• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2010 – April 2011. Penelitian dilaksanakan dalam tiga bagian dan dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pemeliharaan Ikan Uji

Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila BEST Oreochromis niloticus yang berukuran 15 gram sebanyak 20 ekor setiap perlakuan. Ikan yang digunakan diadaptasikan dalam akuarium uji selama 7 hari sebelum dilakukan perlakuan. Ikan ini berasal dari satu sumber dan selama masa karantina diamati gejala klinis, agar ikan bebas dari penyakit.

Persiapan Bakteri Streptococcus agalactiae

Bakteri yang digunakan untuk pembuatan vaksin dan uji tantang, yaitu isolat bakteri S. agalactiae β-hemolitik (N14G) dan S. agalactiae non-hemolitik (NK1) yang berasal dari ikan nila. Isolat bakteri diperoleh dari koleksi Balai Riset Budidaya Perikanan Air Tawar (BRBPAT) Sempur Bogor, yang diambil dari ikan yang menunjukkan gejala klinis seperti mata menonjol atau mengkerut, berenang whirling, clear operculum dan warna tubuh menjadi lebih gelap.

Bakteri ditumbuhkan pada media BHI cair pada suhu 29OC- 30OC di dalam water bath shaker. Keseluruhan bakteri kultur disimpan dalam lemari pendingin pada suhu -800C dalam media BHI cair dengan menambahkan 20% gliserol steril sebagai stok bakteri.

Sebelum bakteri stok digunakan untuk uji patogenisitas, dilakukan postulat Koch terlebih dahulu sebanyak dua kali. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan virulensi dari masing-masing isolat. Stok bakteri yang ada diuji terlebih dahulu untuk melihat keberadaan kontaminan dengan cara pasase yaitu bakteri isolat dikembangbiakkan pada 10 ml media BHI cair selama 24 jam. Setelah itu, masing-masing bakteri diinjeksikan ke 10 ekor ikan sebanyak 0,1 ml dengan

14

kepadatan 106 CFU/ml secara intra peritoneal (i.p). Ikan dipelihara selama 5 hari

dan diamati gejala klinis yang muncul. Ikan yang menunjukkan gejala klinis S. agalactiae diambil dan diisolasi organ otak, mata dan ginjal di dalam BHIA.

Apabila memberikan hasil yang positif, maka isolat yang baru ini dapat dipastikan bersifat patogen dan dapat digunakan untuk pengujian selanjutnya.

Persiapan Vaksin

Isolat bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik dan non-hemolitik masing – masing diambil satu ose secara terpisah dikultur di dalam 10 ml BHI cair dan diinkubasi pada suhu 29-30OC selama 48 jam dalam water bath shaker. Biakan bakteri diambil satu ml dimasukkan ke dalam sembilan ml BHI cair, diinkubasi pada suhu 29-30OC selama 48 jam. Setelah itu ke dalam biakan ditambahkan formalin sebanyak 3% dan diinkubasi selama 24 jam. Untuk pembuatan vaksin biakan bakteri disentrifugasi pada 7.000 rpm selama 30 menit. Larutan

supernatan dan endapan pelet dipisahkan. Supernatan dibuang dan pelet dicuci dua kali dengan PBS. Pelet kemudian ditambahkan PBS hingga larutan mencapai 10 ml. Vaksin yang telah dibuat masing-masing diuji viabilitas dengan cara mengkultur dalam media BHIA, bila tidak ditemukan adanya koloni bakteri yang tumbuh dalam waktu 72 jam maka vaksin tersebut siap digunakan. Vaksin yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 1) vaksin sel utuh β-hemolitik, 2) vaksin sel utuh non hemolitik dan 3) vaksin bivalen (gabungan dari 50% vaksin sel utuh β-hemolitik dan 50% vaksin sel utuh non-hemolitik).

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu: Penelitian bagian satu dan dua dengan empat perlakuan dan tiga ulangan, sedangkan bagian tiga dengan lima perlakuan dan tiga ulangan.

Penelitian Bagian Pertama (Vaksin β-hemolitik)

Pada penelitian bagian pertama dilakukan pengujian dalam 4 perlakuan dan setiap perlakuan diulang 3 kali. Perlakuan yang diujikan adalah :

Perlakuan A, ikan tidak divaksin dan tidak diuji tantang (Kontrol -).

Perlakuan B, ikan tidak divaksin tetapi diuji tantang dengan bakteri β-hemolitik (Kontrol +).

Perlakuan C, ikan divaksin dengan β-hemolitik dan diuji tantang dengan bakteri β-hemolitik.

Perlakuan D, ikan divaksin dengan β-hemolitik dan diuji tantang dengan bakteri non-hemolitik.

Penelitian Bagian Kedua (Vaksin non-hemolitik)

Pada penelitian bagian kedua dilakukan pengujian dalam empat perlakuan dan setiap perlakuan diulang tiga kali. Perlakuan yang diujikan adalah :

Perlakuan E, ikan tidak divaksin dan tidak diuji tantang (Kontrol -).

Perlakuan F, ikan tidak divaksin tetapi diuji tantang dengan bakteri non- hemolitik (Kontrol +).

Perlakuan G, ikan divaksin dengan non-hemolitik dan diuji tantang dengan bakteri non-hemolitik.

Perlakuan H, ikan divaksin dengan non-hemolitik dan diuji tantang dengan bakteri β-hemolitik.

Penelitian Bagian Ketiga (Vaksin bivalen / gabungan)

Pada penelitian bagian ketiga dilakukan pengujian dalam lima perlakuan dan setiap perlakuan diulang tiga kali. Perlakuan yang diujikan adalah :

Perlakuan K, ikan tidak divaksin dan tidak diuji tantang (Kontrol -)

Perlakuan L, ikan tidak divaksin tetapi diuji tantang dengan bakteri bivalen (Kontrol +)

Perlakuan M, ikan divaksin dengan bivalen dan diuji tantang dengan bakteri bivalen

Perlakuan N, ikan divaksin dengan bivalen dan diuji tantang dengan bakteri β- hemolitik.

Perlakuan P, ikan divaksin dengan bivalen dan diuji tantang dengan bakteri non-hemolitik.

Parameter yang Diukur

Dalam pelaksanaan penelitian dilakukan pengukuran beberapa parameter yang berkaitan dengan pengujian. Parameter yang diukur adalah tingkat

16

kelangsungan hidup relatif, dan gambaran darah yang meliputi total leukosit, aktivitas fagositik dan titer antibodi.

Mortalitas

Perhitungan jumlah ikan yang mati dilakukan pada awal terinfeksi S. agalactiae sampai akhir penelitian. Tingkat kematian (mortalitas) ikan dihitung dengan menggunakan rumus berdasarkan Effendie (1979).

M = (N0-Nt)/N0 x 100% Keterangan :

M : Mortalitas (%)

N0 : Jumlah ikan yang hidup pada awal pengamatan (ekor) Nt : Jumlah ikan yang hidup pada akhir pengamatan (ekor)

Sedangkan tingkat kelangsungan hidup relatif (relative percent survival/RPS) dihitung pada akhir penelitian dengan menggunakan rumus Ellis (1988).

RPS =        Mortality Control Percent Mortality Vaccinate Percent 1 x 100 % Gambaran darah

Alat suntik dan tabung eppendorf dibilas antikoagulan Na-sitrat 3,8%. Darah ikan diambil dengan menggunakan syringe yang ditusukkan sampai tulang vertebrae yang terdapat vena caudalis. Darah didiamkan mengalir secara kapiler lalu dihisap dengan ditarik secara perlahan. Darah yang telah diambil, dimasukkan ke dalam tabung eppendorf untuk segera diamati gambaran darahnya. Jumlah sel darah putih (Total leukosit)

Penghitungan total leukosit dilakukan menurut Blaxhall & Daisley (1973) yaitu dengan mengencerkan darah dengan larutan Turks di dalam pipet pencampur berskala maksimum 11. Darah dicampur dengan pipet pencampur hingga skala 0,5 kemudian pipet yang sama dihisap larutan Turks hingga skala 11. Pipet kemudian digoyang membentuk angka delapan selama 3-5 menit agar darah tercampur secara merata. Sebelum dilakukan penghitungan, larutan pada bagian ujung pipet yang tidak teraduk dibuang, tetesan berikutnya dimasukkan ke dalam haemositometer yang telah dilengkapi dengan kaca penutup kemudian diamati di bawah mikroskop.Penghitungan dilakukan pada lima kotak besar haemositometer, Σ leukosit = Σ leukosit terhitung x 50 sel/mm3.

Aktivitas Fagositik

Pengukuran aktivitas fagositik dilakukan dengan cara mengikuti Anderson & Siwicki (1993) yaitu, sebanyak 50 µl sampel darah dimasukkan ke dalam eppendorf, ditambahkan 50 µl suspensi Staphylococcus aureus dalam PBS (108 cfu/ml). Sampel darah dihomogenkan dan diinkubasi dalam suhu ruang selama 0 menit. Selanjutnya 5 µl sampel darah dibuat sediaan ulas dan dikering- udarakan, kemudian difiksasi dengan metanol selama 5 menit dan dikeringkan. Sediaan ulas direndam dalam pewarna Giemsa selama 15 menit, kemudian dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan dengan tissue. Selanjutnya dihitung jumlah sel yang menunjukkan proses fagositosis dari 100 sel fagosit yang teramati dengan rumus :

Jumlah sel fagosit yang melakukan fagositosis

Aktivitas Fagositik = x 100% Jumlah sel fagosit

Titer antibodi

Pengukuran titer antibodi dilakukan terhadap ikan uji sebelum dan sesudah uji tantang. Darah ikan diambil pada vena caudalis dan ditampung dalam effendorf, kemudian disentrifugasi pada 7.000 rpm selama lima menit. Setelah serum terpisah dari sel darah, serum dipisahkan dan diinkubasi pada suhu 44oC selama 20 menit untuk menginaktifasi komplemen. Serum dapat disimpan dalam refrigerator pada suhu 4oC untuk pengamatan titer antibodi. Pengukuran titer antibodi dilakukan dengan meneteskan larutan PBS sebanyak 25 μl pada masing-masing lubang mikroplate dari lubang 1 sampai 12, selanjutnya dimasukkan serum darah pada lubang 1 sebanyak 25 μl, dilakukan pengadukan kemudian pengenceran bertingkat hingga lubang ke- 11. Bakteri sebanyak 25 μl dimasukan ke dalam lubang 1 sampai 12, campuran dihomogenkan dengan cara menggoyang mikroplate secara perlahan. Selanjutnya disimpan selama 2 jam dalam inkubator pada suhu 37oC, kemudian disimpan dalam refrigerator suhu 4oC semalaman. Titer antibodi ditentukan dari lubang terakhir yang masih ditemukan reaksi aglutinasi. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi ditandai dengan adanya gumpalan halus yang menunjukkan adanya antibodi dalam serum. Antibodi

18

bereaksi spesifik dengan antigen membentuk senyawa kompleks berupa endapan (presipitat) dan gumpalan (aglutinat).

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisis sidik ragam pada tingkat kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat pengaruh antar perlakuan terhadap masing-masing peubah yang diamati (Mattjik dan Sumertajaya 2000).

Dokumen terkait