Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (P3HH) Gunung Batu, Bogor. Pengkondisian sampel dilakukan di ruang kondisi emisi Fakultas Kehutanan, IPB, sedangkan analisa emisi formaldehida dilakukan di Laboratorium Research Group on Crop Improvement (RGCI), Fakultas Pertanian, IPB. Waktu penelitian kurang lebih dua bulan dimulai pada awal bulan Juli tahun 2005 dan berakhir pada akhir bulan Agustus tahun 2005.
Alat dan Bahan Alat
Jenis peralatan yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan metode pengukuran emisi formaldehida yaitu metode Desikator 2 jam, Desikator 24 jam, dan WKI modifikasi, dimana datanya dirinci pada Lampiran 2.
Bahan
a. Kayu Lapis
Bahan penelitian terdiri atas dua golongan yaitu kayu lapis dan bahan kimia. Kayu lapis yang digunakan adalah hasil produksi salah satu perusahaan tertentu yang diproduksi dengan perekat Urea Formaldehida (UF). Mengenai waktu produksi kayu lapis tersebut tidak diketahui. Jumlah lapisan dan dimensi kayu lapis yang dijadikan sebagai bahan penelitian seperti dikemukakan pada Tabel 11.
Tabel 11. Bahan penelitian
Jumlah Lapisan Ketebalan (mm) Ukuran (Panjang x Lebar) mm 3 3,7 910 x 1830 5 8,6 910 x 1830 7 14,6 910 x 1830 9 17,6 910 x 1830 11 23,5 910 x 1830 13 30 910 x 1830 b. Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan untuk membuat larutan-larutan kimia disesuaikan dengan kebutuhan metode pengukuran emisi formaldehida, yaitu metode Desikator 2 jam, Desikator 24 jam, dan WKI modifikasi. Data rincian pada Lampiran 3.
Persiapan Contoh Uji
Persiapan contoh uji terdiri atas pembuatan contoh uji kayu lapis dan pembuatan larutan-larutan kimia.
Kayu Lapis
Persiapan contoh uji kayu lapis terdiri atas penetapan panel contoh, pembuatan potongan contoh, dan pembuatan contoh uji. Cara pemotongan contoh uji tertera pada Lampiran 15.
a. Pengambilan panel contoh
Pengambilan panel contoh mengacu pada Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) tahun 2003. Untuk masing-masing ketebalan panel diambil dua lembar.
b. Pembuatan potongan contoh
Potongan contoh diambil pada bagian tengah panel contoh yang akan diuji dengan ukuran 400 x 400 mm, dan dibungkus plastik kedap air.
c. Pembuatan contoh uji
Contoh uji dibuat untuk keperluan pengukuran kadar air kayu lapis dan pengukuran emisi formaldehida.
1. Contoh uji pembuatan kadar air mengacu pada JIS A 5908-2003 dengan ukuran 100 x 100 mm.
2. Ukuran masing-masing contoh uji emisi formaldehida disesuaikan dengan metode pengukuran emisi formaldehida yang digunakan. Pengujian emisi formaldehida menggunakan metode Desikator 2 jam dan Desikator 24 jam mengacu pada Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) tahun 2003, sedangkan pengujian menggunakan metode WKI modifikasi mengacu pada The Fraunhofer Institute for Wood Research/WKI (Roffael, 1993). Mengenai ukuran dan jumlah contoh uji untuk masing-masing metode tertera pada Tabel 12.
Tabel 12. Ukuran dan jumlah contoh uji Desikator
24 Jam
Desikator
2 Jam WKI Modifikasi Jumlah Lapisan Ketebalan (mm) Ukuran (mm) Jumlah Ukuran (mm) Jumlah Ukuran (mm) Jumlah 3 3,7 150 x 50 3 697 x 127 3 25 x 25 3 5 8,6 150 x 50 3 697 x 127 3 25 x 25 3 7 14,6 150 x 50 3 697 x 127 3 25 x 25 3 9 17,6 150 x 50 3 697 x 127 3 25 x 25 3 11 23,5 150 x 50 3 697 x 127 3 25 x 25 3 13 30 150 x 50 3 697 x 127 3 25 x 25 3
Larutan Kimia
Larutan kimia yang dibutuhkan terdiri atas:
a. Larutan standarisasi formaldehida yang digunakan untuk mengetahui konsentrasi formaldehida pada larutan induk A.
b. Larutan induk A dan B yang digunakan untuk keperluan pembuatan deret larutan standar. c. Larutan pereaksi formaldehida yang digunakan untuk mereaksikan formaldehida dalam
deret larutan standar dan larutan contoh.
Larutan-larutan kimia tersebut dibuat sesuai dengan metode pengukuran emisi formaldehida yang digunakan yaitu metode Desikator 2 jam, Desikator 24 jam, dan WKI modifikasi. Prosedur pembuatannya tercantum pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.
Pengukuran Kadar Air
Contoh uji kadar air awal (basah) ditimbang dengan menggunakan neraca analitik dan beratnya dinotasikan sebagai B0. Selanjutnya, contoh uji dimasukkan ke dalam oven pada suhu 102±30C selama 24 jam. Contoh uji dikeluarkan dari oven lalu dimasukkan desikator sehingga dingin. Dengan menggunakan gegep, contoh uji kering dikeluarkan dari desikator lalu ditimbang kembali dan beratnya dinotasikan sebagai BKT. Perhitungan kadar air dilakukan dengan rumus :
KA= 0 x100%
BKT BKT
B −
Emisi Formaldehida
Prinsip penentuan konsentrasi formaldehida teremisi adalah mereaksikan gas formaldehida yang tertangkap oleh suatu cairan (H2O, NaSO3, air suling, dan lain lain) dengan indikator-indikator tertentu yang akan membentuk senyawa komplek berwarna tertentu. Analisa emisi formaldehida adalah pengukuran absorban yang terjadi dari larutan contoh yang intensitasnya secara kuantitatif dilakukan menggunakan Spektrofotometer.
Penentuan konsentrasi emisi formaldehida dengan metode Desikator 2 jam, menggunakan larutan asam kromotopik 0,1% (1,8-dihydroxynaphthalene-3,6-disulfonic acid). Formaldehida yang tertangkap air suling akan bereaksi dengan asam kromotopik dalam larutan asam sulfat pekat (97%) berlebih membentuk senyawa komplek. Dengan kehadiran oksigen senyawa komplek tersebut akan menghasilkan warna purple/ungu-violet (Roffael, 1993 dan Zhang et al., 1994). Senyawa ini memiliki intensitas pembacaan pada panjang gelombang 570-580 nm (Christian, 1986).
Penentuan konsentrasi emisi formaldehida dengan metode Desikator 24 jam dan WKI modifikasi, menggunakan larutan asetilaseton amonium asetat yang akan membentuk senyawa
komplek diacetyl dihydrolutinin. Senyawa ini akan menghasilkan warna hijau-kekuningan yang mempunyai pembacaan gelombang absorbsi maksimum 412 nm (Christian,1986).
a. Metode Desikator 2 Jam i. Pengkondisian contoh uji
Setelah dilakukan pemotongan, contoh uji dilapisi dengan parafin minimal dua kali pelapisan dengan jarak dari tepi papan ±5 mm pada setiap sisi lebar dan sisi panjangnya. Pelapisan dilakukan 1 jam setelah pemotongan. Kemudian, contoh uji tersebut disimpan dalam ruang dengan suhu 24±30C, dengan kelembapan (50±10)% selama 7 hari±4 jam. Setelah contoh uji dikondisikan, desikator diletakan dalam ruangan pengujian kemudian ruangan tersebut dikondisikan pada suhu (24±1)0C dengan kelembapan (50±10)%. Setelah itu, contoh uji disusun dalam desikator mengelilingi gelas piala terbalik yang di atasnya telah diletakkan cawan petri berisi air suling sebanyak 25 ml (Gambar 8). Selanjutnya, desikator dikondisikan pada suhu (25±1)oC, selama 2 jam.
ii. Pembuatan deret standar
Sebelum dilakukan analisa konsentrasi larutan contoh, terlebih dahulu dibuat deret standar dengan cara memasukkan larutan induk B yang telah diketahui konsentrasinya ke dalam tabung reaksi berisi air suling seperti tertera pada Tabel 13. Pada tabung pertama tidak ada larutan induk B yang dipipet, selanjutnya disebut sebagai larutan blanko. Tabel 13. Deret larutan standar metode Desikator 2 jam
Tabung Reaksi no. ml H2O ml Larutan Standar B
1 4,00 0,00 2 3,90 0,10 3 3,70 0,30 4 3,50 0,50 5 3,30 0,70 6 3,00 1,00 7 2,00 2,00 Contoh uji Cawan Petri Gelas piala
Gelas piala Contoh uji
Masing-masing tabung ditambahkan asam sulfat pekat (97-98%) sebanyak 6 ml dan larutan asam kromotropik 0,1% sebanyak 0,1 ml. Selanjutnya, tutup tabung reaksi menggunakan sumbat gabus, lalu kocok perlahan menggunakan vortex. Deret standar tersebut dipanaskan dalam penangas air dengan air mendidih selama 15±2 menit. Selanjutnya, deret standar diangkat dari penangas air dan didinginkan hingga mencapai suhu ruang. Lepaskan penutup tabung. Kemudian, dilakukan pengukuran absorbansi terhadap deret standar menggunakan spektrofotometer pada pembacaan gelombang 580 nm. Dari absorban yang didapat, selanjutnya dicari persamaan regresi untuk digunakan dalam perhitungan konsentrasi formaldehida larutan contoh.
iii. Penetapan jumlah emisi formaldehida
Setelah contoh uji dikondisikan, selanjutnya contoh uji dikeluarkan dari ruang pengkondisian. Penetapan emisi formaldehida dilakukan dengan memipet 4 ml air suling dari dalam cawan petri ke dalam tabung reaksi lalu ditambah dengan asam sulfat pekat (97-98%) sebanyak 6 ml dan larutan asam kromotropik 0,1% sebanyak 0,1 ml. Selanjutnya, tutup tabung reaksi menggunakan sumbat gabus, lalu kocok perlahan menggunakan vortex. Perlakuan dilakukan secara duplo. Larutan contoh tersebut dipanaskan dalam penangas air dengan air mendidih selama 15±2 menit. Selanjutnya, larutan contoh diangkat dari penangas air dan didinginkan hingga mencapai suhu ruang. Kemudian, dilakukan pengukuran absorbansi larutan contoh menggunakan spektrofotometer pada pembacaan gelombang 580 nm. Dengan absorban yang didapat dari pembacaan spektrofotometer, selanjutnya dilakukan perhitungan konsentrasi formaldehida menggunakan regresi seperti terlampir pada Lampiran 11.
b. Metode Desikator 24 Jam i. Pengkondisian contoh uji
Desikator diletakkan dalam ruangan pengujian, kemudian ruangan tersebut dikondisikan pada suhu (20±1)0C sebelum diadakan pengujian. Contoh uji disusun dalam desikator mengelilingi gelas piala yang berisi air suling sebanyak 300 ml (Gambar 9). Selanjutnya, contoh uji dikondisikan pada suhu (20±1)0C selama 24 jam.
ii. Pembuatan deret standar
Sebelum dilakukan analisa konsentrasi larutan contoh, terlebih dahulu dibuat deret larutan standar dengan cara memasukkan larutan induk B yang telah diketahui konsentrasinya ke dalam labu ukur berukuran 100 ml seperti terlihat pada Tabel 14. Selanjutnya, labu ukur tersebut ditambah dengan air suling sehingga mencapai tanda tera. Pada labu pertama tidak ada larutan induk B, tetapi hanya berisi air suling dan dianggap sebagai blanko.
Tabel 14. Deret larutan standar metode Desikator 24 jam
Labu ukur no. Larutan Standar B (ml) ml H2O (ml) 1 0,00 100 2 5,00 95 3 10,00 90 4 20,00 80 5 50,00 50 6 100,00 0
Dari masing-masing labu ukur yang berisi deret larutan standar, dipipet 25 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer berukuran 100 ml. Masing-masing erlenmeyer tersebut ditambahkan larutan asetil aseton amonium asetat sebanyak 25 ml. Selanjutnya deret tersebut dipanaskan di penangas air pada suhu 65±5 0C selama 10 menit dan didinginkan hingga mencapai suhu ruang. Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi terhadap deret standar dan larutan contoh menggunakan spektrofotometer pada pembacaan gelombang 412 nm. Dari absorban yang didapat, selanjutnya dicari persamaan regresi untuk digunakan dalam perhitungan konsentrasi formaldehida larutan contoh.
iii. Penetapan jumlah emisi formaldehida
Setelah contoh uji dikondisikan, selanjutnya contoh uji dikeluarkan dari ruang pengkondisian. Penetapan emisi formaldehida dilakukan dengan memipet 25 ml air suling dari dalam gelas piala dan larutan blanko lalu dimasukkan dalam erlenmeyer berukuran 100 ml. Masing-masing erlenmeyer tersebut ditambahkan larutan asetil aseton amonium asetat sebanyak 25 ml. Selanjutnya, dipanaskan di penangas air pada suhu 65±5 0C selama 10 menit dan didinginkan hingga mencapai suhu ruang. Kemudian, dilakukan pengukuran absorbansi larutan contoh menggunakan spektrofotometer pada pembacaan gelombang 412 nm. Dengan absorban yang didapat dari pembacaan spektrofotometer, selanjutnya dilakukan perhitungan konsentrasi formaldehida menggunakan regresi seperti terlampir pada Lampiran 11.
c. Metode WKI Modifikasi i. Pengkondisian contoh uji
Contoh uji digantung dalam botol plastik berkapasitas 500 ml yang telah berisi air 50 ml (Gambar 10). Kemudian, botol tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu (40±5)0C selama 24 jam.
ii. Pembuatan deret standar
Sebelum dilakukan analisa konsentrasi larutan contoh, terlebih dahulu membuat deret standar. Pembuatan dan pengukuran absorbansi deret larutan standar menggunakan prosedur yang sama dengan metode Desikator 24 jam.
iii. Penetapan jumlah emisi formaldehida
Setelah contoh uji dikondisikan pada suhu (40±5)0C selama 24 jam, contoh uji dikeluarkan dari ruang pengkondisian. Penetapan emisi formaldehida untuk metode ini, menggunakan prosedur yang sama dengan prosedur penetapan emisi formaldehida menggunakan metode Desikator 24 jam.
Rancangan Percobaan
Seperti tertera pada bab pendahuluan, objek dari penelitian ini adalah nilai emisi formaldehida yang berasal dari kayu lapis dengan menggunakan metode Desikator 2 jam, Desikator 24 jam, dan WKI modifikasi. Faktor pertama yang diteliti adalah pengaruh dan hubungan jumlah lapisan venir kayu lapis (faktor A) yang bertaraf enam yaitu 3, 5, 7, 9, 11, dan 13 lapis. Pengulangan untuk perlakuan di atas dilakukan masing-masing tiga kali. Satuan percobaan yang dibutuhkan adalah 6 x 3 x 3 = 54 satuan percobaan. Untuk mengetahui pengaruh faktor jumlah lapisan venir terhadap kadar emisi formaldehida, maka rancangan statistik yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Gambar 10. Peletakan contoh uji metode WKI modifikasi
Contoh uji
Untuk mengetahui hubungan antara jumlah lapisan venir dalam kayu lapis terhadap kadar emisi formaldehida dan hubungan serta pengaruh kadar air terhadap kadar emisi formaldehida, analisa yang digunakan adalah analisa regresi linear. Untuk melihat perbedaan karena pengaruh dari masing-masing faktor di atas, analisa data penelitian dilanjutkan dengan uji Tukey. Program analisa yang digunakan adalah SPSS11.5 dan Microsoft Excel.
Model persamaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dalam penelitian: Yij = µ + æi + Ek (ij)
Model persamaan regresi dalam penelitian ini adalah: Yi = a + bx
Keterangan=
Yij = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah populasi
æi = Pengaruh perlakuan taraf ke-i
Ek(ij) = Pengaruh galat percobaan pada ulangan ke-i dengan perlakuan j i = taraf dari faktor jumlah lapisan yaitu 3, 5, 7, 9, 11, dan 13 lapis j = ulangan ke-1, 2, 3
Keterangan=
Yi = Peubah tak bebas x = Peubah bebas
a = Intersep/ perpotongan dengan sumbu tegak b = Kemiringan/ gradien