BAB I PENDAHULUAN
1.4. Metode Penelitian
Langkah-langkah dalam pengerjaan tugas akhir:
a. Pengumpulan bahan-bahan referensi berupa buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah, dan website mengenai pengenalan suatu objek, pemograman Matlab, image processing, Deskriptor Fourier, Euclidean.
b. Pembuatan software
Sistem pengenalan perangkat elektronika akan bekerja apabila pengguna menekan tombol “Camera On” dalam tampilan visual software. Kemudian data yang diterima akan diolah oleh sistem. Data tersebut akan mulai menampilkan proses video (record) sampai pengguna memberikan instruksi untuk pengambilan gambar (capture). Kemudian pengguna memberikan instruksi untuk memulai pengenalan gambar perangkat elektronika. Selanjutnya, Matlab akan memproses gambar pengenalan perangkat elektronika yang diambil dengan menggunakan webcam dan hasil akhirnya akan ditampilkan berupa teks pada layar monitor.
c. Pembuatan basis data
Pembuatan basis data diawali dengan mengambil data berupa citra perangkat elektronika. Selanjutnya, data tersebut diproses pada tahap preprocessing. Adapun tahap preprocessing yaitu mengonversi citra RGB ke biner. Hasil preprocessing akan menjadi masukkan pada tahap ekstraksi ciri.
Tahap ekstraksi ciri diawali dengan operasi opening selanjutnya yaitu deteksi
kontur citra menggunakan kontur Moore. Kemudian, mencari koefisien Fourier deskriptor citra dengan menggunakan transformasi Fourier. Tahap berikutnya menurunkan koefisien Fourier deskriptor sesuai dengan nilai koefisien yang digunakan (50, 25, 10, 5 dan 2). Kemudian, dilakukan normalisasi agar citra invarian terhadap translasi, rotasi dan skala. Hasil ekstraksi ciri disimpan dalam folder dan digunakan sebagai acuan dalam pengenalan perangkat elektronika.
Adapun banyaknya data yang disimpan pada basis data yaitu 35 data (5 koefisien Fourier deskriptor x 7 perangkat elektronika). Jarak antara webcam dengan perangkat elektronika adalah 57 cm.
d. Pengambilan data
Penilitian ini menggunakan 5 variasi koefisien dan 7 perangkat elektronika. Lima variasi koefisien yang digunakan yaitu 50, 25, 10, 5 dan 2.
Sebagai tambahan pengambilan data juga menggunakan variasi jarak antara webcam dengan perangkat elektronika (skala), sudut perputaran (rotasi) dan posisi awal suatu citra (translasi). Untuk variasi jarak antara webcam dan perangkat elektronika digunakan 3 variasi jarak yaitu 50 cm, 57 cm dan 64,5 cm.
Sudut putaran yang akan digunakan yaitu 0°, 45° dan 135°. Perangkat elektronika digeser sejauh 2 cm dan 5 cm ke kanan atau ke kiri dari posisi awal.
Jumlah data yang diambil terdiri dari 7 perangkat x 5 koefisien = 35 data, 7 perangkat x 3 variasi jarak = 21 data, 7 perangkat x 3 variasi sudut = 21 data dan 7 perangkat x 2 variasi skala = 14 data. Masing – masing data kemudian ditambahkan dan didapat data sebanyak 91 data pada penelitian ini.
e. Analisis dan penyimpulan
Analisis data yang dilakukan dengan meneliti pengaruh 5 variasi koefisein yang digunakan (50, 25, 10, 5 dan 2) terhadap tingkat pengenalan perangkat elektronika. Dengan cara meneliti hasil perbandingan masing – masing nilai koefisien Fourier deskriptor. Sebagai tambahan, juga meneliti variasi translasi, rotasi dan skala yang digunakan terhadap tingkat pengenalan perangkat elektronika. Penyimpulan hasil dilakukan untuk mencari nilai koefisien Fourier deskriptor terkecil dengan tingkat pengenalan terbaik, serta sebagai tambahan meneliti pengaruh variasi translasi, rotasi dan skala terhadap tingkat pengenalan perangkat elektronika.
5
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Perangkat Elektronika
Perangkat elektronika adalah peralatan kerja pendukung yang berfungsi untuk membantu proses produksi atau proses merakit komponen elektronika. Perangkat elektronika umumnya digunakan oleh para teknisi untuk mempermudah pekerjaan mereka sehari-hari. Adapun perangkat elektronika yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada gambar dibawa ini.
2.2. Webcam Logitech C270
Web camera (Webcam) adalah kamera video yang menyediakan aliran gambar secara real-time yang dihubungkan ke software pada komputer melalui port USB atau serial.
Ketika diproses oleh komputer, aliran video dapat disimpan, dilihat atau dikirim ke
(a) (b) (c) (d)
(e) (f) (g)
Gambar 2.1. Perangkat Elektronika (a) Solder (b) Penyedot Timah (c) Bor (d) Obeng Trim (e) Tang Potong (f) Multimeter (g) Tang Kupas
perangkat lain melalui koneksi internet, bluetooth, port USB dan e-mail sebagai lampiran.
Pada umumnya Webcam terdiri dari sebuah lensa standar, cover dan kabel support.
Spesifikasi Webcam Logitech C270 pada Gambar 2.2. dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Spesifikasi Logitech C270 [4].
High-Definition (HD) video calling HD 720 pixels Video capture Up to 1280 x 720 pixels
Photo quality Up to 3.0 Megapixels
Computer Interface USB 2.0 (recommended)
Focus Fixed Focus
Microphone Yes
Hardware Support Laptop, Monitor LCD or CRT
Gambar 2.2. Logitech C270 [4]
2.3. Pengolahan Citra Digital 2.3.1. Pengertian Citra Digital
Pengolahan citra digital merupakan proses pengolahan setiap data 2 dimensi menggunakan komputer, sesuai dengan jumlah data dan jenis pengolahan. Citra digital merupakan sebuah array yang berisi nilai-nilai nyata maupun komplek yang direpresentasikan dengan deretan bit tertentu.
Citra dapat didefinisikan sebagai fungsi f(x,y) berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial, dan amplitudo f di titik koordinat (x,y) dinamakan tingkat keabuan dari suatu citra. Apabila nilai x, y dan f secara keselurahan berhingga dan bernilai diskrit maka citra tersebut adalah citra digital. Citra digital dalam bentuk matrik
dapat dilihat pada persamaan 2.1 dan posisi koordinat citra digital dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Koordinat Citra Digital [5]
f(x,y) =
⎣⎢
⎢⎢
⎡ f(0,0) f(0,1) ⋯ f�0, N - 1�
f(1,0) f(1,1) ⋯ f�1, N - 1�
⋮
f�M - 1,0� ⋮
f�M - 1,1� ⋮
⋯ f�M - 1, N - 1�⎦⎥⎥⎥⎤
(2.1)
Nilai pada posisi (x,y) sering disebut dengan piksel pada citra digital. Ilustrasi digitalisasi citra dengan M = 16 baris dan N = 16 kolom ditunjukan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Ilustrasi Digitalisasi Citra (piksel pada koordinat x = 10, y = 3 memiliki nilai 110) [5]
f(x,y)
2.3.2. Citra RGB
Citra RGB adalah citra berwarna yang mengandung informasi warna, dimana informasi warna direpresentasikan dalam nilai-nilai piksel yang mengandung komponen luminance merupakan ukuran intensitas kecerahan warna, hue merupakan warna yang direpresentasikan dalam nilai derajat (0° − 360°) dan saturation merupakan representasi intensitas cahaya putih dalam sebuah warna. Setiap piksel pada citra RGB merupakan gabungan dari variasi nilai intensitas tiga warna dasar yaitu merah R (red), hijau G (green) dan biru B (blue). Tiga warna dasar R, G dan B umumnya dikodekan dengan 8 bit, atau total ketiganya 3 x 8 = 24 bit (tiga byte). Sehingga variasi warna maksimum sebanyak 224 = 16.777.216 variasi warna [6].
Secara umum, citra berwarna dapat direpresentasikan dalam bentuk kubus tiga dimensi, dengan tiga warna dasar merah, hijau dan biru berada pada ujung sumbu kubus.
Warna hitam berada pada titik pusat kubus (0) dan warna putih berada di ujung kubus yang berseberangan. Skema ruang warna RGB dalam bentuk tiga dimensi dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5. Warna RGB dalam Bentuk Kubus [7]
Pencampuran tiga warna dasar dapat direpresentasikan dalam suatu sinar tambahan untuk membentuk warna baru. Pencampuran tiga warna dasar ini dapat dilihat pada Gambar 2.6. menunjukkan hasil campuran tiga warna dasar yaitu pencampuran antara warna merah dan hijau akan menghasilkan warna kuning, pencampuran antara warna biru dan hijau akan menghasilkan warna cyan, pencampuran antara warna merah dan biru akan
menghasilkan warna magenta dan pencampuran antara warna merah, hijau dan biru akan menghasilkan warna putih.
Gambar 2.6. Hasil Campuran Warna Dasar [8]
2.3.3. Citra Biner
Citra Biner merupakan piksel yang hanya mempunyai dua kemungkinan nilai yaitu 0 dan 1. Warna hitam dinyatakan dengan nilai 0 dan warna putih dinyatakan dengan nilai 1.
Citra ini disebut juga sebagai citra B&W (black and white) atau citra monokrom. Citra ini biasanya digunakan untuk memperoleh tepi bentuk suatu objek.
Citra Biner dapat diatur dari nilai ambang (threshold) yang diinginkan jika nilai piksel lebih kecil daripada batas ambang maka nilai tersebut diubah menjadi 0 (hitam), sedangkan jika lebih besar atau sama dengan nilai ambang maka nilai tersebut diubah menjadi 1 (putih) . Gambar citra biner dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7. Citra Biner [5]
2.3.4. Mengonversi Citra RGB ke Biner
Mengonversi citra RGB ke biner dilakukan dengan menerapkan suatu nilai yang dikenal sebagai nilai ambang (Threshold). Pertama-tama diawali dengan proses grayscale, grayscale merupakan proses mengubah citra berwarna (RGB) ke citra berskala keabuan.
Secara umum mengonversi citra RGB ke Biner melalui persamaan [7]:
𝐼 = 0,2989𝑥𝑅 + 0,5870𝑥𝐺 + 0,1141𝑥𝐵 (2.2) dengan R merupakan nilai komponen merah, G merupakan nilai komponen hijau dan B merupakan nilai komponen biru. Proses selanjutnya untuk mengonversi citra berskala keabuan ke citra biner dapat mengatur nilai ambang (threshold). Metode yang digunakan yaitu metode otsu. Metode ini digunakan untuk memilih secara otomatis nilai ambang dari tingkat keabu-abuan histogram melalui analisis diskriminan [14]. Tahapan dari metode otsu sebagai berikut. Tahapan pertama, probabilitas nilai intensitas 𝑖 dihitung melalui persamaan[14].
𝑝𝑖 = 𝑛𝑖/𝑁 (2.3) Keterangan:
𝑛𝑖 = jumlah piksel dengan intensitas i.
N = jumlah semua piksel dalam citra.
Untuk menghitung nilai Zeroth cumulative moment, First cumulative moment, dan rerata berturut – turut dapat menggunakan persamaan sebagai berikut [14]:
𝑤(𝑘) = ∑𝑘𝑖=1𝑝𝑖 (2.4) 𝜇(𝑘) = ∑𝑘𝑖=1𝑖. 𝑝𝑖 (2.5) 𝜇(𝑇) = ∑𝐿𝑖=1𝑖. 𝑝𝑖 (2.6) Untuk mendapatkan nilai ambang k dapat ditentukan dengan memaksimumkan persamaan [14]:
𝜎𝐵2(𝑘∗) = max 𝜎𝐵2(𝑘) (2.7) dengan
𝜎𝐵2(𝑘∗) =[𝜇𝜔(𝑘)[1−𝜔(𝑘)]𝑇𝜔(𝑘)−𝜇(𝑘)]2 (2.8)
2.4. Ekstraksi Ciri
Ekstraksi ciri merupakan tahapan mengekstrak ciri suatu objek yang akan dikenali atau dibedakan dengan objek lainnya. Hasil ekstraksi tersebut digunakan sebagai acuan untuk membedakan antara objek satu dengan lainnya pada tahapan identifikasi atau klasifikasi objek. Pada penelitian ini tahap ekstraksi ciri menggunakan beberapa tahapan yang dibutuhkan yaitu operasi opening, deteksi kontur dan deskriptor Fourier.
2.4.1. Operasi Opening
Operasi opening merupakan operasi yang biasa digunakan untuk memperhalus kontur citra serta menghilangkan lubang – lubang kecil pada citra. Operasi ini terdiri dari dua tahap yaitu erosi kemudian dilanjutkan dengan dilasi [12]. Erosi berguna untuk menghilangkan noise pada citra karena struktur latar depan yang berukuran kecil tereliminasi sedangkan dilasi berguna untuk menghaluskan citra dan menutupi lubang-lubang pada citra. Operasi opening dapat didefinisikan sebagai berikut [7]:
𝐴 • 𝐵 = (𝐴 ⊕ 𝐵)𝛩𝐵
2.4.2. Kontur Moore
Kontur adalah perubahan intensitas dari satu titik ke titik tetangganya pada suatu citra. Dengan perubahan intensitas mata seseorang sanggup mendeteksi pinggiran atau kontur suatu benda. Deteksi kontur bertujuan untuk mendapatkan tepi suatu objek. Salah satu cara untuk mendapatkan mendeteksi tepi objek yaitu dengan algoritma pelacakan kontur Moore.
Algoritma 1 : Memperoleh Kontur Moore [7].
Masukan :
• f (x,y): Citra masukan berukuran x baris dan y kolom Keluaran :
• kontur : Larik yang berisi piksel-piksel kontur.
1. Dapatkan piksel bernilai 1 pada bagian terkiri dan teratas. Posisi piksel dicatat pada 𝑎𝑎0 dan posisi untuk piksel berikutnya dicatat pada 𝑏𝑏0, yang pada awalnya diisi 4 (arah barat di Gambar 2.3 (d)).
2. Periksa 8 tetangga 𝑎𝑎0 searah jarum jam dimulai dari 𝑎𝑎0. Piksel pertama yang bernilai satu dicatat pada 𝑎𝑎1. Adapun posisi untuk piksel yang mendahului 𝑎𝑎1
dicatat pada 𝑏𝑏1.
3. Kontur(1) 𝑎𝑎0, kontur(2) 𝑎𝑎1, jum 2 4. a 𝑎𝑎1 dan b 𝑏𝑏1
5. WHILE true
a. Cari piksel pada 8 tetangga yang pertama kali bernilai 1 dengan pencarian dimulai dari arah b dengan menggunakan pola arah jarum jam.
b. Catat posisi piksel tersebut ke a.
c. Catat posisi yang mendahului piksel tersebut ke b.
d. Tambahkan a sebagai bagian kontur:
Jum jum + 1 Kontur(jum) a e. if a = 𝑎𝑎0
Keluar dari while end-if
end-while
Untuk memahami algoritma Moore, dapat dilihat Gambar 2.8. Gambar 2.8.(a) merupakan keadaan objek pada citra. Piksel bernilai 1 merupakan objek citra sedangkan yang bernilai 0 merupakan latar belakang. Penomoran arah pencarian ditunjukkan di Gambar 2.8.(b), pencarian dilakukan searah jarum jam. Pada Gambar 2.8.(c), pelacakan dimulai pada piksel paling atas kiri sebagai titik awal pelacakan yaitu pada posisi (2,2).
Pada langkah pencarian berikutnya diperoleh piksel pada posisi (2,3). Pencarian berikutnya akan dimulai si posisi (1,3), yaitu ditandai dengan posisi awal anak panah. Pada pencarian kedua, piksel yang didapat, yaitu posisi (2,4), dengan titik pencarian berikutnya di posisi (1,4). Pencarian ketiga, piksel yang didapat, yaitu posisi (3,5), dengan titik pencarian dimulai dari (3,6). Pada pencarian keempat didapat piksel pada posisi (4,5), dengan titik pencarian (4,6). Jika langkah tersebut terus diulang maka akan didapat piksel yang sama dengan piksel yang pertama. Saat itulah proses untuk melacak kontur diakhiri. Hasil kontur diperlihatkan pada Gambar 2.8.(d).
Gambar 2.8. (a) Objek citra (b) Penomoran Pencarian (c) Langkah – langkah Deteksi Kontur Moore (d) Hasil Kontur
Berdasarkan algoritma 1 dengan menggunakan Gambar 2.8.(a) hasil deteksi kontur berupa posisi piksel objek (x,y) dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Hasil Deteksi Kontur Moore
x y
2 2
2 3
2 4
3 5
4 5
5 5
5 4
5 3
4 3
3 3
2 2
2.4.3. Deskriptor Fourier
Deskriptor Fourier merupakan ekstraksi ciri yang biasa dipakai untuk mencatat setiap koordinat suatu piksel, sehingga didapatkan penjabaran bentuk (kontur) dalam dua dimensi. Setiap daftar nilai pasangan koordinat (𝑥0, 𝑦0), (𝑥1, 𝑦1), . . . . , (𝑥𝐾−1, 𝑦𝐾−1), kemudian koordinat tersebut diubah menjadi bilangan kompleks
𝑥𝑘+ 𝑗𝑦𝑘 (2.9)
untuk K = 0, 1, . . . , K – 1. Adapun batas digital K-poin dalam bidang xy dan 2 koordinat pertama, (𝑥0, 𝑦0) dan (𝑥1, 𝑦1), dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9. Batas Deskriptor Fourier [11]
Untuk memperoleh koefisien Fourier deskriptor menggunakan Transformasi Fourier berdimensi satu (data diambil dari bilangan kompleks). Oleh karena masukan pada transformasi ini berupa bilangan riil f(y) dan imajiner f(x) maka dapat digunakan persamaan [9]:
Untuk perhitungan nilai f(x) dapat digunakan persamaan 2.10.
𝐹(𝑢) = �𝑁−1𝑓(𝑥). 𝑒�−𝑗2𝜋𝑢𝑖𝑁 �
𝑖=0 (2.10)
Untuk nilai f(y) dapat digunakan persamaan 2.11.
𝐹(𝑢) = �𝑁−1𝑓(𝑦).𝑒�−𝑗2𝜋𝑢𝑖𝑁 �
𝑖=0 (2.11)
Keterangan:
𝐹(𝑢) = urutan ke-u komponen keluaran (𝐹(0),𝐹(1), … , 𝐹(𝑁 − 1))
𝑢 = indeks keluaran dalam domain frekuensi (0, 1, ..., 𝑁 − 1) 𝑓(𝑥) = urutan ke-x sampel masukan (𝑓(0), 𝑓(1), … , 𝑓(𝑁 − 1)) 𝑓(𝑦) = urutan ke-y sampel masukan (𝑓(0), 𝑓(1), … , 𝑓(𝑁 − 1)) N = jumlah elemen
𝑖 = indeks sampel masukan domain waktu (0, 1, ..., 𝑁 − 1) 𝑗 = bilangan imajiner (√−1 )
𝜋 = derajat (180°)
𝑒 = basis algoritma natural (2,718281828459 ...)
Dengan menggunakan deskriptor Fourier, suatu bentuk dapat dinyatakan dengan sejumlah bilangan deskriptor (koefisien Fourier deskriptor).
Salah satu keuntungan utama menggunakan deskriptor Fourier yaitu dapat mendeteksi objek dengan menggunakan sedikit koefisien. Adapun mekanisme penurunan jumlah nilai koefisien Fourier deskriptor dapat dilihat pada Gambar 2.10. Proses diawali dengan pergeseran dari hasil transformasi Fourier (F) menjadi K1. Selanjutnya, tentukan nilai N kemudian susun K2 dimulai dari (1 + delta) hingga (N + delta) data diambil dari K1. Dengan cara tersebut jumlah nilai koefisien Fourier deskriptor semula dapat diturunkan menjadi N. Mekanisme penurunan koefisien Fourier deskriptor dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Tabel G (Gambar 2.10) merupakan koefisien Fourier deskriptor yaitu hasil dari mekanisme penurunan jumlah koefisien Fourier deskriptor. Pada penurunan jumlah koefisien Fourier deskriptor diatas, semakin kecil nilai koefisien (N) maka gambar kontur akan terus menjauh dari bentuk aslinya.
Selanjutnya, supaya deskriptor Fourier invarian terhadap translasi, rotasi dan skala, maka perlu dilakukan normalisasi. Semua koefisien tidak dipengaruhi oleh translasi, kecuali komponen 𝑎𝑎0. Oleh karena itu, agar terbebas dari penyekalaan, maka semua koefisien Fourier deskriptor perlu dibagi dengan 𝑎𝑎0. Setelah pembagian dengan 𝑎𝑎0
menjadi 𝑏𝑏𝑛𝑛. Selanjutnya |𝑏𝑏𝑛𝑛| akan menghasilkan besaran koefisien. Dalam hal ini fase dapat diabaikan, karena rotasi hanya akan menyebabkan perbedaan fase.
Gambar 2.10. Mekanisme Penurunan Jumlah Koefisien Fourier Deskriptor (untuk N = 6) [7]
Algoritma 2 : deskriptor Fourier [7].
Masukan :
• Kontur : Larik yang berisi piksel - piksel kontur.
Keluaran :
• |𝑏𝑏𝑛𝑛| : Nilai – nilai besaran koefisien Fourier deskriptor 1. Dapatkan jumlah data kontur dan dicatat pada TK 2. Atur supaya jumlah elemen genap
if TK == 1
Tambahkan piksel yang sama dengan piksel awal else TK == 0
end
3. Atur supaya kontur (x,y) menjadi bilangan riil dan imajiner
f(x) = y f(y) = x*(-i)
4. Hitung nilai deskriptor Fourier menggunakan rumus Untuk nilai f(x) 𝐹(𝑢) = � 𝑓(𝑥).𝑒�−𝑗2𝜋𝑢𝑖𝑁 �
𝑁−1 𝑖=0
Untuk nilai f(y) 𝐹(𝑢) = � 𝑓(𝑦).𝑒�−𝑗2𝜋𝑢𝑖𝑁 �
𝑁−1
𝑖=0
Kemudian masing – masing elemen ditambahkan sehingga diperoleh bilangan kompleks(𝑥 + 𝑗𝑦) dan dicatat pada F.
5. Dapatkan jumlah data koefisien Fourier deskriptor dan dicatat pada TF.
6. Tentukan nilai koefisien Fourier deskriptor dan dicatat pada N. Kemudian nilai TF diturunkan sejumlah nilai N. Mekanisme penurunan koefisien Fourier deskriptor dapat dilihat pada Gambar 2.11.
7. Berdasarkan Gambar 2.11 mekanisme penurunan koefisien sebagai berikut.
if TF > N a. K1 F
b. delta = (TF – N) / 2
Ubah susunan K1 menjadi K2 (Gambar 2.11) dimulai dari (1 + delta) hingga (N + delta).
c. G K2 else G = TF end
8. Cari nilai magnitude baris pertama pada Gambar 2.11 (G).
𝑎𝑎0 = �𝑥2+ 𝑦2
Selanjutnya semua elemen pada G dibagi dengan nilai magnitudenya dan dicatat pada bn.
𝑏𝑏𝑛𝑛= G / |𝑎𝑎0| n = 0, 1, 2, ... N - 1
Gambar 2.11. Mekanisme Penurunan Koefisien Fourier Deskriptor (untuk N = 4) [7]
9. Cari nilai absolut semua elemen bn
|𝑏𝑏𝑛𝑛| = �𝑥2+ 𝑦2
10. Selesai
Berdasarkan algoritma diatas contoh ekstraksi ciri menggunakan Gambar 2.8.(c) adalah sebagai berikut. Masukan berupa nilai pada Tabel 2.2. Langkah pertama ekstraksi ciri yaitu dapatkan jumlah piksel – piksel kontur. Langkah kedua atur supaya jumlah elemen genap. Jika jumlah piksel hasil deteksi kontur ganjil, maka perlu ditambahkan piksel yang sama seperti piksel pertama untuk memudahkan perhitungan. Sehingga sekarang jumlah piksel menjadi 12. Hasil pengubahan jumlah elemen menjadi genap dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Elemen Berjumlah Genap
x y
2 2
2 3
2 4
Tabel 2.3. (lanjutan) Elemen Berjumlah Genap
Langkah ketiga, mentransformasi elemen pada kolom y menjadi bilangan riil dicatat sebagai x sedangkan kolom x dikali dengan imajiner (-i) dan dicatat sebagai yi. Hasil Bilangan riil dan imajiner dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Bilangan Riil dan Imajiner f(x) = x f(y) = yi
Langkah keempat nilai pada kolom f(x) dan f(y) pada Tabel 2.4. diproses dengan menggunakan rumus transformasi Fourier. Pertama-tama dicari hasil perhitungan transformasi Fourier pada kolom f(x) dan f(y).
Diketahui :
N = jumlah elemen 12
𝑢 = indeks output dalam domain frekuensi (0, 1, 2, ..., 11) 𝑥 = 𝑦 = indeks sampel input domain waktu (0, 1, 2, ..., 11 )
Berdasarkan data pada Tabel 2.4 perhitungan transformasi Fourier pada f(x) menggunakan persamaan 2.10 sedangkan pada f(y) perhitungan menggunakan persamaan 2.11. Kemudian, masing-masing elemen tersebut ditambahkan menggunakan persamaan 2.9 dan hasilnya dicatat pada F. Hasil transformasi Fourier dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Proses perhitungan transformasi Fourier (lihat lampiran 1).
Tabel 2.5. Hasil Transformasi Fourier
x yi F = x + yi
41,000 -39,0000i 41,0000 -39,0000i
-5,5981 – 6,9641i 10,1962i -5,5981 + 3,2321i -2,5000 + 0,8660i - 2,0000i -2,5000 – 1,1340i
- 1,0000i - 1,0000i - 2,0000i
0,5000 + 0,8660i -4,8850e-015 +1,9984e-015i 0,5000 + 0,8660i -0,4019 – 0,0359i - 0,1962i -0,4019 – 0,2321i
1,0000i 1,0000i -1,0000 + 1,0000i
-0,4019 + 0,0359i - 0,1962i -0,4019 – 0,1603i 0,5000 – 0,8660i -1,0436e-014 -4,2188e-015i 0,5000 – 0,8660i
1,0000i - 1,0000i 0
-2,5000 – 0,8660i - 2,0000i -2,5000 – 2,8660i -5,5981 + 6,9641i +10,1962i -5,5981 +17,1603i
Langkah kelima dapatkan jumlah koefisien Fourier deskriptor yaitu 12. Selanjutnya langkah keenam merupakan mekanisme penurunan jumlah koefisien, jumlah koefisien Fourier deskriptor sejumlah 12 (TF) diturunkan sejumlah N. N merupakan koefisien Fourier deskriptor yang diinginkan adapun cara yang digunakan untuk mereduksi koefisien Fourier deskriptor diawali dengan mentransformasi susunan F menjadi K1.
Contoh : N = 4
delta = (12 – 4) / 2 = 4
Selanjutnya dengan hasil perhitungan diatas digunakan untuk mengambil N elemen pada K1 dimulai dari elemen ke 5 (1 + delta) sampai elemen ke 8 (N + delta). Hasilnya kemudian disusun ulang. Dengan cara seperti ini, jumlah deskriptor yang semula sebanyak 12 diturunkan menjadi 4. Mekanisme penurunan jumlah deskriptor dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12. Mekanisme penurunan koefisien Fourier Deskriptor
Berikut merupakan hasil rekonstruksi penurunan koefisien Fourier deskriptor dapat dilihat pada Gambar 2.13(b).
Pada Gambar 2.13. merupakan hasil rekonstruksi penurunan koefisien Fourier deskriptor. Supaya hasil koefisien Fourier deskriptor invarian terhadap translasi, rotasi, penyekalaan dan letak awal kontur perlu dilakukan normalisasi. Langkah ketujuh supaya
(b) (a)
Gambar 2.13. Hasil Rekonstruksi (a) Citra asli (b) 4 Koefisien Fourier Deskriptor.
citra bebas penyekalaan maka nilai koefisien Fourier deskriptor yang didapatkan dibagi dengan nilai magnitude (𝑎𝑎0) citra tersebut. Adapun proses perhitungan sebagai berikut Ambil baris pertama bilangan kompleks pada Tabel G (Gambar 2.12. (G)).
𝑎𝑎0 = x + yi, x = 41, y = -39i
Kemudian dicari nilai magnitudenya.
|𝑎𝑎0| = �𝑥2+ 𝑦2
|𝑎𝑎0| = �412+ 392
|𝑎𝑎0| = 56,5862
Selanjutnya semua elemen pada Gambar 2.12 (G) perlu dibagi dengan nilai magnitudenya agar terbebas dari penskalaan 𝑏𝑏𝑛𝑛 = G/|𝑎𝑎0|. Setelah itu, langkah kedelapan supaya citra terbebas dari rotasi dan perubahan titik awal maka semua koefisien pada 𝑏𝑏𝑛𝑛
diabsolutkan dengan menggunakan rumus |𝑏𝑏𝑛𝑛| = �𝑥2+ 𝑦2. Berikut hasil normalisasi (besaran koefisien) untuk N = 4 dapat dilihat pada Tabel 2.6 dibawah ini.
Tabel 2.6. Hasil Normalisasi untuk 4 Koefisien Fourier Deskriptor
G 𝒃𝒏 = G / |𝒂𝟎| x y |𝒃𝒏| = �𝒙𝟐+ 𝒚𝟐
41,0000 -39,0000i 0,7246 – 0,6892i 0,7246 - 0,6892i 1,0000 -5,5981 + 3,2321i -0,0989 + 0,0571i -0,0989 0,0571i 0,1142 -2,5000 – 2,8660i -0,0442 – 0,0506i -0,0442 -0,0506i 0,0672 -5,5981 +17,1603i -0,0989 + 0,3033i -0,0989 -0,0989 0,3190
Berdasarkan langkah keenam berikut merupakan contoh hasil rekonstruksi penurunan koefisien Fourier deskriptor untuk 10, 8 dan 2 koefisien Fourier deskriptor (lihat lampiran 2) dapat dilihat pada Gambar 2.14. Semakin kecil nilai koefisien Fourier deskriptor yang digunakan maka gambar kontur akan menjauh dari bentuk aslinya dan sebaliknya jika semakin besar koefisien Fourier deskriptor yang digunakan maka gambar kontur mendekati gambar asli.
Berdasarkan Gambar 2.14. berikut merupakan hasil normalisasinya dapat dilihat dibawah ini.
N = 10
|𝑏𝑏𝑛𝑛| =
[1,0000 0,1142 0,0485 0,0353 0,0177 0,0076 0,0177 0 0,0672 0,3190]𝑇
N = 8
|𝑏𝑏𝑛𝑛| = [1,0000 0,1142 0,0485 0,0353 0,0177 0 0,672 0,3190]𝑇
N = 2
|𝑏𝑏𝑛𝑛| = [1,0000 0,3190]𝑇
Berdasarkan hasil normalisasi diatas dan Tabel 2.6. merupakan besaran koefisien akan digunakan sebagai acuan dalam pengenalan perangkat elektronika.
(d) (c)
(b) (a)
Gambar 2.14. Hasil Rekonstruksi (a) Citra asli (b) 10 Koefisien Fourier Deskriptor (c) 8 Koefisien Fourier Deskriptor (d) 2 Koefisien Fourier
Deskriptor
2.5. Template Matching
Template Matching merupakan metode pengolahan citra digital yang berfungsi untuk menemukan tiap-tiap bagian dari citra yang cocok dengan citra yang menjadi acuan.
Sehingga pada teknik ini ukuran citra input harus disesuaikan dengan ukuran citra yang ada pada basis data. Metode ini sering digunakan untuk mengidentifikasi citra angka, huruf, benda, sidik jari (fingerprint), dan aplikasi pengenalan citra lainnya.
Prinsip metode ini adalah membandingkan antara citra objek yang akan dikenali dengan citra yang menjadi acuan (basis data). Citra yang akan dikenali, diukur tingkat kemiripannya dengan masing-masing citra yang terdapat pada basis data. Adapun kelebihan dan kekurangan. Kelebihan template matching algoritmanya mudah direpresentasikan ke dalam bahasa program dan mudah untuk mempersiapkan data basis datanya. Kekurangan metode ini membutuhkan basis data yang banyak untuk mendapatkan hasil yang optimal.
2.5.1 Basis Data
Basis Data adalah kumpulan informasi yang akan menjadi acuan dan disimpan dalam komputer secara sistematik sehingga dapat diperiksa menggunakan suatu program komputer untuk memperoleh informasi dari basis data tersebut. Semakin banyak informasi yang diperlukan maka semakin banyak basis data objek referensi yang akan disimpan.
Dalam penelitian ini basis data objek referensi diperlukan pada proses perhitungan jarak.
Pembuatan basis data objek referensi ini menggunakan 5 koefisien Fourier deskriptor, penulis mengambil 7 gambar dari masing-masing perangkat elektronika.
2.6. Jarak
Jarak digunakan untuk membandingkan dua buah vektor. Perbandingan suatu nilai dikatakan sama atau tidak berdasarkan dari tingkat kemiripan yang tinggi dan nilai dua vektornya. Dengan menggunakan metode jarak Euclidean dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemiripan dua buah vektor tersebut.
Jarak Euclidean adalah peritungan jarak antara satu data terhadap sekelompok data (basis data). Jarak euclidean merupakan metrika yang paling sering digunakan untuk menghitung akar dari kuadrat perbedaan 2 vektor digunakan persamaan [10].
𝑗(𝑉1 , 𝑉2) = �� (𝑉𝑛𝑛𝑘=1 1(𝑘) − 𝑉2(𝑘))2 (2.12)
Keterangan :
𝑉1(𝑘) = citra basis data.
𝑉2(𝑘) = citra masukan.
Contoh:
Terdapat 2 vektor ciri berikut.
V1 = [ 0 1 3 2]
V2 = [ 5 6 7 8]
Jarak Euclidean dari vektor A dan B adalah:
j(𝑉1, 𝑉2) = �(0 − 5)2+ (1 − 6)2+ (3 − 7)2+ (2 − 8)2
= √25 + 25 + 16 + 36 = 10,1
26
BAB III
PERANCANGAN
3.1. Proses Pengenalan Perangkat Elektronika
Proses perancangan software pengenalan perangkat elektronika terdiri dari beberapa proses, yaitu pengambilan citra, preprocessing, ekstraksi ciri, fungsi jarak, dan penentuan keluaran. Proses perancangan sistem perangkat elektronika dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Pengambilan citra perangkat
elektronika
Preprocessing Ekstraksi ciri Deskriptor
Fourier
Fungsi jarak Euclidean Basis Data
Penentuan Keluaran Keluaran
berupa teks pada monitor
Gambar 3.1. Blok Diagram Proses Pengenalan Perangkat Elektronika
Berdasarkan gambar blok diagram diatas proses pengambilan gambar dilakukan dengan menggunakan webcam. Pada tahap preprocessing, citra RGB dikonversi ke dalam bentuk biner. Kemudian untuk menghilangkan noise dan menghaluskan citra digunakan operasi opening. Selanjutnya hasil dari preprocessing ini akan diproses ke tahap pengenalan.
Tahap pengenalan terdiri dari 3 tahap yaitu ekstraksi ciri, perhitungan fungsi jarak, dan basis data citra pengenalan perangkat elektronika. Terakhir dari proses sistem ini yaitu tahap penentuan keluaran. Hasil penentuan keluaran sistem ini berdasarkan jarak minimum yang diperoleh dari hasil perbandingan antara ekstraksi ciri dengan basis data.
3.2. Sistem Pengenalan Perangkat Elektronika
Berikut merupakan diagram alir sistem pengenalan perangkat elektronika dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Diagram Alir Sistem Pengenalan Perangkat Elektronika Mulai
Koefisien fourier deskriptor = N
Selesai Ekstraksi ciri Preprocessing
Pengambilan citra perangkat
Pengambilan citra perangkat