Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Kawasan Sapi Potong Pola VBC (Village Breeding Centre) di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, meliputi; (1) Kawasan Blang Ubo-Ubo, yaitu desa Saree Aceh dan Suka Mulia Kecamatan Lembah Seulawah, dan (2) Kawasaan Cot Seuribe, yaitu desa Bareuh di Kecamatan Kota Jantho dan desa Data Gaseu di Kecamatan Seulimum (lampiran 1). Penelitian dilakukan selama tujuh bulan dengan tahapan: persiapan selama dua bulan (Januari – Maret 2011); pengumpulan data selama tiga bulan (April – Juni); analisis data dan penulisan (Juni – Juli 2011).
Metode Pengumpulan Data dan Responden
Penelitian ini menggunakan metode survei, yakni; wawancara dengan peternak responden, dan observasi langsung di lokasi penelitian. Penentuan responden dilakukan secara sengaja (purposive sampling), yakni; peternak yang terlibat dalam program kawasan sapi potong di Aceh Besar, memiliki pengalaman beternak, dan merupakan anggota kelompok aktif. Pengamatan dilakukan untuk melihat sistim pengelolaan kawasan dan budidaya ternak di lokasi penelitian. Untuk pengukuran sampel yang dilakukan yaitu; ukuran- ukuran tubuh sapi potong, dan produksi hijauan pakan ternak di kebun rumput, padang pengembalaan dan alang-alang. Wawancara menggunakan daftar pertanyaaan (kuisioner) terhadap responden yang terkait kegiatan kawasan sapi potong VBC di Kabupaten Aceh Besar yaitu; anggota kelompok berjumlah 71 orang, dan unsur pelaku (stakeholders) yang terlibat pada program kawasan.
Data yang dikumpulkan mencakup data sekunder dan primer. Data sekunder diperoleh dari Potensi Desa (PODES), Bappeda Kabupaten Aceh Besar, Dinas Peternakan Kabupaten Aceh Besar, Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Provinsi NAD, dan hasil penelitian sebelumnya. Data sekunder tersebut meliputi; (1) karakteristik wilayah, (2) populasi ternak ruminansia, (3) kelembagaan, (4) fasilitas layanan peternakan dan sarana prasarana penunjang, dan (5) kebijakan pemerintah daerah. Data primer meliputi: (1) produktivitas ternak sapi potong,
(2) produksi hijauan pakan ternak di padang pengembalaan, kebun rumput, dan alang-alang, (3) karakteristik peternak, dan (4) manajemen kawasan dan budidaya ternak.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati berupa karakteristik kawasan dan faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar, yaitu:
1. Karakteristik wilayah meliputi; iklim, jenis tanah, topografi, sistem penggunaan lahan, luas lahan pangan, nisbah lahan pangan terhadap penduduk, kapasitas tampung ternak, dan potensi pengembangan ternak efektif..
2. Karakteristik produktivitas ternak yaitu; struktur populasi, kondisi ternak, dan bobot badan menurut umur dan jenis kelamin.
3. Karakteristik peternak meliputi; umur, tingkat pendidikan, pekerjaan pokok, jumlah anggota keluarga dan rumah tangga petani ternak serta pengetahuan, motivasi dan partisipasi peternak. Pengetahuan adalah pengetahuan peternak tentang pengembangan. Motivasi adalah keinginan dan kemauan peternak melakukan kegiatan pengembangan. Partisipasi adalah keikutsertaan responden dalam kegiatan pengembangan sapi potong baik secara individu maupun kelompok.
4. Teknis peternakan meliputi; pola manajemen kawasan, perkembangan kelompok, pola budidaya, penerapan teknologi reproduksi dan pakan, penanganan penyakit dan kesehatan ternak, dan sarana prasarana peternakan. 5. Faktor eksternal meliputi: kebijakan pemerintah daerah, akses permodalan,
sarana prasarana penunjang, peluang pasar, dan sosial budaya.
Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi :
1). Analisis kapasitas tampung berdasarkan penaksiran produksi hijauan pakan ternak pada lahan penyedia hijauan pakan ternak dalam kawasan. Pengambilan sampel hijauan melalui metode cuplikan
(ubinan 1x1 m) secara acak sebanyak dua ulangan, berdasarkan pertimbangan homogenitas lahan (komposisi botani, penyebaran produksi, dan topografi). Sampel dipotong lebih kurang 5 – 10 cm diatas permukaan tanah dan ditimbang beratnya (Subagio dan Kusmartono 1988). Perhitungan kapasitas tampung lahan (Tabel 2) mengacu pada pedoman Reksohadiprodjo (1985) dengan standar Satuan Ternak (Tabel 3) dan kebutuhan pakan satu satuan ternak (1 ST) ruminansia sebesar 10 % dari Bobot Badan berdasarkan bahan segar.
Tabel 2. Perhitungan kapasitas tampung menurut Reksohadiprodjo (1985)
Rumus Perhitungan Jenis Lahan
Padang Penggembalaan
Alang-alang Kebun Rumput Rataan bobot sampel (kg/m2) (1) Hasil cuplikan
Produksi hijauan (kg/ha) (2) (1) x 104 (m2/ha) Proper Use Factor (PUF) (3) Tingkat penggunaan
Hijauan tersedia (kg/ha) (4) (2) x (3)
Kebutuhan hijauan perbulan (kg/ST) (5) 3% (BB ternak) x 30 Kebutuhan lahan perbulan (ha/ST) (6) (5) / (4)
Konversi luas lahan pertahun* (7) Y = ( R / S ) + 1 Kebutuhan lahan pertahun (ha/ST) (8) Y x (6)
Kapasitas tampung (9 1 / (8)
Keterangan : * Rumus Voisin; Y = ( R / S ) + 1
Y = Angka konversi luas lahan yang digunakan dari per bulan menjadi per tahun S = Lama periode merumput ( 30 hari untuk padang penggembalaan) R = Lama periode istirahat ( 70 hari untuk padang penggembalaan)
Tabel 3. Koefisien Satuan Ternak (ST) Ruminansia
Jenis Ternak Satuan Ternak (ST)
Anak Muda Dewasa < 6 Bulan > 6 Bulan Sapi
Kerbau
Kambing dan Domba
0.25 0.29 - 0.60 0.69 - 1.00 1.15 - - - 0.08 - - 0.16 Sumber : Reksohadiprodjo 1985
2). Potensi pengembangan ternak ruminansia di suatu wilayah dihitung melalui metode Potensi Pengembangan Ternak Efektif (PPE), mengacu pada pedoman Direktorat Jenderal Peternakan dan Balai Penelitian Ternak (1995) sebagai berikut:
a. PMS L = a LG + b PR + c LH Dimana:
PMSL = Potensi maksimum berdasarkan sumberdaya lahan (ST).
a = Daya tampung ternak ruminansia di lahan garapan (a = 0.082 ST/ha lahan perkebunan; a = 1.52 ST/ha lahan sawah/tegalan). LG = Luas lahan garapan (ha).
b = Daya tampung ternak ruminansia di padang rumput, alang- alang dan kebun rumput (b = berdasarkan hasil analisis kapasitas tampung).
PR = Luas kebun rumput, padang rumput dan alang-alang (ha).
c = Daya tampung ternak ruminansia pada lahan hutan dan rawa (c = 2.68 ST/ha lahan hutan/rawa).
LH = Luas lahan hutan dan rawa (ha). b. PMKK = a x KK
Dimana:
PMKK = Potensi maksimum berdasarkan kepala keluarga (ST). KK = Jumlah kepala keluarga petani ternak (KK)
a = Kemampuan rumah tangga petani ternak untuk budidaya sapi potong di padang penggembalaan tanpa tenaga kerja dari luar, a = 15 ST/KK.
c. Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) dihitung berdasarkan selisih potensi maksimum dengan populasi riil, dengan asumsi penambahan kapasitas hanya untuk ternak sapi potong, sebagai berikut:
KPPTR(SL) = PMSL – Pt KPPTR(KK) = PMKK – Pt Dimana:
KPPTR(KK) = KPPTR berdasarkan kepala keluarga Pt = Populasi riil pada saat penelitian
d. Potensi Pengembangan Ternak Efektif (PPE) ditentukan berdasarkan nilai minimun diantara KPPTR(SL) dan KPPTR(KK):
KPPTR Efektif = KPPTR(SL), Jika KPPTR(SL) < KPPTR(KK) KPPTR Efektif = KPPTR(KK), Jika KPPTR(KK) < KPPTR(SL)
3). Produktivitas ternak yang dianalisis meliputi karakteristik produksi yaitu kondisi ternak dan bobot badan ternak. Kondisi ternak diperoleh melalui hasil pengamatan. Bobot ternak dewasa dilakukan melalui pendugaan bobot badan dengan menggunakan persamaan (Tabel 4) yang berpedoman pada Rajab (2009).
Tabel 4. Rumus pendugaan bobot badan sapi menurut ukuran tubuh (Rajab 2009)
Jenis Kelamin Gigi Persamaan Regresi
Jantan I0 - 307 + 2.86LD + 0.14PB + 3.7Lcan + 0.69LbPG I1 - 527.5 + 2.5PB + 0.8LD + 2.57TP + 3.9Lcan I2 - 511.3 + 2.76LD + 2.48LbPG + 1.48PB + 4.2LCan Betina I0 - 275 + 2.17LD + 0.47PB + 300.73Lcan + 0.85LbD I1 - 332.2 + 2.23LD + 1.53PB + 3.1Lcan I2 - 385.4 + 2.51LD + 1.16TPG + 0.09PB
Keterangan: LD = Lingkar dada TP = Tinggi pundak LbPG = Lebar pinggul
TPG = Tinggi pinggul PB = Panjang badan LbD = Lebar dada Lcan = Lingkar pergelangan kaki (canon)
Metode pengukuran ukuran-ukuran tubuh sapi Bali (Gambar 6) menurut Otsuka et al. (1981) meliputi:
1. Lingkar dada diukur pada bidang yang terbentuk mulai dari pundak sampai dasar dada di belakang siku dan tulang belikat, menggunakan pita ukur (cm) 2. Tinggi pundak diukur dari titik tertinggi pundak tegak lurus sampai tanah
3. Tinggi pinggul diukur dari bagian tertinggi pinggul tegak lurus sampai ke tanah dengan menggunakan tongkat ukur (cm).
4. Panjang badan diukur dari penonjolan bahu (tubersitas humeri) sampai penonjolan tulang duduk (tuber ischii) dengan memakai tongkat ukur (cm).
5. Lebar pinggul diukur jarak dari penonjolan pinggul (tuber coxae) pada bagian kiri dengan bagian kanan tubuh menggunakan kaliper (cm).
6. Lebar dada diukur jarak dari penonjolan bahu (tubersitas humeri) pada bagian kiri dengan bagian kanan tubuh menggunakan kaliper (cm).
7. Lingkar pergelangan kaki (canon) diukur pada bagian yang ramping dari tulang metacarpus (metatarsus) menggunakan pita ukur (cm).
Keterangan : 1. Lingkar dada (cm) 2.Tinggi pundak (cm) 3. Tinggi pinggul (cm) 4. Panjang badan (cm)
5. Lebar pinggul (cm) 6. Lebar dada (cm)
7. Lingkar pergelangan kaki (cm)
Gambar 6. Metode pengukuran ukuran-ukuran tubuh sapi (Otsuka et al. 1981)
4). Analisis motivasi peternak bertujuan membandingkan tingkat pengetahuan, motivasi dan partisipasi peternak terhadap kegiatan kawasan sapi potong (aspek teknis peternakan), yang ditentukan dari jawaban responden terhadap 10 pertanyaan dengan kuisioner. Kisaran nilai 1 sampai 5 dan total skor berkisar dari 10 sampai 50 dengan kategori : (1) rendah; untuk responden yang memiliki nilai skor kurang dari 25, (2) cukup; nilai skor 26 – 33, (3) tinggi; nilai skor 34 – 31 dan (4) sangat tinggi; nilai skor 42 – 50. Skor nilai
1
2
3
4
5
6
7
partisipasi, pengetahuan dan motivasi peternak dibandingkan melalui analisis statistik non parametrik menggunakan uji Mann-Whitney, dengan bantuan software Minitab versi 14.0 (Musa dan Nasoetion 2007).
5). Metode yang digunakan dalam perumusan pola pengembangan kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar adalah analisis SWOT dengan mengacu pada tahapan teknik perumusan strategi menurut David (2001), meliputi :
1. Tahap Input (The Input Stage)
Menggunakan matriks evaluasi faktor eksternal (EFE) dan matriks evaluasi faktor internal (IFE) dengan langkah sebagai berikut:
(a). Identifikasi Faktor eksternal dan internal
Identifkasi faktor eksternal (peluang dan ancaman) dan internal (kekuatan dan kelemahan) berdasarkan hasil analisis sebelumnya. (b).Penentuan Bobot dan Peringkat
Faktor internal dan eksternal diberikan bobot dan peringkat (rating) dengan bantuan kuisioner. Metode pembobotan terhadap faktor eksternal dan internal adalah proses hirarki analitik sesuai dengan penilaian (judgement) menggunakan skala banding berpasangan (Saaty 1993), dan penyelesainnya dengan bantuan software Expert Choice 2000. Penentuan peringkat faktor eksternal/internal digunakan skala nilai peringkat, yaitu: 1 = rendah/sangat lemah, 2 = sedang/lemah, 3 = tinggi/kuat, dan 4 = sangat tinggi/sangat kuat. Nilai peringkat untuk peluang/kekuatan sangat tinggi diberi nilai 4, sebaliknya ancaman/kelemahan sangat besar diberi nilai 1. (c). Nilai bobot x peringkat
Nilai bobot dikalikan dengan peringkat akan diperoleh skor setiap faktor yang selanjutnya dijumlahkan sehingga didapatkan skor total. Total skor dikategorikan; kuat (3 – 4), rata-rata (2 – 2.99), dan lemah (1 – 1.99).
2. Tahap Pencocokan (The Matching Stage)
(a). Memasukkan hasil matriks EFE dan matriks EFE kedalam matriks SWOT
(b) Pencocokan antara faktor eksternal dan internal untuk menghasilkan beberapa alternatif pola pengembangan kawasan sapi potong yaitu:
pencocokan kekuatan internal dengan peluang eksternal (strategi SO)
pencocokan kelemahan internal dengan peluang eksternal (strategi WO)
pencocokan kekuatan internal dengan ancaman eksternal (strategi ST)
pencocokan kelemahan internal dengan ancaman eksternal (strategi WT)
3. Tahap Keputusan (The Deci sion Sta ge)
Analisis Q S P M yang digunakan, dengan langkah sebagai berikut: (a). Memasukkan hasil dari matriks EFE dan IFE ke dalam QSPM dan
memberikan bobot untuk setiap factor.
(b). Mengidentifikasi dan memasukkan hasil matriks SWOT kedalam QSPM.
(c). Menetapkan nilai daya tarik relatif (AS) dengan memeriksa setiap faktor eksternal dan internal dalam mempengaruhi alternatif strategi pilihan, penentuannya dengan bantuan kuisioner. Nilai daya tarik yaitu; 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik, dan 4 = sangat menarik.
(d). Menghitung Total Nilai Daya Tarik (TAS) melalui hasil perkalian bobotdengan nilai daya tarik dalam setiap baris.
(e). Menjumlahkan total nilai daya tarik (TAS) dalam setiap kolom QSPM. Nilai TAS dari alternatif yang tertinggi menunjukkan alternatif itu semakin menarik dan menjadi prioritas utama yang ditetapkan sebagai pola pengembangan kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar.