Penelitian ini melalui beberapa tahapan proses untuk dapat mengenali iris mata setiap individu menggunakan algoritme VFI5. Tahapan proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Tahapan pengenalan iris mata. Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Chinese Academy of Sciences Institute of Automation (CASIA) versi 3. Tiap citra berdimensi 280×320 piksel dengan format JPEG skala keabuan 8 bit. Ada tiga subset data yang diberi label interval, lamp, dan twins. Data twins memuat data anak kembar yang diambil di luar ruangan (outdoor) sedangkan data
interval dan lamp diambil di dalam ruangan (indoor) dan bukan merupakan anak kembar. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data interval karena memiliki kualitas paling baik dengan detail tekstur iris yang jelas.
Jumlah data yang digunakan adalah 180 yang berasal dari sepuluh individu yang berbeda, dimana setiap individu memiliki sembilan citra mata kiri dan kanan. Seluruh data kemudian dibagi menjadi tiga subset untuk mata kiri dan kanan yang berjumlah sama (tiga puluh buah), yaitu fold1, fold2, dan fold3 yang bertujuan untuk mencari akurasi menggunakan 3-cross-fold validation. Nama dari file dan indeksnya pada masing-masing orang dapat dilihat pada Lampiran 1.
Fold1 menggunakan data citra dengan
indeks nomer 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 dari masing- masing orang untuk proses pelatihan dan data citra dengan indeks 7, 8 dan 9 untuk pengujian. Fold2 menggunakan data citra 4, 5, 6, 7, 8 dan 9 pada tahap pelatihan dan data citra 1, 2 dan 3 untuk tahap pengujian. Pada Fold3, digunakan data citra 1, 2, 3, 7, 8 dan 9 untuk tahap pelatihan dan data citra 4, 5 dan 6 untuk tahap pengujian. Pembagian subset dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Pembagian subset
Subset Data Latih
(indeks) Data Uji (indeks) fold1 1, 2, 3, 4, 5, 6 7, 8, 9 fold2 4, 5, 6, 7, 8, 9 1, 2, 3 fold3 1, 2, 3, 7, 8, 9 4, 5, 6 . Segmentasi
Proses segmentasi dilakukan untuk mendapatkan titik tengah lingkaran pupil beserta jari-jarinya. Abidin (2011) melakukan proses segmentasi melalui tiga tahap: thresholding, regioning dan labeling, lalu penghitungan titik tengah dan jari-hari pupil.
Pada tahap thresholding dilakukan proses untuk mendapatkan nilai piksel citra yang lebih kecil dari threshold tertentu karena pada umumnya nilai piksel pupil adalah kecil (berwarna hitam). Setelah itu, dilakukan regioning dan labeling untuk mencari luas wilayah piksel yang saling berkumpul di suatu tempat dan memberi kumpulan tersebut label. Label dengan luas terbesar kemudian akan menjadi region pupil. Proses kemudian berlanjut dengan mencari titik tengah dan jari- jari dari region pupil yang kemudian akan digunakan untuk proses normalisasi.
Normalisasi
Setelah titik tengah dan jari-jari wilayah pupil telah tersegmentasi dari citra mata, dilakukan pengambilan wilayah iris sepanjang 20 piksel ke arah luar pupil. Nilai tersebut diambil sesuai dengan hasil penelitian Masek (2003) yang menunjukkan nilai collarette yang lebih baik pada jarak 20 piksel dengan resolusi angular sebesar 240 pada dataset CASIA. Setelah ditentukan wilayah collarete dari citra mata, maka tahap selanjutnya adalah menransformasikan wilayah tersebut ke dimensi tetap menggunakan transformasi dari koordinat polar ke koordinat kartesian dengan resolusi angular sebesar 240. Transformasi ini diperlukan karena citra mata memiliki dimensi yang tidak konsisten dikarenakan pelebaran pupil akibat tingkat pencahayaan yang berbeda (Masek 2003). Hasil dari normalisasi akan memberikan ciri spasial di lokasi iris dari orang yang sama menjadi sama walaupun kondisi pencahayaan yang berbeda.
Feature Encoding
Pada proses feature encoding, citra iris yang telah dinormalisasi diekstraksi ciri menggunakan 1D log-Gabor wavelet dengan nilai panjang gelombang yang digunakan adalah 18 dengan sebesar 0.5 sesuai dengan penelitian Masek (2003). Setiap baris pada citra yang telah dinormalisasi, yaitu sebanyak 240 piksel pada setiap lingkaran collarette dilakukan proses FFT untuk merepresentasikan citra pada domain frekuensi. Kemudian setelah dilakukan proses FFT, nilai tersebut dikalikan dengan log-Gabor filter dan dilakukan inverse fast Fourier transform untuk mengembalikan representasi citra pada domain spasial. Hasil dari transformasi ini adalah bilangan real dan imajiner dari setiap nilai piksel.
Langkah selanjutnya adalah mengubah nilai real dan imajiner dari hasil transformasi citra menjadi bernilai biner 2 bit yang merupakan informasi ciri dari citra tersebut. Hal ini berkaitan dengan penelitian Oppenheim dan Lim (1981) yang menunjukkan bahwa phase
information lebih memberikan informasi
dibandingkan dengan amplitudo.
Untuk setiap nilai piksel pada citra yang telah ditransformasi, dicari template yang merepresentasikannya dengan kriteria sebagai berikut:
jika nilai real dari piksel tersebut > 0 dan nilai imajiner > 0, maka nilai template tersebut adalah 11,
6 jika nilai real > 0 dan nilai imajiner < 0
template piksel adalah 10,
jika nilai real < 0 dan nilai imajiner > 0 template piksel adalah 01,
jika nilai real < 0 dan nilai imajiner < 0 nilai template adalah 00.
dengan demikian, maka didapat template bernilai biner dengan dimensi 20 x 480. Template ini kemudian digunakan untuk proses pelatian dan pengujian.
Voting Feature Interval versi 5
Setelah seluruh citra melalui tahap encode, dilakukan pelatihan dan pengujian terhadap data template citra. Data template yang berukuran 20 x 480 piksel diubah dimensinya manjadi 1 x 9600 piksel yang kemudian berlaku sebagai fitur dengan nilai biner. Karena perhitungan akurasi menggunakan 3-cross fold validation, maka banyaknya proses pelatihan dan pengujian adalah tiga kali karena subset akan saling bergantian untuk menjadi data latih dan data uji. Pengujian terhadap masing-masing subset dilakukan terhadap mata kiri, mata kanan dan gabungan mata kiri dan kanan. Pelatihan terhadap gabungan mata kiri dan kanan dilakukan terpisah pada citra mata kiri dan kanan yang diambil secara bersamaan, lalu menjumlahkan vote dari masing-masing pasangan tersebut dimana interval data uji jatuh. Nilai vote gabungan dari kelas yang memiliki jumlah terbesar dipilih sebagai kelas dari data uji. Hasil pengujian masing-masing data uji pada setiap subset kemudian disimpan untuk proses perhitungan akurasi.
Perhitungan Akurasi
Perhitungan akurasi yang diperoleh oleh algoritme VFI5 pada penelitian ini dilakukan dengan cara :
(6) Akurasi menunjukkan tingkat penglasifikasian data secara benar terhadap kelas sebenarnya. Semakin mendekati nilai 100% maka akurasi semakin baik.
Lingkungan pengembangan sistem
Proses pengerjaan penelitian ini menggunakan perangkat dan perangkat lunak dengan spesifikasi sebagai berikut:
Perangkat keras berupa Notebook:
processor intel Pentium Dual-Core
@2GHz,
RAM kapasitas 1GB,
harddisk Kapasitas 150GB,
monitor pada resolusi 1366 x 768 piksel, merek emachines model eMD725. Perangkat lunak berupa:
sistem operasi Microsoft Windows XP professional,
aplikasi pemrograman Matlab 7.1.0.246(R14) Service Pack 3.