• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Definisi Operasional

Definisi operasional menurut Nazir (2005 :126) adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Ter ikat (X)

Variabel terikat dalam penelitian ini antara lain : 1. TekananKerja (X1)

Tekanan Kerja adalah Tekanan Kerja (Job-Related Stress) ini timbul karena meningkatnya stres sebagai akibat dari permintaan pekerjaan secara meningkat melebih kemampuan kinerja dari pekerja.

2. KompleksitasTugas (X2)

Kompleksitas Tugas adalah persepsi individu tentang kesulitan suatu tugas yang disebabkan oleh terbatasnya kapabilitas, dan daya ingat serta kemampuan untuk mengintegrasikan masalah yang dimiliki oleh seorang pembuat keputusan dan keragaman aspek tugas dalam suatu jabatan.

3. Gender (X3)

Gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh social budaya, sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara social dan cultural dengan akibat terjadinya perbedaan fungsi, peran dan tanggungjawab pada kedua jenis kelamin. Perbedaan ini merupakan konstruksi masyarakat sehingga sifatnya bisa berubah dan tidak sama.

2. Variabel Bebas (Y) Audit Judgment (Y)

Audit Judgment adalah mengacu pada aspek kognitif dalam proses pengambilan keputusan dan mencerminkan perubahan dalam evaluasi, opini atau sikap.

3.1.2. Pengukuran Variabel

Pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dengan mengukur pengaruh tekanan kerja, kompleksitas tugas, dan gender terhadap audit judgment.

1. Tekanan Kerja (X1)

Tekanan kerja adalah Tekanan yang diterima oleh pekerja dalam menghadapi tugas yang melebihi kemampuan kinerja pekerja.Tekanan kerja merupakan variable independen yang di ukur dengan skala likert lima poin.

2. KompleksitasTugas (X2)

Persepsi individu tentang kesulitan suatu tugas yang disebabkan oleh terbatasnya kapabilitas, dan daya ingat serta kemampuan untuk mengintegrasikan

masalah yang dimiliki oleh seorang pembuat keputusan. Kompleksitas tugas merupakan variabel independen yang diukur dengan skala likert lima poin.

3. Gender (X3)

Gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor faktor social maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran social dan budaya perempuan dan laki-laki. Gender merupakan variabel independen yang dibedekan menjadi dua kategori yaitu pria dan wanita. Gender di ukur dengan skala nominal. Gender merupakan variabel dummy dimana 1 = pria dan 0 = wanita.

4. Audit Judgment (Y)

Kebijakan auditor dalam menentukan pendapat mengenai hasil auditnya yang mengacu pada pembentukan suatu gagasan, pendapat atau perkiraan tentang suatu objek, peristiwa, status atau jenis peristiwa lain. Audit Judgment merupakan variabel dependen yang diukur dengan skala likert lima poin.

3.2. Teknik Penentuan Sampel 3.2.1. Populasi

Populasi sebagai objek atau sasaran penelitian, adalah merupakan himpunan individual atau unit atau unsur atau elemen yang memiliki cara atau karakteristik yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh auditor yang bekerja di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Timur Jalan Raya Juanda Surabaya yang berjumlah 257 auditor fungsional.Terdiri dari 87 Perempuan dan 170 laki-laki.

3.2.2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi. Objek yang digunakan adalah auditor sebagai unit analisis. Dalam penelitian obyek penelitian, penulis menggunakan data primer sebagai sumber data. Pada penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dari responden melalui kuisioner yang dibagikan kepada sampel. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan desain pengambilan sampel probabilitas dengan kategori pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling).

Pengambilan sampel dari populasi secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi dan setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel (Suharyadi, 2004: 326).

Untuk menentukan ukuran besarnya sampel yang akan diambil digunakan persamaan rumus SLOVIN (1960) yang dikutip Sevilla (1994) dalam Umar (1997).

Rumus Slovin: N

n =

1+ N (e)2 dimana, n= ukuran sampel

N= ukuran populasi yang diambil (257 auditor fungsional)

E= persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditelorir (10%)

257 n =

1+ 257 (10%)2 n = 72 auditor fungsional

berdasarkan perhitungan diatas telah menunjukkan bahwa ukuran sampel untuk penelitian ini adalah 72 auditor fungsional yang dapat mewakili populasi yang ada. Terdiri dari 25 Perempuan dan47 laki-laki.

3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. J enis Data

Dalam penelitian obyek penelitian, penulis menggunakan data primer sebagaisumber data.Data primer mengacu pada informasi yang diperoleh dari tangan pertama oleh peneliti yang berkaitan dengan variabel minat untuk tujuan spesifik studi (Sekaran, 2006: 60). Pada penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dari responden melalui kuisioner yang dibagikan kepada sampel dan wawancara.

3.3.2. Metode Pengumpulan Sampel

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survei. Tiga metode pengumpulan data dalam penelitian survei antara lain adalah wawancara, memberikan kuisioner dan mengobservasi orang dan fenomena (Sekaran, 2006: 66). Sedangkan dalam penelitian ini metode pengumpulan yang digunakan adalah dengan menggunakan kuisioner dan wawancara.

Metode pengumpulan data dilakukan adalah dengan metode kuisioner dan wawancara. Kuisioner yang digunakan adalah kuisioner yang berstruktur,

dimana jawaban pertanyaan yang diajukan kepada responden sudah disediakan berisi pertanyaan untuk mendapatkan informasi tentang tekanan kerja, kompleksitas tugas, gender, dan audit judgment pada auditor fungsional di BPKP Jawa Timur.

3.4 Uji Kualitas Data 3.4.1 Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana alat pengukur (kuesioner) mengukur apa yang diinginkan. Valid atau tidaknya alat ukur tersebut dapat diuji dengan mengkorelasikan antara skor yang diperoleh pada masing-masing butir pertanyaan dengan skor total yang diperoleh dari penjumlahan semua skor pertanyaan (Sumarsono,2004:31).

Apabila korelasi antara skor total dengan skor masing-masing pertanyaan ditunjukkan dengan taraf signifikan lebih kecil dari 0,05, maka dapat dikatakan bahwa alat pengukur tersebut mempunyai validitas (Sumarsono, 2004:31)

3.4.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuisioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuisioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2006: 41).

Pengukuran reliabilitas penelitian ini dilakukan dengan cara OneShot atau pengukuran sekali. Uji reliabilitasnya dilakukan melalui pendekatan uji statisktik Cronbach Alpha dengan kriteria pengujian sebagai berikut:

b. Jika nilai alpha < 0,60 berarti pertanyaan tidak reliabel 3.4.3 Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data mengikuti sebaran normal atau tidak. Untuk mengetahui apakah data tersebut mengikuti sebaran normal dapat dilakukan dengan berbagai metode diantaranya adalah metode Kolmogorov Smirnov (Sumarsono, 2004: 40).

Pedoman dalam mengambil keputusan apakah sebuah distribusi data distribusi normal (Sumarsono, 2004: 43) adalah

1. Jika signifikan atau nilai probabilitasnya lebih kecil dari 5% maka distribusi tidak normal.

2. Jika signifikan atau nilai probabilitasnya lebih besar dari 5% maka distribusi normal.

3.4.4Uji Asumsi Klasik

Untuk mendukung keakuratan hasil model regresi, maka perlu dilakukan penelusuran terhadap asumsi klasik yang meliputi asumsi multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Uji asumsi klasik menyatakan bahwa persamaan regresi tersebut harus bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimation), artinya pengambilan keputusan uji F dan uji t tidak boleh bias.Untuk menghasilkan pengambilan yang BLUE maka harus dipenuhi diantaranya tiga asumsi dasar yang tidak boleh dilanggar oleh regresi linier berganda, yaitu:

1. Tidak boleh Autokorelasi. 2. Tidak Boleh Multikolinieritas. 3. Tidak Boleh Heteroskedastisitas.

Apabila salah satu dari ketiga asumsi dasar tersebut dilanggar, maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimation), sehingga pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias (Algifari, 2000: 83).

a. Uji Multikolinieritas

Tujuan pegujian ini adalah untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel bebas. Jika variabel independen saling korelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas didalam model regresi dapat dilihat dari

1. Nilai tolerance dan lawannya 2. variance inflation factor

Tolerance mengukur variabilitas bebas yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Nilai tolerance yang umum dipakai dengan nilai VIF dibawah 10, maka tidak terjadi multikolinieritas (Ghozali, 2006: 91).

Salah satu cara untuk mengetahui ada tidaknya multikoliliertas yaitu dengan melihat besarnya nilai variance inflation (VIF). VIF ini dapat dihitung dengan rumus:

VIF =

tolerance

b. Uji Heterokedatisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan kepengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan kepengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas (Ghozali, 2006: 105).

3.4.5 Teknik Analisis

Teknik mempermudah analisis data maka data – data yang terkumpul diolah dengan menggunakan program komputer SPSS, dan uji statistik yang digunakan adalah regrasi liner berganda, dengan persamaan regresi:

Y = β0 + β1X1 + β2X23X3+ e (Anonim, 2008: L - 21) Dimana : Y = Audit Judgment β0 = Konstanta / intersep X1 = Tekanan Kerja X2 = Kompleksitas Tugas X3 = Gender β1, β2, β3 = KoefisienRegresi e = Random error 3.4.6 Uji Hipotesis

Untuk menguji kesesuaian model persamaan regresi yang dihasilkan, dan untuk menguji signifikan atau tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan uji F dan uji t :

1. Uji F

Dengan prosedur sebagai berikut:

a.Menentukan hipotesis yang dipakai, dimana:

1. H0 : β1 = β2 = …. = βj≠ 0(X1, X2 bersama Xj tidak berpengaruh terhadap Y)

2. Ha = salah satu dari βj≠ 0(X1, X2 bersama Xj berpengaruh terhadap Y)

a. Dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikan 0,05 dengan derajat bebas (n – k), dimana n = jumlah pengamatan, dan k = jumlah variabel atau parameter.

b. Menentukan Fhitung dengan rumus:

(Anonim, 2008:L-22) Keterangan :

Fhit = Hasil F hitung

k = Banyaknya variabel bebas dalam model n = Banyaknya sample

R2 = Koefisien determinasi

c. Kriteria pengujian yang digunakan dalam uji F adalah

• Apabila tingkat signifikan (sig) > 0,05 H0 diterima dan H1 ditolak

• Apabila tingkat signifikan (sig) ≤ 0,05 H 0 ditolak dan H1 diterima

R²/ (k-1)

2. Uji t

Dengan prosedur sebagai berikut:

a. Menentukan hipotesis yang dipakai, dimana:

1. Ho : βj = 0, tidak terdapat pengaruh X1, atau X2 terhadap variabel tidak bebas (Y) secara parsial.

2. Hi : βj ≠ 0, terdapat pengaruh X 1,atau X2 terhadap variabel tidak bebas Y secara parsial.

b. Dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikan 0,05 dengan derajat bebas (n – 2), dimana n: jumlah observasi.

c. Dengan nilai thitung: r n−2 thit = ...(Anonim, 2008:L-23) 1 Keterangan :

thit = t hasil perhitungan bj = Koefisien regresi se(bj) = Standart error d. Kriteria pengujian yang digunakan dalam uji t:

Apabila tingkat signifikan (sig) > 0,05 H0 diterima dan H1 ditolak

4.1. Deskr ipsi Objek Penelitian

4.1.1 Sejarah Singkat

Sejarah berdirinya perwakilan BPKP Provinsi BPKP tidak terlepas dari sejarah BPKP pusat. Dimulai sejak adanya Djawatan akuntan Negara (DAN) yang pada tahun 1966 ditingkatkan menjadi Direktorat jenderal Pengawasan keuangan Negara (DJPKN). Dengan diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tanggal 30 Mei 1983, DJPKN ditransformasikan menjadi BPKP, sebuah lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden. Pada tahun 2001, presiden menerbitkan keputusan presiden No. 103 tentang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi, dan tata kerja lembaga pemerintah Non departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan peraturan presiden No 64 tahun 2005.

Dalam pasal 52 disebutkan, BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintah dibidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan tugas perwakilan BPKP provinsi jawa timur, sebagaimana diatur dalam SK kepala BPKP No.KEP-06.00.00-286/K/2001 tentang organisasi dan tata kerja perwakilan BPKP, yaitu: melaksanakan pengawasan keuangan dan pembangunan serta penyelenggaraan

akuntanbilitas di daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perjalanan keberadaan perwakilan BPKP provinsi Jawa Timur mengalami beberapa peristiwa yang terjadi pada tahun-tahun penting berikut ini.

1966: perwakiln BPKP Provinsi Jawa Timur masih bernama kantor wilayah V DJPKN jawa timur

1983:kanwil V DJPKN jawa timur ditransformasikan menjadi perwakilan BPKP provinsi Jawa Timur yang lokasinya berada di jl. Indrapura, Surabaya.

1997:perwakilan BPKP Provinsi jawa timur menempati gedung kantor baru di jalan Raya Bandara juanda

2001:perwakilan BPKP kabupaten Jember dilebur menjadi satu dengan perwakilan BPKP provinsi Jawa Timur

Sejarah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tidak dapat dilepaskan dari sejarah panjang perkembangan lembaga pengawasan sejak sebelum era kemerdekaan. Dengan besluit Nomor 44 tanggal 31 Oktober 1936 secara

eksplisit ditetapkan bahwa Djawatan Akuntan Negara (Regering Accountantsdienst)

bertugas melakukan penelitian terhadap pembukuan dari berbagai perusahaan negara dan jawatan tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan aparat pengawasan pertama di Indonesia adalah Djawatan Akuntan Negara (DAN).

Secara struktural DAN yang bertugas mengawasi pengelolaan perusahaan negara berada di bawah Thesauri Jenderal pada Kementerian Keuangan. Dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 1961 tentang Instruksi bagi Kepala Djawatan

Akuntan Negara (DAN), kedudukan DAN dilepas dari Thesauri Jenderal dan ditingkatkan kedudukannya langsung di bawah Menteri Keuangan.

Djawatan Akuntan Negara (DAN) merupakan alat pemerintah yang bertugas melakukan semua pekerjaan akuntan bagi pemerintah atas semua departemen, jawatan, dan instansi di bawah kekuasaannya. Sementara itu fungsi pengawasan anggaran dilaksanakan oleh Thesauri Jenderal. Selanjutnya dengan Keputusan Presiden Nomor 239 Tahun 1966 dibentuklah Direktorat Djendral Pengawasan Keuangan Negara (DDPKN) pada Departemen Keuangan.

Tugas DDPKN (dikenal kemudian sebagai DJPKN) meliputi pengawasan anggaran dan pengawasan badan usaha/ jawatan, yang semula menjadi tugas DAN dan Thesauri Jenderal. DJPKN mempunyai tugas melaksanakan pengawasan seluruh pelaksanaan anggaran negara, anggaran daerah, dan badan usaha milik negara/ daerah. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 1971 ini, khusus pada Departemen Keuangan, tugas Inspektorat Jendral dalam bidang pengawasan keuangan negara dilakukan oleh DJPKN.

Dengan diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tanggal 30 Mei 1983. DJPKN ditransformasikan menjadi BPKP, sebuah lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Salah satu pertimbangan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tentang BPKP adalah diperlukannya badan atau lembaga pengawasan yang dapat melaksanakan fungsinya secara leluasa tanpa mengalami

kemungkinan hambatan dari unit organisasi pemerintah yang menjadi obyek pemeriksaannya.

Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah telah meletakkan struktur organisasi BPKP sesuai dengan proporsinya dalam konstelasi lembaga-lembaga Pemerintah yang ada. BPKP dengan kedudukannya yang terlepas dari semua departemen atau lembaga sudah barang tentu dapat melaksanakan fungsinya secara lebih baik dan obyektif.

Tahun 2001 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah,terakhir dengan Peraturan Presiden No 64 tahun 2005. Dalam Pasal 52 disebutkan, BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendekatan yang dilakukan BPKP diarahkan lebih bersifat preventif atau pembinaan dan tidak sepenuhnya audit atau represif. Kegiatan sosialisasi, asistensi atau pendampingan, dan evaluasi merupakan kegiatan yang mulai digeluti BPKP. Sedangkan audit investigatif dilakukan dalam membantu aparat penegak hukum untuk menghitung kerugian keuangan negara.

Pada masa reformasi ini BPKP banyak mengadakan Memorandum of Understanding (MoU) atau Nota Kesepahaman dengan pemda dan departemen/ lembaga sebagai mitra kerja BPKP. MoU tersebut pada umumnya membantu mitra

Sesuai arahan Presiden RI tanggal 11 Desember 2006, BPKP melakukan reposisi dan revitalisasi fungsi yang kedua kalinya. Reposisi dan revitalisasi BPKP diikuti dengan penajaman visi, misi, dan strategi. Visi BPKP yang baru adalah "Auditor Intern Pemerintah yang Proaktif dan Terpercaya dalam Mentransformasikan Manajemen Pemerintahan Menuju Pemerintahan yang Baik dan Bersih". Dengan visi ini, BPKP menegaskan akan tugas pokoknya pada pengembangan fungsi preventif.

Hasil pengawasan preventif (pencegahan) dijadikan model sistem manajemen dalam rangka kegiatan yang bersifat pre-emptive. Apabila setelah hasil pengawasan preventif dianalisis terdapat indikasi perlunya audit yang mendalam, dilakukan pengawasan represif non justisia. Pengawasan represif non justisia digunakan sebagai dasar untuk membangun sistem manajemen pemerintah yang lebih baik untuk mencegah moral hazard atau potensi penyimpangan (fraud). Tugas perbantuan kepada penyidik POLRI, Kejaksaan dan KPK, sebagai amanah untuk menuntaskan penanganan TPK guna memberikan efek deterrent represif justisia, sehingga juga sebagai fungsi pengawalan atas kerugian keuangan negara untuk dapat mengoptimalkan pengembalian keuangan negara.

4.1.2 Visi dan Misi

Untuk menjawab dan memenuhi semakin besarnya kepercayaan kepada bpkp, maka pimpinan bpkp memutuskan untuk lebih meningkatkan peran dan manfaat bpkp dengan melakukan kembali revitalisasi terhadap visi dan misi yang menjadi filosofi pelaksanaan tugas.

a. Visi

"Auditor Presiden yang responsif, interaktif, dan terpercaya untuk mewujudkan akuntabilitas keuangan negara yang berkualitas."

b. Misi

1. Menyelenggarakan pengawasan intern terhadap akuntabilitas

keuangan negara yang mendukung tata kelola kepemerintahan yang baik dan bebas KKN.

2. Membina penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.

3. Mengembangkan kapasitas pengawasan intern pemerintah yang

profesional dan kompeten.

4. Menyelenggarakan sistem dukungan pengambilan keputusan yang

andal bagi presiden/ pemerintah.

4.1.3 Tujuan, Tugas, fungsi dan Kegiatan-kegiatan

a. Tujuan

Sesuai dengan Pasal 52, 53 dan 54 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas Pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Tugas dan Fungsi

§ Dalam melaksanakan tugas, BPKP menyelenggarakan fungsi :

a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang

pengawasan keuangan dan pembangunan;

b. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan

keuangan dan pmbangunan;

c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPKP;

d. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap

kegiatan pengawasan keuangan dan pembangunan;

e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum

dibidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan

tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum,

persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

§ Dalam menyelenggarakan fungsi tersebut, BPKP mempunyai

kewenangan :

a. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya;

b. Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung

pembangunan secara makro;

d. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi di bidangnya;

e. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan

sertifikasi tenaga profesional/ ahli serta persyaratan jabatan di bidangnya;

f. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, yaitu :

1. Memasuki semua kantor, bengkel, gudang, bangunan,

tempat-tempat penimbunan, dan sebagainya;

2. Meneliti semua catatan, data elektronik, dokumen, buku

perhitungan, surat-surat bukti, notulen rapat panitia dan sejenisnya, hasil survei laporan-laporan pengelolaan, dan surat-surat lainnya yang diperlukan dalam pengawasan;

3. Pengawasan kas, surat-surat berharga, gudang persediaan dan

lain-lain;

4. Meminta keterangan tentang tindak lanjut hasil pengawasan,

pengawasan Badan Pemeriksa Keuangan, dan lembaga pengawasan lainnya.

c. Kegiatan-kegiatan

Kegiatan BPKP dikelompokkan ke dalam empat kelompok, yaitu:

1. Audit

Kegiatan audit mencakup:

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

b. Laporan Keuangan dan Kinerja BUMN/ D/ Badan Usaha

Lainnya

c. Pemanfaatan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

d. Kredit Usaha Tani (KUT) dan Kredit Ketahanan Pangan

(KKP)

e. Peningkatan Penerimaan Negara, termasuk Penerimaan Negara

Bukan Pajak (PNBP)

f. Dana Off Balance Sheet BUMN maupun Yayasan yang terkait

g. Dana Off Balance Budget pada Departemen/ LPND

h. Audit Tindak Lanjut atas Temuan-Temuan Pemeriksaan

i. Audit Khusus (Audit Investigasi) untuk mengungkapkan

adanya indikasi praktik Tindak Pidana Korupsi (TPK) dan penyimpangan lain sepanjang hal itu membutuhkan keahlian di bidangnya.

j. Audit lainnya yang menurut pemerintah bersifat perlu dan urgen untuk segera dilakukan.

2. Konsultasi, asistensi dan evaluasi

Di bidang konsultasi, asistensi dan evaluasi, BPKP berperan sebagai konsultan bagi para stakeholders menuju tata pemerintahan yang baik (good governance), yang mencakup: Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD), Good Corporate Governance (GCG) pada Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah.

3. Pemberantasan KKN

Di bidang perbantuan pemberantasan korupsi, BPKP membantu pemerintah memerangi praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, dengan membentuk gugus tugas anti korupsi dengan keahlian audit forensik. Dalam rangka penegakan hukum dan pemberantasan KKN, BPKP telah mengikat kerjasama dengan Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI yang dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan Bersama. BPKP juga mengikat kerjasama dengan Komisi Pemberntasan Korupsi.

BPKP tergabung dalam Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor) bersama-sama dengan Kejaksaan dan Kepolisian (yang telah selesai masa tugasnya)

4. Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan

Di bidang pendidikan dan pelatihan pengawasan, BPKP menjadi instansi pembina untuk mengembangkan Jabatan Fungsional Auditor (JFA) di lingkungan instansi pemerintah. Setiap auditor pemerintah harus memiliki sertifikat sebagai Pejabat Fungsional Auditor.

4.1.4 Str uktur Or ganisasi

BPKP dipimpin oleh seorang Kepala yang dibantu oleh satu Sekretaris Utama dan lima Deputi yang membawahi bidangnya masing-masing, yaitu Deputi Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Perekonomian, Deputi Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan, Deputi Pengawasan Bidang Penyelenggaraan Keuangan Daerah, Deputi Bidang Akuntan Negara, dan Deputi Bidang Investigasi.

Gambar 4.1 Struktur Organisasi

4.1.5.Lokasi

Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Jawa Timur bertempat di Jalan Raya Bandara Juanda Surabaya, Telp.(031) 8670360-62, Fax.(031) 8677039, E-mail: [email protected]

Kepala Perwakilan Sidik Wiyato

Subbag Program dan Pelaporan Subroto Subbag keuangan Dwi haryono Subbag kepegawaian Aida Faldiati Subbag Umum Eddie Sulistiady

Bidang Pengawasan Instansi Pemerintahan Pusat Adil H. Panglihutan Kelompok Jabatan Fungsional Auditor Bidang Akuntabilitas Pemerintah Daerah Fachrudin Muchasan Bidang Akuntan Negara Ketut S.M Bidang Investigasi Samono Bagian Tata Usaha R.B.

4.1.6.Analisis Kar akter istik Responden

Data mengenai keadaan responden dapat diketahui melalui jawaban responden dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner.

Dokumen terkait