• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pangan Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji kedelai yang diperoleh dari Pasar Sei Sikambing, biji nangka yang diperoleh dari Pasar Sentral, dan laru tempe instan yang diperoleh dari Pasar Sentral.

Bahan Kimia

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran K2SO4 dan Cu2SO4, H2SO4 pekat, akuades, larutan NaOH 40%, larutan H2SO4 0,02 N, indikator mengsel, larutan NaOH 0,02 N, indikator phenolpthalein 1%, dan larutan NaOH 0,1 N.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, kompor gas,

oven, cawan aluminium, desikator, spatula, pinggan porselin, pipet skala, bulb,

aluminium foil, erlenmeyer, gelas ukur, beaker glass, pipet tetes, stirer, magnetic stirrer, labu kjedhal.

Metoda Penelitian

Penelitian ini menggunakan metoda Rancang Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari 2 faktor, yaitu:

Faktor I : Perbandingan jumlah biji kedelai tergerminasi dengan biji nangka (K) yang terdiri dari 4 taraf, yaitu:

K1 K = 90 : 10 2 K = 80 : 20 3 K = 70 : 30 4

Faktor II : Konsentrasi ragi (R), yang terdiri dari 4 taraf, yaitu: = 60 : 40 R1 R = 0,2% 2 R = 0,4 % 3 R = 0,6% 4

Banyaknya kombinasi perlakuan (Tc) adalah 4 x 4 = 16, maka jumlah ulangan (n) adalah sebagai berikut:

= 0,8 % Tc (n-1) ≥ 15 16 (n-1) ≥ 15 16n - 16 ≥ 15 16n ≥ 31 n ≥ 1,93 . ……… dibulatkan menjadi n = 2 Untuk memperoleh ketelitian dilakukan 2 kali ulangan.

Model Rancangan (Bangun, 1991)

Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan model sebagai berikut:

Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ε dimana:

ijk

Ŷijk

µ : Efek nilai tengah

: Hasil pengamatan dari faktor K dari taraf ke-i dan faktor R pada taraf ke–j dengan ulangan ke-k

αi

β

: Efek dari faktor K pada taraf ke–i j

(αβ)

: Efek dari faktor R pada taraf ke–j ij

ε

: Efek interaksi dari faktor K pada taraf ke–i dan faktor R pada taraf ke- j

ijk

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka

uji dilanjutkan dengan uji beda rataan dengan menggunakan uji LSR (Least Significant Range).

: Efek galat dari faktor K pada taraf ke–i dan faktor R pada taraf ke–j dalam ulangan ke-k.

Pelaksanaan Penelitian Pembuatan tempe

Kacang kedelai disortasi dan dicuci sampai bersih. Digerminasi atau dikecambahkan kacang kedelai dengan cara direndam kacang kedelai selama ± 12 jam, diletakkan kacang kedelai di atas kapas basah dan ditutup dengan polietilen. Setelah 12-24 jam kacang kedelai telah tergerminasi/berkecambah.

Kacang kedelai yang telah tergerminasi (berkecambah) dikupas kulit arinya dengan merendam di dalam air bersih sambil diremas-remas agar kulitnya terkelupas. Direbus kacang kedelai dan kemudian direndam selama 2 hari dan ditutup dengan plastik hitam tanpa terkena cahaya dan udara. Dicuci kacang kedelai dengan air mengalir sampai bersih, dan direbus lagi hingga agak lunak (kira-kira 40 menit), ditiriskan dan didinginkan. Dikupas biji nangka dan dicuci bersih, lalu direndam biji nangka selama 24 jam, kemudian direbus selama 30 menit, ditiriskan dan didinginkan. Dicampur kacang kedelai dengan biji nangka dari berat 100 gram dengan jumlah perbandingan 90:10, 80:20, 70:30, 60:40. Diberi laru tempe dan tepung beras (perbandingan 1:4) dengan konsentrasi 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,8% dari berat bahan. Tempe dibungkus dengan plastik yang telah dilubangi kecil-kecil. Plastik disealer dan difermentasi selama 24-48 jam, tanpa terkena udara dan cahaya. Dilakukan analisa terhadap kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, dan uji organoleptik terhadap aroma, rasa, dan tekstur.

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap parameter, yaitu kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, uji organoleptik terhadap aroma, rasa, dan tekstur.

Penentuan Kadar Air (AOAC, 1984)

Ditimbang bahan sebanyak 5 gram di dalam aluminium foil yang telah diketahui berat kosongnya. Kemudian bahan tersebut dikeringkan dalam oven dengan suhu sekitar 105oC–110o

Kadar air (bk) =

C selama 3 jam, selanjutnya didinginkan di dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang kembali. Setelah itu, bahan dipanaskan kembali di dalam oven selama 30 menit, kemudian didinginkan kembali dengan desikatorselama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh berat yang konstan.

% 100 x akhir Berat akhir Berat awal Berat

Penentuan Kadar Protein (Sudarmadji, et al., 1989)

Kadar protein ditetapkan dengan cara contoh dihitung dengan menentukan nitrogen yang dikalikan dengan faktor konversi 6,25 dan protein ditetapkan secara semi mikro kjedhal. Contoh yang telah dikeringkan sebanyak 0,2 gr dimasukkan ke dalam tabung kjedhal dan ditambahkan 2 gr campuran K2SO4 dan Cu2SO4 (1:1) dan 3 ml H2SO4 pekat lalu didekstruksi sampai cairan berwarna hijau jernih dan dibiarkan dingin. Setelah dingin ditambahkan 10 ml aquades dan dipindahkan ke erlenmeyer 500 ml. Ditambahkan 10 ml NaOH 40% atau lebih sampai terbentuk warna hitam dan segera didestilasi. Hasi penyulingan ditampung dengan erlenmeyer berisi 25 ml H2SO4 0,02 N dan 3 tetes indikator mengsel (425 mg

metil red dan 500 mg metil blue yang dilarutkan dengan 100 ml alkohol 96%). Hasil sulingan dititrasi dengan larutan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna dan juga dilakukan dengan cara yang sama pada blanko (tanpa bahan).

(c – b) x N x 0,014 x FK

Kadar Protein (%) = x 100% a

Keterangan: a = Bobot contoh (gr) b = Titrasi blanko (ml) c = Titrasi contoh (ml)

N = Normalitas larutan NaOH yang digunakan FK = Faktor Konversi = 6,25

Penentuan kadar lemak (Sudarmadji, et.al., 1989)

Kadar lemak ditetapkan dengan cara ekstraksi menggunakan soxhlet.

Contoh dikeringkan dalam oven suhu 100oC, lalu dimasukkan contoh sebanyak 5 gram ke dalam selongsong dari kertas saring yang telah diketahui beratnya dan

dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang berisi ¾ pelarut heksana, kemudian diekstrak selama ± 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih, lalu selongsong dengan contoh dikeringkan dalam oven suhu 100o

a – b

C selama 45 menit dan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit, dan ditimbang sampai beratnya konstan. Perbedaan berat sebelum dan sesudah ekstraksi per berat bahan merupakan persentase lemak yang terekstraksi.

Kadar lemak (%) = x 100% a

Keterangan: a = Berat kering sebelum ekstraksi (gram) b = Berat kering sesudah ekstraksi (gram)

Penentuan Kadar Abu (Sudarmadji, et al., 1989)

Penentuan kadar abu dilakukan dengan menggunakan muffle. Bahan ditimbang sebanyak 5 gr kemudian dikeringkan dalam oven terlebih dahulu

selama 3 jam dengan suhu 105oC lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Kemudian bahan yang sudah kering dimasukkan ke dalam muffle

dengan suhu 300oC selama 1 jam dan dinaikkan suhu menjadi 500o

Kadar abu dihitung dengan rumus :

C selama 3 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang beratnya.

Berat awal - berat akhir

Kadar abu = x 100% Berat sampel

Uji Organoleptik Aroma (Sukarto, 1985)

Penentuan uji organoleptik dilakukan dengan uji kesukaan atau uji hedonik. Caranya contoh diuji secara acak dengan memberikan kode pada bahan yang akan di uji kepada 10 panelis yang melakukan penilaian. Penilaian dilakukan berdasarkan kriteria seperti pada Tabel berikut:

Tabel 6. Skala Uji Hedonik Aroma

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Suka 4

Suka 3

Agak Suka 2

Uji Organoleptik Rasa (Sukarto, 1985)

Penentuan uji organoleptik dilakukan dengan uji kesukaan atau uji hedonik. Caranya contoh diuji secara acak dengan memberikan kode pada bahan yang akan di uji kepada 11 panelis yang melakukan penilaian. Penilaian dilakukan berdasarkan kriteria seperti pada Tabel berikut:

Tabel 7. Skala Uji Hedonik Rasa

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Suka 4

Suka 3

Agak Suka 2

Tidak Suka 1

Uji Organoleptik Tekstur (Sukarto, 1985)

Penentuan uji organoleptik tekstur dilakukan dengan uji kesukaan atau uji hedonik. Caranya contoh diuji secara acak dengan memberikan kode pada bahan yang akan di uji kepada 11 panelis yang melakukan penilaian. Penilaian dilakukan berdasarkan kriteria seperti pada Tabel berikut:

Tabel 8. Skala Uji Hedonik Tekstur

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Lembut 4

Lembut 3

Agak Lembut 2

Gambar 1. Skema Pembuatan Tempe

Direndam selama ± 12 jam dan

dikecambahkan biji selama 12-24 jam

Difermentasi selama 48 jam

Tempe

Diberi laru tempe dan tepung beras (perbandingan 1:4) dari berat bahan

Dibungkus dalam plastik yang telah dilubangi kecil-kecil

Disortasi dan dicuci sampai bersih

Dicampur biji kedelai dengan biji nangka (dari berat 100 g)

Perbandingan biji kedelai tergerminasi dan biji nangka:

K1 = 90 : 10 K2 = 80 : 20 K3 = 70 : 30 K4 = 60 : 40

Dilakukan Analisa : 1. Penentuan Kadar Air 2. Penentuan Kadar Protein 3. Penentuan Kadar Lemak 4. Penentuan Kadar Abu

5. Penentuan Uji Organoleptik Aroma, Rasa dan Tekstur Disortasi dan dikupas kulitnya

Dikupas kulit biji dan dicuci

Direbus hingga agak lunak (kira-kira 40 menit)

Ditiriskan dan didinginkan

Direndam selama 2 hari dengan cara ditutup dengan plastik hitam tanpa

terkena udara dan cahaya

Ditiriskan dan didinginkan Ditiriskan dan Direbus kembali

Biji Nangka Biji kedelai

Direndam selama 24 jam

Diiris kecil-kecil

Direbus hingga agak lunak (40 menit) Konsentrasi ragi : R1 = 0,2% R2 = 0,4 % R3 = 0,6 % R4 = 0,8 %

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu masalah kekurangan gizi yang utama adalah kekurangan kalori protein. Hal ini sangat besar pengaruhnya terhadap ketahanan pangan nasional dan pembangunan generasi mendatang. Penghasilan yang relatif rendah bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, ketersediaan bahan pangan sumber protein yang terbatas serta kesadaran pentingnya gizi yang masih rendah memerlukan langkah-langkah penting untuk mengatasi hal tersebut.

Kedelai merupakan bahan pangan dari jenis kacang-kacangan yang dapat digunakan sebagai sumber protein utama. Banyak peneliti yang telah menguji kandungan gizi dalam kedelai baik bijinya maupun bentuk olahannya dan diperoleh hasil bahwa kedelai memiliki kandungan protein yang besar sekitar 40% selain itu juga mengandung zat-zat yang menyehatkan, misalnya zat anti kanker. Sebagai sumber protein kacang kedelai sangat berarti, terutama di negara yang pengkonsumsi protein hewaninya masih rendah.

Biji nangka merupakan bahan yang sering terbuang setelah dikonsumsi walaupun ada sebagian kecil masyarakat yang mengolahnya untuk dijadikan makanan misalnya direbus atau dibakar dan digunakan sebagai makanan ternak, padahal banyak zat gizi yang bermanfaat yang terkandung dalam biji nangka tersebut. Bahan yang umum diolah adalah daging buah nangka karena rasanya yang manis sedangkan biji tidak dimanfaatkan dengan optimal atau menjadi limbah. Hal itu sangat disayangkan karena biji nangka yang terdapat dalam buah nangka belum dimanfaatkan secara maksimal, padahal biji nangka mengandung

gizi yang cukup banyak dan memiliki beberapa kandungan yang dapat dimanfaatkan, diantaranya adalah kandungan pati, protein, lemak, karbohidrat, dan energi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang potensial. Biji nangka juga merupakan sumber mineral yang baik. Biji nangka juga mengandung mineral yaitu fosfor, kalsium, dan besi.

Perkecambahan atau germinasi meningkatkan daya cerna karena perkecambahan merupakan proses katabolisme yang menyediakan zat gizi yang penting untuk pertumbuhan tanaman melalui reaksi hidrolisa dari zat gizi cadangan yang terdapat di dalam biji. Melalui germinasi, nilai daya cerna biji kedelai akan meningkat karena selama germinasi terjadi sintesis protein, karbohidrat, dan lemak menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Selama proses itu pula terjadi peningkatan jumlah asam-asam amino dan beberapa vitamin sedangkan kadar lemaknya mengalami penurunan dan juga penurunan oligosakarida penyebab flatulensi (timbulanya gas dalam perut sehingga perut kembung) dan penurunan antitripsin.

Melalui proses germinasi atau perkecambahan biji kedelai diharapkan mutu tempe yang dihasilkan lebih baik yaitu memiliki kandungan protein yang tinggi dan beberapa vitamin yang baik untuk kesehatan manusia.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang proses pembuatan tempe dari biji kedelai yang tergerminasi dan biji nangka dengan judul penelitian ”Perbandingan Berat Kacang Kedelai Tergerminasi dengan Biji Nangka dan Konsentrasi Ragi Dalam Pembuatan Tempe”.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan jumlah kacang kedelai tergerminasi dengan biji nangka dan konsentrasi ragi dalam pembuatan tempe.

Kegunaan Penelitian

Sebagai sumber informasi untuk mengetahui proses pembuatan tempe dari biji kedelai tergerminasi dengan biji nangka, dan sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hipotesa Penelitian

Ada pengaruh perbandingan jumlah biji kedelai tergerminasi dengan biji nangka dan konsentrasi ragi pada tempe yang dihasilkan. Ada interaksi antara perbandingan jumlah kacang kedelai tergerminasi dengan biji nangka dan konsentrasi ragi pada tempe yang dihasilkan.

Dokumen terkait