle

ternyata menghasilkan matriks dengan rank yang lebih besar (Y1–1). Hal ini mengakibatkan metode SSVD menghasilkan MSE yang lebih besar daripada yang dihasilkan oleh metode SVD.

4.4. Rancangan Uji Coba

Uji coba dilakukan terhadap citra berwarna lena484.jpg. Data citra ini diunduh dari http://www.imagecompression.info/test_images yang merupakan citra sampel standar dalam pengolahan citra sehingga dapat didistribusikan dan legal digunakan. Data citra tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1.

51

Gambar 4.1 Citra lena484.jpg asli.

Berikut ini adalah atribut dari data citra tersebut.

Gambar 4.2 Atribut file citra lena484.jpg.

Citra di atas merupakan citra dalam format JPEG dengan ukuran file

sebesar 38.14 KB dengan resolusi 484 x 484 piksel. Dengan melakukan penghitungan sederhana, file citra memiliki ukuran sebesar 484 x 484 x 24 = 5622144 bits = 702768 byte = 686.3 KB dengan format BMP (bitmap image).

Data citra dengan format BMP dapat diunduh dari laman yang sama. Data citra bitmap tidak digunakan dalam uji coba pada penelitian ini. Penyimpanan data citra sangat terkait dengan format yang digunakan.

Format bitmap adalah format uncompressed, sehingga ketika dilakukan penyimpanan matriks data citra ke dalam file dengan format bitmap maka

software penyimpan file citra tidak akan melakukan kompresi terhadap file yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan format citra bitmap menyimpan data sesuai data citra asli, apa adanya. Sebagai contoh data citra di atas, setelah dilakukan kompresi ukuran file citra yang dihasilkan selalu sama (tetap, tidak ada pengurangan).

Salah satu cara yang dapat dilakukan agar teknik kompresi ‘terlihat’ bekerja pada citra bitmap adalah dengan menyimpan citra hasil kompresi dalam format JPEG tetapi ekstensi dari file citra tetap, yaitu bitmap (*.bmp). Perintah MATLAB yang dapat digunakan adalah sebagai berikut.

>> imwrite(A, ‘citra_hasil_kompresi.bmp’, ‘JPG’);

Perintah di atas digunakan untuk menyimpan citra yang ada pada variabel A ke dalam file dengan nama citra_hasil_kompresi.bmp dan menggunakan format JPEG.

Selain citra tersebut, digunakan juga beberapa citra lain yang diperoleh secara simulatif untuk membandingkan efektivitas penerapan teknik shufffle

terhadap metode SVD.

4.5. Hasil Uji Coba dan Analisis

Rasio kompresi adalah salah satu ukuran kemampuan suatu metode dalam

Dokumen terkait