PERANCANGAN JAIPONG SEKAR AYU: SEBAGAI MATERI PEMBELAJARAN TARI SUNDABAGI MAHASISWA JURUSAN TARI IS
METODE PENELITIAN/PERANCANGAN
Penelitian yang bersifat terapan ini lebih merupakan suatu penelitian tindakan yang berupa kegiatan penelitian dengan mengutamakan proses penelitian yang dilakukan secara sistematik dengan terlebih dahulu memperhatikan kondisi sosial budaya, khususnya dalam hal ini kultur Sunda. Popularitas tari Sunda yang pada awalnya memiliki citra indah menarik, teratur, tataan koreografi yang lekat pada tradisi. Tiba –tiba mencuat ke permukaan dan menjadi bahan pembicaraan banyak orang. Dalam waktu singkat Jaipong telah banyak mencuri perhatian, hingga kini Jaipong telah menjadi genre baru dalam khasanah tari Sunda. Oleh karena itu penting artinya merancang karya baru berdasar Jaipong yang sudah ada.
161
Untuk mendapatkan hasil yang ingin dicapai dalam penelitian, maka disusun strategi dengan menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
a. Metode empirik, yaitu metode penelitian yang menitikberatkan pengumpulan data pada pengamatan secara langsung dan mengalami menjadi penari, dan mengajar tari Jaipong. Participant observer dilakukan untuk mendapatkan data yang valid, validitas data ini membutuhkan alat dokumentasi berupa alat rekaman audio, tustel dan kamera audio visual. Alat dokumentasi dimanfaatkan agar dapat menghasilkan bahan kajian secara akurat dan sistematik tentang karakteristik Jaipong karya Gugum Gumbira. Kegiatan pembelajaran tari Jaipong di lingkungan pendidikan formal dna kegiatan pelatihan tari di sanggar amat membantu dalam menentukan kualifikasi gerak-gerak yang akan dipilih sebagai dasar membuat perancangan Jaipong khas Jurusan Tari ISI Yogya. Memperhatikan gaya para penari jaipong dan juga ciri karakteristik motif-motif gerak jaipong yang merupakan paduan pencak dan ketuk tilu itu menjadi dasar penting bagi pengembangan kreasi inovasi dalm perancangan jaipong ini.
b. Metode Perancangan, yaitu metode yang dipakai dalam membuat karya seni. Metod perancangan ini menggunakan pendekatan koreografis, yaitu proses kreatif mempertimbangkan aspek gerak, iringan tari, tata rias, tata busana, pola lantai dan properti tari. Perancangan karya tari melalui tahap, eksplorasi, improvisasi, organisasi dan evaluasi. Melalui tahapan proses kreatif ini diharapkan akan dapat merencanakan format jaipong yang sesuai dengan format bahan materi ajar bagi mahasiswa Jurusan Tari ISI Yogyakarta.
c. Metode Uji coba, yaitu metode yang digunakan untuk melihat apakah hasil karya perancangan tari Jaipong sebagai materi pembelajaran di Jurusan Tari ISI Yogyakarta ini cocok dan pas. Metode uji coba merupakan suatu cara sosialisasi tingkat awal sebelum dipakai sebagai materi di kelas tari Sunda. Salah satu cara yang efektif dengan mencoba mengajarkan materi Jaipong ini kepada mahasiswa, bagaimana daya serap, daya imitasi, tingkat kesulitan dalam menerima Jaipong yang sudah dikreasi dan disesuaikan dengan kebutuhan kurikulum. Selanjutnya hasil perancangan dipertunjukkan kepada sang pionir jaipong yaitu Gugum Gumbira , untuk dievaluasi dan diberikan saran-saran perbaikan. d. Metode Sosialisasi, yaitu suatu kegiatan sosialisasi yang ditujukan untuk mengenalkan
perancangan Jaipong kepada masyarakat tari pada umumnya dan khususnya mahasiswa dan dosen di kalangan Jurusan Tari ISI Yogyakarta.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Melacak jejak Jaipong Karya Gugum.
Peneliti melakukan pembaruan data dengan cara datang ke rumah pak Gugum Gumbira sebagai narasumber utama perancangan Jaipong Sekar Ayu, di kediamannya di Bandung. Gugum tinggal di Bandung bersama keluarganya, istrinya almarhum adalah seorang sinden Sunda termashur bernama Euis Komariah. Pasangan hebat Gugum Gumbira dan juru kawih Sunda Euis Komariah, dikaruniai empat putri cantik, mereka adalah, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Asye Ratna Mantili, dan Sonda Utami Dewi. Dari ke empat putri Gugum hanya Mira si sulung yang masih tetap menari sampai sekarang. Dari cerita para putrinya, ternyata Gugum justru tidak pernah menganjurkan putri-putrinya belajar menari,
162
atau bahkan menjadi penari. Meski di rumahnya ada sanggar tari besar bernama Sanggar Jugala, Juara Gaya dan Lagu yang didirikan di kompleks rumah pribadinya di Jl. Kopo no. 17, Bandung, Jawa Barat.
Jaipong Jugala yang dipimpin Gugum Gumbira merupakan sebuah karya tari yang sudah mempertimbangkan kaidah seni pertunjukan termasuk komposisi gerak, kesatuan unsur tari rakyat, dengan variasi dan harmoni diciptakan hingga menjadi karya yang indah untuk dinikmati. Seperti apa yang diungkapkan Sal Murgiyanto”Tontonan itu harus menghibur, memukau, menyentuh, dan memperkaya batin pemirsa” ( Sal Murgiyanto, 1994:3). Gugum berhasil menggarap karyanya dengan memperhatikan sisi bentuk, dan tampilannya yang diwarnai goyang gitek geyol , dan juga para penari wanita terasa Jalingkak (maskulin).
Dalam karya tari Gugum, dikenal dengan nama ibing Jaipongan, berkaitan dengan itu ada pola tepak kendang dan gerak, Gugum memiliki istilah bukaan ( gerakan awal yang dilakukan setelah bunyi gong atau pada ketukan pertama). Pencugan( gerakan yang kuat dan patah –patah , menunjuk pada serangkaian jurus-jurus ,atau pola ibing). Nibakeun (ragam gerak yang diperagakan menjelang bunyi gong). Pencugan , besot, bukaan, mincid dan nibakeun, adalah beberapa istilah yang muncul dalam Jaipongan, yang mungkin sudah tidak terlihat dalam jaipong karya anak muda sekarang, karena mereka punya cara menyusun koreografi yang berbeda.
Gerak Sigrak Semarak Jaipong yang berwatak
Gugum menyatakan gerak Jaipong sebetulnya “bebas” bahkan dalam mengolah gerak kaki selain unsur pencak silat dan Ketuk Tilu, juga diilhami oleh kelincahan tari-tarian Barat (American Latin Dance), Twist, Cha-cha-cha, dan sebagainya. Adapun dalam variasi gerak yang berat, rumit dan cepat, Gugum berprinsip bahwa sikap kaki selalu dalam posisi , hidup satu mati satu, sikap kaki tersebut diperlukan untuk mengatasi keseimbangan tubuh. Dari hasil pengamatan pola gerak jaipong karya Gugum Gumbira sebagai sumber inspirasi kreatif, maka mulai diamati beberapa jaipong karyanya. Gerak dan pola gending amat rekat, membelit membingkai, oleh karena itu pola kendang yang bisa menjadi “panutan” pola gerak dan ritme yang dibuat. Sikap yang diambil yaitu menempatkan musik pengiring sebagai ilustrasi, dan kadang menempatkan sebagai penuntun irama, ritme dan pemberi tekanan. Irama yang dipilih melodis lembut mengalir, dan juga mengambil cara Gugum dengan pencugan, besutan, dan tentu juga pola mincid. Langkah berikutnya memilih peraga tari untuk membantu menjadi media mewujudkan gerakan, sekaligus membantu menyimpan gerak yang sudah disusun oleh penata tari. Rencana dalam proses perancangan diawali dengan langkah-langkah:
a. Kerja studio
Berpegang pada Jaipong ala Gugum Gumbira Tirasonjaya, yang selalu menggali gerak- gerak tari rakyat, jurus-jurus, Ibing Pencak Silat, Ketuk Tilu, Bajidoran dan bahkan ada juga unsur gerak dalam Olahraga dansa (Dancesport), American Latin Dance, seperti Cha-cha- cha,Rumba dan Jive. Tari jenis baru dalam khasanah tari Sunda ini sungguh memikat perhatian masyarakat karena karakter tarinya berbeda dengan tari Sunda sebelumnya. Citra enerjik, sensual, dinamis terbangun oleh pengolahan variasi gerak kaki yang kaya, dan tidak didapatkan dalam tarian Sunda sebelumnya .
163
Kerja studio dilakukan oleh penata tari, mengeksplor bermacam gerak secara improvisatoris berbingkai pola Jaipong. Pola gerak diarahkan kepada tema yaitu tentang gerak gerik, karakter perempuan cantik, cerdas, dan mandiri. Desain gerak akan diolah mengambil gerak gerak dalam tari Jaipong Sunda, seperti ide awal jaipong yaitu motif kerakyatan, unsur gerak pencak silat Sunda, misalnya gerak tebang, tangkis, serang, pukul, dan teknik jatuh(sempok).
Struktur dan susunan Jaipong Sekar Ayu Struktur Jaipong
Struktur tari Jaipong terdiri atas tiga bagian, bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir. Struktur ini berkait dengan struktur gending yang mengiringi. Gerak memanfaatkan iringan dengan mengisi setiap baris pola pukulan, dan pola irama, namun bisa juga tidak. Pada bagian awal berisi introduksi , gerak yang dipilih adalah mincit reundeuk, dilanjutkan gerak variasi mincit daplang menuju bukaan. Bukaan dilakukan setelah gending bertransisi berubah irama menjadi lebih lambat, menuju pergantian pola gending . Dalam bukaan mengolah motif gerak daplang variasi jengkek, jungkung, kepret, galier, dan diakhiri adeg adeg tangan asimetris.Isian bukaan memakai motif variasi tangan dipadu level tinggi, rendah , kepala dhangah , galier, gilek dilakukan berirama pelan. Bukaan, diakhiri Nibakeun, yaitu mengakhiri gerakan bersamaan dengan perpindahan gending menuju kawih yang dilantunkan untuk mengawali pencugan. Motif gerak pencugan , memiliki rangkaian motif biasanya 6 jenis dalam permainan ritme dan tempo, Pencugan berirama sinkop. Rangkaian awal itu berhenti di adeg-adeg, dilanjutkan motif khas Jaipong pencugan. Dilanjutkan dengan rangkaian gerak dengan motif serupa dan simetris, diakhiri motif gerak lokomotor berirama cepat dengan putaran, dengan level tinggi jungkung, berakhir dhaplang kepleh,galier. Pencugan, ada repetisi tiga variasi dengan motif yang berbeda untuk menciptakan dinamika. Memainkan level, putaran stationer, putaran lokomotor, jungkung, ajeg, cindek dan juga adeg-adeg. Pencugan ketiga dalam tempo mencepat, untuk berhenti di sebuah terminal motif adeg-adeg sebagai awalan dari bagian mincit.
Mincit merupakan motif dalam struktur tari Jaipong ,ada bermacam variasi, muncul menjadi ekor dari motif pencugan ketiga. Variasi motif kaki mincit, yang dipakai dobel step, langkah tunggal, menyamping, jinjit,geser, seser, bebek ngoyor, jalak pengkor, jinjit silang ulang alik, dan juga mincit kagigir, engkek, dan juga sarug. Variasi tangan, daplang asimetris, lembehan,tumpang tali,lembehan sebelah, lembehan kembar, tangan bata rubuh, dhaplang kanan, dhaplang kiri, sembada kanan, sembada kiri, lontang kanan , lontang kiri, variasi maliwis mandi, kuda beger dan daplang di atas. Setelah motif mincit, kembali ke pencugan lagi dalam berbagai variasi tangan, kaki, level, kaki simetris asimetris, jengkek, putaran , cicing, galayar dan juga adeg-adeg . Pada bagian ini akan diakhiri dengan mincit gancang untuk menuju pada mincit penutup eksit dari area tari.
Susunan koreografi Jaipong Sekar Ayu 1. Bagian Introduksi
diawali gerakan mincit reundeuk, daplang kembar, kombinasi motif tangan mendekat pinggul, variasi cindek jungkung pada gerakan kaki. Badan rengkuh, tungkul. Gerakan dilakukan berulang dengan cara membaut lingkaran kearah putaran kanan. Variasi kepala,
164
tungkul dan liyek kiri, dilakukan berulang ulang 4 kali 8 hitungan, sampai arah hadap kembali ke depan.
Gambar 1. Pose motif Introduksi entrance Menuju area pentas
( Dokumentasi Daruni)
Masih dalam bingkai introduksi, dalam irama yang lebih rancak, direspon dengan gerak giles kanan, giles kiri, ukel tangan silang jungkung , berputar giles, kanan kiri kaki kuda-kuda kanan, kuda –kuda kiri, trisik tangan daplang lurus asimetris, kearah kanan dan ke arah kiri, variasi putaran di tempat, beberapa motif memilih gerak lokomotor dengan variasi arah ke samping kanan ke samping kiri, dengan kaki jungkung. Kaki jengke cindek, jengke ajeg menjadi pilihan untuk memadukan dengan variasi tangan yang cenderung bervolume lebar.
165
Gambar 2. Pose tangan daplang, dalam introduksi bagian dua (dokumentasi Daruni)
2. Pada Bagian Bukaan
Usai introduksi di akhir gerak melakukan motif tumpang tali, sebagai tanda awal dimulainya bukaan, tanda bukaan adalah mulai melambat gending pengiring dan masuk irama lambat, gerakan juga lebih lambat menikmati setiap gerakan diawali dengan tumpang tali, dilanjutkan daplang asimeteris ukel tangan membuat putaran diikuti liukan tubuh dengan kepala posisi dhangah, dhaplang asimetris tangan kanan menusuk tajam untuk mengakhiri pose tungkul, tangan kanan menutup di depan dada. Proses menuju tangkep, dimulai dari ukel kedua tangan membentuk lingkaran diikuti tangan daplang asimetris, kepret lembut menuju daplang simetris, ukel tangkep. Sementara kaki level ajeg, cindek, gejug kaki kanan dan kiri bergantian sesuai dengan gerakan dan kaki yang menyangga, diakhiri dengan adeg adeg tangkep. Pada frase akhir, kaki geser kanan, geser kiri , dengan motif tangan daplang tangan kanan dan tangan kiri bergantian yang berada di atas serong depan atas. Kepala mengikuti lieuk kanan dan lieuk kiri, mengikuti arah daplang. Suatu kali pandangan tungkul, dan atas sebagai variasi pandangan mata, mengikuti gerak tangan dan juga gerak kaki yang geser, berputar, dan trisik.
3. Pencugan
Susunan rangkaian gerak selanjutnya usai introduksi, bukaan dan dilanjutkan pencugan. Pencugan , dimulai dari serangkaian motif panjang diawali gerak tebas kanan, tebas kiri, tusuk dua tangan ke atas, lanjut kepret diakhiri daplang asimetris , daplang kanan. Pencugan menjadi motif paling panjang dan berulang, bisa berulang sampai dua atau tiga kali rangkaian motif panjang. Pada bagian akhir pencugan, diakhiri dengan adeg –adeg yang menjadi awal dari gerak lanjutan yang selalu menyertai pencugan, yaitu mincit.
166
Iringan Jaipong identik dengan tepak kendang, kekayaan gaya pukulan kendang yang ornamentik dan energik sangat mendukung kuat sebagai perangsang munculnya motif gerak. Variasi irama lambat dari gending berbentuk dua wilet atau irama lambat, juga menjadi ciri karya Jaipong. Iringan gending Jaipong tidak akan terlihat monoton dan membosankan, karena dominasi tepak kendang yang masuk dalam struktur tari Jaipong melahirkan motif gerak yang kaya, seperti terlihat dalam Bukaan, pencugan dan Mincit. Ada keunikan dalam gending pengiring tari Jaipong, pembawaan lagu yang dibawakan pesinden, sangat terasa pada cengkok yang mengalun panjang dan seakan punya buntut. Hal itu justru menjadi ciri lagu-lagu yang dibawakan sindhen, setiap mengiringi tari Jaipong, sungguh lagu menjadi bagian penting untuk memberi tanda kepada penari, yang juga lama-lama menghafal syair sebagai tanda perpindahan gerak tertentu. Kerja sama yang terjalin antara tepak kendang dan syair lagu melengkapi dan menjadi ciri gending pengiring tari Jaipong, walau lagunya berbeda-beda. Dalam karawitan Jaipong banyak mengetengahkan lagu dua wiletan atau lalamba, format ini memberi ruang kepada kebebasan permainan tepak kendang dan tembang, menjadi lebih dinamis, terbuka membuat terdengar lebih ornamentik. Musik pengiring dalam tari Jaipong memang kadang terkesan “binal”energik, dinamis, diselimuti melodi yang rancak menghentak dan jauh dari kesan sensual. Dalam iringan Jaipongan, posisi kendang menjadi penting, “nyawa” semua kendali dalam iringan ada pada kendang dan pengendang.
KESIMPULAN
Jaipong Sebagai genre baru, mampu menyedot perhatian dunia, dan menaikkan kepopuleran seni Sunda. Gerak pencak silat, Ketuk Tilu, dan unsur lain yang dipadu dengan indah menjadi ciri menonjol dan warna ekspresi kebebasan yang segar dan berumur panjang di segala generasi. Persebarannyapun mencapai keluasan tak terbatas di berbagai belahan dunia. Iringan Jaipongan juga diakui mempengaruhi etnik lain, menginspirasi kesenian lain untuk mengadopsi tepak kendang Jaipong dalam penyajiannya. Jaipong juga disebarkan di berbagai perguruan tinggi seni maupun tingkat sekolah kejuruan , masuk menjadi mata kuliah/mata pelajaran yang disukai siswa, dan mahasiswa.dalam berbagai festival tari tingkat nasional dan Internasional, Jaipong seringkali menjadi pilihan materi pementasan yang atraktif dan memiliki daya sihir bagi penonton universal.
Jaipong gaya Gugum Gumbira kali ini menjadi inspirasi kreatif bagi penciptaan karya Jaipong Sekar Ayu yang akan disosialisasikan bagi mahasiswa Jurusan Tari Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta. Semoga tahun depan karya ini layak dan diterima sebagai materi ajar, begitu harapannya
167 DAFTAR PUSTAKA
---, 2012, Seni Pertunjukan dan Masyarakat Penonton, Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta.
Atik Soepandi, 1995, Kamus Istilah Karawitan Sunda, Bandung: Satu Nusa.
Caturwati Endang dan Lalan Ramlan, 2007, Gugum Gumbira dari Cha-cha ke Jaipongan, Bandung: Sunan Ambu Press
Hadi Y , Sumandiyo, 2011, Koreografi , Bentuk-teknik –ISI, Yogyakarta:Multigrafindo Murgiyanto, Sal , 2004, Tradisi dan Inovasi, Jakarta: Wedatama Widya Sastra. Narawati, Tati, 2003. Wajah Tari Sunda Dari Masa Ke Masa, Bandung : P4ST UPI
Schechner, Richard, 2007, Performance Studies An Inroduction Second Edition, New York and London: Routledge Taylor & Francis Group.
168