• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

B. Konsep Pembatasan Kekuasaan Orang Tua terhadap Anak

4. Pembatasan Kekuasaan Orang Tua menurut Hukum Islam

pengadilan menetapkan wali perseorangan maka wali tersebut harus seagama dengan agama yang dianut anak yang akan diasuhnya.

Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 32 UU Perlindungan Anak, penetapan perwalian oleh pengadilan sekurang-kurangnya memuat ketentuan :

a. tidak memutuskan hubungan darah antara anak dan orang tua kandungnya;

b. tidak menghilangkan kewajiban orang tuanya untuk membiayai hidup anaknya;

c. batas waktu pencabutan.

4. Pembatasan Kekuasaan Orang Tua menurut Hukum Islam

Menurut Pasal 109 KHI kekuasaan salah satu orang tua atau kedua orang tua terhadap anaknya yang belum dewasa dapat dicabut untuk waktu tertentu, apabila orang tua sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya atau berkelakuan buruk sekali. Dengan demikian pencabutan ini hanya dalam hal-hal tertentu, yaitu: (1) Penyalahgunaan kekuasaan orang tua; (2) Sangat mengabaikan kewajiban untuk pemberian pendidikan dan pemeliharaan; (3) Tingkah laku yang jelek, yang terserah kepada hakim untuk menentukan batas-batasnya; (4) Bilamana dijatuhi hukuman oleh karena melakukan kejahatan yang sengaja dilakukan bersama-sama dengan anak itu; (5) Bilamana dijatuhi hukuman karena suatu kejahatan yang dilakukan terhadap anak itu; dan (6) dijatuhi hukuman badan lebih dari 2 tahun lamanya.

Menurut ajaran Islam, anak adalah amanah Allah dan tidak bisa dianggap sebagai harta benda yang bisa diperlakukan sekehendak hati oleh orang tua. Sebagai amanah anak harus dijaga sebaik mungkin oleh yang memegangnya, yaitu orang tua. Anak adalah manusia yang memiliki nilai kemanusiaan yang tidak bisa dihilangkan dengan alasan

42

apa pun. Anak adalah amanat bagi kedua orang tuanya, kewajiban orang tua memberikan pendidikan kepada anak merupakan urusan yang sangat berharga dan menempati prioritas tertinggi. Kalbu seorang anak yang masih bersih bak permata yang tak ternilai harganya, bila ia dididik dan dibiasakan untuk melakukan kebaikan, niscaya dia akan tumbuh menjadi baik, sebaliknya bila ia dididik dan dibiasakan dengan perbuatan jelek, maka ia akan menjadi orang yang merugi dan celaka dunia akhirat. Demikian yang ditulis Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddinnya (Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd, 30 Agustus 2008 http://file.upi.edu/Direktori/C%20-%20FPBS/JUR.%20PEND.%20BAHASA%20ARAB/195604201983011%2

0%20SOFYAN%20SAURI/makalah2/MAKALAH%20-seminar-banjarmasin.pdf) .

Menurut pandangan Islam mengenai hak anak dalam mendapatkan pendidikan sebetulnya terkait erat dengan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya. Orang tua berkewajiban memberikan perhatian kepada anak dan dituntut untuk tidak lalai dalam mendidiknya. Jika anak merupakan amanah dari Allah SWT, maka otomatis mendidiknya termasuk bagian dari menunaikan amanah-Nya. Sebaliknya, melalaikan hak-hak mereka termasuk khianat terhadap amanah Allah SWT sebagaimana QS. An-Nisa: 58:

*b)!# N.Bb&#rŠs?M»Z»B{<) $g=d&#Œ)rOFJ3mûü/ ¨$Z9#b&

#qJ3tBA‰è9$/ 4b)!#$KèR/3à胾m/ 3b)!#b%.‹ÿœ#ŽÁ/ÇÎÑÈ

Artnya:

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.

43

Perkembangan dan kecerdasan anak ditentukan bagaimana orang tua mendidiknya. Oleh karena itu, amanah mendidik anak merupakan sebuah hal yang teramat penting dan tidak seharusnya disepelekan oleh orang tua, kewajiban mereka terhadap anaknya bukan sekedar memenuhi kebutuhan secara lahir seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan sebagainya, tetapi juga harus memperhatikan kebutuhan bathin mereka melalui pendidikan (agama). Sebagaimana Allah SWT berfirman yang tercantum dalam QS. At Tahrim ayat 6:

$k‰'»ƒ ûï%!# #qZB#ä #q% /3¡ÿR& /3‹=d&r #‘$R $dŠq%r ¨$Z9# o‘$ft:#r

$kŽ=æ p3´»=B âxî Š#‰© w bqÁèƒ !# $B NdB& bq=èÿƒr $B brDsƒ

ÇÏÈ

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Mengenai pentingnya menunaikan "amanah" dipertegas juga dalam hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Buhari: "Barangsiapa diberi amanah oleh Allah, lalu ia mati (sedangkan pada) hari kematiannya ia dalam keadaan mengkhinati amanahnya, niscaya Allah mengharamkan surga baginya". Dari riwayat lain, Ibnul Qayyim berkata, "Barangsiapa yang melalaikan pendidikan anaknya serta meninggalkannya secara sia-sia, berarti ia telah berbuat yang terburuk".

Hukum Islam mengajarkan konsep perlindungan anak. Perlindungan anak merupakan bentuk implementasi penyelenggaraan hak asasi manusia, sebab hak anak termasuk bagian integral dari hak asasi itu

44 sendiri.

Secara jelas hal tersebut dapat dilihat dari hadist yang artinya “Cukup berdosa seorang yang mengabaikan orang yang menjadi tanggungannya”.(HR. Abu Daud Nasa’I dan Hakim). Hadist ini menjelaskan mengenai penelantaran terhadap anak. Dengan demikian Islam melarang terjadinya penelantaran terhadap anak, penelantaran termasuk dalam kategori kekerasan terhadap perekonomian.

Adanya isyarat perlindungan anak yang dikehendaki Allah SWT tertuang dalam QS. Al Maidah ayat 8:

C.

$k‰'»ƒ úï%!# #qYB#ä #qRq. úüBºq% ! ä#‰k­ Ý¡)9$/ ( wr

N6ZBfƒ bY© Qq% ’?ã w& #q9‰è? 4 #q9‰ã# qd%& “q)G=9 (

#q)?#r!#4c)!#Ž6z$J/cq=Jè?ÇÑÈ

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Ayat tersebut turun berawal dari peristiwa yang menimpa Nu’man bin Basyir. Pada suatu ketika Nu’man bin Basyir mendapat sesuatu pemberian dari ayahnya, kemudian Umi Umrata binti Rawahah berkata “aku tidak akan ridha sampai peristiwa ini disaksikan oleh Rasulullah.” Persoalan itu kemudian dibawa ke hadapan Rasulullah SAW. untuk disaksikan. Rasul kemudian berkata “apakah semua anakmu mendapat pemberian yang sama?” Jawab ayah Nu’man “tidak”. Rasul berkata lagi “takutlah engkau kepada Allah dan berbuat adillah engkau ke pada anak-anakmu”. Sebagian perawi menyebutkan, “sesungguhnya aku tidak mau

45

menjadi saksi dalam kecurangan.” Mendengar jawaban itu lantas ayah Nu’man pergi dan membatalkan pemberian kepada Nu’man. (HR. Bukhari Muslim).

Esensi ayat di atas adalah semangat menegakkan keadilan dan perlindungan terhadap anak. Islam memiliki standar yang mutlak dengan penggabungan norma dasar Ilahi dengan prinsip dasar insani.

Pada umumnya masyarakat menuntut perlindungan anak ditegakkan dengan cara setiap individu terpenuhi haknya baik hak jasmani maupun rohani, material maupun spiritual.

D. Korelasi Pembatasan Kekuasaan Orang Tua dengan Perlindungan