HASIL DAN PEMBAHASAN
3. Terdapatnya senyawa lain yang bereaksi dengan senyawa formaldehida
Analisa konsentrasi formaldehida yang dilakukan adalah analisa warna. Dalam analisa emisi formaldehida dengan menggunakan metode asam kromotropik, warna yang diharapkan muncul pada pembacaan gelombang 580 nm adalah warna purple (Christian, 1986). Akan tetapi, warna yang muncul saat pengujian adalah warna kuning dan warna puple yang diharapkan tidak muncul. Sehingga, dapat dikatakan bahwa sampel tersebut tidak mengandung formaldehida.
Hal tersebut didukung dengan pernyataan Roffael (1993) yang menyatakan bahwa terdapat senyawa lain (NO2, alkena, asetaldehida, dan lain-lain) yang kemungkinan mengganggu dalam analisa emisi formaldehida menggunakan metode asam kromotropik.
Keterangan:
= pengeluaran emisi formaldehida secara horizontal = pengeluaran emisi formaldehida secara vertikal
Gambar 11. Ilustrasi pengeluaran emisi formaldehida dari dalam kayu lapis secara horizontal dan vertikal
Untuk itu perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang kemungkinan adanya zat lain yang bereaksi, sehingga menghasilkan warna yang bukan warna yang diharapkan dalam analisa emisi formaldehida ini.
Metode Desikator 24 Jam
Analisa sidik ragam pengaruh jumlah lapisan venir dalam kayu lapis terhadap emisi formaldehida tertera pada Tabel 18. Nilai FHit = 588,521 lebih besar daripada nilai FTab = 5,064 yang memberi arti bahwa jumlah lapisan berpengaruh sangat nyata terhadap emisi formaldehida kayu lapis yang dihasilkan pada taraf kepercayaan 1%.
Tabel 18. Sidik ragam pengaruh jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida menggunakan metode Desikator 24 jam
Sumber Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hit F Tab
Jumlah Lapisan 5 0,859 0,172 588,521 ** 5,064
Galat 12 0,004 0,000
Total 17 0,862
Untuk mengetahui perbedaan pengaruh jumlah lapisan venir dalam kayu lapis terhadap emisi formaldehida, pengujian dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey dan hasilnya disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Uji Tukey pengaruh jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi
formaldehida dengan metode Desikator 24 jam
Subset untuk alfa = 0,010
Jumlah Lapisan N 1 2 3 7 3 0,045 5 3 0,073 3 3 0,075 9 3 0,192 11 3 0,211 13 3 0,681 Tukey HSD(a) Angka Signifikan 0,347 0,773 1,000
Pada Tabel 19 terlihat bahwa kayu lapis dengan jumlah lapisan venir 3, 5, dan 7 lapis menempati bagian subset yang sama. Dengan begitu, dapat diartikan bahwa pada kayu lapis dengan jumlah lapisan venir 3, 5, dan 7 lapis tidak berbeda dalam hal emisi formaldehida. Begitu pula untuk jumlah lapisan 9 dan 11 lapis yang menempati bagian subset yang sama. Hal tersebut berarti bahwa jumlah lapisan 9 dan 11 lapis tidak berbeda dalam hal emisi formaldehida. Sedangkan, untuk kayu lapis berlapis 13 lapis, besarnya emisi formaldehida berbeda dibandingkan dengan jumlah lapisan yang lainnya.
Metode WKI Modifikasi
Data analisa sidik ragam pengaruh jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida yang diukur dengan metode WKI modifikasi seperti tertera pada Tabel 20, menunjukkan bahwa nilai FHit = 489,272 lebih besar daripada nilai FTab = 5,064 yang memberi arti bahwa jumlah lapisan berpengaruh sangat nyata terhadap emisi formaldehida kayu lapis pada taraf kepercayaan 1%.
Tabel 20. Sidik ragam pengaruh jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida menggunakan metode WKI modifikasi
Sumber db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hit F Tab
Jumlah Lapisan 5 14,053 2,811 489,272 ** 5,064
Galat 12 0,069 0,006
Total 17 14,122
Untuk mengetahui perbedaan jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida, analisa dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey dan hasilnya tercantum pada Tabel 21.
Tabel 21. Uji Tukey pengaruh jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida dengan metode WKI modifikasi
Subset untuk alfa = 0,010
Jumlah Lapisan N 1 2 3 4 7 3 0,299 5 3 0,317 3 3 0,354 9 3 0,584 11 3 0,956 13 3 2,793 Tukey HSD(a) Angka Signifikan 0,945 1,000 1,000 1,000
Dari data seperti tertera pada Tabel 20, terlihat bahwa kayu lapis dengan jumlah lapisan venir 3, 5, dan 7 lapis menempati bagian subset yang sama. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa pada kayu lapis dengan jumlah lapisan venir 3, 5, dan 7 lapis tidak berbeda dalam hal emisi formaldehida. Sedangkan, emisi formaldehida untuk jumlah lapisan 9, 11, dan 13 lapis masing-masing berbeda dalam hal emisi formaldehida dibandingkan dengan jumlah lapisan yang lainnya.
13 11 9 7 5 3 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 Jumlah L apis an E m is i F o rm a ld e h id a ( p p m ) Y= -0,1463 + 0,1026 X
Hubungan Jumlah Lapisan Venir Kayu Lapis terhadap Emisi Formaldehida Untuk mengetahui hubungan antara jumlah lapisan venir dalam kayu lapis terhadap emisi formaldehida, dilakukan analisa regresi. Dari ketiga metode pengukuran emisi formaldehida yang digunakan, hanya metode Desikator 24 jam dan WKI modifikasi yang dapat dilakukan analisa regresi. Pengajian terhadap hubungan jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida untuk metode Desikator 2 jam tidak dapat dilakukan dikarenakan emisi formaldehida yang diharapkan tidak terbaca.
Metode Desikator 24 Jam
Analisa regresi untuk metode Desikator 24 jam memenuhi persamaan Y= -0,1463+0,1026 X, dimana Y adalah konsentrasi formaldehida dalam ppm, X adalah jumlah lapisan venir dalam kayu lapis. Koefisien korelasi antara jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida yang didapat untuk metode Desikator 24 jam adalah 0,802. Dari besarnya nilai tersebut dapat diartikan bahwa hubungan antara jumlah lapisan venir dengan emisi formaldehida adalah sangat erat. Koefisien regresi sebesar 0,1026 mengandung arti peningkatan jumlah lapisan satu satuan akan mengakibatkan peningkatan emisi formaldehida sebesar 0,1026. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jumlah lapisan mempunyai hubungan yang positif terhadap emisi formaldehida kayu lapis. Grafik hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Hubungan regresi antara jumlah lapisan dengan emisi formaldehida menggunakan metode Desikator 24 jam
13 11 9 7 5 3 3 2 1 0 Jumlah L apis an E m is i F o rm a ld e h id a ( p p m ) Y = -0,5559 + 0,4113 X Metode WKI Modifikasi
Persamaan regresi yang memenuhi dari metode WKI modifikasi adalah Y= -0,5559+0,4113 X dimana Y adalah konsentrasi formaldehida dalam ppm, X adalah jumlah lapisan venir dalam kayu lapis. Koefisien korelasi antara jumlah lapisan venir kayu lapis terhadap emisi formaldehida terukur dengan metode WKI modifikasi yang didapat adalah 0,795. Hal tersebut dapat diartikan bahwa hubungan antara jumlah lapisan venir dengan emisi formaldehida adalah sangat erat. Selanjutnya, dilihat dari besarnya koefisien regresinya yaitu 0,4113 berarti bahwa peningkatan jumlah lapisan satu satuan akan mengakibatkan peningkatan emisi formaldehida sebesar 0,4113. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jumlah lapisan mempunyai hubungan yang positif terhadap emisi formaldehida kayu lapis. Grafik hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 13.
Hal tersebut seiring dengan pernyataan Kliwon (1988) dan Juhendi (1998), bahwa dengan meningkatnya bilangan jumlah lapisan venir dalam kayu lapis akan memberikan emisi formaldehida yang semakin tinggi. Dengan semakin banyak lapisan venir dalam kayu lapis, maka perekat yang digunakan akan semakin banyak pula. Hal tersebut menyebabkan emisi formaldehida yang dikeluarkan akan semakin banyak pula.
Kesesuaian Emisi Formaldehida dengan Standar Jepang, Amerika, dan WHO Kesesuaian standar emisi formaldehida dilakukan dengan cara membandingkan emisi formaldehida hasil penelitian dengan berbagai persyaratan standar Jepang, Amerika, dan WHO. Pada Tabel 10 tertera standar emisi formaldehida untuk negara Jepang menurut JIS A 5908-2003 yaitu kurang dari sama dengan 7 ppm. Sedangkan untuk standar Amerika menurut ASTM D-5582-94 yaitu sebesar 0,01 ppm. Untuk standar WHO (MSDS, 2002) sebesar 0,1 ppm.
Gambar 13. Hubungan regresi antara jumlah lapisan dengan emisi formaldehida menggunakan metode WKI modifikasi
Emisi formaldehida dengan menggunakan metode Desikator 2 jam dari semua jenis contoh uji kayu lapis tidak dapat dibandingkan dengan standar Amerika dikarenakan emisi formaldehida yang didapat dengan pengukuran menggunakan metode tersebut tidak dapat terukur.
Nilai emisi formaldehida berkisar antara 0,045-0,681 ppm untuk pengukuran menggunakan metode Desikator 24 jam dan 0,299-2,793 ppm untuk pengukuran menggunakan metode WKI modifikasi, dapat memenuhi persyaratan standar emisi formaldehida menurut JIS A 5908-2003.
Untuk standar WHO, kayu lapis yang memenuhi standar adalah kayu lapis dengan jumlah lapisan 3 (0,075 ppm), 5 (0,073 ppm), dan 7 lapis (0,045 ppm) untuk metode Desikator 24 jam.
Kelebihan dan Kelemahan Metode Pengukuran Emisi Formaldehida
Berdasarkan pengalaman selama melakukan pengukuran emisi formaldehida kayu lapis menggunakan metode Desikator 2 jam, Desikator 24 jam, dan WKI modifikasi, ditemukan beberapa kelemahan dan kelebihan dari masing-masing metode seperti tercantum pada Tabel 22.
Tabel 22. Kelebihan dan kelemahan metode pengukuran emisi formaldehida Metode Desikator 24 Jam Desikator 2 Jam WKI Modifikasi
Kelebihan
1.Waktu lebih lama sehingga absorbsi dapat maksimal. 2.Penentuan konsentrasi
formaldehida memakai metode Asetilaseton, dimana bahan kimia yang digunakan tidak terlalu berbahaya. 3.Mudah dalam
pengukuran.
1.Waktu lebih singkat 2.Pengaturan suhu
dapat dilakukan dengan mudah (25±10C) karena tidak menggunakan suhu rendah seperti pada metode Desikator 24 jam. 3.Harga bahan kimia
untuk metode ini murah.
1.Hemat penggunaan sampel. Ukuran sampel yang digunakan (2,5 x 2,5 cm).
2.Waktu lebih lama sehingga absorbsi dapat maksimal. 3.Tata cara pengujian
cukup mudah. Hanya menggunakan oven dan botol plastik dengan suhu relatif rendah 400C. 4.Penentuan konsentrasi
formaldehida memakai metode Asetilaseton, dimana bahan kimia yang digunakan tidak terlalu berbahaya. 5.Kondisi pengujian yang
ekstrim dapat mewakili kondisi sebenarnya dalam aplikasi kayu lapis.
Kelemahan
1.Sampel yang digunakan mempunyai ukuran yang besar (15 x 5 cm) dan berjumlah banyak. 2.Diperlukan peralatan/desikator. 3.Diperlukan ruang conditioning yang benar-benar khusus dan dapat menstabilkan suhu mengingat suhu conditioning menggunakan suhu rendah (20±10C). 4.Harga bahan kimia
untuk metode ini mahal. 1.Sampel yang digunakan mempunyai ukuran yang besar (6,97 x 12,7 cm) dan berjumlah banyak. 2.Diperlukan peralatan/desikator. 3.Penentuan konsentrasi formaldehida memakai metode asam kromotropik, dimana bahan kimia yang digunakan adalah berbahaya (H2SO4) pekat 97%. 4.Waktu yang singkat
menyebabkan absorbsi kurang sempurna.
1.Menggunakan kondisi pengujian ekstrim (suhu dan RH tinggi). Sehingga, emisi yang dihasilkan tinggi yang mengakibatkan keluar dari standar negara-negara di dunia. 2.Harga bahan kimia