• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODE

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap satu yaitu preparasi RNA helikase HCV yang meliputi (1) ekspresi RNA helikase dengan cara menumbuhkan bakteri E. coli BL21 (DE3) pLysS yang membawa gen NS3 RNA helikase HCV dalam plasmid pET 21b (Utama et al. 2000), (2) pemurnian RNA helikase yang telah terekspresi pada sel bakteri menggunakan kromatografi afinitas (Utama et al. 2000). Tahap dua meliputi (1) kultivasi mikroalga BTM 11 dalam media IMK-Sea Water pada suhu ruang dengan pencahayaan 4800 lux, (2) ekstraksi polisakarida dari biomassa mikroalga BTM 11 (Wang et al. 2004). Tahap tiga meliputi (1) pemurnian ekstrak polisakarida menggunakan teknik kromatografi gel filtrasi dan kromatografi ion-exchange, (2) penentuan profil senyawa polisakarida inhibitor yang paling aktif menggunakan kromatografi lapis tipis dan kromatografi cair kinerja tinggi. Diagram alir prosedur kerja penelitian dapat dilihat pada Gambar 11.

3.3.1 Ekspresi dan purifikasi RNA helikase HCV (Utama et al. 2000)

Ekspresi RNA helikase protein NS3 HCV dilakukan berdasarkan metode Utama et al. (2000). Ekspresi dilakukan pada skala 400 mL. Sebanyak 10 µ L stok gliserol bakteri E. coli BL21 (DE3) pLysS yang membawa vektor ekspresi pET- 21b/HCV NS3 helikase diinokulasi ke dalam 10 mL medium LB cair yang mengandung 1 µg/mL ampisilin, kemudian dikultur selama satu malam dalam inkubator goyang (shaker incubator) pada suhu 37 °C dengan kecepatan 150 rpm.

Hasil kultur diinokulasikan ke dalam 400 mL medium LB yang mengandung ampisilin, selanjutnya dikultur dalam inkubator berpenggoyang pada suhu 37 °C dengan kecepatan 150 rpm, selama 30 menit sampai dengan 1 jam hingga OD600 mencapai ±0,3. Apabila OD600 telah mencapai ±0,3 maka ditambahkan 0,3 M isopropil β-D-thiogalaktopiranosidase (IPTG). Kultur E. coli BL21 (DE3) pLysS kemudian diinkubasi selama 3 jam dalam inkubator goyang pada suhu 37 °C dengan kecepatan 150 rpm selama 3 jam atau hingga OD600 mencapai ±1.

Gambar 11 Diagram alir prosedur kerja penelitian. Mikroalga BTM 11 Kultivasi mikroalga BTM 11 Biomassa Mikroalga BTM 11 Ekstraksi polisakarida Ekstrak polisakarida Pemurnian polisakarida (kromatografi gel filtrasi)

Pemurnian polisakarida (kromatografi ion-exchange)

Uji ATPase Analisis total gula

Analisis total

gula Uji ATPase

Fraksi paling aktif polisakarida terpurifikasi

Analisis kemurnian (kromatografi lapis tipis)

Analisis kemurnian (kromatografi cair kinerja tinggi)

Uji ATPase

E.coli BL 21(DE3) pLysS pembawa gen

helikase

Ekspresi dan purifikasi enzim helikase RNA helikase terpurifikasi SDS PAGE Uji ATPase

Hasil kultur disentrifugasi pada suhu 4 °C dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Pelet diresuspensi dengan sisa medium LB cair, kemudian disentrifugasi kembali. Pelet yang diperoleh disimpan pada suhu -20 °C.

Pelet E. coli BL21 (DE3) pLysS dipecah dengan metode freeze & thaw sebanyak 3 kali ulangan yaitu dengan membekukan pelet pada suhu -20 °C selama 30 menit, lalu dicairkan pada suhu ruang selama 30 menit. Pelet kemudiian

diresuspensi dengan 20 mL larutan bufer B (Tris HCl 10 mM pH 8,5; NaCl 100 mM, Tween 20 0,25%). Tahap kedua pemecahan sel dilakukan dengan

metode sonikasi (Amplitudo 40; siklus 0,5; waktu 3x15 detik; interval waktu 1 menit). Suspensi sel disentrifugasi pada suhu 4 °C dengan kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit. Supernatan diambil untuk tahapan selanjutnya, sedangkan pelet disimpan untuk analisis SDS-PAGE.

Enzim RNA helikase yang diduga berada dalam supernatan dipurifikasi menggunakan metode kromatografi afinitas. Supernatan ditambahkan dengan 300 µ L resin TALON, kemudian dilakukan tahap pengikatan (binding) menggunakan rotator selama 3 jam dalam ruang pendingin (4 °C). Sampel selanjutnya disentrifugasi pada suhu 4 °C dengan kecepatan 3.500 rpm selama 7 menit. Supernatan (inner volume) disimpan pada suhu 4 °C untuk analisis SDS-PAGE. Pelet (resin binding) diresuspensi dengan 10 mL larutan bufer B dan disentrifugasi pada suhu 4 °C dengan kecepatan 3.500 rpm selama 5 menit. Tahapan ini dilakukan sebanyak 2 kali sehingga diperoleh 2 larutan supernatan (washing 1 & washing 2) yang disimpan pada suhu 4 °C dan digunakan untuk analisis SDS-PAGE.

Resin binding dari hasil washing 2 kemudian dielusi untuk melepaskan enzim yang terikat pada resin. Elusi dilakukan dengan menambahkan 150 µ L larutan bufer elusi (imidazol 400 mM dalam bufer B), kemudian diinkubasi menggunakan rotator dalam ruangan pendingin (4 °C) selama satu malam. Sampel disentrifugasi pada suhu 4 °C dengan kecepatan 3.000 rpm selama 1 menit. Supernatan yang mengandung enzim dipindahkan dalam eppendorf yang baru (E1), sedangkan pelet ditambahkan 75 µ L larutan bufer elusi, kemudian diinkubasi dengan menggunakan rotator selama 1 jam. Sampel kembali

disentrifugasi sehingga diperoleh supernatan (E2). Supernatan (E1 dan E2) disimpan pada suhu 4 °C dan digunakan untuk analisis ATPase dan SDS-PAGE.

3.3.2 Kultivasi dan pemanenan mikroalga BTM 11

Kultivasi BTM 11 dilakukan dengan media IMK-SW. Namun sebelum dikultivasi, inokulum disegarkan terlebih dahulu dengan media IMK. Media IMK-SW digunakan untuk membuat suatu kondisi yang sama dengan media awal pertumbuhan mikroalga tersebut. Penyegaran stok mikroalga dilakukan dalam keadaan aseptik pada erlenmeyer 500 mL dengan penyinaran lampu 4800 lux, dan diberi aerasi. Mikroalga dikultur selama 14 hari sebelum dipindahkan ke kultur dengan skala yang lebih besar. Komposisi media IMK-SW dapat dilihat pada Lampiran 1. Pemanenan dilakukan dengan teknik filtrasi, yaitu hasil kultur disaring menggunakan kain filtrasi sehingga didapatkan biomassa basah. Biomassa basah tersebut dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60 °C selama 2 hari. Biomassa kering yang didapatkan kemudian dilakukan pengecilan ukuran menjadi bentuk serbuk dengan menggunakan mortar.

3.3.3 Ekstraksi polisakarida BTM 11 (modifikasi Wang et al.2004)

Serbuk mikroalga BTM 11 sebanyak 5 g dilarutkan dalam 100 mL etanol absolut. Sampel dimaserasi selama 6 jam, kemudian disaring untuk didapatkan peletnya. Pelet tersebut dilarutkan dalam 100 mL aseton dan dimaserasi kembali selama 6 jam. Hasil maserasi tersebut disaring dan diambil peletnya untuk kemudian dilarutkan dalam NaCl 0,9%. Maserasi sampel dilakukan selama satu malam, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 4.500 rpm selama 15 menit. Supernatan hasil sentrifugasi diambil 15 µ L untuk analisis ATPase. Supernatan yang telah didapatkan kemudian dilakukan presipitasi dengan trichloroacetic acid (TCA) 10%. Hasil pengendapan disentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan 7.500 rpm. Supernatan hasil sentrifugasi diambil 15 µ L untuk analisis ATPase. Supernatan dipekatkan dengan freeze dryer untuk mendapatkan ekstrak kasar polisakarida. Ekstrak kasar polisakarida diresuspensi dengan Tris HCl dan diambil 15 µ L untuk analisis ATPase.

3.3.4 Pemurnian polisakarida dari mikroalga BTM 11

1) Kromatografi gel filtrasi (Amersham 1999)

Matriks gel Sepharose 4B dimasukkan secara perlahan ke dalam kolom kromatografi. Ekstrak kasar polisakarida BTM 11 dilarukan dalam buffer (Tris HCl 10mM pH 8) dan sebanyak 5% dari volume kolom dimasukkan ke kolom gel filtrasi. Sampel dielusi dengan eluen etanol 30%, dengan laju alir 1 mL/menit tiap fraksi. Masing-masing fraksi hasil pemurnian diuji aktivitas penghambatannya terhadap RNA helikase virus hepatitis C dengan uji ATPase. 2) Kromatografi ion-exchange(modifikasi Baumgartner dan Chrispeels 1976)

Kolom kromatografi dibilas dengan menggunakan kation-anion exchange. Setelah itu, sebanyak 1 mL sampel polisakarida inhibitor diinjeksikan ke dalam kolom kromatografi. Eluen yang digunakan adalah NaCl 0,1-1 M. Hasil elusi ditampung dalam tabung vial dengan volume masing-masing 1 mL. Masing- masing fraksi diuji aktivitas inhibisinya dengan uji ATPase.

3.3.5 Profil kemurnian fraksi aktif polisakarida inhibitor RNA helikase

Fraksi yang memiliki aktivitas paling tinggi dari masing-masing teknik pemurnian dibandingkan dan dipilih fraksi paling aktif untuk dilihat profil kemurniannya menggunakan kromatografi lapis tipis, dan diperjelas kembali menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi.

1) Kromatografi lapis tipis (modifikasi Putri 2011)

Plat silika F254 disiapkan dan diatur jarak antara garis penotolan dengan garis akhir. Bejana (chamber) KLT diisi dengan eluen asetonitril : etanol dengan perbandingan 3:7 dan diinkubasi selama beberapa menit hingga jenuh. Plat yang telah ditotol dengan sampel hasil pemurnian yang memiliki aktivitas inhibisi tertinggi dikembangkan dalam bejana sampai eluen mencapai garis akhir. Hasil KLT kemudian divisualisasi menggunakan sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm, setelah itu disemprot dengan penampak bercak serium sulfat dan dipanaskan hingga terlihat spot hasil kromatografi.

2) Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) / HPLC

Sampel atau fraksi paling aktif diambil sebanyak 20 µ L untuk diinjeksikan ke dalam HPLC. Kondisi HPLC yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Fase Gerak : H2SO4 0,008 N

b. Kolom : Aminex® HPX-87H, 300 mm x 7.8 mm c. Detektor : Refractive Index

d. Flow rate : 1 mL/min e. Suhu kolom : 35 ºC f. Back Pressure : 1553 psi

Dokumen terkait